Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


CANCER COLON DI RUANG KEMOTERAPI DI RSPAL DR RAMELAN
SURABAYA

Oleh:

Yulian Dwi Damayanti


NIM. 2130107

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

TAHUN AJARAN 2021/2022

1. Anatomi Fisiologi
Usus besar memanjang dari ujung akhir dari ileum sampai anus. Panjangnya
bervariasi sekitar 1.5 m. Ukuran Usus besar berbentuk tabung muskular berongga
dengan panjang sekitar 1.5 m (5 kaki) yang terbentang dari saekum hingga kanalis
ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil, yaitu sekitar 6.5
cm (2.5 inci). Makin dekat anus diameternya akan semakin kecil. Usus besar terdiri
dari bagian yaitu caecum, kolon asenden, kolon transversum, kolon desenden, kolon
sigmoid dan rektum.

Struktur usus besar:


a. Caecum
Merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum pada usus besar.
Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Saekum terletak pada fossa
iliakakanan di atas setengah bagian lateralis ligamentum inguinale. Biasanya
saekum seluruhnya dibungkus oleh peritoneum sehingga dapat bergerak bebas,
tetapi tidak mempunyai mesenterium. Terdapat perlekatan ke fossa iliaka di
sebelah medial dan lateral melalui lipatan peritoneum yaitu plika caecalis,
menghasilkan suatu kantong peritoneum kecil, recessus retrocaecalis.
b. Kolon Asenden
Bagian ini memanjang dari saekum ke fossa iliaka kanan sampai ke sebelah
kanan abdomen. Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan
dan di hati membelok ke kiri. Lengkungan ini disebut fleksura hepatika (fleksura
coli dextra) dan dilanjutkan dengan kolon transversum.
c. Kolon Transversum
Merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling dapat bergerak bebas
karena tergantung pada mesokolon, yang ikut membentuk omentum
majus.Panjangnya antara 45-50 cm, berjalan menyilang abdomen dari fleksura
coli dekstra sinistra yang letaknya lebih tinggi dan lebih ke lateralis.Letaknya
tidak tepat melintang (transversal) tetapi sedikit melengkung ke bawah sehingga
terletak di regio umbilikus.
d. Kolon Desenden
Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri, dari atas
ke bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri, bersambung
dengan sigmoid, dan dibelakang peritoneum.
e. Kolon Sigmoid
Sering disebut juga kolon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm dan
berbentuk lengkungan huruf S. Terbentang mulai dari apertura pelvis superior
(pelvic brim) sampai peralihan menjadi rektum di depan vertebra S-3. Tempat
peralihan ini ditandai dengan berakhirnya ketiga teniae coli dan terletak + 15 cm
di atas anus. Kolon sigmoid tergantung oleh mesokolon sigmoideum pada
dinding belakang pelvis sehingga dapat sedikit bergerak bebas (mobile).
f. Rektum
Bagian ini merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu kolon sigmoid dengan
panjang sekitar 15 cm. Rektum memiliki tiga kurva lateral serta kurva
dorsoventral. Mukosa rektum lebih halus dibandingkan dengan usus besar.
Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri.
2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3
bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile.Kedua bagian ini
dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang
dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari
usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal,
dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur
pasase isi rektum kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling: atas,
medial dan depan.

2. Definisi Kanker kolon


Kanker kolon merupakan kanker yang menyerang bagian usus besar, yakni
bagian akhir dari sistem pencernaan. Sebagian besar kasus kanker kolorektal dimulai
dari sebuah benjolan/polip kecil, dan kemudian membesar menjadi tumor (Yayasan
Kanker Indonesia, 2018).
Kanker kolon adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar, terdiri dari
kolon (bagian terpanjang dari usus besar) (Komite Penanggulangan Kanker Nasional,
2015).

