Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN

TEKNIK DAN MANAJEMEN PERKEBUNAN


“MANAJEMEN PERKEBUNAN PADA KOMODITAS LADA”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Teknik dan Manajemen
Perkebunan

Disusun Oleh:
Misriani (4442180005)
Anisa Nilam Safitri (4442180018)
Itmamul Wafa S (4442180019)
Jilan Haura (4442180106)
Niluh Desmi S (4442180107)
Putri Rahmawati (4442180108)

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor perkebunan di Indonesia setiap tahunnya terus berkembang.
Perkembangan sektor perkebunan memiliki arti penting dalam pengembangan
pertanian baik skala regional maupun nasional. Pada saat ini, sektor perkebunan
dapat menjadi penggerak pembangunan nasional karena dengan adanya dukungan
sumber daya yang besar, orientasi pada ekspor, dan komponen impor yang kecil
akan dapat menghasilkan devisa non migas dalam jumlah yang besar. Tanaman
perkebunan mempunyai peranan sebagai salah satu sumber devisa sektor
pertanian, penyedia bahan baku industri sehingga dapat mengurangi
ketergantungan terhadap luar negeri serta berperan dalam kelestarian lingkungan
hidup. (Tumanggor, 2009)
Tanaman lada (Piper nigrum L) merupakan tanaman tropis yang
merupakan tanaman perkebunan yang berperan sebagai tanaman ekspor dan
tersebar di beberapa daerah di Indonesia, seperti ; Lampung, Sumatera Selatan,
Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan.
Tanaman Lada adalah "King of Spice" atau raja tanaman rempah yang kini
menjadi komoditas penting perdagangan dunia. Tanaman lada memiliki peran
penting dalam penghasil devisa, penyedia lapangan kerja, sebagai bahan konsumsi
dan bahan baku industri (Fatimah, 2013).
Pengembangan perkebunan merupakan salah satu program pembangunan
disektor pertanian yang berperan cukup besar dalam rangka perbaikan ekonomi
wilayah termasuk ekonomi masyarakat yakni peningkatan pendapatan dan
pemerataan usaha yang dapat menunjang peningkatan kesejahteraan rakyat.
Pembangunan perkebunan agar dapat berkembang secara baik, berkelanjutan dan
berkesinambungan, sangat berkaitan dengan segala aspek pendukung seperti
potensi sumberdaya lahan dan ketersediaan tenaga kerja yang ada diwilayah
bersangkutan. Salah satu komoditas unggulan perkebunan yang prospektif serta
berpeluang besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena sebagian
besar diusahakan melalui perkebunan rakyat (+ 94,01%) adalah lada. Oleh
karenanya usaha pengembangan lada perlu dilakukan dengan tehnik manajemen
perkebunan yang baik agar kegiatan produksi perkebunan lada dapat dilakukan
dengan baik.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui aspek-aspek yang berada dalam kegiatan perkebunan lada
2. Untuk mengetahui dan memahami pengelolaan keuangan yang di terapkan
dalam manajemen perkebunan lada
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Aspek Teknis dan Non Teknis


A. Aspek Teknis
Lada (Piper nisrum L) merupakan salah satu komoditi ekspor pertanian yang
menjadi andalan penghasil devisa Indonesia. Sentra-sentra penghasil utamalada di
Indonesia adalah Bangka, Lampung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan
Sulawesi Selatan. Penggunaan lada selama ini baik dalam maupun luarnegeri,
terutama untuk industri makanan khususnya pengawetan daging dan sebagai
bumbu masakan. Penggunaan lada lainnya adalah untuk industri farmasi dan
sebagai salah satu bahan wewangian. Adapun penerapan teknologi budidaya
tanaman lada yaitu sebagai berikut :
1. Pola dan sistim pertanaman
Dalam kegiatan budidaya lada yang secara tradisi turun temurun sebagai
komoditas pokok dan diusahakan pada lahan milik sendiri secara monokultur.
Ada kondisi yang menarik yaitu terjadinya rotasi lahan untuk usahatani lada,
karena areal lada terserang penyakit kuning yang epidemik dan dari
pengalaman petani tanahnya harus diistirahatkan. Di wilayah penelitian lahan
yang akan diistirahatkan ditanami dengan tanaman karet lokal dengan bibit
sendiri, karena yang diutamakan pada saat ditebang kayunya cukup
menguntungkan. Akan tetapi bagi petani yang pemilikan lahannya terbatas
yaitu kurang dari 0,50 hektar umumnya tidak melakukan rotasi lahan akan
tetapi pemeliharannya lebih intensif dan untuk tanaman yang terserang
langsung dieradikasi. Sistim rotasi lahan atau pengistirahatan lahan biasanya
selama 6 – 10 tahun (tergantung kebutuhan, jika harus segera ditanami lagi
lada maka secepatnya tanam lada kembali. Akan tetapi menurut pengalaman
petani paling cepat adalah selama 5 (lima) tahun istirahat dan tanaman
karetpun jika ditebang cukup memberikan hasil. Oleh sebab itu rumah tangga
petani lada umumnya mempunyai dua persil lahan, yaitu satu persil ditanami
pada dan satu persil lagi ditanami karet.
