Anda di halaman 1dari 27

JARINGAN AKSI MAHASISWA SERANG RAYA (JAWARA)

(BEM Universitas Primagraha, BEM UPI Serang, BEM KBM Untirta, BEM Unsera, BEM Falatehan, FMN Untirta, UMC,
Sempro Uin, Kumala Serang, SDMN Untirta, Seruni Untirta, Imala Serang
Kumaung Serang dan PMII Untirta)

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Serang, 29 Juli 2020
Yth :
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Di tempat

Perihal : Surat Terbuka


Lampiran : Lembaran Kritis; Situasi Pendidikan Tinggi dan Problematikanya Selama Pandemi Covid-19

JARINGAN AKSI MAHASISWA SERANG RAYA (JAWARA)

1. DASAR
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) pasal 31 Tentang
Pendidikan dan Kebudayaan.
b. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 5 Ayat 1 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
c. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 26 Tentang Hak Asasi Manusia
d. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Pasal 76 Tentang Pendidikan Tinggi
e. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 Pasal 12 Tentang Pengesahan International Covenant on
Economic, Social, and Cultural Rights (ICESCR).
f. Permendikbud Nomor 5 Tahun 2020 Tentang SSBOPT Pada PT Di Lingkungan Kemedikbud

2. PERSOALAN
a. Belum adanya kebijakan publik mengenai keringanan UKT/SPP ditengah masa-masa pandemic
covid-19 yang dilahirkan oleh kemendikbud secara konkrit. Karena sampai sejauh ini surat
edaran, surat keputusan sampai permendikbud itu sendiri belum mampu menjawab persoalan
keresahan mahasiswa mengenai pembayaran UKT/SPP dan hanya melipahkan skema dan teknis
keringanan UKT kepada kampus-kampus yang menyebabkan ketidakpastian dan ketidakpatuhan
kampus untuk memberikan insentif berupa keringanan UKT/SPP.
b. Pelaksanaan pendidikan jarak jauh (PJJ) yang menjadi solusi pelaksanaan pendidikan di masa
pandemic-19 banyak memberikan problematik yang multidimensi. Fasilitas penunjang PJJ baik
dalam infrastuktur maupun sufrastuktur seperti subsidi kuota, sinyal dan standar oprasional
prosedur (SOP) dalam pelaksanaan PJJ masih belum bisa di aplikasikan dan dioptimalisasikan
oleh kampus-kampus secara efektif dan efisien.
c. Tidak ada komitmen dan jaminan terhadap mahasiswa seluruh indonesia yang mengalami
dampak baik ekonomi dan kesehatan oleh pemerintah untuk memastikan tetap bisa menjalankan
dan mengakses pendidikan di semester selanjutnya.
d. Banyaknya tindak represif, anti demokrasi dan pembungkaman yang dilakukan oleh aparat
negara dan kampus terhadap mahasiswa yang berjuang untuk menuntut hak demokratisnya.
e. Situasi pendidikan nasional yang dijalankan dengan skema privatisasi, komersialisasi dan
privatisasi telah mendegradasi ruh dan semangat pendidikan nasional yang membebaskan,
memerdekakan dan memanusiakan manusia.

3. TUNTUTAN

a. Menuntut kemendikbud untuk memberikan pembebasan UKT/SPP bagi mahasiswa seminimal


mungkin (50% dari total UKT/SPP yang dibayarkan), dan melakukan pembebasan pembayaran
UKT bagi mahasiswa yang hanya mengontrak mata kuliah skripsi;
b. Memastikan keberlangsungan kuliah online berjalan dengan layak dan efektif dengan
menerbitkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan memberikan evaluasi atau perbaikan dalam
proses kegiatan belajar mengajar selama kuliah online;
c. Jamin dan pastikan seluruh mahasiswa di Indonesia tetap melanjutkan perkuliahan selama
pandemic covid-19;
d. Hentikan segala bentuk tindakan represif terhadap ruang ruang demokrasi bagi mahasiswa;
e. Menolak segala bentuk liberalisasi, privatisasi dan komersialisasi pendidikan;
f. Cabut UndangUndang Pendidikan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012;
g. Wujudkan pendidikan yang ilmiah, demokratis dan mengabdi kepada rakyat.

4. PENUTUP
Surat terbuka ini dibuat untuk mendesak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan seluruh
Pimpinan Perguruan Tinggi di penjuru negeri untuk memberikan keringanan Uang Kuliah Tunggal
(UKT)/SPP yang berkeadilan, serta melakukan transparansi keuangan kampus karena pandemik
coronavirus diseases (Covid-19). Hal ini dikarenakan hampir setiap keluarga mengalami guncangan
perekonomian akibat wabah dan hal tersebut berpengaruh pada berbagai aspek, termasuk kemampuan
membayar biaya kuliah bagi anggota keluarganya yang sedang menempuh pendidikan tinggi.
Demikian surat ini disampaikan untuk kemudian segera ditindaklanjuti oleh kementrian
pendidikan dan kebudayaan serta untuk memenuhi rasa keadilan bagi parah Mahasiswa seluruh
indonesia ditengah pandemi covid-19, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan
terima kasih.

Hormat kami,
Kordinator JAWARA

Rizal Hakiki

Tembusan :
1. Gubernur Provinsi Banten
2. Walikota Kota Serang
3. Bupati Kabupaten Serang
4. Pimpinan Rektorat UNTIRTA,
5. Pimpinan Rektorat UNSERA,
6. Pimpinan Rektorat UPI SERANG,
7. Pimpinan Rektorat Universitas Primagraha,
8. Pimpinan Rektorat Universitas Falatehan,
9. Seluruh Media Nasional & Regional Provinsi Banten.
JARINGAN AKSI
MAHASISWA
SERANG
RAYA (JAWARA)

Lembaran Kritis :