3. Etiologi
Sebagian orang memang memiliki risiko tinggi terkena kanker kolorektal.
Beberapa faktor risiko tersebut ada yang tidak bisa diubah, seperti usia lebih dari 50
tahun, riwayat menderita polip, riwayat menderita infeksi usus besar (colitis
ulcerative atau penyakit Chron), dan memiliki anggota keluarga yang mempunyai
riwayat polip atau kanker usus besar. Faktor risiko lain adalah pola hidup yang tidak
sehat yang dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal di usia muda dibawah 40
tahun. Salah satunya adalah mengonsumsi daging merah dan daging olahan secara
berlebihan.
Oleh sebab itu, untuk mencegah timbulnya kanker kolorektal, batasi makanan
tinggi lemak termasuk daging merah. Merokok juga merupakan faktor risiko
terjadinya kanker kolorektal. Diperkirakan, satu dari lima kasus kanker usus besar di
Amerika Serikat dihubungkan dengan rokok. Merokok berhubungan dengan kenaikan
risiko terbentuknya adenoma dan peningkatan risiko perubahan adenoma menjadi
kanker usus besar. Faktor risiko tinggi lain adalah pengonsumsian alkohol. Usus
mengubah alkohol menjadi asetildehida yang meningkatkan risiko kanker kolorektal.
Lebih baik konsumsi buah dan sayur yang mengandung probiotik, karena kandungan
seratnya akan mengikat sisa makanan dan membuat feses lebih berat sehingga mudah
dibuang (Kemenkes RI, 2019).

4. Patofisiologi
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip
adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih
terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Polip tumbuh dengan lambat, sebagian besar
tumbuh dalam waktu 5-10 tahun atau lebih untuk menjadi ganas. Ketika polip
membesar, polip membesar di dalam lumen dan mulai menginvasi dinding usus.
Tumor di usus kanan cenderung menjadi tebal dan besar, serta menyebabkan nekrosis
dan ulkus. Sedangkat tumor pada usus kiri bermula sebagai massa kecil yang
menyebabkan ulkus pada suplai darah (Black & Hawks, 2014).
Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar ke dalam lapisan
lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal
menyebar dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan
dinding luar usus. Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung,
duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal
juga dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering
berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang
jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker dari tumor
primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area
sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari tumor
ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa atau
selama pemotongan pembedahan (Black & Hawks, 2014).
Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal dan 20–30
% terjadi di sigmoid dan kolon desending. Kanker kolorektal terutama
adenocarcinoma (muncul dari lapisan epitel usus) sebanyak 95%. Tumor pada kolon
asenden lebih banyak ditemukan daripada pada transversum (dua kali lebih banyak).
Tumor bowel maligna menyebar dengan cara (Black & Hawks, 2014):
a. Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung misalnya
ke abdomen dari kolon transversum. Penyebaran secara langsung juga dapat
mengenai bladder, ureter dan organ reproduksi.
b. Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa mengenai paru-
paru, ginjal dan tulang.
c. Tertanam ke rongga abdomen.
Faktor Genetik Faktor Kolitis Pola gaya hidup
Usia ulsreatif tidak sehat
Penyakit crohn
Riwayat
keluarga Usia >
Radang kronis
menderita 50 Merokok Minum Feses tidak
pada usus
penyakit kanker Tahun beralkohol lembut, menjadi
besar
zat karsinogen
Zat Nikotin
Mutasi sel – sebagai Masuk kedalam
sel dalam sumber Menumpuk
tubuh membentuk
tubuh karsinogen asetaldehida (zat didalam usus
kimia beracun)
Pembelahan Obstruksi usus,
Masuk ke
sel tidak menempel di
dalam Merusak DNA di
sempurna dinding usus
saluran dalam sel induk
pernapasan
Perubahan
Kanker Kolon
Faktor Resiko

Mengubah
Menuju kolon abnormal pada
perilaku sel
dinding usus
Menumpuk
dalam kolon
5. Web Of Caution (WOC)

Meningkatkan
sel karsinogen
Kanker Kolon
Invasi jaringan dan
efek kompresi tumor

Intervensi Intervensi
pembedahan Kemoterapi

Pasca bedah Kolostomi Perubahan Pre Intra Post


sementara atau intake nutrisi kemoterapi Kemoterapi Kemoterapi
permanen
Luka pasca
bedah Asupan MK: Adanya filtrasi Efek pemberian
MK: Gangguan nutrisi tidak Ansietas obat di jaringan obat kemoterapi
Citra Tubuh adekuat sekitar
Perawatan
luka tidak MK:
intensif Kerusakan jaringan MK: Defisit Kerusakan Nausea
lunak pasca bedah Nutrisi jaringan progresif
irreversibel
Port de Menyerang sel-
entree Respon sel yang tumbuh
serabut lokal Munculnya tanda- cepat
tanda ekstravasasi
MK: Resiko
Infeksi MK: Nyeri Sel-sel folikel
Akut MK: Resiko rambut
Gangguan
Integritas Kulit Kerontokan
rambut
Tidak mampu
menelan makanan MK:
Gangguan
Citra Tubuh
MK: Resiko
Defisit Nutrisi
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi kanker kolon menurut (Yayasan Kanker Indonesia, 2018):
a. Perubahan pada pola buang air besar termasuk diare, atau konstipasi atau
perubahan pada lamanya saat buang air besar, dimana pola ini berlangsung
selama beberapa minggu hingga bulan. Kadang-kadang perubahan pola itu
terjadi sebagai perubahan bentuk dari feses atau kotoran dari hari ke hari
(kadang- kadang keras, lalu lunak, dan seterusnya).
b. Pendarahan pada buang air besar atau ditemukannya darah di feses,
seringkali hanya dapat dideteksi di laboratorium.
c. Rasa tidak nyaman pada bagian abdomen atau perut seperti keram, gas atau
rasa sakit yang berulang.
d. Perasaan bahwa usus besar belum seluruhnya kosong sesudah buang air
besar.
e. Rasa cepat lelah, lesu lemah atau letih.
f. Turunnya berat badan secara drastis dan tidak dapat dijelaskan sebabnya.

7. Klasifikasi
Klasifikasi Ca Colon menurut American Joint Committee on Cancer 2010 dalam
(Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015)
Tabel 1.1 Penilaian metastasis jauh (M) pada Ca Colon

M Penilaian Metastasis
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Tidak ada metastasis jauh
M1a Metastasis terjadi pada satu organ atau sisi (hati, paru, ovarium,
KGB non regional)
M1b Metastasis terjadi pada >1 organ / sisi atau di peritoneum

Tabel 1.2 Stadium Ca Colon


Stadium T N M Keterangan
0 Tis N0 M0 Tis: Tumor terbatas pada mukosa
I T1 N0 M0 T1: Tumor menyerang submukosa
T2 N0 M0 T2: Tumor menyerang submukosa
IIA T3 N0 M0 T3: Tumor menyerang subserosa
atau lebih (tanpa melibatkan organ
lain)
IIB T4a N0 M0 T4a: Tumor melubangi
peritoneum visceral
IIC T4b N0 M0 T4b: Tumor menyerang organ
yang berdekatan
IIIA T1 – T2 N1/N1C M0 N1: Sel-sel tumor dalam 1 sampai
T1 N2a M0 3 kelenjar getah bening regional.
T1 atau T2
N2a: Sel-sel tumor dalam 4
sampai 6 kelenjar getah bening
regional. T1
IIIB T3 – T4a N1/N1c M0 N1: Sel-sel tumor dalam 1 sampai
T2 – T3 N2a M0 3 kelenjar getah bening regional.
T1 – T2 N2b M0 T3 atau T4
N2a: Sel-sel tumor dalam 4
sampai 6 kelenjar getah bening
regional. T2 atau T3
N2b: Sel-sel tumor di 7 atau lebih
kelenjar getah bening regional. T1
atau 2
IIIC T4a N2a M0 N2a: Sel-sel tumor dalam 4
T3 – T4a N2b M0 sampai 6 kelenjar getah bening
T4b N1 –N2 M0 regional. T4a
N2b: Sel-sel tumor di 7 atau lebih
kelenjar getah bening regional.
T3-4a
N1-2: Sel tumor di setidaknya
satu kelenjar getah bening
regional. T4b
IVA Semua T Any N M1a M1a: Metastasis ke 1 bagian
tubuh lain di luar usus besar,
dubur atau kelenjar getah bening
regional. T apa saja, sembarang N.
IVB Semua T Any N M1b M1b: Metastasis ke lebih dari 1
bagian tubuh lain di luar usus
besar, dubur atau kelenjar getah
bening regional. T apa saja,
sembarang N.

