Anda di halaman 1dari 11

1

MENGGAGAS PARADIGMA PEMBERANTASAN KORUPSI MELALUI


NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA

Eliza Meiyani
ABSTRAK
Korupsi di Indonesia sudah memasuki stadium “darurat korupsi”. Stadium ini
dikuatkan oleh hasil Survey Masyarakat Internasional yang menempatkan
Indonesia sebagai negara terkorup urutan ke 4 di dunia dan nomor 1 di Asia
dengan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 9,2. Peringkat ini pada Hakikatnya telah
mencederai harkat dan martabat bangsa Indonesia yang tergolong sebagai negara
yang berbudaya berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Diperlukan upaya untuk
menyetop perilaku koruptif dengan membangun paradigma pemberantasannya.
Paradigma yang tepat adalah pelembagaan (doble legitimacy) kembali nilai-nilai
sosial budaya yang terdapat dalam masyarakat Indonesia. Asumsi ini sangat tepat
mengingat perilaku koruptif telah sistemik dalam telah mamasuki sendi-sendi
kehidupan masyarakat. Nilai-nilai sosial budaya dalam masyarakat Indonesia
sangat potensial untuk memberantas perilaku koruptif. Selama ini paradigma
pemberantasan korupsi hanya bertumpu pada paradigma hukum dalam arti
memaksimalkan pendekatan undang-undang (law reform) dan kelembagaan
(institutions reform) namun hasilnya tidak efektif. Perilaku koruptif semakin
mengingat dan terkesan tambal sulam. Sudah saatnya pemberantasan korupsi
menggunakan paradigma barn yaitu menggunakan nilai-nilai sosial budaya
masyarakat Indonesia. Nilai-nilai sosial budaya masyarakat Indonesia menyimpan
potensi yang sangat besar untuk memberantas korupsi karena dengan
pelembagaan (double legitimacy) nilai-nilai sosial budaya dapat menjadi
instrumen untuk mengontrol perilaku setiap orang untuk tidak koruptif, akan
tumbuh budaya saling mengontrol sehingga menutup peluang berperilaku
koruptif.
Kata kunci : Korupsi - Nilai-Nilai Sosial Budaya

peringkat pertama di Asia Tenggara.


A. PENDAHULUAN
Kondisi ini semakin hari semakin
Salah satu persoalan kritis yang terasa karena perilaku korupsi telah
dihadapi bangsa Indonesia adalah sistemik dalam masyarakat
negara menjadi sarang korupsi dan Indonesia. Peringkat sebagai negara
terlah memasuki masa “darurat terkorup pada hakikatnya telah
korupsi”. Hal ini dikaitkan oleh hasil mencederai martabat bangsa di mata
Survey Masyarakat internasional Internasional serta menurunnya
yang menempatkan Indonesia dalam image sebagai negara yang bermoral
urutan kelima negara terkorup dan Pancasila. Indikasi tersistemasasinya
100

perilaku korupsi dalam masyarakat masih banyak dan menduduki posisi


dapat dirasakan denyutnya karena strategis dalam masyarakat.
hampir semua aktivitas kehidupan Untuk menghentikan perilaku
masyarakat tanpa perilaku koruptif koruptif tersebut dapat dilakukan
urusan dan kepentingan seseorang dengan berbagai cara agar tidak
sulit didapatkan. Itulah sebabnya menyengsarakan bangsa Indonesia
mengapa kehidupan masyarakat secara terus menerus. Upaya
semakin hari semakin terpuruk pencegahan perilaku koruptif selama
karena perilaku koruptif sulit ini menggunakan paradigma hukum
diberantas atau dihilangkan karena dalam arti memaksimalkan
telah menjadi perilaku menyimpang penegakan hukum melalui ketentuan
yang dilakonkan sebagian besar perundang-undangan. Hasilnya tidak
orang. maksimal. Tidak maksimalnya
Ada sekelompok orang pemberantasan perilaku koruptif
menganggap bahwa perilaku koruptif karena banyak faktor. Salah satu
sudah menjadi kebutuhan dalam faktornya yang menurut penulis
aktivitasnya. Aktivitas kehidupan adalah karena paradigma yang
tidak mencapai tujuan tanpa melalui digunakan tidak mengikuti perspektif
perilaku koruptif. Munculnya kondisi dasar perilaku korupsi yang sudah
demikian disebabkan karena perilaku sistemik dan telah memasuki sendi-
koruptif telah menjadi “darah” dan sendi kehidupan masyarakat dan
“denyut” dalam aktivitas kehidupan telah mengacaukan struktur sosial
sosial. Seseorang tidak akan bangsa. Oleh karena itu, paradigma
mendapatkan sesuatu tanpa perilaku yang tetap untuk memberantas yaitu
koruptif. Meskipun terdapat menggunakan paradigma barn yaitu
resistensi dari kelompok yang kontra melalui nilai-nilai sosial budaya
namun tidak dihiraukan karena masyarakat Indonesia.
kelompok ini jumlahnya minoritas Sudah menjadi pengetahuan
sehingga kelompok mayoritas yang bersama (common sense) bahwa
melanggengkan perilaku koruptif untuk mengubah sesuatu harus
berangkat dari perspektif dasarnya.
101