Situas Pendidikan Tinggi dan


Problematikanya Selama
Pandemi
Covid-19
BAB I
PENDAHULUAN

Rakyat Indonesia kembali dihadapkan dengan penderitaan yang semakin tajam, di


tengah tindasan dari imperialisme AS bersama dengan Borjuasi dan Tuan tanah besar, kini
rakyat dihadapkan dengan penyebaran Virus Corona (Covid 19). Penyebaran Covid 19 di
Indonesia tidak lepas dari kecerobohan dan arogannya pemerintahan Jokowi. Pasalnya
pemerintah sejak awal Covid 19 menyebar di Tiongkok selalu jumawa dan sombong
menyatakan Indonesia tidak akan terjangkit. Bahkan meluasnya Covid 19 diberbagai negeri
sempat diremehkan oleh jajaran menteri pemerintahan Jokowi. Melansir dari riset yang
diterbitkan oleh LP3ES terdapat 37 pernyataan pemerintah yang tidak mendasar dan
merupakan bentuk kecerobohan dari komunikasi politik pemerintah JOKOWI-MA1. Hasilnya
pemerintah sama sekali abai dan tidak mengambil langkah efektif untuk mengantisipasi
penyebaran Covid 19 di Indonesia. Tindakan tersebut adalah sumber petaka yang harus
diterima oleh rakyat, kini rakyat Indonesia harus kembali dipaksa menjadi korban kebijakan
rezim.
Covid 19 kini telah tersebar ke 200 negara dengan total jumlah kasus Covid-19 di
seluruh dunia telah menembus angka 14,3 juta. Data menunjukkan ada 15.080.860 total
kasus. Total kematian mencapai 618.407 jiwa Sementara, total kesembuhan berada pada
angka 9.102.398 jiwa2. Kemudian di Indonesia sampai pada 21 Juli 2020 jumlahnya
meningkat sebesar 89.869 orang positif , dengan korban meninggal dunia sebanyak 4.320
orang dan 48.466 orang sembuh .3
Setelah menunjukan arogansinya, kini pemerintahan Jokowi justru semakin
menunjukan wajah aslinya sebagai rezim yang anti-rakyat dan anti demokrasi khususnya
dalam mengatasi krisis kesehatan dan mencegah meluasnya Covid 19 di Indonesia. Berbagai
kebijakan telah dikeluarkan, seluruh instrument negara dioptimalkan, hingga himbauan
kepada masyarakat digencarkan. Namun celaka bagi negeri yang bergantung pada skema
neoliberalisme, karena tidak satupun negara imperialis bahkan Amerika Serikat mampu
mengatasi krisis kesehatan ini. Ketidakmampuan tersebut merupakan imbas dari krisis
ekonomi berkepanjangan dalam tubuh imperialis dan membuktikan bahwa neoliberalisme

1
Lihat nasional.kompas.com/rilis LP3ES pernyaatn blunder pemerintah saat pandemic covid-19
2
Data WHO yang dilansir pada tanggal 21 Juli 2020
3
Data Kementrian kesehatan yang disampaikan oleh kepala gugus tugas penanganan COVID-19
tidaklah mampu menjamin dan menyelamatkan rakyat. Indonesia bersama berbagai negeri
sejak lama telah mengabaikan sektor kesehatan, melakukan privatisasi dan komersialisasi
sektor kesehatan. Pelayanan dan pembangunan untuk kepentingan rakyat jauh dari pikiran
pemerintah. Hasilnya, ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi krisis kesehatan seperti
saat ini.
Kebijakan sesat pemerintah Jokowi dengan memilih kebijakan Pemberlakuan Sosial
Berskala Besar (PSBB) tanpa menjamin kebutuhan dasar bagi rakyat justru semakin
memperburuk keadaan. Rakyat dipaksa untuk berada dirumah, justru mengancam kehidupan
ekonomi rakyat dengan membiarkan rakyat dalam kondisi miskin dalan lapar dalam situasi
ini. Sementara itu penanganan terhadap yang terinfeksi juga dilakukan dengan parsial.
Kebijakan mengisolasi penderita di berbagai rumah sakit tanpa memperhatikan kehidupan
keluarganya adalah tindakan yang tidak bertanggungjawab. Pasalnya bagi rakyat miskin, satu
hari saja diisolasi, maka akan menjadi beban tambahan bagi keluarga yang ditinggalkan.
Klas buruh, kaum tani, pedagang kecil dan rakyat miskin lainya adalah golongan yang
paling rentan terkena infesksi Covid 19. Mereka tidak bisa leluasa menjalankan anjuran
pemerintah dan kalangan borjuasi kecil perkotaan untuk hidup berdiam di rumah
(#Dirumahaja). Rakyat yang hidup dari upah harian yang kecil tidak akan mampu bertahan
jika hanya berdiam diri tanpa adanya kepastian distribusi kebutuhan hidup layak dari
pemerintah. Meskipun kewaspadaan individu dengan mencuci tangan hingga menjaga jarak
dapat membantu, namun hal tersebut tidak akan bisa mengatasi penyebaran skala luas.
Seharusnya pemerintah wajib memastikan pemenuhan kebutuhan hidup harian rakyat dapat
terpenuhi dan dijangkau dengan harga yang murah. Bahkan tidak sulit seharusnya bagi
pemerintah untuk mendistribusikan kebutuhan pokok secara gratis selama masa darurat
nasional ini, karena pemerintah pun tidak pernah kesulitan dalam memberikan subsidi dan
insentif bagi korporasi dan investor asing yang masuk ke Indonesia. Seperti kebijakan
Stimulus Ekonomi jilid II yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan, pemerintah memberikan
insentif berupa pembebasan pajak penghasilan impor bagi bagi korporasi selama enam bulan
(April – September) dengan besaran Rp 8,15 Triliun dan pengurangan pajak bagi impor
barang industry sebesar 30% atau dengan perkiraan Rp 4,2 Triliun.
Sampai sejauh ini per tanggal 21 Juli 2020 saja sudah, terdapat 39.977 perusahaan
yang melakukan PHK dan merumahkan 3.610.579 karyawan. Rinciannya, pekerja formal
dirumahkan sebanyak 1.085.284 pekerja dari 17.224 perusahaan dan di-PHK sebanyak
137.489 pekerja dari 22.753 perusahaan. Sementara jumlah perusahaan dan tenaga kerja
terdampak di sektor informal sebanyak 34.453 perusahaan dengan jumlah pekerjanya
sebanyak 189.452 orang. Total jumlah perusahaan yang merumahkan pekerja dan PHK
sebanyak 74.430 perusahaan dengan jumlah pekerja/buruh/tenaga kerja sebanyak 1.200.031
orang . Situasi ini akan semakin menurunkan kualitas penghidupan klas buruh yang sebelum
terjadinya COVID-19 ini pun ditindas dan dihisap melalui skema poltik upah murah dan
fleksibilas pasar tenaga kerja.4
Kemudian kebijakan meliburkan kampus dengan menggantinya menjadi belajar-
mengajar jarak jauh tanpa kebijakan yang adil bagi peserta didik hanya akan menambah
beban rakyat. Secara kebudayaan, sistem belajar jarak jauh tidak akan dapat berjalan efektif
karena tidak semua institusi pendidikan tinggi memiliki kapasitas dan kemampuan yang baik
untuk menunjang sistem tersebut. Sebut saja bagaimana sistem internet dan teknologi
penunjang sistem pembelajaran tersebut? Begitu juga tidak semua kampus memiliki
kemampuan, kebudayaan dan fasilitas penunjang untuk kuliah jarak jauh. Hal tersebut tentu
akan berdampak buruk bagi mahasiswa yang kesulitan mengakses alat serta jaringan internet
yang memadai.
Lebih buruk lagi, pemerintah tidak sama sekali berpikir akan menambah beban biaya
pada rakyat dengan sistem pembelajaran jarak jauh, setidaknya biaya yang bertambah untuk
kebutuhan internet. Mahasiswa telah membayar uang semester (UKT) yang salah satunya
untuk memenuhi kebutuhan operasional belajar secara tatap muka harian . Jika hal tersebut
dihentikan, maka pemerintah harusnya juga memastikan mahasiswa mendapatkan kembali
sebagian dari uang bayaranya, bukanya justru mengambil keuntungan.
Selain itu sejumlah kampus di dalam negeri telah mengambil kebijakan hingga awal
semester ganjil ini tahun ajaran 2020-2021, agar semua kegiatan perkuliahan dilakukan
secara daring, termasuk ujian tengah semester, ujian akhir semester, praktikum, sidang dan
bimbingan tugas akhir, tesis, serta disertasi, bahkan KKM. Hal ini didasarkan pada Surat
Edaran dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 36962/MPK.A/HK/2020 tertanggal
17 Maret 2020 tentang Pembelajaran secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam rangka
Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19). Kemudian di tanggal 31 Maret
2020 pemerintah melalui kemendikbud memperpanjang perkuliahan daring hingga satu
semester penuh dengan mengeluarkan surat edaran dengan rujukan nomor 302/E.E2/KR/2020
dengan hal (Masa Belajar Penyelenggaraan Program Pendidikan).
Dalam situasi kondisi penghidupan rakyat pasca pandemic COVID-19 yang semakin
memerosotkan dan menjerumuskan rakyat dalam kemiskinan dan kelaparan akut, berdampak

