Oleh:
Mona 190105020013
PERBANKAN SYARIAH
BANJARMASIN
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur bagi Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya kita masih diberi kesehatan
hingga detik ini sehingga penulis dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Sholawat serta salam tak
lupa kita haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SWT, yang telah membawa kita dari
zaman kebodohan hingga zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Penulis sangat berterima kasih kepada Agus Purnomo, SEI., M.SI selaku dosen pengampu
Mata Kuliah Manajemen Lembaga Keuangan Mikro Syariah dan semua pihak yang turut membantu
demi terselesaikannya tugas makalah ini.
Penulis sangat menyadari bahwa tugas makalah ini masih jauh dari kata sempurna, masih
banyak kesalahan, hal ini murni karena kesalahan penulis. Dengan ini penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan
pada tugas-tugas selanjutnya.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga Allah SWT senantiasa meridhoi
segala urusan dan aktivitas kita sehari-hari. Aamiin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Sampai saat ini penelitian yang menganalisa tentang keberlanjutan LKM cukup
langka padahal isu keberlanjutan adalah salah satu isu yang penting untuk dibahas
karena berkaitan dengan kemampuan LKM dalam bertahan menghadapi tantangan
internal (kurangnya dana, kualitas tenga kerja yang masih rendah dll) serta eksternal
(tingkat inflasi dll).
1. Bentuk penyelesaian tugas dari mata kuliah Manajemen Lembaga Keuangan Mikro
Syariah.
2. Mengetahui hubungan keberlanjutan dan jangkauan.
1
3. Mengetahui bagaimana cara mencapai berkelanjutan.
4. Mengetahui bagaimana cara memilih nasabah.
5. Mengetahui dilema keuangan dalam LKM
6. Mengetahui bagaimana kebijakan untuk meningkatkan keberlanjutan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Agar mampu menjadi LKM yang berhasil, mereka diharapkan bisa memberikan
manfaat bagi masyarakat (impact), mampu menjaga keberlanjutan operasionalnya
(sustainability) dan mampu menjangkau masyarakat luas terutama masyarakat miskin
(outreach). Tiga aspek inilah yang diungkap dalam teori Triangle of Microfinance oleh
Zeller dan Meyer (2003). LKM diharapkan mampu menjaga keberlanjutan usaha, mampu
menjadi lembaga yang tidak tergantung pada subsidi serta mampu menutup biaya
operational secara mandiri (Parveen, 2009).
3
2.2 CARA MENCAPAI KERLANGSUNGAN (SUSTAINABILITAS)
Adapun beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencapai keberlangsungan LKM
antara lain:
4
4. Meningkatkan infrastruktur kelembagaan yang kuat sebagai penunjang
pemberdayaan
Dengan dukungan infrastruktur kelembagaan yang memadai terhadap
aktivitas keuangan mikro terbukti mampu menumbuhkan industri tersebut
secara sehat.Sumber daya manusia ini harus mampu mengelola secara
transparan dan akuntabel dengan suatu sistem manajemen operasional yang
baik.
5. Mengatur majament operasional yang baik
Tata kelola atau manajemen operasi diukur dengan suatu indikator
penerapan standar operasional dan prosedur (SOP) dan standar operasional
manajemen (SOM). Dengan penerapan SOP dan SOM maka operasionalisasi
lembaga akan berdasarkan suatu sistem yang baku, sehingga terjamin adanya
transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaannya.
5
katena itu hipotesis berikut yang diajukan Hipotesis 4 (H4): Diduga variabel Tempat
berpengaruh signifikan terhadap Keputusan Memilih Perbankan Syariah. Salah satu
rangsangan dari bauran pemasaran terhadap nasabah bank untuk mencapai kepuasan
nasabah adalah bauran elemen People. Untuk bauran elemen People sangat perlu dijaga
yang menyangkut semua personil/ karyawan bank tentang sikap dan keramahan, sopan
santun, ramah, senyum, ada perhatian, kesabaran, memiliki pengetahuan yang cukup, ahli,
ketepatan, penampilan fisik, rapih, pakaian seragam, asesoris, cepat tanggap, pada
kebutuhan nasabah, penuh kepedulian, dan sebagainya (Alma, 2007:338). Berpegang pada
betapa pentingnya People dalam konteks tersebut maka dibangun hipotesis 5 (H5): Diduga
variabel People berpengaruh signifikan terhadap Keputusan Memilih Perbankan Syariah.
