OLEH:
NAMA: JARMIATI
NPM: 2022011031
PEMBIMBING:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2021
ABSTRAK
ii
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kejahatan money laudry di Indonesia sangat erat hubunganya dengan
tindak pidana korupsi. Karakteristik dari kejahatan money laundry
menjadikanya sebagai kejahatan ganda, hal ini karena munculnya
kejahatan money laundry selalu didahului dengan kejahatan lainya,
salah satunya adalah tindak pidana korupsi. Indonesia juga masuk ke
dalam daftar 15 negara yang tidak kooperatif dalam memberantas
praktik pencucian uang atau money laundy baik di dalam maupun di
luar negeri.1
1
hampir 29.2% putusan merupakan perkara dengan Tindak Pidana
Korupsi sebagai predicate crime. 3
2. Rumusan malasah
3
20 Budi Saiful Haris, Penguatan Alat Bukti Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Perkara Tindak
Pidana Korupsi di Indonesia, Jurnal Integritas, Volume 02 Nomor 1 Tahun 2016. hal. 95
4
(UPAYA PENGEMBALIAN ASET KORUPSI YANG BERADA DI LUAR NEGERI (ASSET RECOVERY)
DALAM PENEGAKAN HUKUM PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Ridwan Arifin1 Indah Sri
Utari, Herry Subondo2 1Dosen Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, Indonesian Journal
of Criminal Law Studies I (1) (2016) hal 107).
5
(Saldi, Isra. 2008. “Asset Recovery Tindak Pidana Korupsi Melalui Kerjasama Internasional”.
Makalah disampaikan dalam Lokakarya tentang Kerjasama Internasional dalam Pemberantasan
Korupsi, diselenggarakan atas kerjasama Fakultas Hukum Universitas Diponegoro dan Kanwil
Depkumham Prov. Jawa Tengah, tanggal 22 Mei 2008, di Semarang. Hlm 1)
6
( 4 Paku, Utama. 2008. Terobosan UNCAC dalam Pengembalian Aset Korupsi Melalui Kerjasama
Internasional. Artikel Online tersedia: http://hukumonline.com/berita/baca/hol19356/tero
bosan-unac-dalam-pengembalian-aset-korupsimelalui-kerjasama-internasional [diakses 10 Mei
2012].
2
1) Bagaimana Indonesia mengatur tentang asset recovery?
2) Bagaimana upaya asset recovery yang ada di luar negeri
terhadap harta kekayaan hasil money laundry di Indonesia?
3) Bagaimana peran penegak hukum dalam melakukan asset
recovery hasil money laundry yang ada di luar negeri?
3. Tujuan penelitian
1) Mengetahui bagaima kebijakan pemerintah Indonesia mengatur
tentang asset recovery.
2) Mengetahui upaya asset recovery yang ada di luar negeri
terhadap harta kekayaan hasil money laundry di Indonesia?