4
Data menurut kementrian ketenagakerjaan pertanggal 21 Juli 2020
secara pararel kepada mahasiswa yang orang tuanya berlatar belakang dari klas buruh yang
diputuskan hubungan kerjanya secara massal akhir – akhir ini atau dirumahkan dalam waktu
yang tidak ditentukan dengan kompensasi upah 20% dari gaji pokok, juga dengan mahasiswa
yang orang tuanya berlatar belakang kaum tani pedesaan yang tak menentu mendapatkan
keuntungan bersih hasil produksinya dari panen karena akses distribusi barang menuju
beberapa wilayah kota atau kabupaten di Indonesia menerapkan kebijakan pemberhentian
aktivitas secara besar atau Lockdown , belum lagi mahasiswa yang orang tuanya berlatar
belakang pedagang kecil/eceran yang menggantung kehidupannya dari penghasilan hariannya
mengalami omzet penjualan yang menurun drastis. Semua di dasarkan pada penurunan
penghasilan orang tua mahasiswa bahkan hilangnya mata pencahariannya yang berimplikasi
mengancam banyak mahasiswa yang putus atau cuti dalam kuliah karena harus menabung
dan bekerja dalam membayarkan biaya pendidikannya.
Dengan keadaan ini pendidikan tinggi semakin menunjukkan karakter Komersilnya
dengan tidak memberikan fasilitas penunjang dalam proses penyelenggaraan pembelajaran
jarak jauh. Kampus di seluruh negeri Indonesia bak institusi kredit pengetahuan yang
memperjual belikan pendidikan dan negara dibawah rezim Jokowi - MA melepas tanggung
jawabnya atas keberlangsungan kemajuan aspek kebudayaan rakyatnya dalam menggapai
akses pendidikan tinggi untuk meninggikan taraf pengetahuan tenaga produktif pemuda.
Seakan dengan ini menutup ruang akses secara keberlanjutan bagi pemuda desa, pemuda
kaum miskin kota dan pemuda lainnya yang memiliki keterbatasan secara ekonomi.
BAB II
METODE PENELITIAN

Pandemi COVID-19 telah menimbulkan dampak baik dalam hal ekonomi, kesehatan,
maupun pendidikan seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, dampak itu juga dirasakan
keuangan kampus dan kesejahteraan mahasiswanya. Mahasiswa dari berbagai tingkatan dan
program tidak dapat membayar UKT/SPP seperti biasa sebab fenomena COVID-19 telah
mempengaruhi berbagai sumber pendapatan mulai dari pekerjaan maupun beasiswa. Sumber
pendanaan untuk membayar UKT/SPP bagi sebagian orang bahkan masih belum pasti, yang
jelas adanya pandemi sudah pasti berdampak bagi seluruh mahasiswa terlepas dari kondisi
sosial dan ekonomi mereka. Pihak kampus sudah seharusnya menyesuaikan diri dengan
memberikan bantuan keringanan UKT/SPP baerupa pembebasan atau pemotongan biaya
UKT/SPP.
Metode analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif digunakan untuk
membuktikan dampak pandemi terhadap kesejahteraan mahasiswa dalam lingkup kota
serang, provinsi banten. Metode analisis deskriptif merupakan penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang berusaha menggambarkan fenomena yang terjadi secara nyata,
realistik, aktual, nyata dan pada saat ini. 5 Hal ini sejalan dengan tujuan ditulisnya lemabaran
kritis ini untuk memberikan rekomendasi kebijakan UKT/SPP berdasarkan keadaan nyata
kesejahteraan mahasiswa selama pandemi. Tujuan penggunaan metode analisis deskriptif
adalah membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat
mengenai fakta, sifat, serta hubungan antar fenomena. Sehingga penyampaian keadaan
ekonomi mahasiswa dan hubungannya dengan fenomena pandemi akan dijelaskan
menggunakan deskripsi-deskripsi pada bagian selanjutnya. Penggunaan pendekatan
kuantitatif ditujukan untuk menyimpulkan data dengan jumlah yang besar secara intuitif dan
efisien, hubungan sebab akibat, dan prediksi luaran berdasarkan data dan model6. Pendekatan
ini dapat mendeskripsikan gambaran kondisi mahasiswa. Kondisi mahasiswa sebagai hasil
pengolahan data menggunakan metode dan pendekatan tersebut adalah bukti terpengaruhnya
kesejahteraan mahasiswa terhadap kondisi pandemi.
Metode analisis deskriptif yang digunakan memiliki kriteria umum dan khusus.
Kriteria umum yang dimaksud adalah rumusan masalah dan tujuan dengan menggunakan

