Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar teori
2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan salah satu diantara penyakit tidak menular yang
masih menjadi permasalahan di Indonesia. Diabetes melitus terjadi ketika adanya
peningkatan kadar glukosa dalam darah atau yang disebut hiperglikemi, dimana
tubuh tidak dapat menghasilkan cukup hormon insulin atau menggunakan insulin
secara efektif (International Diabetes Federation, 2017).
Diabetes melitus adalah suatu gangguan metabolik yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi
insulin dan kerja insulin. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang
ditandai dengan kadar glukosa di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat
melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat. Kadar glukosa darah setiap
hari bervariasi, kadar gula darah akan meningkat setelah makan dan kembali
normal dalam waktu 2 jam. Kadar glukosa darah normal pada pagi hari sebelum
makan atau berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah normal
biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum
cairan yang mengandung gula maupun mengandung karbohidrat (Sari, 2017).
Diabetes adalah suatu penyakit di mana kadar glukosa (gula sederhana) di
dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan
insulin secara cukup. Sedangkan insulin sendiri adalah yang dilepaskan oleh
pankreas, yang bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang
normal. Insulin memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan atau
disimpan sebagai cadangan. Karena itu, jumlah glukosa pada tubuh sebaiknnya
sejak dini harus selalu dikontrol dengan cermat. Tubuh biasanya mendapatkan
glukosa dari makanan yang dikonsumsi baik secara langsung dari makanan yana
manis atau karbohidrat, maupun secara tidak langsung dari jenis makanan lain.
Glukosa diserap ke dalam aliran darah dan bergerak dari aliran darah ke seluruh
sel-sel dalam tubuh di mana ia dapat digunakan (Musyayadah, 2017).
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (2018), berdasarkan etiologinya
diabetes melitus dibagi menjadi beberapa klasifikasi yaitu :
1. Diabetes Tipe 1, adanya kerusakan sel beta sehingga terjadi defisiensi
insulin secara sehingga menyebabkan ketergantungan insulin (apabila
penderita tidak mendapat insulin tambahan maka akan terjadi koma
ketoasidosis). Diabetes tipe 1 ini biasa terjadi pada anak-anak dengan
penyebabnya berupa autoimun atau idiopatik.
2. Diabetes Tipe 2, terjadi akibat dominasi resistensi insulin (obesitas), hingga
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin sampai dominasi sekresi insulin
disertai resistensi insulin (banyak terjadi pada orang dewasa)
3. Diabetes Tipe Lain, terjadi akibat penyakit eksokrin, endokrinopati, efek
Aerobik fungsi sel beta, defek fungsi insulin, pengaruh obat dan zat kimia
(kortikosteroid), infeksi, sindrom lain yang berkaitan dengan diabetes.
4. Diabetes Gestasional, diabetes yang didiagnosis pertama kali pada saat
kehamilan. Keadaan ini terjadi akibat hormon pertumbuhan yang berfungsi
untuk pertumbuhan janin merupakan kontraregulasi insulin, sehingga
menyebabkan kadar glukosa darah meningkat. Kadar glukosa darah setelah
melahirkan dapat kembali normal atau menetap dan menjadi diabetes.
2.1.3 Faktor Resiko
Menurut Musyayadah (2017), Beberapa faktor yang dapat menyebabkan
Diabetes Melitus adalah sebagai berikut :
1. Genetik atau Faktor Keturunan.
Diabetes melitus cenderung diturunkan atau diwariskan, bukan ditularkan.
Anggota keluarga penderita DM (diabetes mellitus) memiliki kemungkinan lebih
besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak
menderita DM. Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit
yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi
penderita sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang
membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya.
2. Virus dan bakteri.
Virus penyebab DM adalah rubella, mumps, dan human coxsackievirus B4.
Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan
destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi
otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes
mellitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan
menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.
3. Bahan Toksik atau Beracun.
