Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

REUMATHOID ARTHRITIS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Keperawatan Keluarga

Dosen Koordinator : Lina Safarina. S.Kp.,M.Kep

Dosen Pembimbing : Dr.Budiman,Sp.d.SKM,S.Kep,Ners,M.Kes,Mh.Kes

Oleh:

Hafsa Ahdiyatunnisa

214120071

PROGRAM STUDI PROFESI NERS 

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI

 CIMAHI

2021
A. Konsep Penyakit Reumatoid Arthtritis
1. Definisi Reumatoid Arthritis
Rhematoid Arthritis merupakan penyakit autoimun, dimana target dari sistem
imun adalah jaringan yang melapisi sendi sehingga mengakibatkan pembengkakan,
peradangan dan kerusakan pada sendi (The Arthritis Society, 2015)
Menurut Suarjana (2009), Rhematoid Arthritis adalah penyakit autoimun yang
ditandai dengan terdapatnya sinovitas erosif simetrik yang terutama mengenai
jaringan persendian, sering kali juga melibatkan organ tubuh lainnya. Pasien dengan
gejala penyakit kronik apabila tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan
persendian dan deformitas sendi yang progresif disabilitas bahkan kematian.
Rhematoid Arthritis menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan banyak
mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi dampak sosial dan
ekonomi yang besar. Diagnosa dini sering menghadapi kendala karena pada masa dini
sering belum didapatkan gambaran karakteristik yang baru akan berkembang sejalan
dengan waktu dimana sering sudah terlambat untuk memulai pengobatan yang
adekuat (Febriana, 2015)
Menurut pengertian dari ketiga diatas, Rhematoid Arthritis merupakan penyakit
autoimun yang mengenai jaringan persendian, banyak mengenasi penduduk pada usia
produktif. Penyakit Rhematoid Arthritis apabila tidak diobati dapat menyebabkan
kematian. [CITATION Hus17 \l 1057 ]
2. Etiologi
Beberapa analisis genomik menunjukkan bahwa etiologi rheumatoid arthritis
dipengaruhi faktor regulasi imun yang menjadi predisposisi penyakit ini, seperti
seleksi sel T, presentasi antigen, atau perubahan dalam afinitas peptida, yang
secara autoreaktif memicu respon imun adaptif. Salah satu faktor imunologi yang
telah lama diketahui adalah adanya human leukocyte antigen (HLA)-DRB1 yang
ditemukan pada pasien dengan temuan faktor rheumatoid atau ACPA positif.
Terdapat beberapa faktor risiko yang telah diketahui berhubungan dengan etiologi
rheumatoid arthritis, seperti:
1. Genetik
Kerentanan terhadap rheumatoid arthritis berkaitan dengan hipervariabilitas alel
DRβ1, yang dikenal sebagai kerentanan epitope. Selain itu, 70% pasien memiliki
korelasi genetika pada HLADR4 dibandingkan kelompok kontrol dengan
peningkatan risiko rheumatoid arthritis sebesar 4 hingga 5 kali lipat. Gen lain
yang terlibat dalam perjalanan penyakit ini adalah protein tyrosine phosphatase
22  (PTPN 22) lokus TRAF1/C5, 6q23, 4q27, CD40, dan CCL21 pada populasi
Kaukasia, serta peptidyl arginasedeiminase (PADI-4), FCRL3,
dan SLC22A4 yang meningkatkan risiko timbulnya rheumatoid arthritis dua kali
lipat terutama pada populasi Asia.
2. Infeksi
Agen infeksius seperti virus Epstein-Barr, sitomegalovirus, Proteus sp.,
dan Escherichia coliberkaitan dengan risiko timbulnya rheumatoid arthritis secara
langsung serta melalui produknya seperti heat-shock proteins.  Salah satu
mekanisme yang diduga terlibat adalah terjadinya induksi faktor rheumatoid, yang
merupakan autoantibodi berafinitas tinggi yang melawan Fc pada
imunoglobulin.Secara khusus, rheumatoid arthritis berhubungan dengan penyakit
periodontal melalui ekspresi PADI-4 oleh Porphyromonas gingivalis yang dapat
memicu sitrulinisasi protein.
3. Usia dan Jenis kelamin
Risiko rheumatoid arthritis lebih besar dua hingga tiga kali lipat pada wanita
dibandingkan pria serta ditemukan pada usia lanjut dengan rata-rata usia awal 43
tahun. Keadaan ini berhubungan dengan kondisi hormonal seperti titer
dehidroepoandrosteron, estradiol, dan testosteron.
4. Lingkungan
Merokok menimbulkan interaksi gen-lingkungan dengan HLA-DR pada
rheumatoid arthritis dengan faktor rheumatoid dan anti-sitrulinasi positif (salah
satunya dengan cara meningkatkan protein sitrulin modifikasi pada paru). Paparan
terhadap rokok, dan beberapa faktor lingkungan lainnya, dapat memicu
mekanisme yang mempercepat deaminisasi arginin menjadi sitrulin pada
autoantigen yang terdapat dalam paru melalui up-
regulation aktivitas peptidylarginine–deiminase makrofag yang diaktifkan saat
apoptosis.
Pada reumatoid artritis dengan ACPA negatif, obesitas meningkatkan risiko
insiden melalui pengaruh adipokin sebagai agen pro-inflamasi. Sebagai contoh,
visfatin mengaktivasi leukosit dan melindunginya dari apoptosis. Obesitas juga
meningkatkan kerusakan struktural sendi pada pasien dengan rheumatoid arthritis
serta menurunkan respon terapi dengan agen anti-TNF.
3. Tanda dan Gejala