5
Rukajat, A. (2018). Pendekatan Penelitian Kuantitatif: Quantitative Research Approach. Yogyakarta: Deepublish.
6
Breunig, C., & Ahlquist, J. S. (2014). Quantitative methodologies in public policy. In Comparative Policy Studies (pp.
109-129). London: Palgrave Macmillan.
fakta-fakta dan tidak terlalu luas, sementara kriteria khususnya adalah menyatakan data
mengenai masalah status dalam nilai berdasarkan variabel tanpa kontrol dan manipulasi.7
Rumusan masalah yang digunakan berfokus pada bagaimana dampak pandemi terhadap
kesejahteraan mahasiswa dalam membayar UKT/SPP. Berdasarkan hal itu kami telah
memilih rumusan masalah, menentukan tujuan, memberikan limitasi, menelusuri literatur
yang relevan, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, analisis statistik data, interpretasi
hasil dengan menghubungkannya ke pengaruh pandemi terhadap pembiayaan kuliah,
generalisasi dan deduksi temuan untuk rekomendasi
Informasi variabel-variabel hanya terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan
pembayaran UKT/SPP mahasiswa di kota serang di saat pandemi saja untuk dijadikan dasar
pembuktian hipotesis bahwa kondisi pandemi berdampak terhadap kesejahteraan mahasiswa
di kota serang dalam membayar UKT/SPP dan menjadikannya sebagai dasar rekomendasi
kebijakan UKT/SPP sesuai lembaran kritis ini. Informasi tersebut merupakan data primer
yang dikumpulkan dengan teknik penelitian survei, yang kemudian informasi tersebut
dikumpulkan dari sejumlah sampel berupa orang melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis.8
Kuesioner itu diisi secara daring oleh mahasiswa aktif di kota serang. Metode sampling yang
digunakan adalah cluster random sampling. Metode sampling tersebut digunakan karena
populasi mahasiswa dapat terbagi menjadi kelompok-kelompok yang relatif homogen dengan
unsur dari setiap kelompok bersifat heterogen, dari setiap kelompok itu sampel diambil
secara acak9. Variabel bebas yang dimaksud adalah asal kampus mahasiswa, profesi pihak
penanggung biaya dan kemampuan membayarnya yang terdampak pandemi, penilaian
dampak COVID-19 terhadap kegiatan akademik, dan evaluasi kebijakan terkait bantuan
pendanaan dan adaptasi kegiatan akademik berikut penilaian kebijakan yang sudah ada.
Penggunaan variabel-variabel tersebut sebagai indikator dapat dilakukan sebagaimana
informasi tersebut dapat membuktikan bahwa kondisi pandemi berdampak terhadap
kesejahteraan mahasiswa di kota serang sebagai variabel terikat dan harus digunakan sebagai
dasar untukk mengeluarkan kebijakan pembebasan biaya pendidikan.

7
8 Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
8
Rukajat, A. (2018). Pendekatan Penelitian Kuantitatif: Quantitative Research Approach. Yogyakarta: Deepublish.
9
Marsden, P. V., & Wright, J. D. (Eds.). (2010). Handbook of survey research. London: Emerald Group Publishing.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Kondisi Aktual Pendidikan Tinggi di Indonesia


Pada tahun 2018 tercatat jumlah perguruan tinggi di Indonesia sebanyak 4.670, terdiri
dari 122 perguruan tinggi negeri dan 3.171 perguruan tinggi swasta dengan total jumlah
mahasiswa terdaftar 8.043.480 orang (PTN : 2.492.103 orang dan PTS 4.459.021 orang).
Berdasarkan laporan Human Development oleh United Nations Development Program dalam
kategori Education Achievements, Indonesia menempati urutan ke-103 dari 188 negara dan
masuk dalam kategori medium human development (UNDP, 2016). Education Achievements
merupakan indikator yang mengukur kualitas dan kuantitas pendidikan di suatu negara.
Dengan ditempatkannya Indonesia di urutan ke-103, ranking tersebut menunjukkan bahwa
kualitas dan kuantitas pendidikan di Indonesia masih di bawah rata-rata. Sedangkan angka
partisipasi kasar mahasiswa (umur 19-23) pada tahun 2019 mengalami penurunan di point
30,28% dari 31,5% tahun 2017. Ini tidak lepas dari kenaikan setiap tahunnya rata-rata biaya
kuliah, Indonesia menempati peringkat 11 dunia dalam daftar negara dengan biaya
pendidikan tertinggi10. Sebagai contoh provinsi banten merupakan provinsi yang mematok
harga pendidikan yang paling tinggi di seluruh provinsi yang ada di Indonesia 11.Salah faktor
kenaikan biaya kuliah ini adalah menggelembungnya nilai uang kuliah melalui kebijakan
UKT di sejumlah kampus negeri pada 2015. Adapun rilis yang dikeluarkan BUMN
Jiwasraya pada tahun 2018, rata-rata secara nasional kenaikan biaya pendidikan pertahun
diperkirakan mencapai 15%, sedangkan kenaikan gaji para pekerja pertahun hanya sebesar
7%, secara konstan tiap interval waktu lima tahun rata-rata tertinggi biaya kuliah perguruan
tinggi negari akan terus mengalami kenaikan lebih dari 100%. Angka inflasi pendidikan di
Indonesia juga sangat tinggi mencapai 15-20% bila dibanding luar negeri yang hanya sekitar
3-5%. Dengan realitas kenaikan biaya kuliah naik berkali lipat, sedangkan kenaikan upah
pekerja stagnan, maka sudah pasti akses pendidikan bagi semua anak bangsa akan terancam.
Permasalahan tidak sampai disini, klaim Uang Kuliah Tunggal sebagai pembiayaan ‘tunggal’
tidak sepenuhnya dilakukan, mahasiswa masih dibebankan biaya pembeliaan alat praktikum,
Kuliah Kerja Nyata (KKN), wisuda– seharusnya sudah masuk kedalam klaim pembiayaan
akademik melalui UKT. Termasuk maladministrasi penetapan biaya UKT yang melebihi