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah
alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur).
Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong.
4. Nutrisi
Nutrisi yang berlebihan (overnutrition) merupakan faktor risiko pertama
yang diketahui menyebabkan DM. semakin berat badan berlebih atau obesitas
akibat nutrisi yang berlebihan, semakin besar kemungkinan seseorang terjangkit
DM.
5. Racun yang memengaruhi pembentukan atau efek dari insulin
Jika tak terkontrol dengan baik, diabetes dapat menyebabkan masalah-
masalah dalam beberapa bagian anggota tubuh. Dengan kata lain, diabetes
merupakan penyakit yang memiliki komplikasi (menyebabkan terjadinya penyakit
lain) yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi
terus-menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf, dan struktur
internal lainnya..
6. Kehamilan diabetes gestasional, yang akan hilang setelah melahirkan
Diabetes gestasional dapat terjadi sekitar 2-5% pada ibu hamil. Biasanya
diabetes akan hilang setelah anak lahir. Namun, dapat pula terjadi diabetes di
kemudian hari. Ibu hamil yang menderita diabetes akan melahirkan bayi besar
dengan berat badan lebih dari 4000 gram. Apabila hal ini terjadi, maka
kemungkinan besar si ibu akan mengidap diabetes tipe 2 kelak.
7. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
Konsumsi obat-obatan tertentu seperti (pyrinuron dan strepzotocin)
dapat menyebabkan kerusakan pada pankreas.Pankreas yang memiliki gangguan
tidak mampu memproduksi enzim pencernaan secara optimal, sehingga
penyerapan makanan juga terganggu.Gangguan pada pankreas inimenyebabkan
terjadinya diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2.
8. Kadar kortikosteroid yang tinggi.
Kadar kortikosteroid yang tinggi dapat menyebabkan glukoneogenesis atau
pembentukan glukosa (gula) baru, baik di perifer maupun di hepar hati. Hal
tersebut menyebabkan kadar gula darah menjadi tinggi, sehingga berisiko bila
dikonsumsi oleh pasien diabetes, pasien dengan berat badan berlebih, dan wanita
hamil yang memiliki anggota keluarga dengan riwayat diabetes.
2.1.4 Patofisiologi
Pada diabetes melitus kadar glukosa dalam darah meningkat atau tidak
terkontrol. Pembentukan diabetes yang penting adalah dikarenakan kurangnya
produksi insulin (diabetes mellitus tipe 1, yang pertama dikenal), atau kurang
sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (diabetes melitus tipe 2, bentuk yang
lebih umum). Selain itu, terdapat jenis Diabetes Melitus yang juga disebabkan
oleh resistensi insulin yang tejadi pada wanita hamil. Tipe 1 membutuhkan
penyuntikan insulin, sedangkan tipe 2 diatasi dengan pengobatan oral dan hanya
membutuhkan insulin bila obatnya tidak efektif (Musyayadah 2017).
Diabetes melitus tipe 1 disebut juga diabetes yang diperantarai imun dimana
hasil dari interaksi genetik, lingkungan, dan faktor imunologi dimana pada
akhirnya mengarah pada kerusakan sel β pankreas serta defisiensi insulin. Massa
sel β selanjutnya menurun dan sekresi insulin menjadi semakin terganggu,
meskipun toleransi glukosa normal dipertahankan. Diabetes melitus tipe 1
umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan remaja, tetapi bisa terjadi pada usia
berapapun, bahkan dalam dekade 8 dan 9 kehidupan. Kehancuran autoimun sel β
memiliki beberapa kecenderungan genetik dan juga terkait dengan faktor
lingkungan yang masih buruk. Walaupun pasien jarang obesitas ketika mereka
hadir dengan diabetes tipe ini, kehadiran obesitas tidak bertentangan dengan
diagnosis. Pasien-pasien ini juga rentan terhadap gangguan autoimun lainnya
seperti penyakit Graves, tiroiditis Hashimoto, penyakit Addison, vitiligo, celiac
sprue, hepatitis autoimun, myasthenia gravis, dan anemia pernisiosa (Decrolli,
2019).
Diabetes melitus tipe 2 diawali akibat dari sel-sel sasaran insulin gagal atau
tidak mampu merespon insulin secara normal, keadaan ini disebut dengan
resistensi insulin. Penyebab dari resistensi insulin adalah faktor obesitas, gaya
hidup yang kurang gerak dan penuaan. Pada DM tipe 2 dapat terjadi akibat dari
gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan, tetapi
tidak terjadi kerusakan sel-sel beta di pankreas secara autoimun.Sel-sel beta di
pankreas mensekresi insulin dalan 2 fase. Fase pertama sekresi insulin terjadi