3) Mengetahui peran penegak hukum dalam melakukan asset
recovery hasil money laundry yang ada di luar negeri
3
B. PEMBAHASAN
1. Bagaimana Indonesia Mengatur Tentang Asset Recovery?
Pencucian uang adalah suatu cara dimana pelaku tindak pidana seperti
korupsi menyembunyikan atau menghilangkan sumber uang yang
diperoleh dari hasil tindak pidana melalui mekanisme sistem keuangan
untuk menyembunyikan kekayaan hasil tindak pidananya. Pencucian
uang semacam ini bertujuan untuk menyembunyikan sumber dana
yang diperoleh sehingga aparat penegak hukum tidak dapat
mengetahui dan melacaknya. Setelah proses pencucian uang selesai,
uang tersebut secara formil yuridis merupakan dana yang legal dan
dari sumber yang legal. 7
Upaya pemulihan aset hasil skorupsi atau asset recovery terhadap kekayaan
yang disimpan di luar negeri menjadi salahsatu focus utama pemerintah
dan para penegak hukum terutama dalam strategi pemberantasan dan
mencegah korupsi di Indonesia. Banyaknya hasil korupsi yang dikirim ke luar
negeri menjadi fokus khusus beberapa lembaga nasional untuk berupaya
dapat mendapatkannya Kembali. Langkah ini dianggap sebagai salah satu
langkah yang sangat penting karena strategi Pemberantasan korupsi juga
meliputi upaya pengembalian aset yang dihasilkan kepada negara dan bukan
hanya sekedar mempidanakan pelaku saja. Ridwan Arifin, dkk / Indonesian
Journal of Criminal Law Studies I (1) (2016) hal 109) UPAYA PENGEMBALIAN
ASET KORUPSI YANG BERADA DI LUAR NEGERI (ASSET RECOVERY) DALAM
PENEGAKAN HUKUM PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
7
Paku, Utama. 2008(Marwan Efendy, “Pengadilan Tindak Pidana Korupsi”, disampaikan pada
Lokakarya Antikorupsi bagi Jurnalis (Surabaya, 2007), hlm. 44.)
8
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung,
2008, hal. 104
4
Sejauh menyangkut tindak pidana pencucian uang yang disebabkan
oleh korupsi, negara adalah pihak yang paling sering dirugikan. dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, telah ditetapkan bahwa kerugian keuangan negara
harus dipulihkan atau diganti oleh pelaku korupsi atau yang kita sebut
dengan asset recovery. Terkait dengan pengawasan terhadap
pengembalian aset tersebut, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan
berbagai peraturan yang dapat dijadikan landasan bagi upaya
pemerintah untuk memulihkan kerugian keuangan negara yang
diakibatkan oleh korupsi dan tindak pidana pencucian uang,
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undnag-Undang No.
25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU)
dan beberapa peraturan lainnya.
9
Purwaning M. Yanuar, Pengembalian Aset Hasil Korupsi Berdasarkan Konvensi PBB Anti
Korupsi 2003 dalam Sistem Hukum Indonesia, (Bandung: PT. Alumni, 2007), hlm. 249.)
5
telah meratifikasi UNCAC 2003 dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun
2006 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Korupsi. UNCAC 2003 telah
diadopsi oleh sidang Majelis Umum PBB dalam resolusinya Nomor 58/4
tangal 31 Oktober 2003, dan terbuka untuk ditandatangani di Meksiko dari
tanggal 9 - 11 Desember 2003. Sampai dengan Desember 2005, UNCAC
2003 telah ditandatangani oleh 140 negara, dan 92 negara telah
meratifikasinya. Yang menarik dari UNCAC 2003 ini adalah adanya
perubahan paradigma dalam melihat multi aspek serta fenomena korupsi.
StAR atau Stolen Asset Recovery merupakan program bersama yang
diluncurkan oleh Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa khususnya
UNODC (United Nations Office on Drugs and Crimes) untuk meningkatkan
kerja sama internasional dalam mengimplementasikan upaya pengembalian
aset hasil korupsi, sebagai salah satu terobosan dalam hukum internasional
yang menetapkan landasan mengenai pengembalian aset hasil kejahatan
(terutama korupsi) di negara-negara sedang berkembang. ASSET RECOVERY
DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI MELALUI INSTRUMEN UNDANG-UNDANG
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Malto S. Datuan Bismar Nasution,
Mahmud Mulyadi, Mahmul Siregar USU Law Journal, Vol.5.No.2 (April 2017)
Civil forfeiture atau civil recovery digunakan apabila proceeding pidana yang
kemudian diikuti dengan pengambilalihan aset (confiscation) tidak dapat
dilakukan, yang bisa diakibatkan karena lima hal, yaitu pemilik aset telah
meninggal dunia, berakhirnya proses pidana karena terdakwa bebas,
penuntutan pidana terjadi dan berhasil tetapi pengambilalihan aset tidak
berhasil, terdakwa tidak berada dalam batas yurisdiksi, nama pemilik aset
tidak diketahui, tidak ada bukti yang cukup untuk mengawali gugatan
pidana.16 Anthony Kennedy, “An Evaluation of the Recovery of Criminal
Proceeds in the United Kingdom”, 10(1) Journal of Money Laundering
Control, 2007, hlm. 37..
6
Secara umum rezim civil forfeiture bisa lebih efektif dalam mengambil aset
yang dicuri oleh para koruptor dibandingkan melalui rezim pidana. Rezim
civil forfeiture mempunyai kelebihan yang mempermudah pengambilan aset
dalam proses pembuktian di persidangan. Hal ini dikarenakan civil forfeiture
menggunakan rezim hukum perdata yang standar pembuktiannya lebih
rendah dari pada standar pembuktian dalam hukum pidana.17 17 Ibid., hlm.
139 Selain itu dalam implementasinya, civil forfeiture menggunakan sistem
pembuktian terbalik di mana pemerintah cukup mempunyai bukti awal
bahwa aset yang diambil adalah hasil tindak pidana korupsi.18 18 Anthony
Kennedy, “Designing a Civil Forfeiture System : An Issues List For
Policymakers and Legislators”, 13(2) Journal of Financial Crime, 2006, hlm.
140
Namun demikian UU MLA tidak akan berfungsi dengan sempurna jika tidak
diikuti oleh langkah nyata dari pemerintah untuk menggunakan instrumen ini.
Sedikitnya perjanjian bilateral yang dilakukan Indonesia menunjukkan bahwa
Pemerintah Indonesia belum menggunakan instrumen ini secara maksimal.
Bandingkan dengan negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Filipina, atau
Thailand yang telah membuat kurang lebih 50 perjanjian MLA. 21 Yunus
Husein, Bunga Rampai Anti Pencucian Uang, (Bandung : Books Terrace &
Library, 2007), hlm. 358 5.
7
Penghentian Sementara Transaksi PPATK dapat meminta penyedia jasa
keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi
dalam hal diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 yang formulasinya sebagai berikut :
Pasal 65 (1) PPATK dapat meminta penyedia jasa keuangan untuk
menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf i. (2) Dalam hal penyedia jasa
keuangan memenuhi permintaan PPATK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), pelaksanaan penghentian sementara dicatat dalam berita acara
penghentian sementara transaksi.
Langkah kedua adalah Penetapan Harta Kekayaan Sebagai Aset Negara oleh
Pengadilan. Dalam hal yang diduga sebagai pelaku tindak pidana tidak
ditemukan oleh Penyidik dalam waktu tiga puluh hari, maka Penyidik dapat
mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri untuk memutuskan harta
kekayaan tersebut sebagai aset negara atau dikembalikan kepada yang berhak
(Pasal 67 ayat (2)). Pengaturan tentang pengajuan permohonan oleh Penyidik
kepada Pengadilan Negeri untuk mengeluarkan putusan tentang harta
kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana
sebagai aset negara atau dikembalikan kepada yang berhak dalam hal tidak
ditemukan pelaku tindak pidana, benar-benar merupakan langkah maju,
karena terhadap aset tersebut tidak perlu dibuktikan tindak pidananya melalui
proses persidangan, tetapi cukup diajukan oleh Penyidik kepada Pengadilan
Negeri untuk diputuskan status harta kekayaan tersebut.24
8
kerugian negara dengan merampas harta kekayaan yang diperoleh dari tindak
pidana. Berdasarkan putusan peradilan in absentia itu, seluruh harta kekayaan
terpidana yang telah disita, dirampas untuk negara. Adapun kendala dalam
peradilan in absentia adalah pada tingkat pelaksanaan putusan peradilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap dalam upaya penangkapan dan
penahanan terhadap terhukum in absentia yang diketahui tempat tinggalnya
di luar negeri di mana negara tersebut tidak memiliki perjanjian ekstradisi
dengan Indonesia, serta penyitaan barang bukti hasil kejahatannya.
Berdasarkan UNCAC Tahun 2003, bahwa paling tidak ada 3 (tiga) bentuk
tahapan utama dalam upaya pengembalian aset ini atau asset recovery yaitu
pertama tahap penelusuran dan identifikasi, kedua tahap proses penetapan
hukum yang berlaku, dan ketiga adalah tahap pengembalian atau perampasan
aset. Jalur yang bisa dilakukan dalam pengembalian aset hasil tindak pidana
korupsi yang berada di luar negeri dapat dilakukan secara formal melaui
perjanjian bilateral dan melalui MLA (bantuan hukum timbal balik), maupun
dengan jalur informal melalui hubungan diplomatik dan hubungan baik
antara Indonesia dengan negara-negara lain. Pada tahap identifikasi dan
penelusuran, informasi perihal aset bisa diperoleh melalui sistem perbankan
(financial systems) maupun non-perbankan (non-financial systems) dimana
tugas penyidik untuk menggali secara lengkap dan menyeluruh mengenai
besarnya aset dan letak aset tersebut. Pada tahap perampasan atau
pengembalian aset yang sebelumnnya dimulai dengan pembekuaan aset,
didasarkan dari putusan hakim di Indonesia yang secara jelas dan terperinci
menyebutkan besaran aset dan letaknya.( UPAYA PENGEMBALIAN ASET
KORUPSI YANG BERADA DI LUAR NEGERI (ASSET RECOVERY)
DALAM PENEGAKAN HUKUM PEMBERANTASAN KORUPSI DI
INDONESIA Ridwan Arifin, dkk / Indonesian Journal of Criminal Law
Studies I (1) (2016) hal 135
9
institusiinstitusi terkait dengan pengembalian aset di Indonesia. 2. Legal
Framework StAR membantu pihak hukum Indonesia dalam revisi Rancangan
Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dan Revisi Undang-Undang Anti
Pencucian Uang. 3. Technical Assistance StAR memberikan bantuan teknis,
seperti mengadakan forum-forum pertemuan antar negara. Dalam forum
tersebut perwakilan tiap negara dapat membangun kerja sama terkait
dengan pengembalian aset atau pengajuan MLA terkait. StAR juga memiliki
global networking Friends of StAR yang terdiri dari menteri keuangan dan
gubernurgubernur bank sentral mancanegara. PERAN JAKSA TERHADAP
ASSET RECOVERY DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG1 Oleh :
Maggie Regina Imbar2 Lex Crimen Vol. IV/No. 1/Jan-Mar/2015 Hal 91
10
Lembaga-lembaga negara dan aparat penegak hukum tersebut secara
bersamasama sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing
memainkan peranannya dalam menyukseskan upaya asset recovery
tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait. Peran
pemerintah dan lembagalembaga ini akan menunjukkan sejauh mana upaya
yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam upaya pengembalian aset
tersebut.
C. KESIMPULAN
Tahap proses hukum dalam upaya pengembalian aset tergantung bagaimana
yurisdiksi hukum nasional negara yang bersangkutan maupun konvensi-konvensi
Internasional ataupun perjanjian bilateral antara Indonesia dengan negara
tersebut. Bisa saja, dalam hal tersebut digunakan jalur-jalur baik formal melalui
MLA maupun jalur informal melalui hubungan diplomatik antara Indonesia
dengan negara yang bersangkutan.
Baik jalur formal maupun informal keduanya memiliki titik tekan dan fokusnya
masing-masing. Keduanya juga memliki kelemahan dan kelebihannya jika dilihat
dari sudut upaya asset recovery, tapi baik jalur formal ataupun informal kedua-
duanya selalu diupayakan oleh pemerintah.
D. DAFTAR PUSTAKA
11