Gejala umum rheumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung pada tingkat
peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini aktif. Ketika
jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara
spontan atau dengan pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa bulan atau
tahun. Selama remisi, gejala penyakit hilang dan orang-orang pada umumnya
merasa sehat ketika penyakit ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala kembali (Reeves,
Roux & Lockhart, 2001).

Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan energi,
kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan sendi dan kekakuan.
Otot dan kekauan sendi biasanya paling sering di pagi hari. Disamping itu juga
manifestasi klinis rheumatoid arthritis sangat bervariasi dan biasanya mencerminkan
stadium serta beratnya penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan
gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk rheumatoid arthritis
(Smeltzer & Bare, 2002). Gejala sistemik dari rheumatoid arthritis adalah mudah
capek, lemah, lesu, takikardi, berat badan menurun, anemia (Long, 1996).

Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian
kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai persendian, lutut,
bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan
temporomandibular. Awitan biasanya akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat
teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit.
Deformitas tangan dan kaki adalah hal yang umum. Jika ditinjau dari stadium
penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1. Stadium sinovitis Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial
yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun
istirahat, bengkak dan kekakuan.
2. Destruksi Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi
juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3. Deformitas Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.

Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada penyakit yang dini
sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi yang akut pada
sendi-sendi tersebut. Persendian yang teraba panas, membengkak, tidak mudah
digerakkan dan pasien cendrung menjaga atau melinddungi sendi tersebut dengan
imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan kontraktur
sehingga terjadi deformitas jaringan lunak. Deformitas dapat disebabkan oleh
ketidaksejajajran sendi yang terjadi ketika sebuah tulang tergeser terhadap lainnya
dan menghilangkan rongga sendi (Smeltzer & Bare, 2002).

Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi pada
lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari, bermula
sakit dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga
pada jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa
hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan dapat
menyebabkan demam, dapat terjadi berulang.

4. Patofisiologi dan Pathway


1. Patofisiologi
Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya)
terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-
enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga
terjadiedema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus.
Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang.
Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak
sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan
degeneratifdengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot
(Smeltzer & Bare, 2002). Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang
ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada
orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.
Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan
kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long,
1996).
2. Pathway

