Anda di halaman 1dari 16

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. PENDIDIKAN ISLAM TOLERAN

1. Definisi Pendidikan Islam

Pendidikan berasal dari kata didik, dengan memberinya awalan “pe dan

akhiran “kan, yang mengandung arti, perbuatan (hal, cara, dan

sebagainya).Pendidikan berasal dari kata Yunani, paedagogi yang berarti

bimbingan yang diberikan kepada anak. Kemudian istilah ini diterjemahkan

dalam bahasa Inggris dengan, education yang berarti pengembangan atau

bimbingan.1

Istilah pendidikan berasal dari kata paedagogi, dalam bahasa Yunani

pae artinya anak dan ego artinya aku membimbing. secara harfiah pendidikan

artinya aku membimbing anak, sedang tugas membimbing adalah aku

membimbing anak agar menjadi dewasa. Secara singkat Drikayarkara yang di

kutip oleh Istiqomah mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu usaha sadar

yang dilakukan oleh pihak pendidik melalui pembimbing dan pengajaran serta

latihan untuk membentuk peserta didik mengalami proses pemanusiaan diri

kearah tercapainya pribadi dewasa, susila dan dinamis.2

Menurut Hasan Langgulung, pendidikan dapat dilihat dari dua segi.

Pertama dari sudut masayarakat kedua dari sudut individu.

1
Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011). 1
2
Nurhasanah Bakhtiar, Pendidikan Agama Islam, Di Perguruan tinggi umum, (Riau: Aswaja
Pressindo).255

8
9

Pendidikan dari sudut individu adalah proses untuk menemukan dan

mengembangkan kemampuan-kemampuan, jadi pendidikan adalah proses

menampakkan atau manifest dari yang tersembunyi atau latent pada anak didik.

Sedangkan dari sudut masyarakat pendidikan adalah menekankan atau

memanfaatkan kemampuan manusia untuk memperoleh pengetahuan dengan

mencarinya pada alam di luar manusia.3

Dari makna pendidikan secara bahasa, maka dapat disimpulkan bahwa

makna tarbiyah itu berkisar antara kegiatan memperbaiki, mengendalikan

urusan anak didik, memperhatikannya dan membimbingnya ke arah yang

membuatnya maju dan berkembang. Dan definisi pendidikan secara istilah

sangat erat kaitannya dengan makna-makna tersebut.4

Setelah diuraikan tentang makna pendidikan secara bahasa menurut Al-

Hâzimi, maka langkah selanjutnya adalah menjelaskan tentang definisi

pendidikan secara istilah. Tetapi sebelum itu penulis ingin angkat juga makna

kata tarbiyah dan pecahannya dalam Al-Qur‟an, sebagaimana yang

dicantumkan oleh beliau dalam kitabnya. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk

lebih “mengakrabkan” indera kita terhadap ayat-ayat Al-Qur‟an, dan bahwa

ayat-ayat Al-Qur‟an itu kalau diteliti dan terus digali maknanya, maka dapat

memunculkan keyakinan, bahwa Al-Qur‟an itu pembahasannya universal dan

mendetail, sampai kepada masalah pendidikan yang mungkin dianggap

33
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke- 21, (Jakarta: Pustaka Al-Husna
1988) .57
4
Khâlid Bin Hâmid Al-Hâzimî, Ushûl At-Tarbiyah Al-Islâmiyah, (Madinah Munawwaroh:Dâr
Âlam Al-Kutub,2000).18
10

sebagian orang sebagai masalah yang muncul dari dunia barat. Padahal

sejatinya itu sama sekali tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu, mari

direnungkan kembali makna ayat-ayat Al-Qur‟an yang berkaitan dengan kata

tarbiyah. Berikut ini makna kata tarbiyah dan pecahannya dalam Al-Qur‟an.5

Rangkaian kata pendidikan Islam bisa dipahami dalam arti berbeda-

beda antara lain: 1) Pendidikan menurut Islam, 2) Pendidikan dalam Islam, dan

3) pendidikan Agama Islam. Istilah pertama, pendidikan menurut Islam,

berdasarkan sudut pandang bahwa Islam adalah ajaran tentang nilai-nilai dan

norma-norma kehidupan yang ideal, yang bersumber dari Al-qur‟an dan As-

Sunnah dalam hal ini pendidikan menurut Islam dapat di pahami, dianalisis,

dan di kembangkan dari sumber otentik ajaran Islam, yaitu Al-Qur‟an dan As-

Sunnah. Dengan demikian, pembahasan mengenai pendidikan menurut Islam

lebih bersifat filosofis.