10
Yohanes Enggar Harususilo, ‘’Capai Setengah Milyar Ini Perkiraan Total BiayaKuliah di 3 Negara’’ diakses dari
https://edukasi.kompas.com/read/2018/10/09/14560091/capai-setengah- milyar-ini-perkiraan-total-biaya-kuliah-di-3-
negara
11
Dilansir menurut lokadata.beritaagar.id pada juni 2018
batas/lebih tinggi dari Biaya Kuliah Tunggal (BKT).
Dari aspek anggaran, pemerintah Indonesia tidak menempatkan pendidikan
sebagai sektor prioritas, klaim realisasi 20% tidak murni untuk pengajaran tetapi termasuk
biaya adminsitratif dan operasional. Faktanya APBN justru dihambur- hamburkan untuk
sektor keamanan dan pertahanan (militersitik), RAPBN Tahun 2020 misalnya, alokasi untuk
Kementerian Pertahanan Rp131.182.597.806 dan Kepolisian Rp104.697.223.353,
bandingkan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rp36.301.176.353.
Adapun dalam ruang demokrasi dan kebebasan akademik, ‘’kontribusi’’
mahasiswa melalui pembayaran biaya kuliah yang begitu mahal dan menopang anggaran
kampus—tidak berkorelasi dengan jaminan ruang aspirasi dan keamanan atas dirinya.
Aspirasi sebatas tuntutan permintaan transparansi anggaran pendidikan, keringanan biaya
kuliah dan perbaikan fasilitas kampus berbuntut pada surat Drop Out (DO), represi hingga
jeruji besi. Tercatat di masa Menteri Nadiem Makarin represi terhadap mahasiswa yang
beraspirasi terhadap hal tersebut seperti yang terjadi pada 11 mahasiswa Universitas Darma
Persada Jakarta yang diberikan Surat Peringatan, skorsing 9 mahasiswa Univ.Bina Insan; DO
terhadap 4 mahasiswa Univ.Khairun Maluku, 28 mahasiswa UKI Paulus Makasar, 1
mahasiswa Univ.Bunda Mulia Jakarta; dan 28 mahasiswa Universitas Nasional Jakarta
dipanggil ke kepolisian (Lokataru, 2018). Dalam wujud setengah fasis, pendisiplinan dengan
kekerasan hadir dalam bentuk represi aparat keamanan (Zetkin, 2020) baik dari SKK kampus
maupun satuan kepolisian terhadap demonstrasi mahasiswa.
UNESCO (2019) merilis bahwa akan ada 300 juta siswa/mahasiswa yang hak- hak
pendidikannya terancam selama pandemi. Dalam hal kegiatan belajar mengajar dilakukan
dengan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ), dari Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT).
Alhasil, biaya operasional fasilitas kampus banyak terpotong mulai dari listrik, internet, dan
juga kebersihan. Di satu sisi PJJ sendiri mengalami banyak kendala. Selain karena
keterbelakangan kemampuan para pendidik dalam mengakses teknologi, PJJ juga mengalami
kendala karena Indonesia sendiri adalah negara yang mematok tarif internet termahal. Lebih
mahal dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, Thailand, dan juga Filipina. Di satu sisi,
kecepatan internet rata-rata di Indonesia berada pada angka 20,1/Mbps. Membuat Indonesia
berada di urutan 113 dalam hal kecepatan akses internet. Padahal soal internet sendiri,
ditengah pandemi Covid-19 Pemerintah Malaysia mensubsidi internet gratis senilai Rp2,2
triliun (Speedtest, CupoNation, 2020 )
Skenario Optimistik (berakhir Juni 2020), Skenario Moderat (berakhir September
2020), dan Skenario Pesimistik (berakhir Desember 2020). Tiga skenario tersebut
menghasilkan pedoman proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dalam 3 bentuk, yaitu:
Fase Tanggap Darurat (gabungan tiga skenario), Fase Pemulihan dan Fase Normal Baru.
Dalam kerangka menanggapi dampak situasi darurat pandemi pada sektor pendidikan,
pemerintah melalui Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020, Pasal 9 Ayat (4) mengatur bahwa
mahasiswa dapat mengangsur, mengubah kelompok UKT, dikurangi dan dibebaskan biaya
UKT-nya bila memenuhi syarat di antaranya bila perekonomian mahasiswa, orang tua atau
pihak yang membiayai mahasiswa terdampak pandemi. Kebijakan model ini sejatinya adalah
kebijakan normal yang sudah ada sebelumnya, bukan mekanisme alternatif dalam situasi
krisis sebagai skema exit dan voice. Pada praktiknya agenda pengusulan keringanan UKT ini
sudah dilakukan lembaga mahasiswa kampus setiap pergantian semester dan umumnya
terbatas hanya memfasilitasi 5-15 mahasiswa per fakultas. Sedangkan dalam konteks PTS,
Kemendikbud mewacanakan pengalokasian anggaran sebesar 1 Triliun guna membantu 410
ribu mahasiswa atau 2,4 juta untuk setiap mahasiswa pada semester gasal 2020. Namun
kebijakan ini berwatak diskriminatif karena membatasi jumlah penerima bantuan, sedangkan
jumlah total mahasiswa Indonesia adalah sebanyak 6.951.124 atau hampir 7 juta pada 2018.
Tidak hanya mahasiswa, masalah serupa juga dihadapi karyawan, dosen maupun guru di
setiap jenjang pendidikan.

B. Kondisi Umum Situasi Pendidikan Tinggi di Kota Serang Selama Masa Pandemic
Covid-19.
Per tanggal 17 April 2020, diperkirakan 91,3% atau sekitar 1,5 miliar siswa di seluruh
dunia tidak dapat bersekolah karena munculnya pandemi Covid-19 (UNESCO, 2020). Dalam
jumlah tersebut termasuk di dalamnya kurang lebih 45 juta siswa di Indonesia atau sekitar 3%
dari jumlah populasi siswa yang terkena dampak secara global (Badan Pusat Statistik, 2020).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh McKensey Global Institute, pandemi
Covid-19 berdampak pada beberapa hal mulai dari sistem pembelajaran, dosen hingga
kondisi finansial perguruan tinggi. Skenario pesimistis menyatakan bahwa pembelajaran
daring akan dilakukan hingga tahun 2021. Sebagian besar mahasiswa akan menyelesaikan
perkuliahan semester secara daring begitu pula dengan acara wisuda atau kelulusan.
Tantangan pada sistem pembelajaran ini tentu sangatlah besar. Standar pembelajaran
yang layak harus terus dikembangkan. Perguruan tinggi harus mampu memfasilitasi
consumer needs dalam artian adalah mahasiswa itu sendiri. Akan tetapi memang pada
dasarnya Indonesia khususnya dosen-dosen di Kota Serang ini tidak siap dengan
pembelajaran yang dituntut memberikan effort lebih untuk melek teknologi dan menjadi
kreator konten edukasi yang kreatif.
Lalu bagaimana kondisi perguruan-perguruan tinggi di kota Serang ini. Berikut bagan
yang disajikan.

Diagram 1. Total Koresponden Perguruan Tinggi di Kota Serang

Total Koresponden PT Kota Serang

5.21%
2.90%

UNTIRTA 1.784
22.62% UPI 554
UNSERA 764
52.85% UPG 100
FALATEHAN 176

16.42%

Dalam pengisian kuisioner yang dilakukan kelima kampus tersebut didapatkan total
koresponden yaitu 3.378 orang dari berbagai angkatan. Ada beberapa hal yang ditanyakan
dalam kuisioner. Disajikan dalam bentuk diagram berikut:
Diagram 2. Waktu Pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)

Waktu PJJ

15.05%

Sering 2.873 orang


Tidak sering 505 orang
84.95%

Dari diagram diatas, kegiatan Pembelajaran di seluruh kampus kota serang


Pembelajaran Jarak jauh dilaksanakan secara sering/rutin, intensitas ini didasari dari besaran
sks yang di kontrak setiap mahasiswa dalam satu semester untuk melaksanakan perkuliahan,
artinya dengan dilaksanakananya perkuliahan jarak jauh secara sering membutuhkan biaya
lebih untuk mengakses perkuliahan tersebut, biaya lebih inilah menjadi beban tambahan bagi
seluruh mahasiswa agar dapat mengakses perkuliahan.