segera setelah stimulasi atau rangsangan glukosa yang ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa darah dan fase kedua terjadi sekitar 20 menit
sesudahnya. Pada awal perkembangan DM tipe 2, sel-sel beta di pankreas
menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama yaitu insulin gagal
mengkompensasi resistensi insulin yang selanjutnya apabila tidak ditangani
dengan cepat akan terjadi kerusakan sel-sel beta di pankreas yang terjadi secara
progresif yang disebut dengan defisiensi insulin, sehingga akhirnya memerlukan
insulin eksogen (Decroli, 2019).
2.1.5 Diagnosis
Menurut American Diabetes Association (ADA) (2020), kriteria Diagnosis
Diabetes Melitus adalah sebagai berikut :
1) Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam.
2) Glukosa plasma 2 jam setelah makan ≥ 200 mg/dL. Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) adalah pemeriksaan glukosa setelah mendapat pemasukan
glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrat yang dilarutkan dalam
air.
3) Nilai A1C ≥ 6,5% . Dilakukan pada sarana laboratorium yang telah
terstandardisasi dengan baik.
4) Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik
(poliuria, polidipsi, dan polifagia).
2.1.6 Manifestasi klinik
Adapun manifestasi klinis dari diabetes mellitus berdasarkan klasifikasinya
yaitu :
1. Diabetes Mellitus Tipe 1
Sebagian besar penderita DM Tipe 1 mempunyai riwayat perjalanan klinis
yang akut.Poliuria, polidipsia, nokturia, enuresis, penurunan berat badan yang
cepat dalam 2-6 minggu sebelum diagnosis ditegakkan, kadangkadang disertai
polifagia dan gangguan penglihatan.Manifestasi klinis pada diabetes mellitus tipe
1 bergantung pada tingkat kekurangan insulin dan gejala yang ditimbulkan bisa
ringan hingga berat.Orang dengan DM Tipe 1 membutuhkan sumber insulin
eksogen (eksternal) untuk mempertahankan hidup (Lemone et al, 2015).
2. Diabetes Mellitus Tipe 2
Penyandang DM tipe 2 mengalami awitan manifestasi yang lambat dan
sering kali tidak menyadari penyakit sampai mencari perawatan kesehatan untuk
beberapa masalah lain. Manifestasi yang biasa muncul yaitu poliuria dan
polidipsia, polifagia jarang dijumpai dan penurunan berat badan tidak terjadi.
Manifestasi lain juga akibat hiperglikemia: penglihatan buram, keletihan,
parastesia, dan infeksi kulit (Lemone et al, 2015).
2.1.7 Terapi Diabetes Melitus
1. Terapi Nonfarmakologi
Menurut Dipiro (2017), Terapi nonfarmakologi yaitu :
a. Edukasi
Upaya edukasi dilakukan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk
memiliki perilaku sehat.Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung
usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti penyakitnya dan
pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/komplikasi yang
mungkin timbul, ketaatan perilaku pemantauan dan pengelolaan
penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan
yang diperlukan.
b. Terapi nutrisi medis
Pengaturan makanan pada penyandang Diabetes Melitus yaitu makanan
yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing
individu, dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis, dan
jumlah makanan.Pasien harus memahamiketerkaitan antara asupan
karbohidrat, obat-obatan, dan kontrol glukosadengan semuavitamin dan
mineral penting dianjurkan.
c. Aktivitas fisik
Latihan fisik secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama
kurang lebih 30 menit.Latihan fisik dianjurkan yang bersifat erobic
seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang.Latihan fisik
selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
meningkatkan sensitifitas insulin.
2. Terapi Farmakologi
Diabetes Melitus tipe 1 harus diobati dengan insulin, Semua pasien Diabetes
Melitus tipe 1 membutuhkan insulin. Namun, bagaimana insulin pengiriman
harus didasarkan pada preferensi dan gaya hidup pasien, perilaku serta preferensi
dokter dan sumber daya yang tersedia. Serta berusaha meniru sekresi insulin
secara normal yang bermanfaat untuk memahami dan menerapkan pengobatan
insulin untuk penanganan Diabetes Melitus tipe 1. Waktu onset insulin, puncak,
dan durasi efek harus sesuai dengan pola makan dan jadwal olahraga untuk
mencapai nilai glukosa darah mendekati normal sepanjang hari (Dipiro, 2017).
Menurut American Diabetes Association (ADA) (2018), terapi farmakologi
diabetes melitus tipe 2 yaitu :