2. Definisi Toleransi

Secara etimologi toleransi berasal dari kata tolerance (dalam bahasa

Inggris) yang berarti sikap membiarkan, mengakui dan menghormati keyakinan

orang lain tanpa memerlukan persetujuan. Di dalam bahasa Arab dikenal

dengan tasamuh, yang berarti saling mengizinkan, saling memudahkan. 6 Kata

toleransi sering dikaitkan dengan toleransi agama. Toleransi berasal dari bahasa

Inggris “tolerance” yang artinya kesabaran, sikap lapang dada dan

5
Ahmad Syâkir,Umdatu at-Tafsîr An al-Hafidz Ibn Katsîr, (Kairo:Darul Wafa,2005).291
6
Said Agil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, (Jakarta:Ciputat Press,2009).13
11

menunjukkan sifat sabar. Toleransi merupakan sikap lapang dada atau

kesabaran dalam memberikan kebebasan kepada sesama manusia sebagai

warga masyarakat untuk menjalankan keyakinan dan mengatur hidupnya,

selama tidak melanggar dan bertentangan dengan norma-norma yang telah

ditentukan agar terciptanya ketertiban dan perdamaian masyarakat. Ruang

lingkup toleransi dapat dijelaskan sebagai berikut:7

1. Mengakui hak orang lain

Mengakui hak orang lain maksudnya ialah suatu sikap mental yang

mengakui hak setiap orang di dalam menentukan sikap/tingkah laku dan

nasibnya masing-masing, tentu saja sikap atau perilaku yang dijalankan itu

tidak melanggar hak orang lain.

2. Menghormati keyakinan orang lain

Keyakinan seseorang ini biasanya berdasarkan kepercayaan, yang telah

tertanam dalam hati dan dikuatkan dengan landasan tertentu, baik yang

berupa wahyu maupun pemikiran yang rasional, karena itu keyakinan

seseorang ini tidak akan mudah untuk dirubah atau dipengaruhi. Bahkan

kalau diganggu, sampai matipun mereka akan tetap mempertahankan. Atas

kenyataan tersebut, perlu adanya kesadaran untuk menghormati keyakinan

orang lain.

3. Agree in Disagreement

7
Tim Penulis FKUB, Kapita Selekta Kerukunan Umat Beragama, (FKUB, Semarang, 2009),
4-6.
12

Agree in disagreement (setuju dalam perbedaan) adalah prinsip yang selalu

didengungkan oleh manusia. Perbedaan tidak harus ada permusuhan karena

perbedaan selalu ada dimanapun, maka dengan perbedaan itu kita harus

menyadari ada keanekaragaman kehidupan ini.

4. Saling mengerti

Saling mengerti merupakan salah satu unsur toleransi yang paling penting,

sebab dengan tidak adanya saling pengertian ini tentu tidak akan terwujud

toleransi.

5. Kesadaran dan kejujuran

Kesadaran dan kejujuran menyangkut sikap, jiwa dan kesadaran batin

seseorang yang sekaligus juga adanya kejujuran dalam bersikap, sehingga

tidak terjadi pertentangan antara sikap yang dilakukan dengan apa yang

terdapat dalam batinnya.

6. Falsafah pancasila

Falsafah pancasila merupakan suatu landasan yang telah diterima oleh

segenap manusia Indonesia merupakan tata hidup yang pada hakekatnya

adalah merupakan konsesus dan diterima praktis oleh bangsa Indonesia

atau lebih dari itu adalah dasar negara.