Diagram 3. Keefektifan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)

Keefektifan PJJ
0.60%

Efektif 20 orang
Tidak efektif 3.358 orang
99.40%

Meluasnya penyebaran Covid-19 telah memaksa pemerintah untuk menutup sekolah-


sekolah dan mendorong pembelajaran jarak jauh di rumah. Berbagai inisiatif dilakukan untuk
memastikan kegiatan belajar tetap berlangsung meskipun tidak adanya sesi tatap muka
langsung. Teknologi, lebih spesifiknya internet, ponsel pintar, dan laptop sekarang digunakan
secara luas untuk mendukung pembelajaran jarak jauh. Salah satu penyedia jasa
telekomunikasi terbesar di Indonesia mencatat peningkatan arus broadband sebesar 16%
selama krisis Covid-19, yang disebabkan oleh tajamnya peningkatan penggunaan platform
pembelajaran jarak jauh. Akan tetapi, gangguan terhadap sistem pendidikan jarak jauh ini
telah merugikan mahasiswa/i yang yang berasal dari keluarga prasejahtera dan yang berada di
daerah pedesaan. Mereka adalah mahasiswa/i yang, bahkan dalam kondisi normal, sudah
menghadapi hambatan untuk mengakses pendidikan. Sekarang mereka perlu menghadapi
hambatan tambahan yang muncul akibat ketidaksetaraan untuk mengakses infrastruktur
teknologi.
Topografi Indonesia yang berupa kepulauan dan pegunungan membutuhkan
pengadaan internet dan telekomunikasi seluler. Akan tetapi, jangkauan 4G kebanyakan
terkonsentrasi di Pulau Jawa karena penyedia layanan telekomunikasi seluler, yang sangat
bergantung pada pasar, tentu saja memprioritaskan daerah-daerah perkotaan ketimbang
daerah pedesaan yang populasinya lebih sedikit (Khatri, 2019).
Tabel diagram diatas memperlihatkan tidak seimbangnya distribusi internet rumah di
seluruh wilayah yang ada. Kesenjangan konektivitas tersebut membuat mahasiswa/i yang
berasal dari keluarga prasejahtera di daerah pedesaan sangat tidak diuntungkan.
Perubahan mendadak dari metode tatap muka di ruang kelas menjadi pembelajaran
jarak jauh di rumah juga menunjukkan kebutuhan peningkatan kapasitas guru. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa kompetensi informasi, komunikasi, dan teknologi (ICT) guru-
guru Indonesia tidak tersebar merata di seluruh wilayah (Widodo & Riandi, 2013 dikutip dari
Koh et al, 2018). Terlebih lagi, ada kesenjangan kualitas pendidikan di seluruh wilayah di
Indonesia, terutama antara Jawa dan luar Jawa, dan di antara kondisi-kondisi sosio-ekonomi
(Azzizah, 2015; Muttaqin 2018). Akses internet yang tidak merata, kesenjangan kualifikasi
guru, dan kualitas pendidikan, serta kurangnya keterampilan ICT menjadi kerentanan dalam
inisiatif pembelajaran jarak jauh di Indonesia.
Dalam pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh menuai permasalahan baru mulai dari
adanya gangguan sinyal saat pembelajaran, bobot pemberian tugas dan penyampaian materi
pembelajaran yang tidak seimbang dll. Permasalahan ini timbul akibat tidak adanya SOP
dalam pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh pada akhirnya pembelajaran berjalan secara liar
tanpa memperhatikan aspek-aspek pembelajaran dengan baik dan benar.
Diagram 4. Dampak Pendapatan Ortu selama Pandemi Covid-19

Pendapatan Ortu selama Pandemi Covid-19


5.60%

Berdampak 3.580
Tidak berdampak 198

94.40%

Dari data yang didapat, mayoritas orang tua mahasiswa mengalami dampak ekonomi
yang sangat menurun drastis, jauh sebelum adanya pandemic masyarakat di Indonesia
terkhusus di kota serang sudah mengalami kemerosotan ekonomi drastis dengan adanya
pandemic covid-19 yang semakin melumpuhkan aktivitas masyarakat dari berbagai sektor,
tingginya angka PHK dan merumahkan karyawan. Serta para orang tua yang memiliki usaha
tau pekerjaan harian mengalami penurunan omset bahkan lebih dari 50% dari pendapatan
biasanya, serta orang tua mahasiswa yang petani mengalami kesulitan dalam akses distribusi
hasil taninya. Mengutip dari Lembaga pemeringkatan Moody’s Investor Service menyatakan
bahwa perekonomian Indonesia akan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi lebih
buruk dari krisis tahun 1998-1999. Artinya ditengah situasi krisis kesehatan dan krisis
ekonomi, mahasiswa membutuhkan bantuan ataupun program khusus yang diberikan kampus
dan pemerintah untuk meringankan beban mahasiswa dalam mengakses perkuliahan jarak
jauh saat ini.
Diagram 5. Kecukupan Pemberian Kompensasi Pulsa dari Kampus

Kecukupan Kompensasi (subsidi) pulsa

11.20%

Cukup 379
Tidak cukup 2.999

88.80%

Dari data diatas menunjukkan bahwa mahasiswa di Kota Serang menyatakan subsidi
pulsa/kuota internet yang diberikan kampus tidaklah cukup untuk mengakses Perkuliahan
Jarak Jauh, besaran subsidi pulsa yang diberikan tiap kampus mulai dari Rp 50.000 – Rp.
100.000 per bulan bahkan ada kampus yang tidak memberikan subsidi pulsa sama sekali
kepada mahasiswa untuk mengakses perkuliahan jarak jauh, Hasil diskusi dan analisis kami
dalam penentuan nominal subsidi kuota sebagai berikut :
Dalam aplikasi pembelajaran yang biasanya digunakan (zoom, gogglemeet, classroom atau
aplikasi virtual lainnya) yang dengan kualitas gambar 360p dalam 1 detik membutuhkan
kuota sebesar 400 kb – 528 kb
Artinya dalam 1 menit (60 detik) x 528 kb = 31. 680 kb
Jika kita convert kilo bit (kb) ke Kilo Bytes (KB) : (1 KB = 8 kb) : 31. 680 kb = 3.960 KB
3.960 KB (1 MB = 1024 KB) = 3, 87 MB/Menit
50 menit (1 sks perkuliahan sama dengan) x 24 sks (total maksimal sks) = 1.200 menit
1.200 menit x 3, 87 MB = 4, 644 MB (4,6 GB) / Minggu
4,64 GB X 4 minggu (waktu perkuliah dalam satu bulan) = 18,56 GB / Bulan

Dan selanjutnya harga kuota yang mendekati 18 GB dalam setiap provider adalah :
XL : 21 GB seharga Rp 100.000,00
Indosat : 21 GB seharga Rp 75.000,00
Telkomsel : 20 GB seharga Rp 120.000,00
3 : 20 GB seharga Rp 70.000,00
b.yu : 23 GB seharga Rp 100.000,00

dari hasil hitung secara matematis tersebut membuktikan bahwa penentuan nominal
subsidi kuota bagi mahasiswa sebesar 50 ribu sangatlah irelevan dengan kebutuhan
mahasiswa dalam mengikuti Perkuliahan Jarak Jauh. Adapun beberapa respon dari rektorat
perihal kampus kekurangan anggaran untuk mengalokasikan subsidi kuota bagi mahasiswa
merupakan alibi dan dalih kampus yang sebenernya tidak memiliki orientasi sekecilpun
untuk memberikan subsidi kuota yang layak dan sesuai dengan kebutuhan objektif. Karena
Menurut PP 26/2015, setiap PTN memiliki 2 jenis pemasukan, yaitu;

