Anda di halaman 1dari 16

BAB VII

PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini secara umum sudah menjawab pertanyaan sesuai
dengan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan mobilisasi dini,
teknik relaksasi nafas dalam dan dukungan keluarga dengan intensitas nyeri post
SC di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Tahun 2020. Data dihasilkan dari
analisa dan pengukuran intensitas nyeri menggunakan numeric rating scale
dengan pain assesment tool yaitu melihat tingkatan nyeri pasien dengan
menggunakan skala angka 0 sampai 10 yang dipilih responden serta peneliti
melihat ekspresi wajah respon.
7.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan data primer dan pengisian lembar observasi
yang dilakukan pada ibu post sectio caesarea di RSUD Prof Dr. W. Z. Johannes
Kupang Tahun 2020, pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas dari beberapa
keterbatasan atau kelemahan-kelemahan yang terjadi serta kemungkinan yang
tidak dapat dihindarkan yang dapat mempengaruhi kondisi penelitian yang
dilakukan. Adapun keterbatasan pada penelitian ini dilakukan pada 6 jam post
sectio caesarea dan dilakukan satu kali pengukuran. Tetapi sebelum responden
memasuki ruang operasi. Respondenya sudah diberikan edukasi mengenai nyeri
dan penelitian ini tidak menganalisis karakteristik responden bedasarkan umur,
pekerjaan, dan pendidikan tetapi peneliti hanya menggambarkan kesesuaian skala
nyeri menggunakan numeric rating scale dengan pain assesment tool.
7.2 Pembahasan Univariat
7.2.1 Intensitas Nyeri Post Sectio Caesarea
Hasil distribusi deskriptive intensitas nyeri post sectio caesarea di
RSUD Prof Dr. W. Z. Johannes Kupang Tahun 2020 didapatkan sebanyak
28 responden (56%) mengeluh nyeri berat, sedangkan 20 responden (40%)
mengeluh nyeri sedang dan 2 responden (4%) mengeluh nyeri tak
tertahankan. Ini menunjukkan bahwa klien masih merasakan nyeri yang
berat meskipun diberikan terapi farmakologis. Hal ini karena klien

58
59

memfokuskan semua perhatiannya pada nyeri yang dirasakan (Smeltzer &


Bare, 2002).
60

Secara teori nyeri yang dihasilkan dari operasi sectio caesarea adalah akibat
luka sayatan yang tentunya akan menembus kulit, otot, rahim beserta
seluruh persyarafan yang dilewatinya. Luka pada lapisan organ tubuh yang
berbeda akan menghasilkan nyeri yang berbeda (Sari, 2013). Dalam
pengendalian nyeri secara farmakologi efektif untuk nyeri sedang dan berat.
Namun demikian pemberian farmakologi tidak bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan klien sendiri untuk mengontrol nyerinya (Van
Kooten, 1999; Swandari, 2014). Sehingga dibutuhkan kombinasi
farmakologi untuk mengontrol nyeri dengan non farmakologi agar sensasi
nyeri dapat berkurang serta masa pemulihan tidak memanjang (Bobak, 2004
dalam Swandari, 2014).
Hampir setengah dari responden menyatakan bahwa nyeri yang
dirasakan adalah dalam rentang 7-9 dengan 28 responden (56%)
dikategorikan dalam intensitas nyeri berat, hal ini dikarena nyeri memiliki
makna tersendiri pada individu (Davidhizar et all, 1997, Marrie, 2002) nyeri
biasanya menghasilkan respon efektif yang diekspresikan berdasarkan latar
belakang budaya yang berbeda. Ekspresi nyeri dapat dibagi kedalam dua
kategori yaitu tenang dan emosi (Davidhizar et all, 1997, Marrie, 2002)
pasien tenang umumnya akan diam berkenaan dengan nyeri, mereka
memiliki sikap dapat menahan nyeri. Sedangkan pasien yang emosional
akan berekspresi secara verbal dan akan menunjukkan tingkah laku nyeri
dengan merintih dan menangis (Marrie, 2002). Hal ini sesuai dengan
pernyataan di dalam Asmadi (2009) dimana nyeri merupakan sensasi yang
rumit, unik, universal dan bersifat individual karena respon individu
terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu dengan yang
lainnya.
7.2.2 Mobilisasi Dini
Hasil distribusi frekuensi mobilisasi dini di RSUD Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang Tahun 2020 diketahui dari 50 responden, sebanyak 27
(54,0%) responden tidak melakukan mobilisasi dinidan sebanyak 23 (46%)
61