a. Metformin apabila dapat ditoleransi dan tidak terdapat kontraindikasi,


merupakan obat yang paling disarankan untuk penderita diabetes tipe 2

b. Pertimbangkan terapi insulin (dengan atau tanpa obat tambahan lain) pada
pasien yang baru didiagnosis sebagai diabetes tipe 2 dengan gejala
simtomatis dan atau disertai peningkatan kadar glukosa darah atau HbA1c

c. Apabila monoterapi non-insulin pada dosis maksimum yang mampu


ditoleransi tidak dapat mencapai atau mempertahankan target HbA1c lebih
dari 3 bulan, maka perlu kombinasi dengan OHO lain, atau insulin basal.

d. Pendekatan yang berpusat pada pasien diperlukan untuk memandu


pemilihan intervensi farmakologis. Pertimbangan berupa efikasi, biaya,
kemungkinan efek samping, berat badan, penyakit yang menyertai, risiko
hipoglikemia, dan keinginan pasien

e. Pada pasien dengan diabetes tipe 2 yang tidak dapat mencapai target kadar
glukosa darah, insulin tidak dapat ditunda
2.1.8 Golongan dan Mekanisme Obat Diabetes Melitus
Menurut Maria Elisabeth (2020), mekanisme golongan obat diabetes melitus
yaitu :
a) Golongan sulfonilurea
Sulfonilurea menstimulasi sel-sel beta dari pulau langerhans, sehingga
sekresi insulin ditingkatkan. Di samping itu, kepekaan sel-sel beta bagi kadar
glukosa darah ditingkatkan melalui efeknya terhadap protein transport glukosa.
Contoh obat: glimepirid, glibenklamid, glipizid
b) Golongan meglittinid
Golongan meglitinid meliputi repaglinide dan nateglinide. Meglittinid
mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan sulfonilurea, mengurangi
glukosa dengan menstimulasi sekresi insulin pankreas. Mekanisme kerja
meglittinid lebih ditekankan pada sekresi insulin fase pertama dan untuk
mengatasi hiperglikemia post prandial. Contoh obat: repaglinide dan
nateglinide .
c) Golongan biguanid
Mekanisme kerja utama metformin adalah reduksi keluaran glukosa hepatik
dengan menghambat glukoneogenesis hepatik. Metformin juga
memperlambat absorbsi gula oleh usus dan meningkatkan ambilan dan
penggunaan glukosa di perifer. Contoh obat: metformin
d) Golongan Tiazolidindion
Mekanisme kerja golongan Tiazolidindion adalah dengan menurunkan
resistensi insulin, mengatur produksi adiposit dan asam lemak bebas, serta
metabolisme glukosa yang mengakibatkan peningkatan sensitivitas insulin
pada jaringan adiposa, hepar dan otot rangka. Contoh obat: Pioglitazone dan
rosiglitazone
e) Golongan inhibitor α Glukosidase
Obat ini digunakan saat permulaan makan. Obat ini bekerja menunda
pencernaan karbohidrat dan mengakibatkan penurunan kadar glukosa
pascaprandial. Obat ini menghasilkan efek dengan menghambat α-
glukosidase yang terikat pada membran secara reversibel pada batas vili
usus. Obat ini tidak merangsang pelepasan insulin, juga tidak meningkatkan
kerja insulin pada jaringan target. Contoh obat: acarbose dan miglitol
f) Golongan DPP-4
Golongan DPP-4 mempunyai mekanisme kerja menghambat enzim DPP-4
yang bertanggung jawab untuk inaktivasi hormon- hormon incretin, seperti
peptida-1 yang mirip dengan glukagon. Pemanjangan aktivitas hormon-
hormon incretin mengakibatkan peningkatan pelepasan insulin sebagai
respon terhadap makan dan reduksi sekresi glukagon yang tidak
sesuai. Contoh obat: sitagliptin, saxagliptin, linagliptin, alogliptin.
g) Golongan SGLT-2
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis
baru yang menghambat reabsorbsi glukosa di tubuli distal ginjal dengan
cara menghambat glukosa SGLT-2. Contoh obat: canaglifozin,
empaglifozin, dapaglifozin, ipraglifozin.
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Dirjen POM, 2020)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, alkohol, etil alkohol
Rumus molekul : C2H5OH
Berat molekul : 46,07 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap,