3. Toleransi Kerukunan dalam Perspektif Islam di Indonesia

Agama merupakan tema penting yang membangkitkan perhatian serius

terutama dalam masalah humanistik, moral, etika, dan estetika. Secara makro

masalah keagamaan akan memengaruhi pembentukan pandangan dunia (world


13

views), khususnya yang terkait dengan dimensi ontologis. Realitas keagamaan

menunjukkan bahwa pada setiap agama terdapat klaim-klaim kebenaran (truth

claim) yang mengarahkan pada eklusivitas agama sendiri. Bahwa agama

sayalah yang paling benar, agama lain sesat dan menyesatkan (other religions

are flase paths, that misled their followers). Hal ini akan kelihatan sekali ketika

kita berusaha mendekati agama dari sisi teologis. Amin Abdullah menyebutkan

terdapat tiga struktur fundamental bangunan pemikiran teologi; Pertama,

kecenderungan untuk mengutamakan loyalitas kepada kelompok sendiri sangat

kuat, kedua adanya keterlibatan pribadi (involvement) dan pengahayatan yang

begitu kental pekat kepada ajaran-ajaran teologi yang diyakini kebenarannya,

ketiga mengungkapkan perasaan dan pemikiran dengan menggunakan bahasa

“actor” (pelaku dan bukannya bahasa seorang pengamat (spectator). Sifat

ekslusifitas tersebut diyakini sebagai sesuatu yang mendapatkan justifikasi dari

kitab suci masing-masing agama. Di sinilah kemudian agama sering

dituduhkan sebagai faktor konfliktual dalam masyarakat yang pluralistic dalam

bidang agama, seperti di Indonesia.8

Secara etimologi istilah kerukunan berasal dari bahasa Arab ruknun yang

berarti tiang, dasar atau sila. Jamak dari ruknun adalah arkan, mengartikan

dengan “suatu bangunan sederhana yang terdiri atas beberapa unsur”. Dari sini

dapat diambil suatu pengertian bahwa kerukunan merupakan suatu kesatuan

yang terdiri atas berbagai unsur yang berlainan, dan setiap unsur tersebut saling

8
FKUB Semarang, (Kapita Selekta Kerukunan Umat Beragama, FKUB, Semarang).373-378.
14

menguatkan. Kesatuan tidak akan dapat terwujud jika diantara unsur tersebut

ada yang tidak berfungsi. Pengertian ini senada dengan pemaknaan dalam ilmu

fikih, dimana rukun diartikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan antara

yang satu dengan yang lain. Rukun dalam suatu ibadah berarti pokok atau dasar

satu bagian ibadah yang kalau ditinggalkan ibadah tersebut menjadi tidak syah.

Dalam pengertian sehari-hari kata “rukun” dan “kerukunan” berarti damai dan

perdamaian. Dengan pengertian tersebut, maka kata kerukunan hanya berlaku

dan dipergunakan dalam dunia pergaulan.

Kerukunan yang hakiki yang dimaksud di sini adalah kerukunan hidup

umat beragama, yang secara konvensional biasanya dipakai untuk kerukunan

antar umat beragama, yaitu sebagai cara atau sarana untuk mempertemukan,

mengatur hubungan luar antara orang yang tidak beragama dalam proses sosial

kemasyarakatan. Terdapat beberapa prinsip Islam tentang toleransi dan

kerukunan umat beragama, antara lain:

1. Kerukunan dan toleransi intern umat beragama

Sumber ajaran islam yang telah disepakati ada dua, yakni al-Quran dan

sunnah. Akan tetapi pemahaman dan penjabaran islam dari kedua sumber

ajaran tersebut dapat berbeda-beda. Selain perbedaan metode dalam memahami

arti dan maksud kandungan al-Quran dan sunnah itu sendiri berbeda-beda. Hal

inilah yang menjadikan Islam secara substansial satu, tetapi dalam sejarah akan

nampak keanekaragaman wajah Islam, sehingga dari segi intern Islam akan

nampak kemajemukan yang terselip kesan unik.


15

Namun sesungguhnya, kemajemukan itu bukan merupakan keunikan suatu

masyarakat atau bangsa tertentu. Dalam Al-Quran terdapat petunjuk yang jelas

bahwa kemajemukan itu adalah kepastian (taqdir) dari Allah SWT. Oleh

karenanya diharapkan setiap masyarakat mau menerima kemajemukan itu

sebagaimana adanya, kemudian menumbuhkan sikap bersama yang sehat

dalam rangka kemajemukan ini.

B. SISTEM NILAI DI PONDOK PESANTREN

1. Definisi Nilai-nilai Pendidikan Pesantren

Menurut Rokeach dan Bank dalam Taliziduhu nilai adalah suatu tipe

kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan dimana

seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai suatu

yang pantas atau tidak pantas dikerjakan. Ini berarti berhubungan dengan

pemaknaan atau pemberian arti suatu obyek.9

Nilai juga dapat diartikan sebagai sebuah pikiran (idea) atau konsep
mengenai apa yang dianggap penting bagi seseorang dalam kehidupannya.
Selain itu, kebenaran sebuah nilai juga tidak menuntut adanya pembuktian
empirik, namun lebih terkait dengan penghayatan dan apa yang dikehendaki
atau tidak dikehendaki, disenangi atau tidak disenangi oleh seseorang. Allport,
sebagaimana dikutip oleh Somantri menyatakan bahwa nilai merupakan
kepercayaan yang dijadikan preferensi manusia dalam tindakannya. Manusia
menyeleksi atau memilih aktivitas berdasarkan nilai yang dipercayainya.10

9
Taliziduhu Ndraha, Teori Budaya Organisasi (Jakarta: Rineka Cipta,2005). 45
10
Somantri M.I., Pendidikan Karakter: Nilai-nilai Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa.
(Bandung: Widya Aksara Press, 2006). 55
16

Oleh karena itu, nilai terdapat dalam setiap pilihan yang dilakukan
seseorang atau sekelompok orang baik berkaitan dengan hasil (tujuan) maupun
cara untuk mencapainya. Dalam hal ini terkandung pemikiran dan keputusan
seseorang mengenai apa yang dianggap benar, baik atau diperbolehkan.

Nilai-nilai penting untuk mempelajari perilaku organisasi karena nilai

meletakkan fondasi untuk memahami sikap dan motivasi serta mempengaruhi

persepsi kita. Individu-individu memasuki suatu organisasi dengan gagasan

yang dikonsepsikan sebelumnya mengenai apa yang seharusnya dan tidak

seharusnya.

Soemantri mengklasifikasi nilai ke dalam empat macam: nilai


instrumental dan nilai terminal, nilai instrinksik dan nilai ekstrinsik; nilai
personal dan nilai sosial; dan nilai subyektif dan nilai obyektif. 11 Selanjutnya
Spranger (Allport, 1964) menjelaskan adanya enam orientasi nilai yang sering
dijadikan rujukan oleh manusia dalam kehidupannya. Dalam pemunculannya,
enam nilai tersebut cenderung menampilkan sosok yang khas terhadap pribadi
seseorang. Karena itu, Spanger merancang teori nilai itu dalam istilah tipe
manusia (the types of man), yang berarti setiap orang memiliki orientasi yang
lebih kuat pada salah satu di antara enam nilai yang terdapat dalam teorinya.
Enam nilai yang dimaksud adalah nilai teoretik, nilai ekonomis, nilai estetik,
nilai sosial, nilai politik, dan nilai agama. Perilaku manusia sehari-hari pada
dasarnya ditentukan, didorong atau diarahkan oleh nilai-nilai budayanya. Nilai
yang dominan akan memunculkan perilaku yang dominan dalam kehidupan
manusia yang membuat manusia berbudaya. Menurut Somantri, dalam kontek
yang lebih mendasar, perilaku individu maupun masyarakat pada hakekatnya
11
Somantri M.I., Pendidikan Karakter: Nilai-nilai Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa .
(Bandung: Widya Aksara Press, 2006), 55.
17

dipengaruhi oleh sistem nilai yang diyakininya. Sistem nilai tersebut


merupakan jawaban yang dianggap benar mengenai berbagai masalah dalam
hidup.12

Sementara dalam Islam, bahwa setiap yang terdapat diatas dunia ini
tentu mengandung nilai, nilai yang telah ada diberikan Allah SWT terhadap
ciptaan-Nya. Dan yang dapat menentukan apakah sesuatu itu punya nilai atau
tidak, tergantung kepada manusianya sebagai mu’abbid, khalifah fil ardh
maupun ‘immarah fil ardh. Karena manusia sebagai subjek diatas dunia ini,
maka semua nilai itu haruslah mengacu kepada etika. Jika kita cermati tentang
tujuan Allah SWT menciptakan manusia di dunia ini adalah agar menjadi
hamba-hamba yang selalu mengabdi kepada-Nya, itulah hamba-hamba yang
berprilaku baik kepada-Nya, yaitu hamba-hamba yang ber-etika. Selaras
dengan apa yang dinyatakan oleh Muhmidayeli bahwa tujuan manusia itu
adalah moralitas.13

2. Sumber Nilai-nilai Pendidikan Pesantren

Sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam, pondok pesantren memiliki


nilai-nilai dasar yang menjadi landasan, sumber acuan dan bingkai segala
kegiatan yang dilakukannya. Nilai-nilai dasar tersebut adalah: Sumber nilai
Islam yang berasal dari nilai yang menjadi falsafah hidup yang dianut oleh
ummat Islam. Sumber nilai agama yang pokok adalah Al- Qur’an dan As-
Sunnah.