melakukan mobilisasi dini. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa responden


yang tidak melaksanakan mobilisasi dini dengan baik mengeluh nyeri pada
insisi pembedahan sectio caesarea, selain itu rasa takut dan nyeri serta yang
62

dirasakan responden membuat responden kurang dalam melakukan


mobilisasi dini. Hal ini sesuai dengan teori Bobak (2012) yang menyebtkan
bahwa mobilisasi dini pasca sectio caesarea dipengaruhi oleh derajat nyeri
yang dirasakan pasien pasca operasi sectio caesarea.
Ini didukung dari hasil penelitian Purnawati, J (2014), Dari total 28
responden, yang melakukan mobilisasi dini dengan katagori efektif sebesar
89,3% dan 10,7% melakukan mobilisasi dini dengan katagori tidak efektif.
Responden yang melakukan mobilisasi dini dikatagorikan tidak efektif
selalu mengeluh rasa nyeri yang masih dirasakan amat kuat. Oleh karena itu,
responden tersebut merasa takut dan tidak mampu untuk melakukan
mobilisasi dini dengan baik sesuai prosedur (SOP) yang digunakan.
Menurut Hidayat dan Levono dkk (2009) Dampak tidak melakukan
mobilisasi dini dapat mempengaruhi sistem tubuh, seperti perubahan
metabolisme tubuh, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan sistem
pernafasan, perubahan kardiovaskuler, perubahan sistem muskuloskeletal,
perubahan kulit, perubahan eliminasi, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi. Selain itu trombosis, emboli
pulmoner, infeksi luka operasi, infeksi saluran kemih, lambatnya pemulihan
fungsi pencernaan dan memperlambat penyembuhan pasien.
Menurut Bobak (2012) Mobilisasi dini dilakukan untuk memperbaiki
sirkulasi darah sehingga bermanfaat untuk mengurangi insiden
tromboembolisme, mempercepat pemulihan kesembuhan pasien,
mengurangi hari rawat, dan mengurangi nyeri perut akibat terbentuknya gas
didalam perut.
7.2.3 Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Hasil distribusi frekuensi teknik relaksasi nafas dalam di RSUD
Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Tahun 2020 didapatkan sebanyak 29
(58,0%) yang melakukan teknik relaksasi nafas dalam dan 25 (42,0%) yang
tidak melakukan teknik relaksasi nafas dalam.
63

Menurut Eni (2012), relaksasi merupakan metode yang efektif untuk


mengatasi nyeri kronis. Relaksasi yang sempurna dapat mengurangi
64

ketegangan otot, kejenuhan, dan ansietas sehingga dapat mencegah


peningkatan intensitas nyeri. Tiga hal utama yang diperlukan dalam teknik
relaksasi adalah posisi klien yang tepat, pikiran yang beristirahat, dan
lingkungan yang tenang.
Menurut Rosemary (2012), dengan dilakukan relaksasi nafas dalam
dapat mengurangi intensitas nyeri pada pasien dengan dilakukan teknik
relaksasi dapat menurunkan intensitas. Menurut Joko (2009) selain dapat
menurunkan intensitas nyeri teknik nafas dalam juga dapat meningkatkan
ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah, tujuan teknik relaksasi
nafas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara
pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk,
mengurangi stres baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan
intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan.
Menurut Kushariyadi (2011), Tindakan keperawatan post operasi
sectio caesarea dengan penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan berupa teknik
relaksasi nafas dalam yang merupakan penatalaksanaan secara non
farmakologi. Manfaat relaksasi nafas dalam yaitu mendapatkan perasaan
yang tenang dan nyaman, mengurangi rasa nyeri, melemaskan otot untuk
menurunkan ketegangan dan kejenuhan yang biasanya menyertai nyeri, dan
mengurangi kecemasan yang memperburuk persepsi nyeri dan relaksasi
napas dalam mempunyai efek distraksi atau pengalihan perhatian.
7.2.4 Dukungan Keluarga
Hasil distribusi frekuensi dukungan keluarga di RSUD Prof. Dr.
W. Z. Johannes Kupang Tahun 2020 didapatkan sebanyak sebanyak 27
(54.0%) yang mendukung dan 23 (46,0% ) tidak mendukung.
Dari hasil penelitian, tampak bahwa ibu post sectio caesarea
mendapat dukungan keluarga dengan baik, hal ini didukung oleh pendapat
Friedman (2010) bahwa anggota keluarga diketahui sebagai sumber
dukungan dan bantuan signifikan.
65