Infeksi dengan kecenderungan virus

Nyeri Reaksi peradangan

< informasi tentang Sinovial menebal

Proses penyakit
Pannus Nodul Deformitas sendi

Kurang pengetahuan
Gg. Body image
Infiltrasi ke dalam

Os. Subcondria

Hambatan nuterisi pada


kartilago artikularis

Kartilago nekrosis
Kerusanakan
kartilago dan tulang
Erosi kartilago

Tendon dan ligamen


melemah Adhesi pada
permukaan sendi

Mudah luksasi dan


subluksasi
Ankilosis fibrosa Ankilosis tulang

Hilangnya kekuatan Terbatasnya gerakan


Kerusakan sendi
otot sendi

Gg. Mobilitas fisik


Resiko cedera Defisit perawatan diri
5. Penatalaksanaan
1. Pencegahan

Etiologi untuk penyakit RA ini belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan
penelitan-penelitian sebelumnya, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
menekan faktor risiko:

a. Membiasakan berjemur di bawah sinar matahari pagi untuk mengurangi risiko


peradangan oleh RA. Oleh penelitian Nurses Health Study AS yang
menggunakan 1.314 wanita penderita RA didapatkan mengalami perbaikan
klinis setelah rutin berjemur di bawah sina UV-B.
b. Melakukan peregangan setiap pagi untuk memperkuat otot sendi. Gerakan-
gerakan yang dapat dilakukan antara lain, jongkok-bangun, menarik kaki ke
belekang pantat, ataupun gerakan untuk melatih otot lainnya. Bila mungkin,
aerobik juga dapat dilakukan atau senam taichi.
c. Menjaga berat badan. Jika orang semakin gemuk, lutut akan bekerja lebih berat
untuk menyangga tubuh. Mengontrol berat badan dengan diet makanan dan
olahraga dapat mengurangi risiko terjadinya radang pada sendi.
d. Mengonsumsi makanan kaya kalsium seperti almond, kacang polong, jeruk,
bayam, buncis, sarden, yougurt, dan susu skim. Selain itu vitamin A,C,D,E
juga sebagai antioksidan yang mampun mencegah inflamasi akibat radikal
bebas.
e. Memenuhi kebutuhan air tubuh. Cairan synovial atau cairan pelumas pada
senddi juga terdiri dari air. Dengan demikian diharapkan mengkonsumsi air
dalam jumlah yang cukup dapat memaksimalkan sistem bantalan sendi yang
melumasi antar sendi, sehingga gesekan bisa terhindarkan. Konsumsi air yang
disarankan adalah 8 gelas setiap hari. (Candra, 2013)
f. Berdasarkan sejumlah penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa merokok
merupakan faktor risiko terjadinya RA. Sehingga salah satu upaya pencegahan
RA yang bisa dilakukan masyarakat ialah tidak menjadi perokok aktif maupun
pasif. (Febriana, 2015)
2. Penanganan
Penatalaksaan pada RA mencakup terapi farmakologi, rehabilitasi dan
pembedahan bila diperlukan, serta edukasi kepada pasien dan keluarga. Tujuan
pengobatan adalah menghilangkan inflamasi, mencegah deformitas,
mengembalikan fungsi sendi, dan mencegah destruksi jaringan lebih lanjut.
(Kapita Selekta, 2014)
a. NSAID (Nonsteroid Anti-Inflammatory Drug)
Diberikan sejak awal untuk menangani nyeri sendi akibat inflamasi. NSAID
yang dapat diberikan antara lain : aspirin, ibuprofen, naproksen, piroksikam,
dikofenak, dan sebagainya. Namun NSAID tidak melindungi kerusakan tulang
rawan sendi dari proses destruksi.
b. DMARD (Disease-Modifying Antirheumatic Drug)
Digunakan untuk melindungi sendi (tulang dan kartilago) dari proses destruksi
oleh Rheumatoid Arthritis. Contoh obat DMARD yaitu: hidroksiklorokuin,
metotreksat, sulfasalazine, garam emas, penisilamin, dan asatioprin. DMARD
dapat diberikan tunggal maupun kombinasi (Putra dkk,2013).
c. Kortikosteroid
Diberikan kortikosteroid dosis rendah setara prednison 5-7,5mg/hari sebagai
“bridge” terapi untuk mengurangi keluhan pasien sambil menunggu efek
DMARDs yang baru muncul setelah 4-16 minggu.
d. Rehabilitasi
Terapi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Caranya
dapat dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat melalui pemakaian tongkat,
pemasangan bidai, latihan, dan sebagainya. Setelah nyeri berkurang, dapat
mulai dilakukan fisioterapi.
e. Pembedahan
Jika segala pengobatan di atas tidak memberikan hasil yang diharapkan, maka
dapat dipertimbangkan pembedahan yang bersifat ortopedi, contohnya
sinovektomi, arthrodesis, total hip replacement, dan sebagainya. (Kapita
Selekta,2014)

