Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KETENTUAN 'ARIYAH DAN IJARAH

Untuk memenuhi mata kuliah Fiqih

Yang dibina oleh Bapak Nanang Zamroji,M.Pd.I

Disusun Oleh :

Nazalul Baiz (2061206007)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA BLITAR

Oktober 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah mencurahkan Rahmat-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah yang di berikan oleh dosen pembimbing dalam mata kuliah
Fiqih. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada pemimpin paling mulia, manusia
yang paling baik akhlaknya yaitu Nabi Muhammad SAW , kepada keluarganya, para sahabat
serta pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Amin
Makalah ini berjudul “KETENTUAN 'ARIYAH DAN IJARAH" yang nantinya akan
memberikan pemahaman kepada pembaca tentang hal-hal yang berkaitan dengan standar baik
buruk berdasarkan ajaran ketentuan 'Ariyah dan ijarah. Mungkin penulis tidak bisa membuat
makalah ini sesempurna mungkin. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan dari
para pembaca. Khususnya dari dosen yang telah membimbing penulis dalam mata kuliah ini.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada dosen pembimbing saya yang telah
memberikan arahan dan juga kepada orang-orang di sekitar saya yang telah membantu saya
dalam mendapatkan sumber-sumber materi yang bisa saya jadikan pedoman untuk
menyelesaikan makalah ini.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................... ....... i

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................ iii

BAB I

PENDAHULUAN................................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang................................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................1

1.3 Tujuan.............................................................................................................................. 1

BAB II

PEMBAHASAN................................................................................................................... 2

2.1 Pengertian 'Ariyah dan Ijarah.......................................................................................... 2

2.2 Dasar hukum 'Ariyah dan Ijarah...................................................................................... 3

2.3 Rukun dan syarat-Syarat 'Ariyah dan Ijarah …............................................................... 5

2.4 Macam-macam 'Ariyah dan Ijarah...................................................................................7

BAB III

PENUTUP............................................................................................................................ 9

3.1 Kesimpulan......................................................................................................................9

3.2 Saran................................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 10

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia tidak dapat hidup sendirian, pasti membutuhkan orang lain dalam memenuhi keutuhan.
Ajaran Islam mengajarkan supaya kita menjalin kerja sma dengan siapa pun terutama dalam bidang
ekonomi dengan prinsip saling tolong menolong dan menguntungkan, tidak menipu dan tidak merugikan.
Tanpa kerja sama kita tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup. ijarah (imbalan) dan ariyah (sewa
menyewa) merupakan hukum Islam untuk manusia agar selalu menempatkan sesuatu hubungan dengan
cara yang sesuai dengan syara islam, agar tidak merugikan orang lain.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari uraikan latar belakang diatas dapat ditarik beberapa rumusan masalah, sebagai berikut:

1. Bagaimana pengertian , ijarah dan ariyah?

2. Bagaimana dasar hukum ijarah dan ariyah?

3. Bagaimana saja rukun dan syarat dari ijarah dan ariyah?

4. Bagaimana saja macam ijarah dan ariyah ?

1.3 TUJUAN

1. Agar pembaca mengetahui tentang pengertian ijarah dan ariyah

2. Agar pembaca mengetahui dasar hukum ijarah dan ariyah

3. Agar pembaca mengetahui apa saja rukun dan syarat dari ijarah dan ariyah

4. Agar pembaca mengetahui macam-macam ijarah dan ariyah

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian 'Ariyah dan Ijarah

1. Pengertian 'Ariyah

Secara etimologi bahasa arab al- ‘ariyah berarti sesuatu yan di pinjam,pergi dan kembali atau sekedar
atau pinjaman. Sedangkan secara terminologi fiqh, ada beberapa definisi al-‘ariyah yang dikemukakan
oleh para ulama fiqih.Pertama, ulama malikkiyah dan imam as-syarakhsi, tokoh fiqih hanafi,
mendefinisikan “pemilikan manfaat sesuatu tanpa rugi”.Kedua, ulama syafi’iyah dan hanabillah,
yaitu“kebolehan memanfaatkan barang orang lain tanpa anti rugi”.

Dalam arti sederhana al-‘ariyah adalah menyerahkan suatu wujud barang untuk dimanfaatkan tanpa
imbalan. Sehubungan dengan pengertian tersebut, maka bila Barang yang di manfaatkan itu harus dengan
imbalan tertentu, maka dia dinamai sewa-menyewa atau ijarah bukan ‘ariyah. Karena yang di
transaksikan dalam hal ini hanya manfaatnya, yang dapat dikuasai oleh yang meminjam hanyalah
mannfaatnya sedangkan wujud bendanya tetap milik bagi yang punya yang harus dikembalikan. Bila
yang dikembalikan itu bukan wujud barangnya, tetapi nilai atau harganya atau dalam bentuk lain tidak
dinamakan pinjam meminjam, tetapi utang- piutang.

‘Ariyah secara kebahasaan berarti ‘pinjaman”. Kata ini sudah menjadi suatu istilah teknis dalam ilmu
fikih untuk menyebutkan perbuatan pinjam-meminjam , sebagai salah satu aktivitas antara manusia.
Dalam pelaksanaannya,’ariyah di artikan sebagai perbuatan pemberian milik untuk sementara waktu oleh
seseorang kepada pihak lain, pihak yang menerima kepemilikan itu dipebolehkan memanfaatkan serta
mengambil manfaat dari harta yang diberikan itu tanpa harus membayar imbalan,dan pada waktu tertentu
penerima harta itu wajib mengembalikan harta yang diterimanya itu kepada pihak pemberi. Inilah kira-
kira gambaran dari kegiatan pinjam-meminjam(‘ariyah). Oleh sebab itu, para ulama biasanya
mendefinisikan ‘ariyah itu sebagai pembolehan oleh seseorang untuk di manfaatkan harta miliknya oleh
orang lain tanpa diharuskan memberi imbalan.

2. Pengertian Ijarah

Ijarah berasal dari bahasa Arab yang berarti upah,sewa,jasa,imbalan atau ganti. Al- ijarah merupakan
salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi keperluan hidup manusia,sewa-menyewa,
kontrak, atau menjual jasa perhotelan dan lain-lain.

2
3

Secara terminologi, ada beberapa definisi al-ijarah yang dikemukakan para ulama fiqih : Pertama,
ulama hanafiyah mendefinisikannya dengan " Transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan".Kedua,
ulama syafi’iyah mendefinisikannya dengan "Transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu,
bersifat mubah danboleh dimanfaatkan dengan imbalan tertentu".Ketiga, ulama malikkiyah dan
hanabillah mendefinisikannya dengan: "Pemilikan manfaat suatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu
dengan suatu imbalan"

Ijarah secara sederhana diartikan dengan “transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan tertentu”. Bila
yang menjadi objek transaksi adalah manfaat atau jasa dari suatu benda disebut ijarat al-‘ain atau sewa
menyewa ; seperti menyewa rumah untuk ditempati. Bila yang menjadi objek transaksi adalah manfaat
atau jasa dari tenaga seseorang, disebut ijarat al-zimmah atau upah mengubah menjahit pakaian.
Keduanya disebut AL-Ijarah dalam literatul arab.

Para ulama ijma’ tentang kebolehan ijarah karena manusia senantiasa membutuhkan manfaat dari suatu
barang atau tenaga orang lain. Ijarah adalah suatu bentuk aktifitas yang dibutuhkan oleh manusia, karena
ada manusia yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya melalui sewa-menyewa atau upah-
mengubah terlebih dahulu.Manfaat sesuatu dalam konsep ijarah, mempunyai pengertian yang sangat luas
meliputi imbalan atas manfaat suatu benda atau upah terhadap suatu pekeraan tertentu.

2.2 Dasar Hukum 'Ariyah dan Ijarah

1. Dasar Hukum 'Ariyah

Al- ‘ariyah sebagai sarana dalam rangka tolong menolong antara orang yang mampu, menurut ulama
fiqh, didasarkan kepada firman Allah dalam surat Al-maidah, 5:2 yang Artinya: “bertolong-tolonglah
kamu dalam kebaikan dan ketakwaan”

Kemudian hadist rasullulah yang Artinya: “ rasullulah saw. Meminjamkan kuda Abi Talhah dan
mengendarainya.( HR Al-Bukhari dan Muslim dari shafwan ibn Umaiyah).Dari riwayat Abu Daud dari
shafwan juga dikatakan bahwa rasulullah saw. Meminjam baju perang Abu shafwan, lalu ia mengatakan
"apakah hal ini merupakan pemakaian tanpa izin (gasab) wahai Muhammad ? Rasulullah saw. Malah
menjawab: “tidak, ini saya pinjam dengan jaminan.”

Berdasarkan ayat dan hadis diatas para ulam fiqh sepakat mengatakan bahwa hukum al-‘ariyah adalah
mandub (sunah, karena melakukan al-‘ariyah ini merupakan slah satu bentuk ta’abbud (ketaatan) pada
Allah swt.
4

2. Dasar hukum Ijarah

A. Berdasarkan Firman

Ijarah baik dalam bentuk sewa –menyewa maupun dalam bentuk upah mengupah itu merupakan
muamalah yang telah disyariatkan dalam islam. Hukum asalnya adalah boleh atau mubah bila dilakukan
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan islam.Adapun landasan hukum al-ijarah adalah al-qur’an dan
hadis rasul

1.Firman Allah dalam surat al-Baqarah :233

yang artinya: “jika kamu menginginkan mengupahkan menyusukan anakmu, boleh saja asal kamu
menyerahkan upahnya secara patut”.

2. Firman Allah dalam surat Al-Qashash : 26 dan 27

yang Artinya : “ Salah seorang diantara kedua anak perempuan itu berkata; ‘hai bapakku upahlah
dia, sesungguhnya orang yang engkau upah itu adalah kuat dan terpercaya.’ Si bapak berkata “ saya
bermaksud menikahkan engkau dengan salah seoran anak perempuan ku dengan ketentuan kamu menjadi
orang yan upahan saya selama delapan musim haji”.

B.Berdasarkan hadist rasul :

1.Hadist riwayat Bukhari dari Aisyah

“Rasullullah dan abu kabar pernah menyewa seorang dari Bani al-Dil sebagai penunjuk jalan yang ahli,
dan orang tersebut beragama yang di anut oleh oran-orang kafir Quraisy. Mereka berdua memberikan
kepada orang tersebut kendaraannya dan menjanjikan kepada oran tersebut supaya dikembalikan sesudah
tiga malam di gua Tsur”.

2.Hadist riwayat Ibnu Majah

“Berikanlah upah kepada orang yang kamu pakai tenaganya sebelum keringatnya kering”.

5
2.3 Rukun dan Syarat-syarat 'Ariyah dan Ijarah

1. Rukun dan Syarat 'Ariyah

A. Rukun 'Ariyah

Ulama hanafiyah berpendapat bahwa rukun ariyah hanyalah ijab dari yang meminjamkan
barang.

Menurut ulama Syafi’iyah, dalam ariyah disyaratkan adanya lafazh shighat akad, yakni ucapan ijab
dan qabul dari peminjam dan yang meminjam barang pada waktu transaksi sebabmemanfaatkan milik
barang bergantung pada adanya izin.Secara umum, jumhur ulama fiqh menyatakan bahwa ukun ariyah
ada empat, yaitu :

1.Mu’ir (peminjam)

2.Musta’ir (yang meminjamkan)

3.Mu’ar (barang yang dipinjam)

4.Shighat, yakni sesuatu yang menunjukkan kebolehan untuk mengambil manfaat, baik dengan ucapan
maupun perbuatan.

Menurut Syafi’iyah, rukun ariyah adalah sebagai berikut.

1.Kalimat mengutangkan (lafazh), seperti seseorang berkata, “saya utangkan benda ini kepada kamu” dan
yang menerima berkata. “saya mengaku berutang benda anu kepada kamu.” Syarat bendanya ialah sama
dengan syarat benda-benda dalam jual beli.

2.Mu’ir yaitu orang yang mengutangkan (berpiutang) dan musta’ir yaitu orang menerima utang. Syarat
bagi mu’ir adalah pemilik yang berhak menyerahkannya, sedangkan syarat-syarat bagi mu’ir dan musta’ir
adalah:

1.Baligh, maka batal ariyah yang dilakukan anak kecil atau shabiy;

2.Berakal, maka batal ariyah yang dilakukan oleh orang yang sedang tidur dan orang gila;

3.Orang tersebut tidak dimahjur (dibawah curatelle), maka tidak sah ariyah yang dilakukan oleh orang
yang berada dibawah perlindungan (curatelle), seperti pemboros.

4.Benda yang diutangkan. Pada rukun ketiga ini disyaratkan dua hal, yaitu:

1.Materi yang dipinjamkan dapat dimanfaatkan, maka tidak syah ariyah yang materinya tidak
dapat digunakan, seperti meminjam karung yang sudah hancur sehingga tidak

6
dapat digunakan untuk menyimpan padi;

2.Pemanfaatan itu dibolehkan, maka batal ariyah yang pengambilan manfaat materinya dibatalkan
oleh syara’, seperti meminjam benda-benda najis.

B.syarat-syarat 'Ariyah

1.Orang yang meminjam ituharuslah orang yang berakal dan cakap bertindak hukum, karena
orang yang tidak berakal tidak dapat dipercaya memegang amanah, sedangkan barang al-ariyah
ini pada dasarnya amanah yang harus dipelihara oleh orang yang memanfaatkannya. Oleh sebab
itu anak kecil, orang gila, dan orang bodoh tidak boleh melakukan akad ariyah.

2.Barang yang dipinjam itu bukan jenis barang yang apabila dimanfaatkan akan habis atau
musnah, seperti makanan. Jenis-jenis barang yang tidak habis atau musnah apabila dimanfaatkan
antara lain : rumah, tanah, pakaian, dan binatang ternak, kecuali apabila dihabiskan atau
dimusnahkan.

3.Barang yang dipinjamkan itu harus secara langsung dapat dikuasai oleh peminjam. Artinya,
dalam al-‘ariyah,pihak peminjam harus menerima langsung barang itu dan dapat ia manfaatkan
secara langsung pula.

4.Manfaat barang yang dipinjam itu termasuk manfaat yang mubah (dibolehkan syara’).

2.Rukun dan Syarat Ijarah

A. Rukun Ijarah

Menurut ulama Hanafiyah, rukun al-ijarah itu hanya satu, yaitu ijab ( ungkapan
menyewakan ) dan qabul (persetujuan terhadap sewa menyewa).Akan tetapi, jumhur ulama
mengatakaan bahwa rukun al-ijarah itu ada empat, yaitu : orang yang berakad, sewa atau imbalan,
manfaat, dan shigat( ijab dan qabul). Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa orang yang
berakad,sewa/imbalan,dan manfaat, termasuk syarat-syarat al-ijarah, bukan rukunnya.

B. Syarat Ijarah

1.Untuk kedua orang yang berakad (al-muta’aqidin), menurut ulama syafi’iyah dan hanabillah, di
syariatkan telah baligh dan berakal. Tetapi menurut ulama Hanafiyah dan malikkiyah berpendapat bahwa
kedua orang yang berakad tidak harus mencapai usia baligh, tapi anak yang telah mumayyiz pun boleh
melakukan akad al-ijarah,namun ,mereka mengatakan apabila seorang anak yang mumayyiz melakukan
al-ijarah terhadap harta atau dirinta, maka akad itu sah apabila disetujui oleh walinya.

2.Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad al-ijarah.

7
QS. An-nisa : 29 yang Artinya :” wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta kamu dengan cara yang batil, kecuali melalui suatu perniagaan yang berlaku suka sama suka…..”.

1.Manfaat yang menjadi obyek al-ijarah harus diketahui secara sempurna, sehingga tidak muncul
perlselisihan kikemudian hari.

2.Obyek al-ijarah itu boleh diserahkan dan dipergunakan secara lansung dan tidak cacat.

3.Obyek al-ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’. Kaidah fiqh menyatakan “sewa menyewa
dalam masalah maksiat tidak boleh”.

4.Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa.

5.Obyek yang disewakan itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan, seperti rumah, mobil,dan
hewan tungangan.

6.Upah/sewa dalam akad al-ijarah harus jelas, tertentu dan sesuai yan bernilai harta. Seperti khamar
dan babi tidak boleh jadi upah dalam akad al-ijarah, karena kedua benda itu tidak bernilai harta dalam
islam.

7.Ulama Hanafiyah menyatakan upah/sewa itu sejenis dengan manfaat yang disewa

2.4 Macam-Macam 'Ariyah dan Ijarah

1. Macam -macam 'Ariyah

a.Ariyah Mutlak

Ariyah mutlak yaitu pinjam-meminjam barang yang dalam akadnya (transaksi) tidak dijelaskan
persyaratan apapun, seperti apakah pemanfaatannya hanya untuk meminjam saja atau dibolehkan orang
lain, atau tidak dijelaskan cara penggunaannya. Contohnya, seorang meminjam binatang, namun dalam
akad tidak disebutkan hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan binatang tersebut, misalnya waktu
tempat mengendarainya. Jadi hukumnya sebagaimana pemilik hewan-hewan, yaitu dapat mengambil.
Namun, demikian, harus sesuai dengan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat. Tidak dibolehkan
menggunakan binatang tersebut siang dan malam tanpa henti. Sebaliknya, jika penggunaannya tidak
sesuai kebiasaan dan barang pinjaman rusak, peminjam harus bertanggung jawab.

8
b.Ariyah Muqayyad

Ariyah muqayyad adalah meminjamkan suatu barang yang dibatasi dari segi waktu dan
kemanfaatannya, baik disyaratkan pada keduanya maupun salah satunya. Hukumnya, peminjam harus
sedapat mungkin untuk menjaga batasan tersebut. Hal ini karena asal dari batas adalah menaati batasan,
kecuali ada kesulitan yang menyebabkan peminjam tidak dapat mengambil manfaat barang. Dengan
demikian dibolehkan untuk melanggarbatasan tersebutapabila kesulitan untuk memanfaatkannya.

2.Macam-macam Ijarah

a.Al- ijarah yang Bersifat manfaat

Seperti sewa-menyewa rumah,toko, kendaraan, pakaian, dan perhiasan. Apabila manfaat itu merupakan
manfaat yan dibolehkan syarat’ untuk dipergunakan, maka para ulama fikih sepakat menyatakan boleh
dijadikan obyek sewa –menyewa.

b.Al- ijarah yang bersifat pekerjaan

Ialah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaaan. Al- ijarah seperti ini,
menurut ulama fiqh, hukumnya boleh apabila jenis pekerjaan itu jelas, seperti buruh bangunan, tukang
jahit, buruh pabrik dan tukang sepatu. Al-ijarah seperti ini ada yang bersifat pribadi, seperti menggaji
seorang pembantu rumah tangga, dan yang bersifat serikat, yaitu seseorang atau sekelompok orang
menjual jasanya untuk kepentingan orang banyak, seperti tukang sepatu, buruh pabrik, dan tukang
jahit. Kedua bentuk al-ijarah terhadap pekerjaan ini menurut ulama fiqih hukumnya boleh.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ijarah adalah “transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan tertentu”. Bila yang menjadi objek
transaksi adalah manfaat atau jasa dari suatu benda disebut ijarat al-‘ain atau sewa menyewa ; seperti
menyewa rumah untuk ditempati. Bila yang menjadi objek transaksi adalah manfaat atau jasa dari
tenaga seseorang, disebut ijarat al-zimmah atau upah mengubah menjahit pakaian. Keduanya disebut
AL-Ijarah dalam literatul arab. Sedangkan ,

‘Ariyah adalah menyerahkan suatu wujud barang untuk dimanfaatkan tanpa imbalan. Sehubungan
dengan pengertian tersebut, maka bila Barang yang di manfaatkan itu harus dengan imbalan tertentu,
maka dia dinamai sewa-menyewa atau ijarah bukan ‘ariyah. Karena yang di transaksikan dalam hal ini
hanya manfaatnya, yang dapat dikuasai oleh yang meminjam hanyalah mannfaatnya sedangkan wujud
bendanya tetap milik bagi yang punya yang harus dikembalikan. Bila yang dikembalikan itu bukan
wujud barangnya, tetapi nilai atau harganya atau dalam bentuk lain tidak dinamakan pinjam meminjam,
tetapi utang- piutang.

3.2 Saran

Kami penyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak memiliki kekurangan baik dari
segi isi maupun penulisannya. Maka dari itu kami menerima semua saran dan tanggapan yang teman-
teman semua berikan.

Atas saran dan tanggapannya kami sebagai penyaji makalah mengucapkan terima kasih, semoga
apa yang ada didalam makalah ini dapat kita ambil manfaatnya dan dapat kita terapkan dalam dalam
kehidupan sehari-hari selama itu tidak bertentangan dengan agama kita yakni Islam.

DAFTAR PUSTAKA
Harun Nasrun , Fiqh Muamalah, Jakarta : Gaya Media Pratama,2007

Syarifuddin Amir, Garis-Garis Besar Fiqh, Bogor : PrenadaMedia,2003

Rozalinda, Fiqh Muamalah Dan Aplikasinya Pada Perbankan Syari’ah, Padang : Haifa Press,2005

Karim karim, Fiqh Muamalah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,1993

Karim Helmi, Fiqh Muamalah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,1997

Syafe’i Rachmat, Fiqih Muamalah,Bandung : CV. Pustaka Setia,2001

10

Anda mungkin juga menyukai