Menurut Jhaquin (2010) dukungan keluarga atau suami dapat


ditunjukan dengan berbagai cara seperti memberikan ketenangan pada
pasien,
66

memberikan sentuhan dan mengungkapkan kata-kata yang dapat memacu


motivasi pasien. Dukungan keluarga juga salah satu faktor yang
mempengaruhi nyeri. Dukungan keluarga sangatlah penting bagi pasien
yang mengalami nyeri, karena dengan keadaan nyeri seorang pasien akan
sangat bergantung kepada keluarga.
Menurut Nolan (2008), kehadiran seorang pendamping
memberikan pengaruh pada pasien post sectio caesarea karena dapat
membantu serta dapat memberikan perhatian, rasa aman, nyaman, semangat,
dn mengurangi ketegangan atau status emosional menjadi lebih baik
sehingga dapat mengurangi rasa nyeri. Hal ini didukung dengan pendapat
Suryono (2011), bahwa perhatian dari keluarga juga dapat membantu dalam
meminimalkan nyeri serta perhatian mampu mengalihkan sensasi nyeri,
dapat berkurang dengan upaya pengalihan dihubungkan dengan respon
nyeri yang menurun.
7.3 Pembahasan Bivariat
7.3.1 Hubungan Mobilisasi Dini dengan Intensitas Nyeri Post Sectio Caesarea
di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Tahun 2020

Bedasarkan data tabel 6.5 didapatkan sebanyak 27 (54%) yang


tidak melakukan mobilisasi dini. Sedangkan sebanyak 23 (46%) yang
melakukan mobilisasi dini. Hasil uji statisik Eta hubungan mobilisasi dini
dengan intensitas nyeri post sectio caesarea didapatkan nilai p value =
0,432 (Fhitung 5,39) berarti kekuatan korelasi sedang (0,4 - < 0,6). Sehingga
dapat disimpulkan bahwa nilai Fhitung 5,39 > 0,05 yang berarti H0 ditolak dan
Ha diterima artinya ada hubungan mobilisasi dini dengan intensitas nyeri
post sectio caesarea.
Tingkat nyeri pasca operasi sectio caesaria dipengaruhi oleh
keadaan fisik, psikis atau emosi, karakter seseorang, dan pengalaman nyeri
pada masa lalu. Tingkatan nyeri yang dirasakan pasien sangat
mempengaruhi pelaksanaan mobilisasi dini.
67

Hal ini didukung dari penelitian Ruwayda (2015) yang


menjelaskan bahwa diperoleh dari 15 responden dengan nyeri berat,
sebanyak 86,7% responden tidak melaksanakan mobilisasi dini. Dari 10
responden dengan
68

nyeri sedang sebanyak 30% responden tidak melaksanakan mobilisasi dini.