- APBN, yang terdiri dari;


a. Rupiah Murni, yang berguna untuk gaji dosen PNS
b. Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) / Bantuan
Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (baca: BPPTNBH),
yang berguna untuk; biaya operasional, biaya dosen (non PNS), biaya tenaga
pendidik (non PNS), biaya investasi, biaya pengembangan (penjabaran lebih
lanjut dari tiap point sudah dipaparkan di PP 26 Tahun 2015).
- Non-APBN, yang terdiri dari; masyarakat, biaya pendidikan (UKT), pengelolaan
dana abadi, usaha PTN-BH, kerjaama tridharma perguruan tinggi, pengelolaan
kekayaan PTN-BH, APBD, pinjaman lain.(penjabaran lebih lanjut telah
dipaparkan di PP 26 Tahun 2015 mulai dari pasal 11).

Jika besandarkan kepada PP 26/2015 bisa kita ambil kesimpulan bahwa kampus
sebenarnya bisa memaksimalkan beberapa pemasukan yang tidak dipakai seperti
perkuliahan pada umumnya, Contohnya saja dalam Biaya Tidak Langsung (BTL)
terdapat komponen fasilitas listrik, air, wifi, dll yang jika Untirta mau bisa saja
direalokasikan untuk membiaya subsidi kuota bagi mahasiswa. Tetapi kampus tidak
pernah memprioritaskan kebijakannya untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa secara
layak dan objektif. Pun di kampus PTS tidak jauh berbeda dengan PTN, Uang SPP &
BOP yang dibayarkan untuk fasilitas kampus seharunsya bisa dialokasikan untuk
pemenuhuan subsidi pulsa dengan layak.
Diagram 6. Fasilitas Kampus yang Dirasakan selama Perkuliahan

Fasilitas Kampus yang dirasakan


6.00%

Ya 203 orang
Tidak 3.175 orang
94.00%

Dari data yang didapat bahwa Seluruh fasilitas di kampus tidaklah terpakai dan tidak
dapat diakses seluruh mahasiswa, Ini dikarenakan diterapkannya Perkuliahan Jarak Jauh yang
mengakibatkan mahasiswa tidak lagi dapat kekampus dan menggunakan fasilitas, hanya
aktifitas tertentu saja yang dapat mengakses fasilitas tersebut, misalnya bimbingan skripsi,
praktikum dll, itupun harus dengan persetujuan dosen tidak semua dapat melakukan aktifitas
tersebut didalam kampus. Merujuk kepada rumus penentuan nominal dari UKT di PTN yaitu,
BKT-BOPTN maka dalam hal ini BKT yang didalamnya terdiri dari BKT basis, indeks
program studi, indeks mutu pendidikan dan indeks kemahalan wilayah. Dan dalam komponen
BKT basis tersebut terdapat 2 komponen yaitu Biaya Langsung (BL) dan Biaya Tidak
Langsung (BTL). Di dalam Biaya Langsung inilah terdapat 7 komponen, diantaranya BL
SDM, BL BHP PENDIDIKAN, BL BHP PRAKTIKUM, SARANA PEMBELAJARAN,
SARANA PRAKTIKUM, GEDUNG PRAKTIKUM DAN GEDUNG KULIAH. Penjabaran
tersebut membantu kita untuk mengatakan bahwa UKT merupakan sebagian dari BL, atau
UKT adalah sebagian dari fasilitas yang berhubungan langsung dengan proses belajar
mengajar. Sebab di dalam jenis pemasukan PTN melalui non-APBN terdapat 7 jenis usaha
yang bisa dilakukan oleh PTN guna memenuhi kebutuhan berjalannya pelayanan jasa
pendidikan. Artinya, jika para mahasiswa sudah membayarkan sepenuhnya uang kuliah
mereka, maka seharusnya mereka mendapatkan komponen-komponen yang ada di dalam
Biaya Langsung, seperti; gedung yang layak, bangku dan meja yang layak, alat praktikum
yang memadai dan layak, bahkan sampai papan tulis dan spidol yang layak, termasuk bagi
para pejuang semester akhir, karena mereka sudah pasti kesulitan untuk mendapatkan
bimbingan, ditambah apabila terjadi revisi, dan revisi tersebut membutuhkan ruang dan alat
laboratorium kampus yang seharusnya sudah mereka bayarkan dalam bentuk UKT. Sehingga
jika dalam situasi seperti saat ini terjadi – terjadi wabah virus corona, dan kuliah dilakukan
secara online, maka mahasiswa memiliki hak untuk mendapatkan Uang Kuliahnya yang
sebelumnya sudah dibayarkan akibat tidak terpakainya fasilitas secara keseluruhan. Di PTS
mahasiswa yang sudah membayarakan SPP & BOP seharusnya medapatkan timbal balik
dalam akses fasilitas kampus, namun situasi yang tidak memungkinkan untuk mengakses
fasilitas tersebut sudah selayaknya digantikan dengan pemotongan/pembebasan SPP/BOP
selama pembelajaran jarak jauh.

Diagram 7. Kebijakan yang dikeluarkan memberikan perubahan

Kebijakan yang dikeluarkan memberikan berubahan

8.80%

Ya 298 orang
Tidak 3.080 orang

91.20%

Dari seluruh kampus yang telah mengeluarkan kebijakan maupun program peringanan
uang kuliah tidaklah dirasa berdampak besar bagi mahasiswa selama pembelajaran jarak jauh.
Mahasiswa tetap di paksakan membayar uang kuliah secara penuh walaupun tidak
mendapatkan fasilitas sesusai pembiayaan UKT/SPP tersebut. Bahkan mahasiswa harus
menanggung beban lebih untuk pembiayaan perkuliahan akibat tidak layaknya subsidi pulsa
yang diberikan kampus untuk akses pembelajaran. Ini semakin memperburuk keadaan
mahasiswa dan keluarganya ditengah situasi krisis yang terjadi. Keadaan pandemic covid-19
yang berbeda ini seharusnya dihadapi dengan kebijakan dan program yang berbeda atau
khusus untuk menjawab permasalahan seluruh mahasiswa ditengah pandemic covid-19,
Kampus harus memberikan pelayanan dan tanggung jawabnya terhadap mahasiswa dalam
mengakses perkuliahan, agar tidak ada mahasiswa yang putus kuliah bahkan harus berhutang
untuk dapat mengakses perkuliahan.