Karena perilaku koruptif sudah B. PEMBAHASAN DAN


sistemik dan telah memasuki sistem ANALISIS
sosial, maka pemberantasannya juga
Dalam teori sosial,
dimulai sistem sosial dengan
terbentuknya suatu sistem sosial
memaksimalkan nilai-nilai sosial
merupakan kumpulan beberapa
budaya sebagai produk budaya
individu yang saling beriteraksi
masyarakat itu sendiri. Di beberapa
secara terns menurut sehingga
daerah di Indonesia banyak nilai-
membentuk suatu komunitas yang
nilai sosial budaya yang dapat
disebut masyarakat
digunakan untuk memberantas
(Koentjaraningrat). Setiap sistem
perilaku kompetitif. Di Sulawesi
sosial menghasilkan produk yang
Selatan misalnya, ada nilai budaya
disebut kebudayaan yang didalamnya
“SIPAKATAU, SIPAKAINGE,
tersimpan dengan rapi nilai-nilai
SIPAKALEBBV yang mengandung
budaya yang merupakan kristalisasi
nilai luhur yang jika diterapkan akan
gagasan, ide, norma dan nilai-nilai
menjadi filter seseorang untuk tidak
yang dianggap baik oleh masyarakat
berperiku koruptif. Selain itu, ada
(Koentjaraningrat,) Nilai-nilai
pula nilai “LEMPU”, “ADA
budaya tersebut mengikat setiap
TONGENG” dan “GETTENG “
komunitas sehingga menjadi acuan
yang merupakan warisan nilai
untuk berperilaku dalam semua
budaya yang dapat mengontrol
aktivitasnya.
secara internal setiap orang untuk
Nilai-nilai, norma-norma
tidak berperilaku menyimpang. Oleh
merupakan produk suatu kebudayaa.
karena itu dalam tulisan ini akan
Nilai dan norma tersebut merupakan
mengulas paradigma baru
arsitektur kebudayaan yang
pemberantasan korupsi melalui nilai-
merupakan intisari gagasan-gagasan,
nilai sosial budaya agar perilaku
ide-ide dan harapan-harapan suatu
koruptif dapat dikikis dalam
komunitas masyarakat yang menjadi
kehidupan masyarakat Indonesia.
simbol berperilaku dalam kehidupan
sehari-hari. Setiap invidu atau orang
102

terikat secara ketat dari nilai-nilai lembaga penegak hukum mengambil


dan norma-norma komunitasnya bagian dalam melanggengkan
sehingga dengan itu tercipta suatu perilaku koruptif ini. Banyak kasus
ketertiban secara terns menerus. korupsi yang melibatkan oknum
Setiap individu dalam masyarakat aparat pemerintah yang terlibat baik
akan terkontrol oleh nilai-nilai sosial sebagai penerima suap, menerima
budaya sehingga seseorang tidak “gratifkasi” dan sebagainya, yang
sembarang untuk berperilaku apalagi ikut melanggengkan perilaku
perilaku itu menyimpang dari nilai- koruptif. Itulah sebabnya sehingga
nilai sosial budayanya. meskipun perilaku koruptif di Indonesia telah
demikian, nilai-nilai sosial budaya menjadi suatu ideologi tersendiri
tersebut tidak selamanya tegak jika bagi peminatnya. Telah banyak
dalam komunitas itu tidak upaya yang dilakukan oleh
dilembagakan dalam arti pemerintah untuk memberantas
dipertahankan, dilestarikan dan korupsi namun tidak pernah berhasil.
ditegakkan dalam praktek kehidupan Selama ini, paradigma yang
sehari-hari baik secara pribadi digunakan pemerintah masih
maupun kelompok-kelompok kecil bertumpu pada paradigma hukum
dalam arti keluarga. dalam arti membuat mengadakan
Saat ini, perilaku koruptif pembaharuan hukum (law reform),
dalam masyarakat Indonesia sudah pembentukan kelembagaan (komisi-
memasuki tarap “darurat korupsi” 1. komisi) namun semuanya tidak
Tanda atau “lonceng” Indonesia efektif. Upaya ini menurut penulis
telah memasuki darurat korupsi tidak optimal karena tidak
dapat dilihat semakin maraknya menyentuh akar persoalan muncul
perilaku koruptif aparat pemerintah perilaku koruptif. Akar persoalan
yang tampak dapat dilihat dalam korupsi adalah longgarnya kontrol
berbagai laporan media cetak dan nilai-nilai dan norma-norma sosial
elektronik. Bahkan, perilaku koruptif yang ada dalam masyarakat.
ini semakin hari semakin sulit Dalam masyarakat di
dikendalikan karena lembaga- beberapa daerah di Indonesia, nilai-
103

nilai sosial budaya tampaknya tidak yang mengendalikan diri setiap


mendapat perhatian pemerintah orang Bugis-Makassar. Bahkan, Siri’
untuk dijadikan sebagai sarana untuk mengontrol secara internal dan
memberantas korupsi. Padahal, eksternal setiap orang untuk
semua pelaku korupsi (individu) bertindak. Bagi masyarakat Bugis,
mempakan produk arsitektur ada budaya ADA TONGENG,
kebudayaan yang hidup dan GETTENG DAN LEMPIT yang
beraktivitas dalam jangkauan dan secara emosional jika disentuh akan
kontrol nilai-nilai sosial budayanya. bangkit menjadi suatu kekuatan
Hanya saja, dalam kehidupan kita (power) dan menjadi “lokomotif ’
sehari-hari nilai-nilai sosial budaya perubahan (social change) dalam
daya kontrolnya melonggar. kehidupan yang lebih baik. Mengapa
Longgarnya daya kontrol tersebut orang Bugis-Makassar tersebar ke
disebabkan adanya nilai-nilai sosial luar meninggalkan kampung
baru yang menjadi saingan nilai-nilai kalamanya dan umumnya berhasil,
sosial budaya lama yang tersimpan itu karena ada dorongan atau
secara rapi dalam kesadaran setiap kekuatan nilai-nilai sosial budaya
pribadi masyarakat Indonesia. yang menjadikan tetap bertahan
Bahkan, dalam masyarakat, beberapa (survive).
individu sudah meninggalkan nilai- Penerapan atau pelembagaan
nilai sosial budayanya dan tidak nilai-nilai sosial budaya tersebut
menjadikannya sebagai instrumen sudah terbukti dalam semua bidang
untuk mengontrol perilaku koruptif. kehidupan. Dalam bidang ekonomi,
Di beberapa masyarakat banyak pedagang Bugis-Makassar
Indonesia, terdapat nilai-nilai sosial berhasil dirantau, seperti, di
budaya, seperti, SIRI’ di Sulawesi Malaysia, Singapura, dan sebagainya
Selatan. Bagi masyarakat Sulawesi Dalam bidang politik, banyak pejabat
Selatan, Siri’ merupakan produk pemerintah pusat menduduki posisi
budaya Sulawesi Selatan yang penting dan demikian pula dalam
sampai sekarang masih ada dan bidang sosial lainnya. Keberhasilan
diakui mengandung nilai dan norma tersebut merupakan manifestasi
104

kekuatan nilai-nilai sosial budaya pranata sosial merupakan produk


yang dimiliki setiap individu kebudayaan suatu komunitas dan
sebagaimana yang diperoleh dari dipertahankan serta diwariskan
komunitasya. Oleh karena itu, secara turun temurun bagi
keberhasilan nilai-nilai sosial budaya generasinya. Dalam masyarakat
sebagai “lokomotif’ keberhasilan Budaya Sulawesi Selatan misalnya,
beberapa individu semestinya juga ada pranata sosial yang disebut “To
dapat menjadi instrumen dalam Manurung” yang dipercaya dan
memberantas perilaku koruptif dalam diyakini oleh masyarakat Bugis-
masyarakat. Hal ini sangat penting Makassar sebagai simbol dan
mengingat upaya pemberantasan personifikasi dari “sosok” manusia
korupsi yang dilakukan pemerintah yang bersih, jujur dan bijak yang
sampai saat melalui paradigma diutus Tuhan Maha Pencipta yang
hukumnya belum berhasil disebut “dewata”. Pranata ini
menurunnya kualitas dan kuantitas merupakan simbol yang memberikan
perilaku koruptif dalam masyarakat. motivasi bagi orang Bugis-Makassar
untuk senantiasa berada dalam posisi
1. Peningkatan Peran Pranata
sesuai dengan karakter to Manurung
Sosial
tersebut. Melalui karakter “sosok to
Setiap sistem sosial memiliki
manurung” itu, setiap orang
pranata-pranata sosial yang menjadi
seharusnya merefleksikan nilai-nilai
bagian dari struktur sosial yang
sosok tersebut untuk senantiasa jujur,
mendukung keberlangsungan suatu
bersih dan bijaksana dalam semua
sistem sosial. Pranata-pranata sosial
perilakunya. Dalam kaitan itu, ketika
dalam sistem sosial terdiri dari
seseorang mewarisi karakteristik to
sistem-sistem kekerabatan, sistem
Manurung akan mengontrol setiap
kepercayaan, sistem perkawinan
orang untuk selalu dalam posisi
simbol-simbol yang mengandung
sesuai dengan nilai-nilai sosial
nilai-nilai dan norma-norma yang
budaya. Konsekuensinya adalah
hidup dalam kesadaran setiap
setiap orang akan saling mengontrol
individu (Koentjanmingrat). Semua
sehingga tercipta suasana saling
105

kontrol sehingga ruang atau peluang pranata kekerabatan dapat


untuk berperilaku korup akan mendorong orang untuk selalu
tertutup. berperilaku jujur dan bersih karena
Selain itu, dalam sistem jika seseorang berperilaku koruptif
sosial ada pranata sistem kekerabatan akan mencoreng atau menurunkan
yang didalamnya terdapat nilai -nilai derajat kekerabatannya.
sosial budaya yang dapat menjadi
2. Pemberdayaan Lembaga
instrumen untuk mencegah orang
Budaya
berperilaku koruptif. Setiap individu
Salah satu kelemahan atau
dalam masyarakat berasal dari suatu
longgarnya nilai-nilai sosial budaya
kekerabatan tertentu. Dalam pranata
karena tidak ada lembaga yang
kekerabatan terdapat nilai-nilai
menjaga nilai-nilai sosial budaya.
kekeluargaan yang dianut dan
Menurunnya semangat untuk
dipertahankan secara turun-temurun.
mempertahankan atau
Bagi orang Bugis-Makassar, dalam
melembagakan kembali nilai-nilai
sistem kekerabatannya ada yang
sosial budaya karena tidak ada
disebut “abbatireng ana ’arung” atau
lembaga yang khusus menangani
“ampijangeng to pandrita”. Dalam
ketahanan nilai-nilai sosial budaya.
pranata tersebut mengandung nilai
Dalam teori budaya, suatu
sosial budaya yang mewariskan nilai
kebudayaan bam dapat
nilai ana’arung yang bernama’
dipertahankan karena adanya
maddara takku’ yang diartikan
pelembagaan dalam arti
’berdarah putih’ .Nilai ’maddara
pemberdayaan pranata-pranata
takku’ pada hakikatnya adalah nilai-
budaya yang telah ada dan
nilai kesucian yang disimbolkan
dipertahankan melalui gerakan
sebagai ’pntih’ dalam arti bersih dan
pemberdayaan budaya. Salah satu
suci. Oleh karena itu, setiap
kelemahan lembaga-lembaga budaya
kekerabatan harus mempertahankan
yang di Indonesia adalah tidak
nilai kekerabatan dan tidak boleh
adanya kewenangan atau otoritas
mencoreng nama kerabat. Dalam
kaitan itu, nilai-nilai sosial budaya
106

untuk bertindak jika ada pelanggaran disebabkan karena ia mencuri alat


nilai-nilai sosial budaya. penggaran tetangganya. penegakan
sanksi tersebut mengakibatkan
3. Pelembagaan Sanksi Sosial
hukum (nilai dan norma sosial)
Dalam teori sistem
mendapat legitimasi sehingga
disebutkan bahwa setiap sesuatu
seseorang tidak akan melakukan
memiliki sistimnya sendiri- sendiri.
perbuatan yang sama (preventif).
Kebudayaan yang di dalamnya
Selain itu, dalam budaya Bugis juga
tersimpan nilai-nilai dan norma-
dikenal sanksi “ripaoppangi tanah”
norma sosial juga mempunyai sistem
atau dalam budaya Toraja disebut
nilai atau sistem norma Dalam sistem
“ma ’rambu langf’ yaitu sanksi
nilai atau norma mempunyai
bempa memotong babi’ bagi pelaku
komponen-komponen yang
pelanggaran. Demikian pula di
merupakan satu kesatuan yang utuh
daerah Wajo, ada sanksi yang
(holistik). Salah satu kendala atau
disebut “ ripomatei” yaitu sanksi
ancaman tidak tegaknya nilai-nilai
berupa denda kepada pelanggarnya.
atau norma-norma sosial budaya
Semua sanksi tersebut dalam
adalah tidak ada sanksi yang
perspektif kebudayaan pada
diberikan kepada pelanggarnya,
hakikatnya merupakan sanksi sosial
sanksi dalam rangka penegakan
yang diberikan kepada pelakunya.
nilai-nilai sosial budaya sangat
sanksi sosial tersebut merupakan
dibutuhkan mengingat banyaknya
memproklamasikan kepada
pelanggaran nilai-nilai sosial budaya
masyarakat umum bahwa si pelaku
dalam masyarakat yang pada
telah merusak tatanan sosial yang
gilirannya akan menyebabkan nilai
dipercaya oleh masyarakat akan
dan norma tersebut akan kehilangan
mendatangkan bencana. Seseorang
legitimasinya dalam masyarakat.
yang telah dijatuhi sanksi sosial akan
Dalam catatan sejarah Bugis,
merasa malu dan biasanya akan
misalnya, terdapat kisah seorang
terhukum di mata orang banyak.
hakim La Pagala Nenek Mallomo
Dalam konteks pemberantasan
menjatuhkan sanksi kepada anaknya
perilaku koruptif, sanksi terhadap
107

pelakunya berupa sanksi sosial sudah mendapat legitimasi dari


saatnya digunakan bagi mereka yang komunitasnya.
berperilaku koruptif agar semua
4. Menerapkan konsep Reward
orang mengetahui bahwa si pelaku
dan Punisment
telah melakukan perbuatan yang
Dalam budaya Masyarakat
bertentangan dengan nilai-nilai sosial
Sulawesi Selatan dikenal isitilah
yang berlaku.
“Mali Sipareppe, tuo sipatokong”
Sanksi sosial yang perlu
atau dalam bahasa yang lain disebut
diberikan kepada mereka yang
“SIPAKALEBBI, SIPAKARAJA
berperilaku koruptif adalah
DAN SIPAKATAU”. Dalam
dikucilkan dari masyarakat atau
perspektif budaya, nilai-nilai sosial
diasingkan dari masyarakat
budaya tersebut mengandung suatu
sebagaimana yang dilakukan oleh
pesan bahwa dalam kehidupan sosial
masyarakat di Perancis dan Rusia. Di
seseorang harus mampu saling
Prancis, pelaku korupsi dibenci oleh
menghargai, menasehati dan saling
masyarakat dan di Rusia pelakunya
membesarkan. Lawan dari nilai ini
dibuang ke Siberia. Di Indonesia,
adalah saling menyikut, saling
melalui nilai-nilai budaya sanksi
mematikan dan saling mencela.
sosial juga dapat dilakukan, hanya
Saat ini nilai-nilai sosial
saja di Indonesia perlu ada komitmen
budaya tersebut kurang diterapkan
bahwa pelaku koruptif haras diberi
oleh karena adanya pengaruh nilai
sanksi sosial meskipun sanksi ini
individualisme yang senantiasa
tidak diatur dalam ketentuan
dipromosikan oleh dunia barat.
perundang-undangan. Oleh karena
Konsep pembangunan masyarakat
itu, penerapan sanksi sosial sudah
selalu menggunakan konsep barat
saatnya menjadi salah satu
yang dianggap lebih maju dan
paradigma baru salam memberantas
melupakan nilai-nilai sosial budaya
perilaku korupsi di Indonesia. Semua
kita. Mengapa bangsa Indonesia
daerah di Indonesia pasti memiliki
semakin hari semakin terpuruk
sistem sanksi yang berbeda menurut
dalam semua dimensi kehidupan
nilai-nilai budayanya dan masih
108

kuncinya adalah kita telah tercabut internasional. Bahkan, masyarakat


atau dicabut dari akar budaya bangsa internasional mengutuk korupsi
Indonesia. Sudah saatnya dalam sebagai extra ordinary crime-
kehidupan kita memberikan kejahatan luar biasa. Penetapan
penghargaan kepada mereka yang status korupsi sebagai kejahatan luar
terus-menerus mempertahankan biasa karena korupsi merupakan
nilai-nilai sosial budaya dalam kejahatan konstitusional,
bentuk penghargaan (reward) dan menghancurkan sendi dan moralitas
memberikan hukum (punishmet) bangsa, mencoreng martabat bangsa,
kepada mereka yang melanggar serta menghambat laju
nilai-nilai sosial budaya kita. pembangunan.
Fenomena dalam masyarakat Oleh sebab itu, diperlukan
kita, tidak ada bedanya mereka yang paradigma memberantas korupsi
konsisten dengan yang tidak dengan memberikan hukuman
konsisten dengan nilai-nilai sosial kepada perilaku korup dan
budaya. Tidak ada perbedaan orang memberikan penghargaan kepada
yang perilaku korup dengan yang mereka yang konsisten
tidak berperilaku korup. Mereka mempertahankan nilai-nilai sosial
sama-sama dihormati dalam budaya Hal ini perlu dilakukan agar
kehidupan sosial. Ini menunjukkan ada perbedaan jelas dan tegas
bahwa dalam masyarakat kita gejala sehingga dapat mengembalikan
bahwa perilaku koruptif menjadi fungsi-fungsi sosial nilai-nilai sosial
perilaku benar yang walaupun secara budaya dalam masyarakat.
idealnya bertentangan dengan nilai-
C. PENUTUP
nilai sosial budaya bangsa.
Kecenderungan ini mesti dihentikan Perilaku koruptif yang
mengingat perilaku korup di menggejala di masyarakat Indonesia
manapun merupakan musuh bersama sebagai penyakit dapat diberikan
(common enemy). Munculnya solusi pemberantasan dan
gerakan anti korupsi sudah dilakukan penanganannya melalui gagasan
pada skala nasional dan pemberantasan melalui penerapan
109

nilai-nilai sosial budaya, dalam hal


ini adalah nilai-nilai lokal Bugis
seperti “Ada Tongeng, Getteng,
Lempu” yang dijiwai oleh
“Sipakalebbi, Sipakaraja, dan
Sipakatau”
DAFTAR PUSTAKA
Salle, Aminuddin. 2009

Anda mungkin juga menyukai