Sedangkan dari 10 responden dengan keluhan nyeri ringan hanya 20 %
responden tidak melaksanakan mobilisasi dini. Oleh karena itu, responden
tersebut merasa takut dan tidak mampu untuk melakukan mobilisasi dini
dengan baik sesuai prosedur (SOP) yang digunakan.
Menurut Andarmoyo (2013) mengatakan bahwa nyeri adalah
pengalaman pribadi, subjektif yang dipengaruhi oleh budaya, persepsi
seseorang, perhatian, dan variabel lain, yang mengganggu perilaku
berkelanjutan dan memotivasi setiap individu setiap orang untuk
menghentikan rasa tersebut.
Menurut Ryan (2013) bahwa intensitas nyeri pasca operasi sectio
caesarea sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan mobilisasi dini, karena
responden cenderung akan berfokus pada nyeri yang dirasakannya dan akan
mengabaikan pelaksanaan mobilisasi dini.
Menurut Nugroho (2010) mobilisasi dini mempunyai peranan
penting dalam mengurangi rasa nyeri dengan cara menghilangkan
konsentrasi pasien pada lokasi nyeri atau daerah operasi, mengurangi
aktivasi mediator kimiawi pada proses peradangan yang meningkatkan
respon nyeri serta meminimalkan transmisi saraf nyeri menuju saraf pusat.
Melalui mekanisme tersebut, mobilisasi dini efektif dalam menurunkan
intensitas nyeri pasca operasi.
Menurut Potter & Perry (2010) mobilisasi dini sangat penting
sebagai tindakan pengembalian secara berangsur-angsur ke tahap mobilisasi
sebelumnya. Dampak mobilisasi yang tidak dilakukan bisa menyebabkan
gangguan fungsi tubuh, aliran darah tersumbat dan peningkatan intensitas
nyeri.
Menurut peneliti pasien yang mengalami nyeri pasca operasi sectio
caesarea memang cenderung tidak melakukan tindakan yang seharusnya
dilakukan seperti pelaksanaan mobilisasi dini. Hal ini mungkin disebabkan
karena pasien memiliki presepsi bahwa nyeri akan bertambah jika mereka
69

melakukan pergerakan atau mobilisasi dini, walaupun sebenarnya nyeri


tetap akan terjadi meskipun dalam keadaan diam atau tidak bergerak.
7.3.2 Hubungan Teknik Relaksasi Nafas Dalam dengan Intensitas Nyeri Post
Sectio Caesarea di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Tahun 2020
Berdasarkan data tabel 6.6 didapatkan sebanyak 21 (42.0%) yang
tidak melakukan teknik relaksasi nafas dalam. Sedangkan sebanyak 29
(58,0%) yang melakukan teknik relaksasi nafas dalam. Hasil uji statistik eta
bahwa hubungan teknik relaksasi nafas dalam dengan penurunan rasa post
sectio caesarea didapatkan p value = 0,341(Fhitung 3,09) berarti nilai
kekuatan korelasi lemah (0,2 - < 0,4), sehingga dapat disimpulkan bahwa
nilai Fhitung 3,09 > 0,05 yang berarti H0 ditolak dan Ha diterima artinya ada
hubungan teknik relaksasi nafas dalam dengan intensitas rasa nyeri post
sectio caesarea.
Hasil penelitian ini didukung oleh Vivi Syuli & Friska Mokoagow
(2017), menunjukkan bahwa teknik relaksasi nafas dalam terbukti efektif
dalam menurunkan intensitas nyeri pada pasien post operasi sectio caesarea
di ruangan maria RS Pancaran Kasih Gmim Kota Manado, menunjukkan
bahwa intensitas nyeri responden sebelum dan sesudah pemberian teknik
relaksasi mengalami peningkatan penurunan nyeri dari nyeri ringan 20,00%
ke 66,67%, nyeri sedang 53,33% ke 20,00%, dan nyeri berat 26,67% ke
13,33%. Uji lebih lanjut membuktikan ada pengaruh pemberian teknik
relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien post operasi SC di
ruang perawatan bedah RSU TK II Pelamonia Makassar.
Hal ini didukung oleh Patisik (2013), setelah dilakukan intervensi
berupa teknik relaksasi nafas dalam dan guided imagery, terlebih dahulu
diukur skala nyeri kemudian dicatat pada lembar observasi. Hasil yang
diperoleh dari pengukuran skala nyeri setelah dilakukan teknik relaksasi
nafas dalam dan guided imagery adalah 11 responden yang mengalami nyeri
sedang (4-6) dengan persentase 55%, 8 responden mengalami nyeri ringan
(1-3) dengan persentase 40%, dan 1 responden tidak mengalami nyeri
dengan presentase 5%.
70

Menurut Whalley (2008), mengungkapkan bahwa relaksasi


pernafasan yang teratur dan dilakukan dengan benar, tubuh akan menjadi
lebih rileks, menghilangkan ketegangan saat mengalami stress dan bebas
dari ancaman.
Menurut Syahriyani (2010, dalam Cahyaningrum, 2016),
perbedaan tingkat nyeri yang dipersepsikan oleh pasien disebabkan oleh
kemampuan sikap individu dalam merespon dan mempersepsikan nyeri
yang dialami.
Menurut Friedman, Marilyn M. (2010), terapi nyeri non
farmakologi seperti teknik relaksasi nafas dalam mempunyai resiko yang
sangat rendah. Penanganan nyeri dengan melakukan teknik relaksasi
merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengurangi nyeri.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi nafas dalam sangat
efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi.
Menurut Smeltzer et al (2010), teknik relaksasi dapat menurunkan
nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Teknik
relaksasi terdiri atas nafas abdomen dengan frekuensi lambat,
berirama.Pasien dapat memejamkan matanya dan bernafas dengan perlahan
dan nyaman.
Menurut peneliti, teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu
pengelolahan manajemen nyeri pada post sectio caesarea, yang membantu
merilekskan ketegangan otot, dan menurunkan intensitas nyeri, ketika pasien
telah mencapai tingkat relaksasi penuh, maka presepsi nyeri akan berkurang
serta perasaan cemas dan stress menjadi berkurang. Oleh sebab itu teknik
relaksasi nafas dalam menjadi metode penting dalam penurunan rasa nyeri
post sectio caearea.
7.3.3 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Intensitas Nyeri Post Sectio
Caesarea di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Tahun 2020

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan sebanyak 23 (46.0%)


yang tidak mendukung. Sedangkan sebanyak 27 (54.0%) yang mendukung.
71

Hasil uji statistik eta hubungan dukungan keluarga dengan penurunan rasa
nyeri post sectio caesarea didapatkan nilai p value = 0,330 (Fhitung 2,87)
berarti kekuatan korelasi 0,2 - < 0,4 (lemah), sehingga dapat disimpulkan
72

bahwa nilai Fhitung 2,87 > 0,05 yang berarti H0 ditolak dan Ha diterima
artinya ada hubungan dukungan keluarga terhadap intensitas nyeri post
sectio caesarea.
Penelitian yang dilakukan oleh Ahsan et. Al (2017) yang
menyimpulkan rata-rata yang memiliki dukungan baik adalah 18 responden
(60%) secara teori bahwa faktor dukungan keluarga adalah dukungan yang
diberikan secara optimal yang diberikan kepada anggota keluarganya, oleh
karena itu yang telah mampu memahami fungsi keluarga dalam
pemeliharaan kesehatan.
Hal ini didukung oleh Friedman (2010), bahwa anggota keluarga
diketahui sebagai sumber dukungan dan bantuan signifikan dalam
membantu anggota keluarga yang lain mengubah gaya hidupnya. Artinya
dukungan keluarga dapat mengubah persepsi ibu dengan memberikan
motivasi kepada ibu post SC agar memiliki semangat yang kuat sehingga
mampu melakukan mobilisasi dini.
Menurut Suryono (2011), perhatian dari keluarga juga dapat
membantu seseorang dalam meminimalkan nyeri seseorang, Perhatian
mampu mengalihkan sensasi nyeri,dapat berkurang dengan upaya
pengalihan dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun, dukungan
keluarga juga dapat meminimalkan persepsi seseorang terhadap nyeri.
Menurut Kumboyono (2013), keluarga merupakan suatu sistem
pendukung bagi ibu untuk mencapai pemulihan kondisi fisik maupun
psikologis. Sehingga dukungan keluarga diperlukan untuk mencapai
kemandirian dalam merawat diri pada ibu post sectio caesarea.
Menurut peneliti bahwa dukungan keluarga sangatlah penting dalam
memberikan semangat terutama dalam penyembuhan dari rasa nyeri post
sectio caesarea. Semakin banyak dukungan keluarga yang diberikan
semakin berkurang kecemasan yang dirasakan.

Anda mungkin juga menyukai