OBAT ONSET DOSIS KETERANGAN


Sulfasalazin 1-2 bulan 1x500mg/hari/io Digunakan sebagai lini
ditingkatkan pertama
setiap minggu
hingga
4x500mg/hari
Metotreksat 1-2 bulan Dosis awal 7,5-10 Diberikan pada kasus
mg/ minggu/IV lanjut dan berat. Efek
atau peroral 12,5- samping : rentan infeksi,
17,5 mg/ minggu intoleransi GIT, gangguan
dalam 8-12 fungsi hati dan
minggu hematologik
Hidroksiklorokuin 2-4 bulan 400 mg/hari Efek samping: penurunan
tajam penglihatan, mual,
diare, anemia hemolitik
Asatioprin 2-3 bulan 50-150 mg/hari Efek samping : gangguan
hari, gejala GIT,
peningkatan TFH
D-penisilamin 3-6 bulan 250-750mg/hari Efek samping : stomatitis,
proteinuria, rash

6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Darah lengkap
b) Kimia klinik
c) urinalisis
2. Pemeriksaan Radiologi
3. LED : Umumnya meningkat pesat (80-100mm/h). Mungkin kembali normal
sewaktu gejala-gejala meningkat.
4. Protein C-kreaktif : Positif selama masa eksaserbasi
5. SDP : Meningkat pada waktu timbul proses imflamasi
6. JDL : Umumnya menunjukan anemia sedang
7. Ig (IgM dan IgD) : Peningkatan besar menunjukan proses autoimun sebagai
penyebab AR
8. Sinar X dari sendi yang sakit : Menunjukan pembekakan pada jaringan lunak,
erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan (perubahan awal)
berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan
subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
9. Scan radionuklida : Identifikasi peradangan sinovium
10. Artoskopi langsung : Visualisasi dari area yang menunjukan
iregularis/degenerasi tulang pada sendi.
11. Aspirasi cairan sinovial : Mungkin menunjukan volume yang lebih besar dari
normal, buram, berkabut, munvulnya warna kuning (respon imflamasi,
perdarahan, produk-produk pembuangan degeneratif), elevasi SDF dan
leukosit, penurunan viskositas dan komplemen (C3 dab C4).
12. Biopsi membran sinovial : Menunjukan perubahan imflamasi dan
perkembangan panas.
B. Konsep Dasar Keluarga
1. Definisi
Perawatan kesehatan keluarga (Family Health Nursing) adalah tingkat perawatan
masyarakat dan ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau satu
kesatuan yang dirawat dengan sehat sebagai tujuannya dan melalui perawatan sebagai
sarananya (Salvicio G. Bailon dan Araceli S. Maglaya, 1989 : 2)
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena
hubungan darah. Hubungan perkawainan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam
satu rumah tangga berinteraksi satu sama lain di dalam perannnya masing-masing
menciptakan dan mempertahankan suatu kebudayaan.
(Salvicion G. Bailon dan Aracelli S. Maglaya. 1989 : 2)
Keluarga resiko tinggi adalah keluarga yang rentan terhadap kemungkinan
timbulnya masalah kesehatan dan keluarga yang mempunyai individu bermasalah
(Dinkes Daerah TK I Jawa Barat, 1993 : 4)

Tugas Kesehatan Keluarga


Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai peran dan
tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan yang meliputi:

2. Mengenal masalah kesehatan


Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena
tanpa kesehatan segala sesuatu tidak berarti dan karena kesehatanlah seluruh kekuatan
sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan sehat dan
perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarganya. Perubahan sekecil apapun
yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung akan menjadi perhatian dari
orang tua atau pengambil keputusan dalam keluarga (Suprajitno, 2004). Mengenal
menurut Notoadmojo (2003) diartikan sebagai pengingat sesuatu yang sudah
dipelajari atau diketahui sebelumnya. Sesuatu tersebut adalah sesuatu yang spesifik
dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Dalam
mengenal masalah kesehatan keluarga haruslah mampu mengetahui tentang sakit
yang dialami pasien.
3. Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga
Peran ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang
tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga
yang mempunyai keputusan untuk memutuskan tindakan yang tepat (Suprajitno,
2004). Friedman, 1998 menyatakan kontak keluarga dengan sistem akan melibatkan
lembaga kesehatan profesional ataupun praktisi lokal (Dukun) dan sangat bergantung
pada:
a. Apakah masalah dirasakan oleh keluarga ?
b. Apakah kepala keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang dihadapi salah
satu anggota keluarga ?
c. Apakah kepala keluarga takut akibat dari terapi yang dilakukan terhadap salah satu
anggota keluarganya ?
d. Apakah kepala keluarga percaya terhadap petugas kesehatan?
e. Apakah keluarga mempunyai kemampuan untuk menjangkau fasilitas kesehatan?
4. Memberikan perawatan terhadap keluarga yang sakit
Beberapa keluarga akan membebaskan orang yang sakit dari peran atau tangung
jawabnya secara penuh, Pemberian perawatan secara fisik merupakan beban paling
berat yang dirasakan keluarga (Friedman, 1998). Suprajitno (2004) menyatakan
bahwa keluarga memiliki keterbatasan dalam mengatasi masalah perawatan keluarga.
Dirumah keluarga memiliki kemampuan dalam melakukan pertolongan pertama.
Untuk mengetahui dapat dikaji yaitu :
a. Apakah keluarga aktif dalam ikut merawat pasien?
b. Bagaimana keluarga mencari pertolongan dan mengerti tentang perawatan yang
diperlukan pasien ?
c. Bagaimana sikap keluarga terhadap pasien? (Aktif mencari informasi tentang
perawatan terhadap pasien)
5. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga
1) Pengetahuan keluarga tentang sumber yang dimiliki disekitar lingkungan rumah
2) Pengetahuan tentang pentingnya sanitasi lingkungan dan manfaatnya.
3) Kebersamaan dalam meningkatkan dan memelihara lingkungan rumah yang
menunjang kesehatan.
6. Menggunakan pelayanan kesehatan
Menurut Effendy (1998), pada keluarga tertentu bila ada anggota keluarga yang
sakit jarang dibawa ke puskesmas tapi ke mantri atau dukun. Untuk mengetahui
kemampuan keluarga dalam memanfaatkan sarana kesehatan perlu dikaji tentang:
1) Pengetahuan keluarga tentang fasilitas kesehatan yang dapat dijangkau keluarga
2) Keuntungan dari adanya fasilitas kesehatan
3) Kepercayaan keluarga terhadap fasilitas kesehatan yang ada
4) Apakah fasilitas kesehatan dapat terjangkau oleh keluarga.
Tenaga kesehatan dapat menjadi hambatan dalam usaha keluarga dalam memanfaatkan
fasilitas kesehatan yang ada. Hambatan yang dapat muncul terutama kamunikasi
(Bahasa) yang kurang dimengerti oleh petugas kesehatan. Pengalaman yang kurang
menyenangkan dari keluarga ketika berhadapan dengan petugas kesehatan ketika
berhadapan dengan petugas kesehatan.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga


Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang digunakan secara sistematis untuk
mengkaji dan menentukan masalah keperawatan dan keperawatan keluarga.
Melaksanakan asuhan keperawatan dan melaksanakan intervensi keperawatan terhadap
keluarga sesuai dengan rencana yang telah disusun dengan mengevaluasi melalui hasil
asuhan keperawatan yang dilaksanakan terhadap keluarga (Nasrul Effendi, 1998 : 46).
Proses keperawatan adalah kerangka kerja dalam melaksanakan tindakan yang
diguanakan agar proes pertolongan yang diberikan kepada keluarga menjadi sistematis
(S.G balion dan Araceli Maglaya 1989 : 23 )
Dasar dari proses keperawatan adalah menggunakan cara-cara ilmiah dalam
manganalisa data sehingga mencapai kesimpulan yang logis dalam menyelesaikan
maslah secara rasional dan masuk akal.
Tahap-tahap proses keperawatan, meliputi:
1. Pengkajian
Pengkajian adalah sekumpulan tindakan yang digunakan perawat untuk mengukur
keadaan klien (keluarga) dengan memakai norma-norma kesehatan keluarga maupun
sosial, yang terintegrasi dan kesanggupan keluarga untuk mengatasinya. (Bailon dan
Maglaya ; 1989 : 30)
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasikan
mengenai masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik,
mental, sosial dan lingkungan (Nasrul Effensi, 1995 : 18).
Yang termasuk dalam tahap ini, yaitu :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data dapat dikumpulkan melalui cara :
1) Wawancara :Tanya jawab berhubungan dengan hal yang perlu diketahui, baik
aspek fisik, mental, sosial, budaya, ekonomi, kebiasaan lingkungan dan
sebagainya.
2) Pengamatan: Pengamatan terhadap hal yang tidak perlu ditanyakan, karena
sudah cukup melalui pengamatan saja diantaranya yang berkaitan dengan
lingkungan fisik, misalnya ventilasi, penerangan, kebersihan dan sebagainya.
3) Studi dokumentasi :Studi berkaitan dengan kartu keluarga dan catatan-catatan
kesehatan keluarga
4) Pemeriksaan fisik :Dilakukan terhadap anggota keluarga yang mempunyai
masalah kesehatan dan keperawatan, berkaitan dengan keadaan fisik,
misalnya : kehamilan kelainan organ tubuh dan tanda-tanda penyakit.
Berikut data dasar yang dapat digunakan dalam mengumpulkan data, dalam
praktek keperawatan keluarga :
1) Struktur dan sifat keluarga
a) Anggota keluarga dan hubungannya dengan kepala keluarga :
b) Data demografi
c) Tempat tinggal anggota keluarga
d) Macam struktur keluarga
e) Anggota keluarga yang menonjol dalam pengambilan keputusan
f) Hubungan antar anggota keluarga
g) Kebiasaan sehari-hari
2) Faktor sosial, ekonomi, budaya
a) Pendapatan dan pengeluaran
b) Pendidikan setiap anggota keluarga
c) Suku dan agama
d) Peran anggota keluarga dalam keluarga dan masyarakat
3) Faktor lingkungan
a) Perumahan
b) Lokasi tempat tinggal
c) Sarana dan sanitasi lingkungan
d) Fasilitas sosial dan kesehatan
e) Fasilitas transportasi dan komunikasi
4) Riwayat kesehatan keluarga
a) Riwayat kesehatan masa lalu anggota keluarga
b) Riwayat kesehatan sekarang anggota keluarga
c) Nilai pencegahan penyakit (imunisasi dan cara hidup)
d) Sumber pelayanan kesehatan
e) Harapan keluarga terhadap petugas kesehatan
f) Pengalaman keluarga terhadap kesehatan
2. Analisa data
Analisa data adalah kemampuan untuk meningkatkan dan menghubungkan data
dengan kemampuan kognitif yang dimiliki sehingga dapat diketahui kesenjangan atau
masalah keperawatan. (Nasrul Effendy, 1998 : 97).
Ada 3 norma yang perlu diperhatikan dalam melihat perkembangan kesehatan
keluarga, yaitu :
a. Keadaan kesehatan yang normal dari setiap anggota keluarga
b. Keadaan rumah dan sanitasi lingkungan
c. Karakteriktis keluarga
1) Perumusan masalah
Prinsip dalam menyusun Typologi masalah kesehatan adalah menggunakan 5 tugas
kesehatan, alasan untuk memakai 5 tugas kesehatan sebagai kerangka dari typologi
adalah karena dalam perawatan kesehatan masyarakat, perawat sebagian besar akan
mengurus masalah-masalah yang berhubungan dengan tingkah laku manusia.