2. Persiapan pertanaman
Dengan adanya pola/sistim rotasi lahan, maka dalam kegiatan persiapan pada
usahatani lada selalu diawali dengan pembukaan lahan baru (ditanami karet)
yang pelaksanaannya menjelang musim penghujan tiba. Dalam pembukaan
lahan juga dominan dikerjakan oleh tenaga dalam keluarga dan pada saat
hujan mulai turun sudah selesai disemprot herbisida. Kegiatan pengolahan
tanah juga umumnya dilakukan secara manual dengan alat cangkul dan
pencangkulan lahan untuk kebun ladan ini umumnya dikerjakan sebanyak 2
(dua) kali cangkul sejalan dengan larikan yang setiap larikan merupakan
bagian dari jarak tanam komoditas lada yang diusahakan yaitu sekitar 2 (dua)
meter antar larikan dan 1,5 – 1,75 meter dalam larikan. Perlu dikemukakan
bahwa budidaya lada di Bangka ini untuk tajarnya dipakai tajar mati dari
kayu, oleh sebab itu tidak ada perlakuan tanam tajar hidup. Periode lamanya
tajar dapat digunakan sangat tergantung jenis kayu yang dipakai, untuk
penggunaan kayu gelam dapat dipakai sampai sepuluh tahun lebih dan harga
per batangnya sebesar Rp 8.000 – Rp 9.000. Akan tetapi dengan kayu biasa
yang harganya sebesar Rp 2.000 – Rp 2.500 per batang dapat dipakai sekitar
2 – 3 tahun. Oleh karena itu, dalam usahatani lada pengeluaran biaya untuk
pengadaan tajar adalah cukup besar dan dilakukan pada awal kegiatan
usahatani. Pemasangan tajar utama ini dilakukan setelah umur stek lada
sekitar 6 – 7 bulan, dengan mengganti ajir bambu yang dipakai pada saat
tanam stek lada.
3. Tanam
Kegiatan tanam stek lada dilakukan pada awal musim penghujan dengan
jarak tanam sekitar 2 x 2 meter. Varietas lada yang ditanam petani adalah
jenis lada Lampung berdaun lebar dan pengadaan bibit lada ini umumnya
bersumber dari petani sendiri atau petani sekitar yang memproduksi bibit
stek. Harga satu buah stek lada adalah sebesar Rp 1.200 sampai Rp 1.500 per
setek batang lada dengan panjang 3-4 bula. Sehingga dengan panduan umum
yang dianjurkan oleh penyuluh bahwa kebutuhan stek per hektar sebanyak
2500 batang, untuk itu diperlukan biaya pengadaan bibit stek lada sebesar 3,0
juta sampai 3,8 juta rupiah per hektarnya. Dilihat dari jumlah tanaman per
hektar di tingkat petani rataannya adalah sebanyak 1.856 pohon lada.
4. Penyulaman dan pangkas
Dalam usahatani lada kegiatan penyulaman dan pangkas batang merupakan
kegiatan pemeliharaan tahap awal untuk membentuk pertanaman yang baik
menjelang pembungaan. Di lokasi penelitian, kegiatan ini dikerjakan
sebanyak dua kali sampai tanaman memiliki ketinggian sekitar dua meter
untuk pola julur naik turunnya. Kegiatan ini umumnya dikerjakan oleh tenaga
kerja keluarga sendiri yang dikerjakan secara bertahap setiap hari, kecuali
hari Jum’at petani tidak ada aktifitas di kebun. Jumlah curahan kerja untuk
kegiatan pemangkasan berkisar sebanyak 14,5 – 24 HOK per hektarnya.
5. Kegiatan pemeliharaan
Pada tahap pertanaman pra produksi (tahun pertama) meliputi kegiatan
penyiangan, penyulaman, pembumbunan, pemupukan dan penyemprotan.
Penyiangan pertanaman dilakukan sebanyak tiga kali yaitu setiap empat bulan
dan umumnya dikerjakan secara manual oleh tenaga kerja dalam keluarga
dengan jumlah curahan tenaga kerja sebanyak 20 – 22 HOK untuk satu kali
penyiangan dan biasanya bersamaan dengan kegiatan penyulaman dan
pembumbunan.
6. Pemupukan
Kegiatan pemberian pupuk pada pertanaman adalah bertujuan untuk memacu
pertumbuhan tanaman dan sekaligus meningkatkan produksi tanaman sesuai
dengan potensinya. Pemupukan pada tanaman lada di lokasi penelitian
umumnya menggunakan pupuk buatan/anorganik seperti Urea, TSP, KCl, ZA
dan NPK. Sedangkan pemakaian pupuk organik (pupuk kandang) oleh petani
lada masih jarang dilakukan karena selain ketersediaannya sangat terbatas
juga jumlah kebutuhan pupuk kandang cukup banyak, sehingga bagi petani
dianggap kurang praktis. Namun demikian perlu diketahui bahwa lada
termasuk tanaman hutan danbiasanya menghendaki kondisi tanah yang kaya
akan humus dengan pH tanah sekitar 5,5 – 6,5, sehingga pada kondisi
kesuburan tersebut sangat mendukung terhadap perkembangan perakarannya.
Oleh sebab itu pemberian pupuk dalam budidaya lada diperlukan dari pra-
produksi sampai pada tahap tanaman berproduksi. Berdasar pedoman akan
kebutuhan pupuk anorganik untuk setiap hektar per tahunnya, sekurang-
kurangnya adalah sekitar 450 kg Urea, 150 kg TSP dan 200 kg KCl atau ZK
dalam setiap aplikasi dengan jumlah populasi tanaman lada sebanyak 2000
pohon. Dalam hal pemberian pupuk pabrik/anorganik oleh petani di lokasi
penelitian, pada tahap pra-produksi umumnya diberikan sebanyak 3 (tiga) kali
aplikasi yaitu setiap empat bulan sekali. Akan tetapi pada saat pertanaman
sudah berproduksi yaitu dari umur lada pada tahun ketiga sampai ketujuh
biasanya diberikan pupuk sebanyak dua kali aplikasi. Berdasar cara
pemberian pupuk pabrik tersebut, baik pada tahap pra-produksi maupun tahap
berproduksi sebagian besar petani melakukannya dengan cara ditabur
(86,7%), sistim ring (5,9%) dan cara ditugal dengan larikan sebesar 7,4
persen petani penggunanya.
7. Proteksi tanaman
Dalam kegiatan budidaya tanaman lada untuk mellindungi pertanaman dari
gangguan hama dan penyakit yang menyerang, pada umumnya petani
melakukan pemberantasan atau perlindungan tanaman dengan cara
penyemprotan terhadap hama yang merusak pertanamannya dengan
insektisida baik yang berupa cair ataupun tepung. Dilihat dari frekuensi
penyemprotan (jumlah aplikasi) dalam periode setahun, tergantung dari pola
pengendalian dan jenis hamanya. Apabila dilakukan secara berkala (reguler)
adalah sebanyak 6 – 8 kali, tetapi jika sewaktu-waktu karena adanya gejala
serangan adalah sekitarr 4 – 5 kali. Dengan semakin mahalnya harga pestisida
(yang sangat berat bagi pembiayaan usahatani) seharusnya konsep penerapan
PHT (Pengendalian Hama Terpadu) sudah menyebar luas di tingkat petani.
8. Panen dan pasca panen
Kegiatan panen lada untuk wilayah penelitian umumnya dikerjakan oleh
tenaga kerja keluarga yang dilakukan secara bertahap, kecuali bagi petani
yang areal lahan usahataninya seluas satu hektar biasanya setengahnya dari
luar keluarga.Tingkat upah panen, juga tergolong cukup mahal yaitu sebesar
Rp 25.000 per hari kerja. Pemetikanlada umumnya setelah matang yaitu
sekitar 8 – 9 bulan dari pembungaan, malai lada setelah terkumpul
selanjutnya direndam untukproses pembuahan lada putih yang berlangsung
selama satu bulan dan dikerjakan oleh tenaga keluarga
9. Pemasaran hasil
Dalam pemasaran hasil lada di tingkat petani, walaupun saat ini sudah ada
assosiasi petani lada tetapi masih belum dapat berperan secara penuh dan
aktif membela petani lada dalam menetapkan harga jual lada. Akan tetapi dari
versi assosiasi bahwa jatuhnya atau rendahnya harga lada juga dikarenakan
harga jual di pasar dunia juga sedang anjlok, sehingga tingkat harga ke petani
pun menjadi rendah yaitu sekitar Rp 14.000 sampai Rp 17.000 untuk per
kilogram lada putih kering petani. Secara umum rantai pemasaran lada putih
di Bangka ini masih berjenjang yaitu: dari petani kepada pedagang
pengumpul desa (biasanya memiliki hubungan dengan pedagang kabupaten)
dan tingkat kemampuan pengumpulannya adalah sekitar 4 – 5 ton lada (yang
dapat ditangani untuk setiap pengadaan transaksi atau setiap siklusnya).
Selanjutnya dijual kepada pedagang besar.
Sebagai komoditas ekspor, lada mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga
perspektif tanaman lada terhadap ekonomi daerah maupun nasional sangat
besar.Di samping sebagai sumber devisa, juga sebagai penyedia lapangan kerja
dan pemenuhan bahan baku industri. Dalam kelompok rempah, lada merupakan
komoditas primadona sebagai penghasil devisa tertinggi sehingga prospek
ladamasih cukup cerah. Prospek suatu komoditas akan ditentukan oleh mekanisme
permintaan dan penawaran pada tahun-tahun yang akan datang (Oktarina, 2009).
Kemala (1996) dalam Oktarina (2009), mengemukakan bahwa analisa prospek
lada berdasarkan proyeksi permintaan dan penawaran akan terjadi trend
permintaan sebesar 5,44% yang terbagi atas trend konsumsi 2% dan trend
ekspor3,44%, sedangkan trend penawaran hanya 4,69%. Trend permintaan yang
lebih besar daripada trend penawaran menggambarkan bahwa pada tahun-tahun
yangakan datang jumlah permintaan lada akan melebihi persediaan karena
konsumsilada dunia cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2004, produksi lada Indonesia mencapai 94.371 ton atau menduduki
urutan kedua dunia setelah Vietnam dengan produksi 105.00 ton (Asosiasi
Eksportir Lada Indonesia, 2004; International Pepper Community 2004). Di pasar
internasional, lada Indonesia mempunyai kekuatan dan daya jual tersendiri karena
cita rasanya yang khas. Lada Indonesia dikenal dengan nama Muntok white
pepper untuk lada putih dan Lampong black pepper untuk lada hitam (Iman, 2007).
Dalam perkembangannya, harga lada belum pernah mengalami penurunan.
Sebaliknya setiap tahun selalu meningkat, seiring dengan kenaikan kurs
dolarterhadap nilai rupiah dan bertambahnya permintaan pasar (demand).
Kenaikan harga yang cukup tinggi ini merupakan salah satu bukti nyata bahwa
agribisnis lada menguntungkan karena akan memberikan penghasilan antara 200
sampai 530% dari keseluruhan modal yang diinvestasikan (Oktarina, 2009).
1) Pasar
Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih darisatu
baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan,mall,
plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah pasar
yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan
Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan
swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang
dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau
koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli
barangdagangan melalui tawar-menawar (Pepres RI No. 112, 2007). Pasar modern
memiliki keunggulan ditengah masyarakat yaitu dari segi pelayanan yang menarik,
harga terjangkau dan serba instan. Pasar ini memiliki penjualan barang- barang
kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan bahan pokoksecara eceran
dan langsung kepada konsumen akhir. Sembilan bahan pokok atau sering
disingkat sembako, menurut keputusan Menteri Industri dan Perdagangan yang
termasuk dalam sembako adalah:
1. Beras
2. Gula pasir
3. Minyak goreng dan margarin
4. Daging sapi dan ayam
5. Telur ayam
6. Susu
7. Jagung
8. Minyak tanah
9. Garam beriodium
Secara umum peningkatan jumlah pasar khususnya pasar modern terjadi didaerah
perkotaan. Hal ini mengakibatkan semakin ketat persaingan dikalangan pedagang
eceran. Meskipun jumlah pasar tradisional masih lebih besar dibandingkan pasar
modern tetapi pertumbuhan pasar modern semakin meningkat. Pada saat ini pasar
tradisional yang lokasinya berdekatan dengan mal/hypermarket mengakibatkan
pasar tradisional mulai kehilangan pembeli sehingga dapat mengganggu
perkembangan usaha pelaku perdagangan eceran di pasar tradisional yang
umumnya pelaku usaha mikro dan dapat mematikan usaha pedagang. (Fadhil,
2006) .
Sudah banyak kios di pasar tradisional yang harus tutup karena sulit bersaing
dengan pasar modern. Dari data Asosiasi Pedagang Pasar tradisional seluruh
Indonesia (APPSI) pada tahun 2005 seperti dikutip website Kementerian Koperasi
dan UKM mengatakan bahwa sekitar 400 toko di pasar tradisional harus tutup
usaha setiap tahunnya. Jumlah ini kemungkinan terus bertambah seiring kehadiran
pasar modern yang semakin meningkat. (Indra, 2007) Indonesia adalah negara
dengan mayoritas konsumen berasal dari kalangan menengah ke bawah. Kondisi
ini menjadikan kosumen Indonesia tergolong ke dalam konsumen yang sangat
sensitif terhadap harga. Ketika faktor harga rendah yang sebelumnya menjadi
keunggulan pasar tradisional mampu diruntuhkan oleh pasar modern, secara
relatif tidak ada alasan konsumen dari kalangan menengah ke bawah untuk tidak
turut berbelanja ke pasar modern dan meninggalkan pasar tradisional (Ekapribadi.
W, 2007).
Jumlah konsumen yang berbelanja di pasar modern semakin meningkat, pangsa
pasar modern telah mencapai lebih 30 persen melonjak tajam dalam sepuluh tahun
terakhir ini. Hal ini menyebabkan berkurangnya pangsa pasartradisional. Hasil
survei PT AC Nielsen Indonesia terhadap 47 kategori produk di pasar modern dan
pasar tradisional sepanjang 2004 (Januari-Desember),menunjukkan kategori
produk di pasar tradisional mencapai 1,7 juta unit,kontribusi pasar tradisional
sebesar 69,9 persen , turun dari tahun sebelumnyayaitu 73,7 persen (2003), 74,8
persen (2002), 75,2 persen (2001), dan 78,1 persen(2000). (Rully, 2008).
Pertumbuhan yang tidak seimbang antara pasar modern dengan pasar tradisional
mengarah pada menurunnya tingkat pertumbuhan pasar tradisional.Apalagi pasar
tradisional mengalami kekurangan sarana dan prasarana serta para pemasok.
Menurut survei AC Nielsen pada 2004-2006, pertumbuhan pasartradisional
mengalami penurunan sebesar 8,1 persen pertahun karena terdesakoleh pasar
modern yang jumlahnya tumbuh mencapai 31,4 persen. Departemen perdagangan
mencatat terdapat 13.450 unit pasar tradisional di seluruh Indonesia menjadi
tempat berkumpulnya 12,6 juta pedagang. Survei AC Nielsen pada tahun2004
juga menyebutkan pangsa pasar-pasar modern yang terdiri dari
hypermarket,supermarket, minimarket, dan depertemen store, rata-rata tumbuh
sekitar 16 persen pertahun. Sedangkan di pasar tradisional hanya tumbuh 5 persen
pertahun.(Muhammad, dkk, 2007).
2) Pemasaran
Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dengan seseorang atau kelompok
untuk memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan
dan pertukaran produk dan nilai. Defenisi ini didasarkan pada konsepinti yaitu
kebutuhan, keinginan dan permintaan (Kotler, 2005 ).
Semakin tinggi harga suatu barang maka semakin sedikit jumlah barangyang di
minta, sebaliknya semakin rendah harga suatu barang maka semakin banyak
barang yang diminta. Sedangkan teori penawaran semakin tinggi hargasuatu
barang makin banyak jumlah barang yang ditawarkan oleh penjual,sebaliknya
semakin rendah harga suatu barang semakin sedikit jumlah yang ditawarkan.
(Nuraini, 2001) Pasar awalnya mengacu pada suatu geografis tempat transaksi
berlangsung.
Pada perkembangan selanjutnya mungkin defenisi ini sudah tidak sesuai lagi,
terutama dengan berkembangnya teknologi informasi. Perkembangan teknologi
informasi misalnya telepon dan internet memungkinkan transaksi dapat dilakukan
tanpa melalui kontak langsung antara penjual dan pembeli. Dengan teknologi
informasi ini dilakukan transaksi antar kota, antar negara bahkan antar benua,
misalnya antar Indonesia dengan Malaysia (Sudiyono, 2004). Dalam mempelajari
marketing ada beberapa metode yang digunakan yaitu:
a) Pendekatan fungsi (functional approach), dimana dipelajari bermacam-
macam fungsi yang dikehendaki dalam marketing, bagaimana dan siapa
yang melaksanakannya.
b) Pendekatan dari segi lembaga (Intitutional approach) Dipelajari
bermacam-macam perantara, bagaimana masing-masing berusaha agar
fungsi-fungsi dapat dilaksanakan.
c) Pendekatan komoditi barang (Commodity approach) Mempelajari
bagaimana macam-macam barang dipasarkan, lembaga mana saja yang
mengendalikannya Pemasaran merupakan hal yang sangat penting setelah
selesainya proses produksi.
Kondisi pemasaran menimbulkan suatu siklus atau lingkaran pasar suatu
komoditas. Bila pemasaran tidak baik, mungkin disebabkan karena daerah
produsen terisolasi, tidak ada pasar, rantai pemasaran terlalu panjang atau ada satu
pembeli. Kondisi ini merugikan pihak produsen. Hal ini berarti efisiensi di bidang
pemasaran masih rendah. Fungsi pemasaran merupakan suatu aktivitas yang
penting yang dispesialisasi dan dilaksanakan dalam bidang pemasaran. Fungsi
tersebut adalah :
a) Fungsi Pertukaran yaitu pembelian (buying) dan penjualan (selling).
b) Fungsi Pengadaan secara Fisik yaitu pengangkutan (transportation) dan
penyimpanan ( storage).
c) Fungsi pemberian jasa-jasa yaitu permodalan ( financing), resiko,
standarisasi dan informasi pasar atau marketinformation (Hutauruk, 2003).
Pemasaran hasil produksi merupakan salah satu faktor yang sangat penting.
Sebagai proses produksi yang komersial, maka pemasaran merupakan syarat
mutlak yang diperlukan dalam pembangunan pertanian. Pemasaran dapat
menciptakan nilai tambah melalui guna tempat, guna bentuk, dan guna waktu,
sehingga pemasaran pertanian dianggap memberikan nilai tambah yang dapat
dianggap sebagai kegiatan produktif (Sudiyono, 2004).
Pemasaran komoditi pertanian terdapat pelaku-pelaku ekonomi yang terlibat
secara langsung ataupun tidak langsung dengan cara melaksanakan fungsi-fungsi
pemasaran. Komoditi yang dipasarkan juga bervariasi kualitasnya dengan harga
yang beragam pula. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan lembaga-lembaga
pemasaran juga bervariasi (Sudiyono, 2004). Keadaan ketersediaan input produksi,
biaya produksi, besarnya produksi, penerimaan usahatani, kelayakan usahatani
lada, saluran pemasaran, margin pemasaran, dan pengaruh perubahan harga pada
tiap lembaga pemasaran perlu dikaji lebih dalam.
Menurut Sudiyono (2004), lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu
yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen
kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usahaatau
individu lainnya. Lembaga pemasaran ini timbul karena adanya keinginan
konsumen untuk memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat dan
bentuk yang diinginkan konsumen. Tugas lembaga pemasaran ini adalah
menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen
semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga
pemasaran ini berupa margin pemasaran. Lembaga pemasaran ini
dapatdigolongkan menurut penguasaannya terhadap komoditi yang dipasarkan
dan bentuk usahanya. Menurut penguasaannya terhadap komoditi yang diperjual
belikan lembaga pemasaran dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
a) Lembaga yang tidak memiliki tapi menguasai benda, seperti agen
perantara, makelar (broker, selling broker dan buying broker).
b) Lembaga yang memiliki dan menguasai komoditi-komoditi pertanian yang
diperjual belikan, seperti pedagang pengumpul, tengkulak, eksportir dan
importir.
c) Lembaga pemasaran yang tidak memiliki danmenguasai komoditi-
komoditi pertanian yang diperjual belikan, seperti perusahaan-perusahaan
penyediaan fasilitas-fasilitas transportasi, asuransi pemasaran dan
perusahaan penentu kualitas produk pertanian (surveyor).
d) Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran
produk-produk pertanian sangat beragam sekali tergantung dari jenis yang
dipasarkan. Ada komoditi yang melibatkan banyak lembaga pemasaran
dan ada pula yang melibatkan hanya sedikit lembaga pemasaran.
Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran ini lebih
lanjut dapat di identifikasikan sebagai berikut :
a) Tengkulak, yaitu lembaga pemasaran yang secara langsung berhubungan
dengan petani, tengkulak ini melakukan transaksidengan petani baik secara
tunai, ijon maupun kontrak pembelian.
b) Pedagang pengumpul, jual komoditi yang dibeli tengkulak dari petani
biasanya relatif lebih kecil sehingga untuk meningkatkan efisiensi,
misalnya dalam pengangkutan, maka harus ada proses konsentrasi
(pengumpulan) pembelian komoditi oleh pedagang pengumpul. Jadi
pedagang pengumpul ini membeli komoditi pertaniandari tengkulak.
c) Pedagang besar, untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan fungsi-fungsi
pemasaran, maka jumlah komoditi yang ada pada pedagang pengumpul ini
harusdikonsentrasikan lagi oleh lembaga pemasaran yang disebut dengan
pedagang besar. Pedagang besar ini selain melakukan proses konsentrasi
(pengumpulan) komoditi dari pedagang-pedagang pengumpul, jika
melakukan proses distribusi(penyebaran) ke agen penjualan ataupun
pengecer. Oleh karena jarak petani ke pedagang besar cukup jauh dan
membutuhkan waktu lama, maka pada saat komoditi sampai di tangan
pedagang besar ini sudah melibatkan lembaga pemasaran lainnya, seperti
perusahaan pengangkutan, perusahaan pengolahan dan perusahaan
asuransi. Perusahaan pengangkutan ini berperan untuk meningkatkan guna
tempat. Sedangkan perusahaan pengolahan berperan untuk meningkatkan
guna bentuk, sebab produk-produk pertanian biasanya dihasilkan sebagai
bahan mentah ataupun bahan baku untuk proses produksi selanjutnya.
d) Agen penjualan, produk pertanian yang belum ataupun sudah mengalami
proses pengolahan ditingkat pedagang besar harus didistribusikan kepada
agen penjualan maupun pengecer. Agen penjualan ini biasanya membeli
komoditi yang dimiliki pedagang dalam jumlah banyak dengan harga yang
relatif murah dibanding pengecer.
e) Pengecer, merupakan lembaga pemasaran yang berhadapan langsung
dengan konsumen. Pengecer ini sebenarnya merupakan ujung tombak dari
suatu proses produksi yang bersifat komersil, artinya kelanjutan proses
produksi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran sangat
tergantung dari aktivitas pengecer dalam menjual produknya kepada
konsumen. Jadi keberhasilan pengecer menjual produk kepada konsumen
sangat menentukan keberhasilan lembaga-lembaga pemasaran pada rantai
pemasaran sebelumnya. Sehingga saat ini kita jumpai adanya diversifikasi
usaha dari produsen atau pedagang besar menjadi pengecer sekaligus.
Lembaga-lembaga pemasaran ini dalam menyampaikan komoditi
pertanian dari produsen berhubungan satu sama lain yang membentuk
jaringan pemasaran. Arus pemasaran yang terbentuk dalam proses
pemasaran ini beragam sekali, misalnya produsen berhubungan langsung
kepada konsumen akhir atau petani produsen berhubungan terlebih dahulu
dengan tengkulak, pedagang pengumpul ataupun pedagang besar dan
membentuk pola-pola pemasaran yang khusus. Pola-pola pemasaran yang
terbentuk selama pergerakanarus komoditi pertanian dari petani produsen
ke konsumen akhir ini disebut dengan sistem pemasaran. Menurut
Kartasapoetra (1992 : 35), dalam hal melancarkan penyampaian dan
memindah tangankan barang-barang dari produsenke konsumen terbentuk
lembaga-lembaga pemasaran seperti jasa-jasa yangditawarkan oleh agen-
agen atau perusahaan dagang, perusahaan pengepakan dan peti kemas,
perusahaan angkutan dan asuransi.
Besarnya permintaan dan penawaran barang/jasa termasuk jumlah barang/jasa
yang benar-benar terjual, maka pasar dapat dibagi atas :
1) Pasar persaingan sempurna (Perfect Market Competition) terpenuhidengan
syarat, organisasinya teratur (pembeli dan penjual bebas dalam
perlakuan),tidak boleh ada persetujuan sebelumnya antar pembeli dan
penjual, barang yang diperdagangkan homogen, tidak ada campur tangan
pemerintah dan jumlah pembeli dan penjual cukup besar.
2) Pasar Monopoli atau Pasar Tidak Bebas terjadi bila pasar seluruhnya
dikuasai oleh satu penjual atau satu badan usaha, sehingga terjadi politik
harga dimana harga ditentukan sesuka hati oleh si penjual tunggal tersebut.
Pasar Persaingan Monopolis dikuasai oleh beberapa penjual satu jenis
barang yang berbeda kualitasnya, bentuknya ada dua yaitu persaingan
bebas dan persaingan monopoli (Gultom, 1996).
3) Pasar Kurang Bebas terletak antara pasar bebas dan monopoli, pasar
inisifatnya dikuasai oleh satu produsen besar dan beberapa produsen kecil,
dan kebijakan harga ditentukan oleh produsen besar, sedangkan yang kecil
hanya mengikuti.
Saluran pemasaran atau saluran distribusi terdiri dari seperangkat lembaga yang
melakukan semua kegiatan (fungsi) yang digunakan untuk menyalurkan produk
dan status kepemilikannya dari produsen kekonsumen (Kotler, 1995). Pemasaran
hasil pertanian memiliki corak tersendiri bila dibandingkan dengan pemasaran
produk industri. Hal ini disebabkan karena tempat usahatani yang terpencar-
pencar dan jumlah hasil yang dijual sedikit, sehingga dibutuhkan suatu sistem
yang menghimpun barang yang terpencar- pencar dan sedikit tersebut ke tempat
pengumpulan, kemudian diangkut ke pusat- pusat lokasi konsumen dari pusat-
pusat pengolahan (Gultom, 1996).
Berikut contoh Kegiatan Pemasaran Lada di Desa Mangkaruk berdasarkan hasil
penelitian Hastirullah Fitruh (2013), yaitu :
a. Kegiatan Ditingkat Petani
Petani lada di Desa Mangkauk mempunyai diversifikasi usahatani yang meliputi
ternak sapi dan unggas, padi sawah serta perkebunan, tingkat diversifikasi tersebut
sangat mempengaruhi dalam proses pemasaran lada, karena waktu, tenaga dan
modal, tidak sepenuhnya untuk pemasaran lada, sehingga kegiatan petani terhadap
pemasaran lada hanya sekedar memanen, dan menjual.
b. Kegiatan di Tingkat Pedagang Pengumpul
Pedagang pengumpul dalam melaksanakan transaksi lada di tempat petani lada
atau pedagang datang kerumah-rumah petani lada, penetapan harga ditingkat
petani tergantung pada ketersediaan lada, dimana; panen lada umumnya
dilaksanakan petani di Desa Mangkauk hanya 1 kali panen dalam satu tahun.
Sehingga pedagang pengumpul membeli harga tinggi apabila ketersediaan lada
jumlahnya sedikit dan sebaliknya. Namun demikian pedagang pengumpul
dimudahkan dengan adanya sarana transportasi yang baik sehingga memudahkan
pedagang pengumpul untuk membeli lada.
c. Kegiatan di Tingkat Pengecer
Pedagang pengecer pada umumnya berada di kecamatan dan dalam melakukan
pembelian hanya dari pedagang pengumpul, sehingga pengecer tidak membeli
langsung di produsen, karena pedagang pengecer tidak hanya membeli di satu
lokasi saja, bahkan ada yang dari luar kecamatan. Pedagang pengecer malakukan
pembelian dalam jumlah terbatas, karena pedagang pengecer melihat situasi
keberadaan lada dipasaran.
B. Aspek Non-teknis
1. Aspek Manajemen dan HukumAspek manajemen mempelajari tentang
manajemen dalam masa pembangunan bisnis dan manajemen dalam
operasi (Nurmalina et.al, 2010). Aspek hukum terkait dengan bentuk
badan usaha yang akan digunakan beserta kekuatan hukum dan
konsekuensinya, jaminan-jaminan yang bisa disediakan bila menggunakan
sumber dana berupa pinjaman, berbagai akta, sertifikat, dan izin
(Nurmalina et.al, 2010).
2. Aspek Sosial dan Ekonomi Pada aspek sosial dan ekonomi, yang akan
dinilai adalah seberapa besar suatu usaha atau bisnis mempunyai dampak
sosial dan ekonomi terhadap masyarakat keseluruhan (Nurmalina et.al,
2010).
3. Aspek Lingkungan Pada aspek lingkungan, hal yang perlu dicermati
adalah bagaimana pe-ngaruh suatu usaha atau bisnis terhadap lingkungan.
Pertimbangan tentang sistem alami dan kualitas lingkungan dalam analisis
suatu usaha akan menunjang kelangsungan suatu usaha itu sendiri, sebab
tidak ada usaha yang akan bertahan lama apabila tidak bersahabat dengan
lingkungan (Hufschmidt et.al, 1987 dalam Nurmalina et.al, 2010).

2.2 Pengelolaan keuangan


Menurut Kholilah & Iramani, 2013 Pengelolaan keuangan adalah
kemampuan seseorang dalam mengatur (perencanaan, penganggaran, pemeriksaan,
pengelolaan, pengendalian, pencarian dan penyimpanan) dana keuangan sehari-
hari. Pengelolaan keuangan sebaiknya dilakukan untuk jangka pendek maupun
untuk jangka panjang.
Aktivitas pengelolaan keuangan juga telah melibatkan banyak fungsi yang
saling terkait satu sama lain, seperti yang disampaikan Siegel and Shim (1991)
dan
Brigham and Houston (2007), meliputi:
1. Mendapatkan dana
2. Menggunakan dana
3. Memantau kinerja
4. Memecahkan masalah yang terjadi, baik pada masa sekarang maupun pada
masa yang akan datang.
Sedangkan Menurut Kadarsan (1995), keuangan berhubungan dengan hal
berikut.
1. Permintaan modal
2. Penawaran modal
3. Pengaturan dan Pemakaian modal
4. Pengontrolan modal
Selanjutnya, dalam memahami mengenai pengelolaan keuangan perlu untuk
mengetahui cara - cara pengelolaan keuangan. Terdapat beberapa cara
pengelolaan keuangan perusahaan seperti yang dikemukakan oleh Richard et all.,
2007. Yaitu sebagai berikut.
1. Menentukan biaya (Modal)
keuangan memegang peran sentral karena tanpa dana, perusahaan tidak akan
berjalan dengan baik. Di sinilah peranan dana atau modal menjadi sangat penting.
Modal merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting keberadaannya
dalam usahatani. Sumber permodalan usahatani dapat berasal dari dalam (modal
sendiri) dan dari luar (pinjaman/kredit). Kredit sebagai modal usaha
mencerminkanbahwa secara tidak langsung kredit terpaut dalam kegiatan
produksi dimana kreditberperan dalam pengadaan faktor-faktor produksi
2. Mengatur perencanaan keuangan
Rencana keuangan adalah panduan atau pedoman yang disusun untuk
mencapai tujuan dan membantu peningkatan nilai dalam produksi perkebunan.
Untuk itu biasanya dilakukan dengan cara memperkirakan jumlah dana yang akan
dikeluarkan untuk kepentingan biaya produksi.
Dilihat dari waktu penggunaan, ada dua bentuk pengeluaran atau alokasi dan,
yaitu.
a) Pengeluaran jangka pendek
Pengeluaran jangka pendek adalah pengeluaran yang digunakan untuk
mendukung produksi dan aktivitas penjualan saat ini, disebut juga dengan “biaya
operasi”
b) Pengeluaran jangka panjang
Kegiatan usaha tani juga mengeluarkan dana untuk keperluan investasi jangka
panjang, atau yang dinamakan dengan investasi atas aktiva tetap, seperti membeli
tanah, gedung, mesin-mesin dan alat produksi lainnya
3. Menghitung biaya pendapatan
Menghitung pendapatan usahatani dilakukan untuk menentukan pendapatan
yang diperoleh selama melakukan kegiatan produksi apakah yang dilakukan
tersebut mengalami keuntungan atau kerugian
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tanaman perkebunan


mempunyai peranan sebagai salah satu sumber devisa sektor pertanian. komoditas
lada merupakan salah satu komoditas unggulan yang memiliki prospek ekonomi
yang baik jika dikembangkan secara maksimal dengan menerapkan teknik
manajemen perkebunan yang sesuai dengan memperhatikan segala aspek yang
berkaitan dengan manajemen perkebunan komoditas lada baik aspek teknis
maupun aspek non teknis, serta pengelolaan keungan.
Daftar Pustaka

Brigham, E.F and J.F. Houston. (2007). Essentials of Financial Management.


Cengage Learning Asia. Singapore: Pte. Ltd.
Ekapribadi, W. 2007. Persaingan Pasar Tradisional dan Pasar Modern. Jakarta :
Rajawali Press
Fadhil. 2006. Menyoroti Pasar Tradisional. Jakarta : Seputar Indonesia.
Fatimah. (2013). Analisis Keunggulan Kompetitif dan Komperatif Komoditas
Lada Hitam (Pipper Nigrum L.) di Kabupaten Lampung Utara (Tesis).
Jurusan Magister Agribisnis. Universitas Lampung. Lampung.
Fitruh, Hastirullah. 2013. Analisis Pemasaran Agribisnis Lada (Piper nigrum L)
Di Desa Mangkauk Kecamatan Pengaron Kabupaten Banjar Kalimantan
Selatan. Jurnal Ziraa’ah Vol. 38 (3) Hal : 28-32
Gultom, H.L.T. 1996. Tata Niaga Pertanian. Medan : USU Press.
Hutauruk, J. 2003. Tata Niaga Hasil Pertanian. Medan : UNIKA.
Iman, Ahmad. 2007. Prospek Usahatani Lada.
Indra 2007. Sistem Akuntansi Sekto Publik. Jakarta : Salemba Empat.
Kadarsan, H.W. (1995). Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan
Agribisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kholilah, N. Al, & Iramani, R. (2013). Studi Financial Management Behavior
pada Masyarakat Surabaya. Journal of Business and Banking, 3(1), 69–80.
Kotler, Philip. 1995. Manajemen Pemasaran. Jakarta : Gramedia Pustaka.
Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran, Jilid 1 dan 2. Jakarta : PT. Indeks
Kelompok Gramedia.
Muhammad, 2007. Membuat Pasar Tradisional Tetap Eksis. Jakarta : Rajawali
Press
Nuraini, Ida. 2001. Pengantar Ekonomi Mikro. Jakarta : UMM Press
Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi A. 2010. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor:
Departemen Agribisnis FEM-IPB.
Oktarina, Yetty. 2009. Analisis Usahatani dan Pemasaran Lada (Piper nisrum L.)
di Desa Tanjung Durian Kec. Buay Pemaca Kabupaten OKU Selatan.
JurnalAgronobis, Vol 1. No. 2.
Rully. 2008. Pasar Tradisional vs Pasar Tingkat II. Kota Medan.
Saediman. 2003. Tantangan dan Peluang Pemasaran Produk-Produk Pertanian
Provinsi Sulawesi Tenggara di Era Globalisasi. Makalah disampaikan pada
Semiloka Pengembangan Kurikulum GBPP/SAP Fakultas Ekonomi
Universitas Halu Oleo. Kendari
Sudiyono, A. 2001. Pemasaran Pertanian. Malang : UMM Press.
Syam, Amiruddin. 2012. Efisiensi Produksi Komoditas Lada di Propinsi Bangka
Belitung. SOCA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Vol. 4 (3).
Tumanggor.2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Cokelat
Di Kabupaten Dairi. Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Wulandari. 2008. Analisis Pemasaran Tahu di Kecamatan Kartasura Kabupaten
Sukoharjo. Skripsi S1 Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Surakarta

Anda mungkin juga menyukai