bau khas
Kelarutan : Bercampur dengan air, praktis bercampur
dengan pelarut organik
Khasiat : Sebagai antiseptik, disinfektan
Kegunaan : Untuk membersihkan alat
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
2.2.2 Aquadest (Dirjen POM, 2020)
Nama resmi : AQUA DESTILATA
Nama lain : Air sulung
Rumus molekul : H2O
Berat molekul : 18,02 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan


tidak mempunyai rasa
Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan
Khasiat : Sebagai pelarut
Kegunaan : Untuk mengembangkan Na-CMC dan sebagai
pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
2.2.2 Aloksan (Pubchem, 2021)
Nama resmi : ALLOXANE
Nama lain : Mesoxalylurea, Pyrimidine-2,4,5,6 (1H,3H)-
tetraone
Berat molekul : 142,07 g/mol
Rumus molekul : C4H2N2O4
Rumus struktur :

Pemerian : Kristal ortorombik dari aseton anhidrat atau


asam asetat glasial atau dengan sublimasi dalam
vakum. Berubah menjadi merah muda pada
230°C
Kelarutan : Larut dalam air
Kegunaan : Sebagai penginduksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.2.3 Na CMC (Dirjen POM, 2020)
Nama resmi : NATRII
CARBOXYMETHYLCELLULOSUM 
Nama lain : Natrium karboksimetil selulosa, Na-CMC
Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk atau butiran atau kering gading tidak


berbau atau hampir tidak berbau
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam aseton, etanol (95%),
Eter dan toluena. Mudah tersebar dalam air pada
semua suhu, membentuk jelas, larutan koloid.
Khasiat : Sebagai pengawet antimikroba
Kegunaan : Pengental atau peningkat viskositas
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.3 Uraian Obat
2.3.1 Glibenklamid (Dirjen POM, 2020; Pubchem, 2019)
Nama resmi : GLIBENKLAMID 
Nama lain : Glibenklamida
Berat molekul : 494,0 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk hablur; putih atau hampir putih.


Kelarutan : Agak sukar larut dalam metilen klorida; sukar
larut dalam etanol dan methanol; praktis tidak
larut dalam air.
Khasiat : Menurunkan kadar gula dalam darah
Indikasi : Diabetes melitus tipe 2
Kontra indikasi : Obat golongan Sulfonilurea sedapat mungkin
dihindari pada gangguan fungsi hati ; gagal
ginjal dan pada porfiria. Sulfonilurea sebaiknya
tidak digunakan pada ibu menyusui dan selama
kehamilan sebaiknya diganti dengan terapi
insulin. Sulfonilurea dikontraindikasikan jika
terjadi ketoasidosis
Efek samping : Umumnya ringan dan jarang, diantaranya
gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah,
diare dan konstipasi.
Interaksi obat Peningkatan kadar glibenklamid dalam darah
jika dikonsumsi bersama antijamur, seperti
miconazole dan fluconazole.Peningkatan efek
hipoglikemia dari glibenklamid jika dikonsumsi
bersama obat golongan MAOI, fenilbutazon,
probenecid, ACE inhibitor, penghambat Beta,
atau antibiotik.
Dosis Dosis awal 5 mg 1 kali sehari; segera setelah
makan pagi (dosis lanjut usia 2.5 mg,
disesuaikan berdasarkan respon: dosis
maksimum 15 mg sehari).
Onset : 15-60 menit
Durasi : 15-24 jam
Kegunaan : Sebagai sampel
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
2.3.2 Metformin Hidroklorida (Dirjen POM, 2020; Pubchem, 2019)
Nama resmi : METFORMIN HIDROKLORIDA
Nama lain : Metformin hydrochloride
Berat molekul : 165,6 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk hablur; putih; tidak berbau atau hamper


tidak berbau; higrosopik.
Kelarutan : Mudah larut dalam air;praktis tidak larut dalam
aseton dan dalam metilen klorida,sukar larut
dalam etanol.
Khasiat : Menurunkan kadar gula dalam darah
Indikasi : Diabetes melitus tipe 2 terutama untuk pasien
dengan berat badan berlebih (overweight),
apabila pengaturan diet dan olahraga saja tidak
dapat mengendalikan kadar gula darah.
Metformin dapat digunakan sebagai monoterapi
atau dalam kombinasi dengan obat antidiabetik
lain atau insulin (pasien dewasa), atau dengan
insulin (pasien remaja dan anak >10 tahun).
Kontra indikasi : Gangguan fungsi ginjal, ketoasidosis, hentikan
bila terjadi kondisi seperti hipoksia jaringan
(sepsis, kegagalan pernafasan, baru mengalami
infark miokardia, gangguan hati), menggunakan
kontras media yang mengandung iodin (jangan
menggunakan metformin sebelum fungsi ginjal
kembali normal) dan menggunakan anestesi
umum (hentikan metformin pada hari
pembedahan dan mulai kembali bila fungsi
ginjal kembali normal), wanita hamil dan
menyusui.

Efek samping : Anoreksia, mual, muntah, diare (umumnya


sementara), nyeri perut, rasa logam, asidosis
laktat (jarang, bila terjadi hentikan terapi),
penurunan penyerapan vitamin B12, eritema,
pruritus, urtikaria dan hepatitis.
Interaksi obat Obat antiinflamasi nonsteroid dan antihipertensi,
efeknya meningkatkan risiko asidosis. Diuretik,
kortikosteroid, dan pil KB, efeknya
meningkatkan kadar gula darah dan menurunkan
efektivitas metformin. Insulin, efeknya
meningkatkan risiko kadar gula darah rendah
atau hipoglikemia.
Dosis Dosis ditentukan secara individu berdasarkan
manfaat dan tolerabilitas. Dewasa & anak > 10
tahun: dosis awal 500 mg setelah sarapan untuk
sekurang-kurangnya 1 minggu, kemudian 500
mg setelah sarapan dan makan malam untuk
sekurang-kurangnya 1 minggu, kemudian 500
mg setelah sarapan, setelah makan siang dan
setelah makan malam. Dosis maksimum 2 g
sehari dalam dosis terbagi.
Onset : Sekitar 3 jam
Durasi : Durasi kerja sampai 24 jam
Kegunaan : Sebagai sampel
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, simpan dalam suhu
ruang

2.4 Uraian Hewan Coba


2.4.1 Klasifikasi Hewan Coba
Menurut Widyawaty et al (2018) :
Kingdom : Animalia

Fillum : Chordata

Kelas : Mamalia
: Theria
Ordo : Rodentia Gambar 1.1
Mus musculus

Famili : Muridae
Genus : Mus

Spesies : Mus musculus


2.4.2 Morfologi Hewan Coba
Mencit mempunyai ukuran dan berat badan yang lebih kecil daripada
tikus. Strain yang digunakan saat ini adalah galur Mus musculus domesticus,
Mm. musculus, dan Mm. molossius beserta turunan dari masing-masing
substrain tersebut. Mencit merupakan hewan yang paling banyak digunakan
sebagai hewan model laboratorium dengan kisaran penggunaan antara 40–80%.
(Rejeki, 2018).
Mencit banyak digunakan sebagai hewan laboratorium, khususnya
digunakan dalam penelitian biologi. Mencit mempunyai banyak keunggulan
sebagai hewan coba, di antaranya siklus hidup yang relatif pendek, jumlah anak
per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi, dan mudah dalam
penanganannya. Mencit ini merupakan omnivora alami, sehat, kuat, prolific
(mampu beranak banyak), kecil, dan jinak. Selain itu, binatang ini mudah didapat
dengan harga relatif murah dengan biaya ransum yang rendah. Mencit tidak
terlalu agresif, tetapi kadang-kadang bisa menggigit bila seseorang mencoba
meraihnya atau menahannya. Mencit sering menunjukkan perilaku menggali dan
bersarang. Tingkah laku tersebut membantu mencit mempertahankan suhu
tubuhnya (Rejeki, 2018).
Mencit memiliki rambut yang berwarna keabu-abuan atau putih. Mencit
memliki mata berwarna merah atau hitam, kulit berpigmen dan memiliki warna
perut sedikit pucat. Mencit dewasa pada umur 35 hari dan memiliki waktu
kehamilan 19-21 hari. Mencit dapat melahirkan 6-15 ekor. Mencit jantan dan
betina siap melakukan kopulasi pada umur 8 minggu. Siklus estrus atau masa
birahi 4-5 hari dengan lama estrus 12-14 jam. Fase estrus dimulai antara pukul
16.00-22.00 WIB. Proses persetubuhan mencit jantan dan betina untuk tujuan
fertilisasi atau disebut dengan kopulasi terjadi pada saat estrus, dengan fertilisasi 2
jam setelah kopulasi. (Bella Dheta, 2017).

Anda mungkin juga menyukai