Biasanya, nilai suatu bisnis diukur berdasarkan aset yang berwujud atau tangible,
yaitu bentuk fisik yang bisa disentuh dan dilihat, misalnya uang tunai, inventaris kantor,
mesin, dan gedung.Tapi kini hal itu sudah berubah. Nilai bisnis juga diukur dari aset yang
tidak berwujud atau intangible, yang tidak berbentuk tapi sangat bernilai, misalnya properti
intelektual perusahaan, merknya, atau sumber daya manusianya.Aset tidak berwujud ini
mempengaruhi beberapa IPO terbesar dan valuasi yang terjadi beberapa tahun belakangan
ini.Aset-aset tidak berwujudlah yang menjadikan dua perusahaan ini bernilai tinggi, yaitu
aset seperti data pelanggan, algoritma, akses ke data, intelligence, penggunaan data, dan
merk perusahaan.
Pergeseran yang fundamental mengenai bagaimana nilai bisnis diukur memberikan
tantangan baru bagi bagian keuangan. Bagian keuangan harus mengerti dan
mendemonstrasikan nilai bisnis mereka sesungguhnya, harus bisa menganalisa dan
mengukur secara akurat, dan melaporkan aset tidak berwujud yang berisi data terstruktur
dan tidak terstruktur di dalam sistem mereka. Proses ini membutuhkan pemahaman
mengenai apa saja aset mereka, menciptakan KPI, dan mengukur kinerja aset-aset baru ini.
Data ini harus dilaporkan secara transparan dan jelas kepada para investor, pemegang
saham, pelanggan, dan pemegang kepentingan lainnya. Seperti yang kita lihat sekarang,
6
semakin banyak intelligence dan nilai yang ditarik dari data tidak terstruktur dan
terstruktur secara bersamaan.
Jika bagian keuangan bisa memahami nilai bisnis secara akurat, maka manajemen
data menjadi sangat krusial. Bagian keuangan harus bisa menarik informasi dari semua lini
bisnis dan operasional, dan membawa data ini ke dalam satu sumber. Selain itu, agar
bagian keuangan bisa menciptakan naratif yang menarik mengenai data ini, mereka harus
bekerja sama dengan para manajer di semua lini bisnis untuk memahami implikasi dari
data tersebut. Dengan cara seperti ini, bagian keuangan menjadi sistem pemandu untuk
bisnis, menghubungkan berbagai lini bisnis dan pemegang kepentingan untuk mencari,
memahami, dan melaporkan nilai bisnis. Untuk mewujudkan visi ini, bagian keuangan
harus mentransformasi cara mereka beroperasi. Pelaporan dengan dokumen manual sudah
ketinggalan zaman. Jika nilai aset harus diukur secara akurat, korespondensi antara bagian
keuangan dan manajer bisnis sebaiknya dilakukan seminimum mungkin, karena itu hanya
akan membuang waktu dan memberikan celah untuk kesalahan.
Bagian keuangan membutuhkan sistem yang bisa menyediakan alur kerja yang
efisien dan keamanan tinggi (untuk memastikan mereka yang punya akses ke data sensitif
bisa melihatnya), selagi menjamin bahwa data itu disimpan dengan benar secara otomatis.
Selain itu, bagian keuangan tidak bisa bergantung pada sistem ERP saja, tapi mereka harus
memperluas jaringannya ke sistem lini bisnis lain dan ke sistem prediktif yang rumit yang
berada di kolam data besar, atau big data.
Sistem enterprise performance management (EPM) perusahaan yang modern dan
berbasis cloud cocok untuk kebutuhan ini. Sistem EPM ini dapat secara sistematis
mengkategorikan aset tak berwujud seperti “intelligence”, “pengetahuan”, dan “analitik”,
kemudian menyatukannya ke dalam satu laporan. Hasilnya, bagian keuangan bisa
mengukur nilai bisnis secara lebih akurat dan melaporkannya secara transparan kepada
para pemegang kepentingan.