2) Tahap penjajakan satu :

a) Adanya ancaman kesehatan adalah keadaan-keadaan yang dapat memungkinkan


penyakit kecelakaan / kegagalan dalam mencapai potensi kesehatan
b) Kurang / tidak sehat adalah kegagalan dalam memantapkan kesehatan
c) Krisis adalah saat-saat keadaan menuntut terlampau banyak dari individu /
keluarga dalam hal penyesuain maupun dalam hal sumber daya mereka.
3) Tahap penjajakan dua :

a) Ketidaksanggupan mengenai masalah disebabkan karena


 Ketidaktahuan tentang fakta
 Rasa takut akibat dari masalah yang diketahui
 Sifat dan falsafah hidup
b) Ketidaksanggupan mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang
tepat.
c) Ketidakmampuan merawat / menolong anggota keluarga yang sakit dipengaruhi
kesehatan dan pengembangan dimasyarakat guna pemeliharaan kesehatan
d) Ketidakmampuan memelihara lingkungan rumah yang bisa mempengaruhi
kesehatan dan pengembangan pribadi anggota keluarga
e) Ketidakmampuan menggunakan sumber dimasyarakat guna pemeliharaan
kesehatan.
3. Masalah Keperawatan
Setelah data dianalisa akan ditemukan beberapa masalah kesehatan dan
keperawatan keluarga, yang tidak dapat ditangani seklaligus. Maka untuk menangani
masalah ini, perawat dapat menyusun masalah yang telah diidentifikasikan sesuai
dengan prioritasnya.
Tabel 2.2.
Skala Untuk Menyusun Masalah Kesehatan Keluarga Dengan Prioritas

No Kriteria Nilai Bobot

1 Sifat masalah : - Ancaman kesehatan 2 1

- Tidak / kurang sehat 3


- Krisis
1

2 Kemungkinan masalah dapat diubah : - Mudah 2 2

- Sebagian 0
- Rendah
1

3 Potensi masalah untuk dicegah : - Mudah 3 1

- Sebagian 2
- Rendah
1

4 Menonjolnya masalah : - Masalah berat harus 2 1


segera ditangani
- Adanya masalah tapi
tidak perlu segera
ditangani
- Masalah tidak 1
dirasakan
0

Sumber : Perawatan kesehatan keluarga, S.G. Bailon dan Aracelli Magalaya. Depkes RI,
1989 : S1
Tentukan skor untuk setiap kriteria dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan dengan bobot:

Jumlah skor untuk semua kriteria adalah 5 sama dengan jumlah seluruh bobot.

4. Rencana Keperawatan
a. Perencanaan
Rencana perawatan keluarga adalah kumpulan tindakan yang di tentukan oleh
perawat untuk dilaksanakan untuk memecahkan masalah kesehatan dan masalah
perawatan yang telah diidentifikasikan (Bailon dan Maglaya, 1989 : 72)
Proses dalam pengembangan rencana perawatan keluarga menyangkut metode
pemecahan masalah. Pada umumnya metode ini terdiri dari beberapa bagian
1) Penentuan masalah
2) Sasaran dan tujuan perawatan
3) Rencana tindakan
4) Rencana untuk mengevaluasi perawatan
5. Intervensi atau pelaksanaan
Merupakan realisasi dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan
bersama keluarga untuk memecahkan masalah sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. (Bailon dan Maglaya; 1989: 75).
6. Implementasi
Merupakan realisasi rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan bersama
dengan kelompok (Nasrul Effendy, 1998 : 87)
a. Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap
keluarga:

1) Sumber daya keluarga (keuangan)


2) Tingkat pendidikan keluarga
3) Adat istiadat yang berlaku
4) Respon dan penerimaan keluarga
5) Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga
b. Rancangan kegiatan:
1) Metode
2) Media dan alat
3) Waktu dan tempat
7. Evaluasi
Merupakan tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai / tidak evaluasi selalu
berkaitan dengan tujuan. Evaluasi sebagai suatu proses dapat diputuskan pada lain
dimensi, yaitu :

1) Keberhasilan tindakan yang dikaitkan dengan tujuan


2) Untuk menambah ketepatgunaan dari tindakan perawat
3) Sebagai bukti hasil dari tindakan perawatan serta alasan mengapa biaya pelayanan
perawatan tinggi

Untuk mengembangkan dan menyempurnakan praktek keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai