Anda di halaman 1dari 25

PELAKSANAAN BUDAYA ISLAM OLEH

MASYARAKAT DESA MULYOREJO DEMAK


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Metodologi Studi Fiqh
Dosen Pengampu: H. Zainal Arifin, M Ag.

Disusun Oleh:

Khoirul Hidayat 2150210032


Kelas A1MBR

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN AKADEMIK 2021
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala
rahmat dan karuniaNya, sehingga makalah dapat diselesaikan dengan baik dan
tepat. Penulis makalah ini tidak bisa diselesaikan tanpa bantuan dari banyak pihak.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu Bapak H. Zainal
Arifin M. Ag yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Ada banyak hal yang
bisa kami pelajari dalam pembuatan tugas PTS ini.

Tugas PTS berjudul pelaksanaan hukum Islam oleh masyarakat di Desa


Mulyorejo disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Studi Fiqh
Selain itu, penulisan makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan serta
pengetahuan tentang mata kuliah yang saat ini sedang dipelajari.
Setelah berhasil menyelesaikan makalah ini, kami berharap apa yang
sudah kami sampaikan bisa bermanfaat untuk orang lain yang telah
mempelajarinya. Jika ada kritik dan saran terkait gagasan ide tulisan maupun
penyusunannya, kami akan menerimanya dengan senang hati.