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kanker kolorektal
adalah sebagai berikut (Sayuti & Nouva, 2018)
a. Pemeriksaan laboratorium klinis
Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa untuk menegakkan
diagnosa maupun monitoring perkembangan atau kekambuhannya. Pemeriksaan
terhadap kanker ini antara lain pemeriksaan darah, Hb, elektrolit, dan
pemeriksaan tinja yang merupakan pemeriksaan rutin. Anemia dan hipokalemia
kemungkinan ditemukan oleh karena adanya perdarahan kecil. Perdarahan
tersembunyi dapat dilihat dari pemeriksaan tinja. Selain pemeriksaan rutin diatas,
dalam menegakkan diagnosa karsinoma kolorektal dilakukan juga skrining CEA
(Carcinoma Embrionic Antigen). Carcinoma Embrionic Antigen merupakan
pertanda serum terhadap adanya karsinoma kolon dan rektum. Carcinoma
Embrionic Antigen adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel
yang masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi
untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini
dan metastase ke hepar. Carcinoma Embrionic Antigen terlalu insensitif dan
nonspesifik untuk bisa digunakan sebagai skrining kanker kolorektal.
Meningkatnya nilai CEA serum, bagaimanapun berhubungan dengan beberapa
parameter. Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2,
stadium lanjut dari penyakit dan adanya metastase ke organ dalam. Meskipun
konsentrasi CEA serum merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA
serum baru dapat dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah
pembedahan.
b. Pemeriksaan laboratorium
Patologi Anatomi Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker
kolorektal adalah terhadap bahan yang berasal dari tindakan biopsi saat
kolonoskopi maupun reseksi usus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil
histopatologi yang merupakan diagnosa definitif. Dari pemeriksaan histopatologi
inilah dapat diperoleh karakteristik berbagai jenis kanker maupun karsinoma di
kolorektal ini.
c. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos abdomen atau
menggunakan kontras. Teknik yang sering digunakan adalah dengan memakai
double kontras barium enema, yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam
mendeteksi polip yang berukuran >1 cm. Teknik ini jika digunakan bersama-
sama sigmoidoskopi, merupakan cara yang hemat biaya sebagai alternatif
pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi kolonoskopi,
atau digunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada pasien yang
mempunyai riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi
dengan menggunakan barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika
terdapat kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan
daripada barium enema. Computerised Tomography (CT) scan, Magnetic
Resonance Imaging (MRI), Endoscopic Ultrasound (EUS) merupakan bagian
dari teknik pencitraan yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut
pasien dengan kanker kolon, tetapi teknik ini bukan merupakan skrining tes.
d. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa
kolon dan rektum. Prosedur kolonoskopi dilakukan saluran pencernaan dengan
menggunakan alat kolonoskopi, yaitu selang lentur berdiameter kurang lebih 1,5
cm dan dilengkapi dengan kamera. Kolonoskopi merupakan cara yang paling
akurat untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan
keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada
barium enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%. Kolonoskopi juga dapat
digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari
striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana komplikasi
utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang dari
0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat berguna untuk
mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut
divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non toksik,
striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada kolonoskopi
terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama
dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama
dari kolonoskopi diagnostik.

9. Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Salah satu penatalaksanaan surgery pada pasien kanker kolon adalah operasi
kolostomi (pembuatan stoma) (Grace & Borley, 2007). Kolostomi adalah suatu
prosedur pembedahan pengalihan feses dari usus besar dengan menarik bagian
usus melalui sayatan perut lalu menjahitnya di kullit yang sering disebut stoma.
Pembuatan stoma ini dapat bersifat permanen atau sementara tergantung tujuan
dari tindakan dan kondisi kanker yang dialami (White et al., 2012). Letak stoma
tergantung dari letak massa. Ada tiga tempat pembuatan stoma yaitu (Daniels &
Nicoll, 2012):
1) Asending colostomy Jika letak massa pada usus desenden. Konsistensi feses
yang keluar bertektur lebih lembut karena enzyme pencernaan masih keluar
pada bagian ini. Pengeluaran feses tidak dapat diprediksi waktunya.
2) Tranverse colostomy Jika letak massa pada usus transversedan sigmoid.
Konsistensi feses yang keluar bertektur lembut sedikit padat karena enzyme
pencernaan sudah mulai berkurang pada bagian ini. Pengeluaran feses
waktunya tidak terduga.
3) Desending colostomy Jika letak massa pada usus bagian desenden, rektal
dan sigmoid. Konsistensifeses yang keluar berbentuk lebih padat dan
berwarna coklat. Pengeluaran feses lebih teratur. Drainase dari kolostomi ini
lebih baik dibandingkan dengan kolostomi transverse. Pada bagian ini
enzyme pencernaan sudah tidak keluar.
Stoma yang baru setelah post operasi akan bengkak dan berwarna merah
(Porrett & Mcgrath, 2005). Pemeriksaan warna stoma ini penting karena
bertujuan untuk mengobservasi perdarahan pada stoma dan suplai darah ke
stoma. Beberapa saat setelah operasi stoma akan keluar serosanguinouse (White
et al., 2012). Efek samping operasi kolostomi adalah sebagai berikut (Krouse et
al., 2007):
a) Fisik
Stoma akan mempengaruhi penampilan klien karena klien tidak bisa
mengendalikan pengeluaran feses dan flatus. Klien merasa kurang nyaman
dengan kantong stoma yang harus dipakai setiap hari. Stoma mengeluarkan
bau yang kurang sedap dari feses yang dikeluarkan akan mempengaruhi
body image klien. Kadang dari kantong stoma keluar cairan yang membuat
kurang nyaman bagi klien sehingga mempengaruhi hubungan dengan orang
lain. Stoma membuat aktivitas sehari-hari klien terbatas.

b) Psikologi
Stoma memberikan dampak psikologi yang besar pada klien diantaranya
distress spiritual karena klien merasa ibadahnya tidak diterima Tuhan karena
kotoran dari stoma keluar dengan tiba-tiba.7 Klien dengan stoma cenderung
membatasi diri dengan orang disekitarnya karena pengeluaran yang tidak
bisa dikendalikan. Selain distress spiritual stoma mempengaruhi aktivitas
seksual dan mempengaruhi body image klien.
b. Kemoterapi Kemoterapi adalah pengobatan kanker secara farmakologi
menggunakan obat yang bersifat toksik yang dimsukkan melalui pembuluh
darah. Obat kemoterapi ini masuk ke dalam tubuh bersifat sistemik, mengalir
melalui pembuluh darah menuju sel kanker dan organ tubuh yang sehat.
Pemberian obat kemoterapi ini berdasarkan stadium kanker kolon yang diderita
serta kondisi klien dalam pemberian obat kemoterapi (Billiau, 2013).
c. Radoterapi Radioterapi bertujuan membunuh sel kanker dengan menggunakan
ionizing irradiation. Radioterapi mempunyai peran yang tidak begitu besar dalam
pengobatan kanker kolon, karena berpotensi melukai pembuluh darah abdominal.
Raditerapi diberikan sesuai dengan stadium kanker kolon dan kondisi klien.
Radioterapi dapat diberikan dengan terapi tunggal atau dikombinasikan dengnan
pemberian kemoterapi (Billiau, 2013).

10. Konsep Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang
dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar
tentang pasien, dan membuat catatan tentang respons kesehatan pasien.
Pengkajian yang komprehensif atau menyeluruh, sistematis yang logis akan
mengarah dan mendukung pada identifikasi masalah-masalah pasien.
Pengumpulan data dapat diperoleh dari data subyektif melalui wawancara dan
dari data obyektif melalui observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017):
1) Pengumpulan Data
a) Identitas pasien: Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat,
tempat tinggal
b) Riwayat penyakit sekarang: Pada pengkajian ini yang perlu dikaji
adanya keluhan pada area abdomen terjadi pembesaran
c) Riwayat penyakit dahulu: Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita
pasien dengan timbulnya kanker kolon.
d) Riwayat penyakit keluarga: Adakah anggota keluarga yang mengalami
penyakit seperti yang dialami pasien, adakah anggota keluarga yang
mengalami penyakit kronis lainnya.
e) Riwayat psikososial dan spiritual: Bagaimana hubungan pasien dengan
anggota keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum maupun saat
sakit, apakah pasien mengalami kecemasan, rasa sakit, karena penyakit
yang dideritanya, dan bagaimana pasien menggunakan koping
mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
2) Riwayat Bio – Psiko – Sosio – Spiritual
a) Pola Nutrisi Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari- hari, jenis
makanan apa saja yang sering di konsumsi, makanan yang paling
disukai, frekwensi makanannya
b) Pola EliminasiKebiasaan BAB, BAK, frekwensi, warna BAB, BAK,
adakah keluar darah atau tidak, keras, lembek atau cair
c) Pola personal hygiene Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi,
menggunakan sabun atau tidak, menyikat gigi.
d) Pola istirahat dan tidur Kebiasaan istirahat tidur berapa jam, kebiasaan –
kebiasaan sebelum tidur apa saja yang dilakukan
e) Pola aktivitas dan latihan Kegiatan sehari-hari, olaraga yang sering
dilakukan, aktivitas diluar kegiatan olaraga, misalnya mengurusi urusan
adat di kampung dan sekitarnya.
f) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan Kebiasaan merokok,
mengkonsumsi minum-minuman keras, ketergantungan dengan obat-
obatan (narkoba).
g) Hubungan peran Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga,
teman-teman sekitar lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan adat atau
tidak
h) Pola persepsi dan konsep diri Pandangan terhadap image diri pribadi,
kecintaan terhadap keluarga, kebersamaan dengan keluarga.
i) Pola nilai kepercayaan Kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa,
keyakinan terhadap agama yang dianut, mengerjakan perintah agama
yang di anut dan patuh terhadap perintah dan larangan-Nya.
j) Pola reproduksi dan seksual Hubungan dengan keluarga harmonis,
bahagia, hubungan dengan keluarga besarnya dan lingkungan sekitar.
3) Riwayat Pengkajian Nyeri
P: Provokatus paliatif: Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang biasa
memperberat dan mengurangi nyeri?
Q: QuaLity-quantity: Bagaimana gejala dirasakan, sejauh mana gejala
dirasakan?
R: Region – radiasi: Dimana gejala dirasakan dan apakah gejala yang
dirasakan menyebar?
S: Skala – severity: Berapa tingkat keparahan dirasakan?
T: Time: Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala dirasakan?
4) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala dan leher: Dengan tehnik inspeksi dan palpasi
b) Rambut dan kulit kepala: Pendarahan, pengelupasan, perlukaan,
penekanan
c) Telinga: Perlukaan, darah, cairan, bau?
d) Mata: Perlukaan, pembengkakan, replek pupil, kondisi kelopak mata,
adanya benda asing, skelera putih?
e) Hidung: Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan anatomi akibat
trauma?
f) Mulut: Benda asing, gigi, sianosis, kering?
g) Bibir: Perlukaan, pendarahan, sianosis, kering?
h) Rahang: Perlukaan, stabilitas?
i) Leher: Bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar tiroid
5) Pemeriksaan Dada
a) Inspeksi: Bentuk simetris kanan kiri, inspirasi dan ekspirasi pernapasan,
irama, gerakkan cuping hidung, terdengar suara napas tambahan.
b) Palpasi: Pergerakkan simetris kanan kiri, taktil premitus sama antara
kanan kiri dinding dada.
c) Perkusi: Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada
batas paru dan hepar.
d) Auskultasi: Terdengar adanya suara visikoler di kedua lapisan paru,
suara ronchi dan wheezing.
6) Kardiovaskuler
a) Inspeksi: Bentuk dada simetris
b) Palpasi: Frekuensi nadi
c) Parkusi: Suara pekak
d) Auskultasi: Irama regular, systole/ murmur
7) Sistem Pencernaan / Abdomen
a) Inspeksi: Pada inspeksi perlu diperliatkan, apakah abdomen membuncit
atau datar, tapi perut menonjol atau tidak, lembilikus menonjol atau
tidak, apakah ada benjolan benjolan / massa.
b) Palpasi: Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, teses)
turgor kulit perut untuk mengetahui derajat bildrasi pasien, apakah tupar
teraba, apakah lien teraba?
c) Perkusi: Abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cair akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinaria, tumor).
d) Auskultasi: Secara peristaltic usus dimana nilai normalnya 5- 35 kali
permenit
8) Pemeriksaan extremitas atas dan bawah meliputi:
a) Warna dan suhu kulit
b) Perabaan nadi distal
c) Depornitas extremitas alus
d) Gerakan extremitas secara aktif dan pasif
e) Gerakan extremitas yang tak wajar adanya krapitasi
f) Derajat nyeri bagian yang cidera
g) Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh
h) Reflek patella
9) Pemeriksaan pelvis/genitalia
a) Kebersihan, pertumbuhan rambut
b) Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter, terdapat lesi
atau tidak

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai seseorang,
keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan
dasar dalam penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan (Dinarti &
Yuli Muryanti, 2017). Diagnosa yang mungkin muncul menurut (PPNI,
2017):
Pre kemoterapi
1) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
Intra kemoterpi
1) Risiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur invasive
2) Risiko Gangguan integritas kulit ditandai dengan bahan kimia iritatif
Post kemoterapi
1) Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis
2) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan atau
pengobatan (misal. Pembedahan, kemoterapi dan radioterapi)
3) Resiko defisit nutrisi ditandai dengan ketidakmampuan menelan
makanan
c. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau perencanaan keperawatan adalah rencana tindakan
untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien. Perencanaan
keperawatan adalah suatu rangkaian kegiatan penentuan langkah-langkah
pemecahan masalah dan prioritasnya, perumusan tujuan, rencana tindakan
dan penilaian asuhan keperawatan pada pasien berdasarkan analisis data dan
diagnosa keperawatan (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017).
Rencana Keperawatan Pre kemoterapi
1) Ansietas berhubungan dengan Krisis situasional (D.0080)
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam maka
tingkat ansietas pasien menurun.
Kriteria Hasil:
a) Verbalisasi kebingungan menurun
b) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi
c) Perilaku gelisah menurun
d) Perilaku tegang menurun
e) Frekuensi pernapasan, nadi dan tekanan darah menurun
Intervensi Ansietas (I.09314):
a) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (misal kondisi, waktu,
stressor)
b) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
c) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
d) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
e) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
f) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
g) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
h) Latih teknik relaksasi
i) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
Rencana keperawatan Intra kemoterapi
1) Resiko infeksi ditandai dengan Efek prosedur invasif (D.0142)
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam maka
risiko infeksi menurun.
Kriteria Hasil:
a) Demam menurun
b) Kemerahan menurun
c) Nyeri menurun
d) Bengkak menurun
Intervensi Pencegahan Infeksi (I.14539):
a) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
b) Batasi jumlah pengunjung
c) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
d) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
e) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
f) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
2) Risiko kerusakan integritas kulit ditandai dengan bahan kimia iritatif
(D.0139)
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam maka
risiko kerusakan integritas kulit menurun.
Kriteria Hasil:
a) Elastisitas meningkat
b) Hidrasi meningkat
c) Kerusakan jaringan menurun
d) Kerusakan lapisan kulit menurun

Intervensi perawatan integritas kulit (I.11353):


a) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
b) Gunakan produk berbahan ringan atau alami dan hipoalergik pada
kulit sensitive
c) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
d) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Rencana keperawatan Post kemoterapi
1) Nausea berhubungan dengan tindakan kemoterapi (D.0076)
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam maka
tingkat nausea menurun.
Kriteria Hasil:
a) Nafsu makan meningkat
b) Keluhan mual menurun
c) Perasaan ingin muntah menurun
d) Pucat tampak membaik
Intervensi Menejemen Mual (I.03117):
a) Identifikasi faktor penyebab mual
b) Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup
c) Monitor mual
d) Kontrol faktor lingkungan penyebab mual
e) Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik
f) Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
g) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mual
h) Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
2) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan/pengobatan
(D.0083)
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam maka
persepsi tentang penampilan pasien dapat meningkat.
Kriteria Hasil:
a) Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun
b) Verbalisasi kekhawatiran pada penolakan atau reaksi orang lain
c) Menyembunyikan bagian tubuh berlebihan menurun
d) Respon nonverbal pada perubahan tubuh membaik
e) Hubungan sosial membaik
Intervensi Promosi citra tubuh (I.09305):
a) Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
b) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi
sosial
c) Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
d) Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
e) Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
f) Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara
realistis
g) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra
tubuh
h) Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
i) Latih fungsi tubuh yang dimiliki
j) Latih peningkatan penampilan diri
3) Resiko defisit nutrisi (D.0032)
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi
pasien meningkat
Kriteria hasil:
a) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
b) Kekuatan otot pengunyah meningkat
c) Kekuatan otot menelan meningkat
d) Frekuensi makan membaik
e) Nafsu makan membaik
Intervensi Manajemen Nutrisi (L.03119)
a) Identfikasi status nutrisi
b) Identifikasi alergi atau intoleran makanan
c) Identifikasi makanan yang disukai
d) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
e) Fasilitasi menentukan pedoman diet
f) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
g) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
h) Berikan suplemen makanan, jika perlu
i) Ajarkan diet yang diprogramkan
j) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (misal. Pereda
nyeri, antiemetik)
k) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

d. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2011). Komponen tahap
implementasi:
1) Tindakan keperawatan mandiri
2) Tindakan keperawatan kolaboratif
3) Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan.

e. Evaluasi
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan
proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi
itu sendiri (Ali, 2009). Evaluasi adalah membandingkan secara sistematik
dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan
dengan kenyataan yang ada pada pasien, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan psien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang
telah dilakukan tercapai (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017). Evaluasi disusun
menggunakan SOAP yaitu (Suprajitno dalam Wardani, 2013):
S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

DAFTAR PUSTAKA

Billiau, A. (2013). Colorectal Cancer What is colorectal cancer? Let us explain it


to you
Daniels, R & Nicoll, L. (2012). Contemporary Medical-Surgical Nursing. USA:
DELMAR

Dinarti & Yuli Muryanti. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi


Keperawatan. 1–172.

Grace, P.A & Borley, N.R. (2007). At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga.

Yayasan Kanker Indonesia. (2018). Harapan Terpadu World Cancer Day 2018.
Buletin YKI, 2(April), 1–54.

Kemenkes RI. (2019). Faktor Risiko Kanker. 21(1), 1–9.

Komite Penanggulangan Kanker Nasional. (2015). Panduan Penatalaksanaan


Kanker kolorektal. Panduan Penatalaksanaan Kanker Kolorektal, 76.

Krouse R, Grant M, Ferrell B, Dean G, Nelson R, Chu D. Quality of Life


Outcomes in 599 Cancer and Non-Cancer Patients with Colostomies. J Surg Res.
2007;138(1):79–87.

Porrett, T & Mcgrath, A. (2005). Stoma Care. USA: Blackwell Publishing Ltd.

Potter, & Perry. (2011). Implementasi keperawatan.

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi


dan Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Sayuti, M., & Nouva. (2018). Kanker Kolorektal. Yayasan Kanker Indonesia,
2(April), 60.

White, L, Duncan, G, & Baumle, W. (2012). Medical Surgical Nursing. 3rd ed.
USA: DELMAR.

Anda mungkin juga menyukai