7
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat miskin atau berpenghasilan
rendah.
UU No. 1 tahun 2013 tentang lembaga keuangan mikro (LKM). Secara eksplisit,
UU No.1 tahun 2013 tentang LKM menyebutkan BMT sebagai lembaga keuangan mikro
yang akan diatur dan diawasi oleh OJK. Oleh sebab itu, tentu sepenuhnya isi UU LKM
ditujukan bagi BMT. Poin penting yang menjadi perhatian dari UU LKM ini terkait BMT
adalah pengaturan cakupan wilayah usaha BMT yang dibatasi pada wilayah kabupaten/
kota saja (pasal 16). Apabila BMT sebagai LKM melakukan kegiatan usaha melebihi satu
wilayah kabupaten/kota tempat kedudukannya, maka BMT tersebut harus berubah menjadi
bank (pasal 27).
UU No.1 tahun 2013 tentang lembaga keuangan mikro mengatur bahwa LKM
bukan bank, yang merupakan salah satu jenis lembaga keuangan mikro harus memiliki izin
usaha dari Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 9 tentang perizinan LKM dalam UU tersebut
menyebutkan bahwa beberapa persyaratan pemberian izin usaha LKM meliputi adanya
susunan organisasi dan kepengurusan, permodalan, kepemilikan, dan kelayakan rencana
kerja.
Pasal 12 (2) UU No. 1 tahun 2013 tersebut juga menjabarkan bahwa pelaksanaan
kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip syari’ah (LKM bukan bank informal, contoh
BMT) wajib dilaksanakan sesuai dengan fatwa syari’ah yang dikeluarkan oleh Dewan
Syari’ah Nasional, Majelis Ulama Indonesia. Pasal selanjutnya menyatakan bahwa LKM
bukan bank informal tersebut juga wajib membentuk dewan pengawas syari’ah untuk
kelancaran operasional. Dewan Pengawas Syari’ah bertugas memberikan nasihat dan saran
kepada direksi atau pengurus serta mengawasi LKM agar sesuai dengan prinsip syari’ah.
Selanjutnya pada pasal 28, pembinaan, pengaturan dan pengawasan LKM dilakukan oleh
Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Analisis terhadap BMT dan UU no. 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) juga dilakukan. UU no. 21 tahun 2011 mengatur tentang keberadaan dan ruang
lingkup wewenang OJK. Pasal ketentuan peralihan UU no. 1 tahun 2013 tentang LKM
menyebutkan secara eksplisit bahwa BMT akan berada dalam pengawasan OJK.Maka
8
sepatutnya BMT memahami pula kelembagaan, wewenang, dan ruang lingkup
pengawasan OJK secara keseluruhan. Di dalam UU OJK memang tidak disebutkan secara
eksplisit lembaga keuangan mikro termasuk BMT, namun bukan berarti UU ini tidak perlu
diperhatikan oleh komunitas BMT. Meski UU ini tidak terkait langsung dan memiliki
konsekuensi langsung, namun tetap saja keberadaan UU ini akan menjadi batasan bagi
BMT pada tingkat interaksi tertentu. Seberapa jauh cakupan batasannya tentu perlu
ditelaah lebih dalam.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
Kami selaku penulis, memohon maaf apabila terdapat beberapa kesalahan dalam
penulisan ini, karena kami kurang memahami materi ini.
Saran untuk para penulis selanjutnya, sebelum menulis suatu karya ilmiah,
diharapkan untuk memahami materi yang akan diangkat, untuk memudahkan dalam
penulisan dan agar tidak adanya kekeliruan dalam penulisan.
10
DAFTAR PUSTAKA
Lasmiatun, November 2017. “Peran dan Kebijakan Pemerintah Melalui LKM/ LKMS untuk
Menciptakan Kesejahteraan dan Keadilan Distributif”, DIMENSI, VOL. 10, NO. 2.
https://journal.trunojoyo.ac.id
Alma, Buchari. 2007. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung: Afabeta
11