Demak, 19 Oktokber 2021


DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Peneliti

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pemahaman Agama

2.2 Pengertian Nilai Agama

2.3 Konsep Pengamalan Ibadah

2.4 Pemahaman Masyarakat Tentang Pehaman Nilai Agama Islam

BAB III KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Umat Islam adalah manusia yang meyakini Islam
menjadi kepercayaan & kepercayaan. Agama Islam
mempunyai konsepsi keyakanin, tata-anggaran, kebiasaan-
kebiasaan atau etik yg wajib diyakini & dilaksanakan oleh
penganutnya secara konsekwen.
Islam diyakini menjadi kepercayaan yg paripurna,
bukan saja lantaran tuntunannya yang serba meliputi semua
segmen kehidupan insan, namun pula mempunyai anggaran
yg berfungsi mengontrol & mengawasi bahkan memberi
penghargaan & sanksi. Oleh lantaran itu, selayaknya umat
Islam mengamalkan ajaran agamanya menggunakan akurat
& konsisten demi mencapai kualitas hayati yang sejahtera
pada global & pada akhirat.
Umat Islam pada menjalankan agamanya membutuhkan
pendidikan & pengajaran. Pendidikan adalah keliru satu cara
buat mempertinggi kualitas asal daya insan, bahkan dalam
dasarnya, kemajuan pendidikan merupakan sesuatu yang
sebagai sasaran primer semua bangsa. Dengan demikian,
pendidikan menerima perhatian spesifik pada sebuah warga
modern.
Masyarakat Indonesia yang mayoritasnya menganut
kepercayaan Islam menyadari akan hal tadi, sebagai
akibatnya saat Indonesia sebagai negara berdaulat & modern,
prioritas primer merupakan investasi human skill
menggunakan cara membangun silabus pendidikan secara
sistematis.
Pendidikan seharusnya berorientasi pada sosialisasi
empiris diri insan & dirinya sendiri. Pengenalan itu nir relatif
hanya bersifat objektif atau subjektif, namun wajib kedua-
duanya. Kebutuhan objektif buat membarui keadaan yg nir
manusiawi selalu memerlukan kemampuan subjektif
(pencerahan subjektif), objek, & pendidikan merupakan
empiris famili, sedangkan siswa & pendidik sama-sama
sebagai subjek atau pelaku.
Adapun tujuan pendidikan Islam yang lebih
komprehensif yaitu buat mencapai pertumbuhan kepribadian
insan yg menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa,
intelektual, diri insan yang rasional, perasaan, & indera. Oleh
lantaran itu, pendidikan wajib mencapai pertumbuhan insan
pada segala aspeknya, baik spiritual, intelektual, imajinatif,
fisik, ilmiah, bahasa, secara individu juga kolektif, dan
mendorong seluruh aspek ini ke arah kebaikan & mencapai
kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan Islam terletak pada
perwujudan ketertundukan yg paripurna pada Allah swt., baik
secara pribadi, komunitas, juga semua umat insan.
Berdasarkan pemaparan pada atas, maka benang merah
yang bisa ditarik bahwa pendidikan adalah suatu media &
kegiatan menciptakan pencerahan kritis, kedewasaan, &
kemandirian peserta didiknya. Pendidikan yg ditempuh sang
seseorang individu tentu saja ditentukan sang faktor
kehidupan famili & warga sekitar. Melalui proses pendidikan
dibutuhkan sanggup membangun mentalitas & kultur
pendidikan famili.
Dalam konteks desentralisasi pendidikan yg tertuang
melalui swatantra pendidikan, bahwa pertama, menaruh
kebebasan seluas-luasnya pada famili pada iklim Laissez
Faire (keseimbangan). Pemerintah membuka pada famili buat
melibatkan diri pada banyak sekali bentuk pendidikan tanpa
terdapat campur tangan atau kontrol pemerintah. Kedua,
melakukan pengaturan ketertiban famili pada pendidikan.
Ketiga, menaruh subsidi & dukungan. Keempat, reformasi
anggaran.tiga Tujuan pendidikan pada famili ini nir bisa
terwujud bila pencerahan famili akan pentingnya pendidikan
masih rendah.
Kesadaran buat menempuh pendidikan nir terlepas
berdasarkan pengetahuan dan pemahaman kepercayaan yang
utuh, lantaran diperlukan pencerahan dan semangat yg akbar
buat terus belajar mencari ilmu. Pendidikan tidak hanya
diperoleh pada forum formal, tetapi pula informal, lantaran
famili menciptakan perubahan & berpartisipasi aktif pada
dalamnya, sebagai akibatnya insan bisa dibuat sebagai
makhluk moral spiritual (moral-spiritual-being), supaya
sebagai lebih baik & bertaqwa pada oleh pencipta.
Pemahaman kepercayaan bisa dipandang pada
kehidupan famili yang masih umum menggunakan
kehidupan tradisional, baik berdasarkan segi aspek intensitas
keberagamaan yang dimiliki masih umum , cara atau metode
pada beragama lebih menekankan dalam aspek emosional,
dan pola konduite beragamanya cenderung dalam kelakuan
lahiriyah (eksoteris) & perilaku pada beragama kental
menggunakan perbedaan makna trandisional.
Faktor penyebab taraf pemahaman kepercayaan
seorang bisa ditentukan sang beberapa faktor, yaitu
berdasarkan luar & berdasarkan pada. Dari luar, pada
antaranya ekonomi, sosial, politik, & budaya. Dari pada, pada
antaranya dangkalnya ilmu pengetahuan kepercayaan , malas
beribadah, & sebagainya. Lebih-lebih faktor berdasarkan luar
yg kadang sangat mempengaruhinya, sebagai akibatnya
sebuah famili lebih mementingkan hal-hal yang bersifat
materi daripada hal-hal yg bersifat transendental. Kesibukan
yang dilakukan buat memenuhi kebutuhan sehari-hari
mengakibatkan saat yang dimiliki terkuras habis buat mencari
materi & kesempatan menilik kepercayaan kurang, sebagai
akibatnya pemahaman kepercayaan mereka lebih bersifat
paternalistik (mengandalkan dalam figur atau tokoh kunci).
Pemahaman kepercayaan pula ditimbulkan budaya
yang mengangkat dalam famili setempat, yaitu kiprah orang
tua menaruh kesempatan pada kaum belia belajar, tetapi
mereka beropini bahwa semakin poly orang yg pintar, maka
akan menghilangkan budaya setempat. Misalnya yang
dialami sang famili Samin, orang tua mereka menyuruh anak-
anaknya sekolah & menjalankan ibadah kepercayaan
menggunakan baik, tetapi anak-anaknya tidak bersedia
menjalankan, hal ini terdapat & sahih-sahih terjadi.
Pemahaman kepercayaan sebagian akbar famili yg
terdapat pada Desa Garuntungan Kecamatan Kindang
Kabupaten Bulukumba terlihat masih minim, atau terlihat
kurangnya pemahaman kepercayaan secara utuh, sebagai
akibatnya mengakibatkan banyak sekali macam hal yg
merugikan bagi famili itu sendiri juga warga sekitarnya.
Masih banyak famili warga yg sporadis melaksanakan shalat,
malas buat shalat berjamaah pada masjid, tidak aktif pada
pengajian, senang berbuat hal-hal yang merugikan orang
lain, tidak mau bersedekah, & sebagainya. Oleh lantaran itu,
famili warga yg terdapat pada Desa Garuntungan Kecamatan
Kindang sebagai bingung akan segala tindakan yang
dilakukan oleh orang-orang yang demikian.
Pemahaman kepercayaan yang minim berdampak
dalam rendahnya pemahaman akan pentingnya ilmu
pengetahuan & kurangnya penyiapan kader yang berkualitas.
Peluang buat mengenyam pendidikan yang begitu sempit
ditambah menggunakan pengetahuan kepercayaan famili yg
minim mengakibatkan pencerahan famili rendah pada bidang
pendidikan. Apalagi syarat ekonomi famili yg terdapat pada
Desa Garuntungan adalah golongan ekonomi menengah ke
bawah, sebagai akibatnya nir sanggup menyekolahkan
anaknya lantaran porto sekolah yang begitu mahal. Proses
pendidikan yang berjalan seadanya menyebabakan minimnya
pencerahan buat berkembang atau melakukan perubahan.
Keluarga sangat berperan atau sebagai subjek pada
menaruh atau menanamkan norma dalam anak menggunakan
cara yang baik dari ajaran kepercayaan Islam, lantaran dari
kegunaannya famili adalah wahana pendidikan yg pertama
kali sebelum anak memasuki remaja. Fungsi famili sangatlah
penting pada proses pendidikan lantaran fungsi famili
menjadi forum pendidikan pertama & primer yaitu sebagai
loka persemaian pembentukan/penanaman norma bagi
seseorang anak. Adapun yg berperan aktif pada famili yaitu
ibu, ayah, anggota famili lain, dan diri mereka sendiri, yg
adalah kunci pendorong supaya anak rajin pada menuntut
ilmu, baik ilmu generik juga ilmu kepercayaan .
Penanaman nilai-nilai sosial dan nilai-nilai ajaran
kepercayaan pula dimulai berdasarkan kiprah dan famili.
Pada usia dini, famili yg mempunyai pemahaman
kepercayaan yang baik tentu akan mewariskan pemahaman
kepercayaan tadi pada keturunan mereka melalui penanaman
nilai-nilai kepercayaan yang termasuk pada rukun iman dan
rukun Islam dan pengamalannya, sebagai akibatnya seiring
pertumbuhan anak, penanaman nilai tadi akan tumbuh
sebagai sutu norma yang dalam akhirnya sebagai sebuah
kewajiban bagi dirinya, sebagai akibatnya muncul
pencerahan penuh buat menjalankan perintah kepercayaan
dan menjauhi segala embargo kepercayaan . Pada waktu anak
tumbuh sebagai dewasa penanaman nilai-nilai kepercayaan
tadi akan terwujud pada aplikasi pada kehidupan sehari-hari.
Pemahaman agama terutama pada keluarga yang hidup
di pedesaan yang sulit menerima perubahan dalam bidang
pendidikan serta sikap acuh tak acuh yang mereka miliki
terhadap perkembangan dunia pendidikan menyebabkan
penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai hal
tersebut. Pemahaman agama tersebut dapat terlihat dari
aplikasi serta pelaksanaan ajaran agama Islam dalam
kehidupan keluarga serta kehidupan bermasyarakat tentunya.
Adapun topik penelitian yang akan dikaji dalam penelitian ini
adalah “ Pelaksanaan Budaya Islam Oleh Masyarakat Desa
Mulyorejo Demak”
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pemahaman agama?
2. Apa yang dimaksud dengan nilai agama?
3. Bagaimana konsep dalam pengamalan ibadah?
4. Bagaimana pemahaman masyarakat mengenai
pemahaman nilai agama islam?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui mengenai pemahaman agama
2. Mengetahui mengenai nilai agama
3. Mengetahui konsep pengamalan ibadah
4. Mengetahui pemahaman masyarakat mengenai
pemahaman nilai agama islam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pemahaman Agama
Menurut Poerwadarminta, pemahaman adalah proses
berpikir & belajar. Dikatakan demikian, lantaran buat menuju
ke arah pemahaman perlu diikuti menggunakan belajar &
berpikir.8 Sedangkan Purwanto mengemukakan bahwa
pemahaman adalah proses, perbuatan & cara tahu atau
mendefinisikan.9 Oleh lantaran itu, pemahaman diartikan
menjadi strata kemampuan yang mengharapkan seorang bisa
tahu arti atau konsep, situasi, dan berita yang diketahuinya.
Dalam hal ini beliau nir hanya hafal secara verbalitas, namun
tahu konsep berdasarkan perkara atau berita yang ditanyakan,
maka operasionalnya bisa membedakan, mengganti,
mempersiapkan, menyajikan, mengatur, menginterpretasikan,
menjelaskan, mendemonstrasikan, memberi contoh,
memperkirakan, menentukan, & merogoh keputusan. Di pada
ranah kognitif memperlihatkan strata-strata kemampuan yang
dicapai berdasarkan yang terendah hingga yang tertinggi.
Dapat dikatakan bahwa pemahaman tingkatannya lebih tinggi
berdasarkan sekedar pengetahuan.
Definisi pemahaman dari Sudijono merupakan
kemampuan seorang buat mengerti atau tahu sesuatu sehabis
sesuatu itu diketahui & diingat.10 Dengan istilah lain, tahu
merupakan mengetahui mengenai sesuatu & bisa melihatnya
berdasarkan banyak sekali segi. Pemahaman adalah jenjang
kepandaian yg setingkat lebih tinggi berdasarkan ingatan &
hafalan.
Menurut Azwar, menggunakan tahu berarti bisa
menjelaskan, mengklasifikasikan, mengikhtisarkan,
meramalkan, & membedakan.Sedangkan dari Winkel, yang
dimaksud menggunakan pemahaman merupakan meliputi
kemampuan buat menangkap makna & arti berdasarkan
bahan yang dipelajari.Adanya kemampuan ini dinyatakan
pada menguraikan isi utama berdasarkan suatu bacaan,
mengganti data yg tersaji pada bentuk eksklusif ke bentuk
lain, misalnya rumus matematika ke pada bentuk istilah-
istilah, dan menciptakan asumsi mengenai kesamaan yang
nampak pada data eksklusif, misalnya pada grafik.
Berdasarkan banyak sekali pendapat pada atas,
indikator pemahaman dalam dasarnya sama, yaitu
menggunakan tahu sesuatu berarti seorang bisa
mempertahankan, membedakan, menduga, menerangkan,
menafsirkan, memperkirakan, menentukan, memperluas,
menyimpulkan, menganalisis, memberi contoh, menuliskan
kembali, mengklasifikasikan, & mengikhtisarkan. Indikator
tadi memperlihatkan bahwa pemahaman mengandung makna
lebih luas atau lebih pada berdasarkan pengetahuan.
Melalui pengetahuan, seorang belum tentu tahu sesuatu
yang dimaksud secara mendalam, hanya sekedar mengetahui
tanpa sanggup menangkap makna & arti berdasarkan sesuatu
yg dipelajari. Sedangkan menggunakan pemahaman, seorang
tidak hanya sanggup menghafal sesuatu yang dipelajari,
namun jua memunyai kemampuan buat menangkap makna
berdasarkan sesuatu yang dipelajari jua bisa tahu konsep
berdasarkan pelajaran tadi.
2.2 Pengertian Nilai Agama
Nilai merupakan sesuatu yang tak berbentuk & nir
sanggup dilihat, diraba, juga dirasakan & tidak terbatas ruang
lingkupnya. Nilai sangat erat kaitannya menggunakan
pengertian-pengertian & aktifitas insan yang kompleks,
sebagai akibatnya sulit dipengaruhi batasannya, lantaran
keabstrakkannya itu maka Darajat mengemukakan bahwa
masih ada beragam pengertian, antara lain menjadi berikut:
a) Nilai merupakan suatu perangkat keyakinan ataupun
perasaan yang diyakini menjadi suatu bukti diri yang
menaruh corak yang spesifik pada pola pemikiran, perasaan,
keterkaitan juga perilaku.
b) Nilai merupakan suatu pola normatif, yang memilih
tingkah laris yang diinginkan bagi suatu sistem yg terdapat
kaitannya menggunakan lingkungan lebih kurang tanpa
membedakan fungsi-fungsi bagian-bagiannya.
c) Nilai merupakan acum & keyakinan pada memilih
pilihan.
d) Nilai adalah kualitas realitas yg nir bisa
didefinisikan, namun hanya bisa dialami & dipahami secara
langsung.
e) Nilai merupakan sesuatu yang bersifat tak berbentuk,
ideal, bukan benda konkrit, bukan fakta, bukan hanya dilema
sahih keliru yg menuntut verifikasi empirik, melainkan soal
penghayatan yg dikehendaki, disenangi, & tidak disenangi.
Berdasarkan beberapa pengertian nilai pada atas, maka
bisa disimpulkan bahwa nilai adalah sesuatu yg tak
berbentuk, ideal, & menyangkut dilema keyakinan terhadap
yang dikehendaki, & menaruh corak dalam pola pikiran,
perasaan, & perilaku. Dengan demikian, buat melacak sebuah
nilai wajib melalui sebuah pemaknaan terhadap fenomena
lain berupa tindakan, tingkah laris , pola pikir, & perilaku
seorang atau sekelompok orang.
Istilah kepercayaan asal menurut bahasa Sansekerta
yang sama ialah menggunakan “peraturan”. Namun, pada
bahasa kita terdapat jua yg menyampaikan bahwa kalimat
kepercayaan asal menurut bahasa Sanskerta yang terdiri
menurut 2 suku, yaitu suku kata “a” yang berarti “tidak” &
“gama” yang berarti “kacau”. Jadi, jika disatukan suku kata
“a” & “gama”, maka kepercayaan berarti “tidak kacau”.
Nilai itu sendiri merupakan hakikat suatu hal yang
mengakibatkan hal itu dikejar sang insan. Nilai jua berarti
keyakinan yang menciptakan seorang bertindak atas dasar
pilihannya. Nilai-nilai kepercayaan dari Abdullah Darraz
bahwa nilai-nilai kepercayaan Islam yg primer merupakan
nilai-nilai akhlaq.18Oleh lantaran itu, bisa dijelaskan bahwa
nilai-nilai kepercayaan Islam merupakan nilai-nilai akhlaq
kepercayaan Islam yg bersangkut paut menggunakan
kewajiban seseorang hamba pada Tuhannya. Nilai- nilai tadi
dibutuhkan sang insan buat keselamatan & kebahagiaanya
pada global & pada akhirat.
Dengan demikian, nilai bisa dirumuskan menjadi sifat
yang masih ada dalam sesuatu yg menempatkan dalam posisi
yang berharga & terhormat, yakni bahwa sifat tadi berakibat
sesuatu itu dicari & dicintai, baik dicintai sang satu orang
juga sekelompok orang. Sebagai model merupakan nasab
bagi orang-orang terhormat memunyai nilai yang tinggi, ilmu
bagi ulama memunyai nilai yang tinggi, & keberanian bagi
pemerintah memunyai nilai yang dicintai, & sebagainya.
Madjid (2000: 8), menyatakan bahwa masih ada
beberapa macam nilai-nilai kepercayaan fundamental yg
wajib ditanamkan dalam seseorang anak & aktivitas
menanamkan nilai-nilai pendidikan inilah yang sesungguhnya
sebagai inti pendidikan kepercayaan . Di antara nilai-nilai
yang sangat fundamental itu, ialah: a) iman, b) Islam, c)
ihsan, d) taqwa, e) ikhlas, f) tawakkal, & g) syukur.
a) Iman, yaitu perilaku batin yang penuh agama pada
Tuhan. Masalah iman banyak dibicarakan pada pada ilmu
tauhid. Akidah tauhid adalah bagian yang paling fundamental
pada ajaran Islam, Tauhid itu sendiri merupakan mengesakan
Allah swt pada dzat, sifat, af’al, & beribadah hanya pada-
Nya. Tauhid dibagi sebagai empat bagian, yaitu: Ar
Rubuubiyah, Al-Uluuhiyah, Al-Asmaa’ wa Ash-Shifaat, Al-
Mulkiyah.20
1. Ar-Rubuubiyah (keesaan Allah swt menjadi dewa
pencipta), yaitu
men-satu-kan Allah swt pada kekuasaannya. Artinya
seorang meyakini bahwa hanya Allah swt yang menciptakan,
memelihara, menguasai & yang mengatur alam bersama
isinya. Tauhid rububiyyah ini sanggup diperkuat
menggunakan memperhatikan segala kreasi Allah swt, baik
benda hayati juga benda mati. Dalam ilmu-ilmu alam, pada
samping memeriksa kenyataan alam, jua bisa sekaligus
menandakan & menemukan bahwa Allahlah yang mengatur
aturan alam yang terdapat dalam setiap benda. Allah swt
menjadi pencipta, pelindung, pemberi rejeki, & pengatur
alam semesta nir akan mungkin diambil alih sang yg lain.
Allah swt mempunyai kekuasaan yg absolut & nir terdapat
satupun yang menyainginya. Oleh lantaran itu, Allah sebagi
Rabb harus buat diesakan.
2.Al-Uluuhiyah (keesaan Allah swt menjadi loka
mengabdi/ menyembah). Kata ilah secara generik memunyai
arti yang disembah, baik pada yg haq juga yang bathil.
Sedangkan tauhid uluhiyyah adalah suatu kunci menurut
kehidupan pada bawah naungan tauhid. Mengesakan Allah
menjadi ilah memunyai tuntutan bagi yang mengakuinya.
Diantara tuntutan tadi merupakan sholat, puasa, zakat, haji, &
menjalankan syari’at Islam. Pada zaman jahiliyah, kaum kafir
Quraisy mengakui Allah swt menjadi Rabb namun tidak
mengakui Allah swt sebagi ilah.
3. Al-asmaa’ wa Ash-shifaat (Keesaan Allah swt pada
nama & sifat). Mengesakan Allah swt yg mempunyai nama-
nama & sifat-sifat kesempurnaan merupakan absolut. Tidak
terdapat sedikitpun kekurangan dalam Allah swt. Allah swt
yang digambarkan pada nama & sifatNya misalnya pada 99
nama Allah merupakan citra kehebatan & kesempurnaanNya.
Oleh lantaran itu, tidak layak kita mencari tandingan lainnya
menjadi pengakuan eksistensi Allah swt.
4. Al-Mulkiyah (keesaan Allah swt menjadi dewa raja/
penguasa). Tauhid Mulkiyah merupakan mengesakan hanya
pada Allah swt saja yang mempunyai pemerintahan &
kekuasaan yang mencakup semesta alam.
b) Islam, merupakan istilah (perilaku berserah diri) yg
membawa kedamaian & kesejahteraan (as salaam) dan
dilandasi sang jiwa yang ikhlas (sincerity). Tasmara (1995:
152). Adapun dari Muhammad (2008: 25), Islam adalah
kepatuhan seorang pada aturan-aturan syariat secara holistik
yang sudah dibawa sang junjungan kita Nabi Muhammad
saw.
c) Ihsan, yaitu pencerahan yang sedalam-dalamnya
bahwa Allah swt senantiasa hadir beserta umatNya
dimanapun umatNya berada, sebagai akibatnya umat Islam
senantiasa merasa terawasi.
d) Taqwa, yaitu perilaku yang sadar bahwa Allah swt
selalu mengawasi umatNya, sebagai akibatnya umatNya akan
senantiasa berhati-hati & hanya berbuat sesuatu yang diridhai
Allah swt & senantiasa menjaga diri menurut perbuatan yg
tidak diridhaiNya.
e) Ikhlas, yaitu perilaku murni pada tingkah laris &
perbuatan seorang semata-mata demi memperoleh ridla
Allah. swt
f) Tawakkal, yaitu perilaku senantiasa bersandar pada
Allah swt menggunakan penuh asa kepadaNya & keyakinan
bahwa Allah swt akan menolong pada mencari &
menemukan jalan yang terbaik
2.3 Konsep Pengamalan Ibadah
Masyarakat Islam adalah rakyat yang tidak sama
menggunakan rakyat mana pun, baik keberadaannya juga
karakternya. Ia adalah rakyat yang Rabbani, insani, akhlaqi,
& rakyat yang seimbang (tawazun). Ummat Islam dituntut
buat mendirikan rakyat misalnya ini, sebagai akibatnya
mereka sanggup memperkuat kepercayaan mereka,
membangun kepribadian mereka & sanggup hayati pada
bawah naungannya menggunakan kehidupan Islami
yangsempurna. Suatu kehidupan yang diarahkan oleh aqidah
Islamiyah & dibersihkan menggunakan ibadah, dituntun sang
pemahaman yang shahih, digerakkan sang semangat yang
menyala, terikat menggunakan moralitas & adab Islamiyah,
dan diwarnai sang nilai-nilai Islam. Diatur sang aturan Islam
pada perekonomian, seni, politik, & semua segi
kehidupannya.
Masyarakat Islam bukanlah rakyat yg hanya
menerapkan syari'at Islam dalam bidang aturan saja, terutama
pada bidang pidana & perdata sebagaimana dipahami sang
secara umum dikuasai umat. Yang demikian ini adalah
pemikiran & praktek yang juz'iyah (parsial), bahkan
menunjuk dalam berbuat dzhalim terhadap rakyat,
menggunakan memfokuskan semua potensi yang beragam
pada menegakkan satu pilar pada antara poly pilar yaitu
aturan, & bahkan pada satu bidang saja menurut aturan tadi
yaitu pidana atau perdata.
2.4 Pemahaman Masyarakat tentang Nilai Agama Islam
Salah satu tujuan fundamental menurut syiar
kepercayaan yang dilakukan pada tengah-tengah rakyat
merupakan terciptanya kultur keagamaan yg membumi,
dilihat melalui penerapan nilai-nilai ajaran kepercayaan pada
kehidupan pribadi, tempat tinggal tangga, & bermasyarakat.
Kesadaran pendidikan tidak terlepas menurut pencerahan
pemahaman kepercayaan yg utuh, pada mana pencerahan &
semangat buat terus belajar pada mencari ilmu. Tidak hanya
pada forum formal akan tetapi informal pada mana famili
pula membentuk perubahan & berpartisipasi aktif
didalamnya. Sehingga, sebagai makhluk moral spiritual
(moral-spiritual-being), yang lebih baik & bertaqwa pada
oleh pencipta.
Pemahaman kepercayaan sanggup dipandang pada
famili umum yang tradisional, pada mana aspek intensitas
keberagamaan masih minim pula, cara atau metode pada
beragama lebih menekankan dalam aspek emosional, pola
kelakuan keberagamannya cenderung dalam kelakuan
lahiriyah (eksoteris) & perilaku pada beragama kental
menggunakan perbedaan makna trandisional. Faktor
penyebab pemahaman kepercayaan ditentukan sang
beberapa faktor yaitu menurut luar & menurut pada. Dari luar
antara lain ekonomi, sosial, politik, & budaya. Dari pada
antara lain dangkalnya ilmu pengetahuan kepercayaan , malas
beribadah, & sebagainya. Lebih-lebih faktor menurut luar
yang kadang sangat mempengaruhinya, sebagai akibatnya
famili lebih mementingkan hal-hal yang bersifat materi
daripada hal-hal yang bersifat transendental. Kesibukan
memenuhi kebutuhan sehari-hari mengakibatkan ketika
mereka terkuras habis & kesempatan memeriksa kepercayaan
kurang, maka keberagamaan mereka lebih bersifat
paternalistik (mengandalkan dalam figure atau tokoh kunci).
Pemahaman kepercayaan ditimbulkan sang budaya
yang mengangkat dalam famili setempat pada mana kiprah
orang tua menaruh kesempatan pada kaum belia belajar, akan
tetapi semakin poly orang pandai maka akan menghilangkan
budaya setempat contohnya yang dialami famili samin, pada
mana orang tua menyuruh anak-anaknya buat bersekolah &
menjalankan ibadah kepercayaan tetapi anak tadi nir mau
menjalankannya, hal ini terdapat & sahih-sahih terjadi.
Pemahaman kepercayaan famili pada Desa
Garuntungan dalam biasanya masih rendah, sebagai
akibatnya menyebabkan banyak sekali macam hal yg
merugikan bagi famili itu sendiri, contohnya sporadis
melaksanakan shalat, malas shalat berjama’ah ke masjid,
tidak aktif pada pengajian, senang berbuat merugikan orang
lain, & tidak mau bershadaqah. Oleh lantaran itu, kebanyakan
famili pada Desa Garuntungan sebagai galau akan segala
tindakan yang dilakukan sang orang-orang tadi.
Pemahaman kepercayaan berdampak dalam
pemahaman akan pentingnya ilmu pengetahuan & kurangnya
penyiapan kader yang berkualitas. Peluang buat mengenyam
pendidikan yang begitu sempit ditambah lagi menggunakan
pengetahuan kepercayaan famili yang minim,
mengakibatkan pencerahan famili rendah pada bidang
pendidikan, apalagi golongan ekonomi famili kebanyakan
menengah ke bawah, sebagai akibatnya tidak sanggup
menyekolahkan anaknya lantaran porto sekolah yang begitu
mahal. Hal ini mengakibatkan pada komunitas famili yang
terjadi hanyalah regenerasi pada anak turunnya, dididik
menggunakan ilmu yang sama & pencerahan buat
berkembang atau melakukan perubahan sangatlah lamban.
Pendidikan famili didasari oleh adanya interaksi kodrat
antara orang tua & anak dan cinta kasih orang tua terhadap
anaknya. Rasa cinta & afeksi inilah yang sebagai kekuatan
tidak kunjung padam dalam orang tua yang menaruh
bimbingan pada anaknya supaya kelak sebagai insan dewasa
& berkehidupan yang layak pada global & pada akhirat
kelak.
Keluarga berperan atau sebagai subjek pada menaruh
atau menanamkan norma dalam anak menggunakan cara
yang baik berdasarkan ajaran kepercayaan , lantaran
berdasarkan manfaatnya famili sebagai wahana pendidikan
yang pertama kali sebelum anak memasuki usia remaja.
Fungsi famili sangatlah penting pada proses pendidikan,
lantaran memang fungsi famili menjadi forum pendidikan
pertama & primer merupakan loka persemaian
pembentukan/penanaman norma. Adapun yang berperan aktif
pada famili yaitu ibu, ayah, anggota famili lain, & diri
mereka sendiri, menjadi kunci pendorong supaya anak rajin
pada belajar.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan output penelitian & pembehasan yang
sudah dipaparkan
sebelumnya, maka penulis bisa menyimpulkan beberapa
hal tentang penelitian ini, antara lain:
1. Pemahaman warga akan nilai-nilai Islam dalam
dasarnya masih nisbi baik, walaupun masih sebatas dalam
ritual-ritual formal keagamaan. Hal ini terlihat syarat generik
yang terlihat pada & diperkuat sang pernyataan informan
yang menilai bahwa sesungguhnya taraf pemahaman
keagamaan warga relatif baik, hanya lalu terjadi pergeseran
dampak perkembangan modernisasi yg didukung sang
majunya teknologi liputan mendorong warga lebih berpikir
praktis, hedonis, & pragmatis.
2. Pemahaman nilai-nilai ajaran Islam warga pada
sangat terkait erat menggunakan pelaksanaannya pada
kehidupan sehari-hari masih bisa dikatakan kurang baik. Hal
ini ditimbulkan sang nilai-nilai kepercayaan tidak
terimplementasikan menggunakan baik pada kehidupan
pribadi, famili & warga . Telah terjadi pergeseran konduite
dampak perkembangan modernisasi. Hal ini bisa dipandang
menurut kenyataan lapangan didukung sang pernyataan
informan yang mengakui bahwa warga lebih sibuk
menggunakan pekerjaannya sebagai akibatnya ketika-ketika
aplikasi ibadah formal telah mulai terganggu, jamaah masjid
semakin berkurang atau tidak bertambah, aplikasi ritual
keagamaan lain jua kian sporadis dilakukan, terbatasnya
orang-orang yang peduli pada mengurus umat jua semakin
kurang. Keadaan tadi sesungguhnya mendeskripsikan bahwa
taraf pemahaman nilai-nilai keagamaan nisbi baik namun
pelaksanaannya sulit dilakukan lantaran terbatasnya ketika
lantaran warga disibukkan menggunakan urusan dunianya.
Hal yang menghipnotis terjadinya pergeseran konduite warga
pada aplikasi nilai-nilai ajaran Islam pada mencakup imbas
lingkungan, kesibukan warga , kurangnya siraman rohani
(intensitas dakwah), kurangnya supervisi orang tua terhadap
anak, & pemikiran warga yg lebih memikirkan buat mencari
kerja dibanding mencari ilmu dan mengutamakan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Waridkhan Achmad, Memajukan Pendidikan Islam Menuju
Masyarakat Madani (Jakarta:
Buana Karya, 2002), h. 175)
Zamroni Pembinaan Keluarga Islami (Solo: Tiga Serangkai,
2001), h. 8.
Fasli Jalal, Kebijakan Pendidikan Nasional (Jakarta: Pustaka
Utama, 2001), h. 181.
Harefa Andrias, Membangun Masyarakat Islami
(Yogyakarta: Pareta Cipta 2003), h. 371.
Muctarom Zaini, Problematika Ibadah dalam Kehidupan
Manusia (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 73.
Muhammad Thalib, Pembinaan Remaja Islam Membangun
Bangsa (Jakarta: Pustaka Utama, 1998), h. 192.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 53.
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 636.
M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi
Pengajaran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997),
h. 44.
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 1996), h. 50.
Saifuddin Azwar, Tes Prestasi (Yogyakarta: Liberty, 2007),
h. 62.
W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran (Jakarta: PT Gramedia,
1996), h. 246.
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi
Aksara, 1992), h. 25.
Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran
(Jakarta: PT Hidakarya Agung, 2000), h. 5.
H.M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di
Lingkungan Keluarga (Jakarta: Bulan Bintang, 2004),
h. 24.

Anda mungkin juga menyukai