1) Al-Qur’an

12
Somantri M.I., Pendidikan Karakter: Nilai-nilai Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa .
(Bandung: Widya Aksara Press, 2006), 65.

13
Somantri M.I., Pendidikan Karakter: Nilai-nilai Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa .
(Bandung: Widya Aksara Press, 2006). 65
18

Menurut Zakiah Daradjat dalam buku Ilmu pendidikan Islam karangan


Arifin, Al-Qur’an adalah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh
malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw.14Pengertian tentang Al-Qur’an di
atas diperkuat dengan pendapat dari Allamah Sayyid bahwa Al-Qur’an terdiri
dari serangkaian topic teoritis dan praktis sebagai pedoman hidup untuk umat
manusia. Apabila semua ajaran tersebut dilaksanakan, kita akan memperoleh
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an merupakan sumber nilai yang
pertama dan utama, yang eksistensinya tidak mengalami perubahan, walaupun
interpretasinya mengalami perubahan, sesuai dengan konteks zaman, keadaan
dan tempat.

2) As-Sunnah

As-Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur’an. As-


Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasul Allah swt.
Menurut Ramayulis sebagaimana dikutip oleh Ahmad Izzan menerangkan
bahwa konsepsi dasar pendidikan yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw
adalah sebagai berikut:

a) Disampaikan sebagai rahmatan lil’ alami>n>.

b) Disampaikan secara universal dan menyeluruh.

c) Apa yang disampaikan merupakan kebenaran mutlak.

d) Kehadiran Nabi sebagai evaluator atas segala aktivitas pendidikan.

e) Perilaku Nabi sebagai figur identifikasi uswah hasanah (contoh yang


baik) bagi umatnya.15

3. Bentuk Nilai-Nilai Pendidikan Pesantren


14
HM Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2000). 73
15
Ahmad Izzan dan Saehuddin, Tafsir Pendidikan: Studi Ayat-Ayat yang Berdimensi
Pendidikan,16
19

Pokok-pokok nilai pendidikan pesantren yang utama yang harus


ditanamkan pada santri yaitu nilai pendidikan i’tiqa>diyah, nilai pendidikan
amaliyah, dan nilai pendidikan khuluqiyah.32

1) Nilai pendidikan I’tiqa>diyah.


Nilai pendidikan I’tiqa>diyah. ini merupakan nilai yang terkait dengan
keimanan seperti iman kepada Allah swt, malaikat, rasul, kitab, hari akhir dan
takdir yang bertujuan menata kepercayaan individu.

Iman berasal dari bahasa Arab dengan kata dasar amana yu’minu
imanan artinya beriman atau percaya.33 Bukti-bukti keimanan diantaranya:

a) Mencintai Allah swt dan Rasul-Nya.

b) Melaksanakan perintah-perintah-Nya

c) Menghindari larangan-larangan-Nya.

d) Berpegang teguh kepada Allah swt dan sunnah Rasul-Nya.

e) Membina hubungan kepada Allah swt dan sesama manusia.

f) Mengerjakan dan meningkatkan amal saleh.

g) Berjihad dan dakwah. Nilai Kemanusiaan.

2. Nilai Pendidikan Amaliyah.

Nilai pendidikan amaliyah merupakan nilai yang berkaitan dengan


tingkah laku. Nilai pendidikan amaliyah di antaranya:

a) Pendidikan Ibadah
20

Ibadah merupakan bukti nyata bagi seorang muslim dalam meyakini


dan mepedomani aqidah Islamiyah. Pembinaan ketaan beribadah kepada anak
dimulai dari dalam keluarga. Sejak dini anak-anak harus diperkenalkan dengan
nilai ibadah, seperti diajarkan melafalkan surat-surat pendek dari Al-Qur’an
untuk melatih lafal-lafal agar fasih mengucapkannya, karena membaca Al-
Qur’an adalah ibadah. Kemudian juga anak-anak dilatih mendirikan shalat,
maksudnya ialah agar ketika anak mulai baligh, tidak perlu bersusah payah
belajar shalat.

b) Pendidikan Muamalah

Pendidikan muamalah merupakan pendidikan yang memuat hubungan


antara manusia baik secara individu maupun kelompok. Pendidikan muamalah
ini meliputi:

(1) Pendidikan shakhs}iyah

Pendidikan shakhs}iyah merupakan pendidikan yang memuat perilaku


individu, seperti masalah perkawinan, hubungan suami istri dan keluarga yang
bertujuan untuk membentuk keluarga yang sakinah dan sejahtera.

(2) Pendidikan madaniyah

Pendidikan ini berkaitan dengan perdangan seperti upah, gadai yang


bertujuan untuk mengelola harta benda atau hak-hak indvidu.

(3) Pendidikan Jana>’iyah

Pendidikan ini yang berhubungan dengan pidana atas pelanggaran yang


dilakukan, yang bertujuan memlihara kelangsungan kehidupan manusia, baik
berkaitan dengan harta, kehormatan, maupun hak-hak individu yang lain.
21

(4) Pendidikan mura>fa’at

Pendidikan ini berhubungan dengan acara seperti peradilan, saksi


maupun sumpah yang bertujuan untuk menegakkan keadilan diantara anggota
masyarakat.

(5) Pendidikan dustu>ariyah

Pendidikan ini berhubungan dengan undang-undang Negara yang


mengatur hubungan rakyat dengan pemerintah yang bertujuan untuk stabilitas
bangsa.

(6) Pendidikan duwa>liyah

Pendidikan ini yang berhubungan dengan tata negara seperti tata negara
Islam, tata negara tidak Islam, wilayah perdamaian dan wilayah perang, dan
hubungan muslim di negara lain yang bertujuan untuk perdamaian dunia.

(7) Pendidikan Iqtis}a>diyah

Pendidikan ini berhubungan dengan perkonomian individu dan negara,


hubungan yang miskin dengan yang kaya yang bertujuan untuk keseimbangan
dan pemerataan pendapatan.

C. Hipotesis

Hipotesis pada hakekatnya adalah kesimpulan yang sifatnya sementara

dan belum valid. Namun walaupun sifatnya sementara hipotesis tidak boleh begitu
22

saja dilontarkan, sebagaimana Prof. Dr. Wjs. Poerwodarminta dalam Kamus

Umum Bahasa Indonesia menyatakan :

Hipotesis adalah suatu yang dianggap benar untuk alasan atau

mengutarakan pendapat, meskipun kebenarannya belum dibuktikan.16

Menurut Prof. Drs. Sutrisno Hadi, MA, Hipotesis adalah harus dirumuskan

sebagai berikut :

Sebagai konklusi, sudah tentu hipotesis tidak dibuat dengan semena-


mena, melainkan atas dasar pengetahuan ini sebagian didapat dari hasil-
hasil serta problematik-problematik yang timbul dari penyelidikan-
penyelidikan yang mendahului dan renungan-renungan atas dasar
pertimbangan-pertimbangan yang masuk akal, atau dari hasil
penyelidikan yang eksploratif yang dilakukan sendiri.17

Hipotesis harus dalam bentuk statemen dan tidak boleh dalam bentuk pertanyaan.

Suatu hal lain lagi dalam hubungannya dengan persoalan hipotesis ini perlu kita

perhatikan secara seksama apa yang disebut hipotesis nihil (Null Hypthesis)

adalah :

Suatu hipotesis yang menyatakan kesamaan atau tidak adanya perbedaan


antara dua kelompok (atau lebih) tentang suatu perkara yang
dipersoalkan, dan suatu hipotesis bukan hipotesis nihil disebut hipotesis
Alternatif.

Adapun hipotesis yang diajukan oleh penulis disini adalah sebagai berikut :

1. HipotesisKerja ( Ha ) : Ada pengaruh yang signifikan antara sistem

16

Prof, Drs. Perwodarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Pn. Balai Pustaka, Jakarta, 2006). 9
17

Prof. Drs. Sutrisno Hadi, MA, Op Cit, hal. 63


23

pengajaran di pondok pesantren dengan sikap

toleransi.
2. HipotesisNol ( Ho ) : Tidak ada pengaruh antara sistem pengajaran di

pondok pesantren dengan sikap toleransi.

Anda mungkin juga menyukai