Diagram 8. Kondisi Pekerjaan Orang Tua Mahasiswa di Masa Pandemi


Kondisi Ortu Mahasiswa di Masa pandemi

Dirumahkan 1.117 orang

28.70% 31.20% PHK 1.226

Bangkrut 212 orang

5.90%
Penurunan Penghasilan
34.20% 1.025

Berdasarkan diagram kuisioner yang sudah diisi oleh mahasiswa sebanyak 3.378
orang, menggambarkan bahwa kondisi mahasiswa selama perkuliahan daring ini sangat
memprihatinkan. Pembelajaran jarak jauh memang untuk semester 5 dan semester 6 ini
sering dilakukan bahkan setiap hari baik hanya untuk pertemuan virtual atau mengerjakan
tugas melalui media pembelajaran yang digunakan. Bahkan untuk setiap hari mahasiswa
dituntut untuk memberikan laporan ke dosen dalam bentuk makalah atau pembuatan video.
Ini merupakan alternatif belajar tatap muka ditengah mewabahnya Covid-19. Kemudian
diberikan beberapa pertanyaan kepada mahasiswa di kota Serang untuk menanggapi sistem
pembelajaran daring selama masa pandemi berlangsung
Keefektifan pembelajaran daring ini dijawab oleh koresponden hanya 0,6% saja dan
sebagian besar menjawab tidak efektif 99,4%. Tidak heran jika banyak sekali yang
menjawab tidak efektif. Riset yang dilakukan di kampus UNTIRTA pada fakultas tertentu,
pembelajaran daring sangat menyulitkan mahasiswa khususnya mahasiswa yang berada di
desa yang sulit jaringan. Bahkan ada beberapa dosen yang tidak bisa menggunakan media
sosial atau media pembelajaran yang disediakan, sehingga materi yang disampaikan tidak
maksimal seperti pembelajaran tatap muka. Kreatifitas dosen sangat diperlukan dalam sistem
pembelajara agar kuliah daring ini berjalan efektif, sehingga mahasiswa bisa memahami
materi yang disampaikan.
Karena pembelajaran di kampus dilaksanakan secara daring maka kebutuhan paket
data atau kuota sangat diperlukan oleh mahasiswa untuk mengakses media pembelajaran
yang diberikan dosen dari youtube, WA dan media lainnya. Akan tetapi kenyataannya subsidi
yang diberikan tidaklah cukup untuk mahasiswa di kota Serang. Dalam riset yang dilakukan
BEM di fakultas kebutuhan kuota internet disaat pembelajaran online ini menjadi bertambah
besar karena borosnya kuota yang digunakan dalam media pembelajaran video menjadi 2 kali
lipat kebutuhan kuota normal. Pada riset yang dilakukan Fujiawati (2019), rata-rata
penggunaan kuota internet mahasiswa berkisar antara Rp. 50.000 – Rp. 100.000 disaat
keadaan normal. Kuota diberikan oleh pihak kampus sekitar Rp. 150.000/3 bulan, tentu
tidaklah cukup untuk menunjang pembelajaran daring. Sebagai contoh untuk paket data
Telkomsel 1 bulan 27 GB dengan biaya Rp. 110.000, dan habis digunakan kurang dari 1
bulan untuk media pembelajaran Zoom. Hasil survei dari antar mahasiswa UPI dan Untirta
menyiratkan bahwa sebagian besar mahasiswa hanya memiliki akses internet sesuai dengan
kuota yang dibeli untuk durasi singkat misalnya paket harian, paket 3 hari. Baik dalam situasi
darurat seperti wabah Covid-19 atau tidak darurat sekalipun kuliah daring nyatanya belum
menjadi pilihan di kalangan perguruan tinggi.
Tentu saja fasilitas kampus saat ini tidak bisa dinikmati lagi, misalkan ruang
pembelajaran, administrasi, KKN tidak bisa dinikmati oleh mahasiswa secara langsung,
semua dilakukan dirumah dan tentu akan menambah pengeluaran harian orang tua. Sudah 5
bulan sejak adanya virus Covid-19, fasilitas kampus ditutup untuk umum bahkan mahasiswa
sekalipun. Seharusnya meskipun dimasa pandemi saat ini, fasilitas kampus harus ditingkatkan
seperti pusat informasi, media resmi pembelajaran tiap kampus harus ditingkatkan. Beberapa
mahasiswa mengalami kesulitan ketika akses media pembelajaran, bahkan sering error dalam
mengupload tugas, sehingga tugas tidak terupload karena sistem yang tidak sanggup untuk
media online. Itu berarti, sebagian besar dari persentase yang ditunjukkan bahwa mahasiswa
memang memiliki hambatan dalam perkuliahan daring.
Bagaimana tentang pendapatan orang tua selama pandemi saat ini? Dari 3.378 orang
orang tua mereka mengalami penurunan pendapatan, perusahaan yang bangkrut, di PHK dan
dirumahkan. Kebutuhan untuk sehari-hari tentu sangat banyak belum ditambah dengan selalu
membeli kuota setiap bulannya yang bisa mencapai lebih dari Rp. 100. 000/perorang.
Misalnya, jika dalam satu keluarga terdapat 5 anak yang membutuhkan kuota internet
sebesar Rp. 100.000 maka dalam perbulan orang tua harus mengeluarkan biaya sebesar
Rp.500.000 untuk kuota internet. Belum lagi kebutuhan harian rumah tangga yang dimasa
pandemi ini sangat tinggi. Penghasilan orang tua disaat pandemi dan yang dirumahkan
menurut DisnaKer, hanya menerima imbalan sebesar 50% dari gajian normal atau sesuai
kesepakatan kedua belah pihak. Lalu bagaimana pekerja buruh pabrik (UMSK Serang 2019)
yang hanya menerima upah sebanyak Rp. 3.900.000 dipotong 50% menjadi Rp. 1.950.00
untuk saat ini. Lalu bagaimana pekerja yang di-PHK, maka orang tua harus memutar otak
untuk tetap bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan pendidikan anaknya.
Lalu apakah kebijakan dari pihak rektorat, pemerintah daerah dan pemerintah pusat
sudah sesuai dengan keadaan dan kondisi mahasiswa Kota Serang saat ini? Jawabannya
91,8% tidak menjawab permasalahan yang mahasiswa hadapi saat ini. Kebijakan yang terlalu
bertele-tele dan tidak menjawab permasalahan mahasiswa. Kebijakan seperti pemberian
subsidi kuota yang diberikan pada saat pembayaran UKT padahal kebutuhan kuota segera
dibutuhkan pada bulan pembelajaran bukan pada saat pemotongan UKT (akhir semester).
Dari kuisioner yang sudah dijawab oleh 3.378 mahasiswa, menyimpulkan bahwa
mahasiswa tidak puas dengan kebijakan dan sistem pembelajaran online di kota Serang ini
khususnya. Keterbatasan dosen yang melek akan teknologi, akan menyulitkan proses
pembelajaran. Seharusnya sistem dan SDM pengajar dahulu yang harus diperbaiki,
bagaimana kondisinya, sehingga ketika diaplikasikan kepada mahasiswa, proses
pembelajaran akan berjalan lancar seperti pertemuan tatap muka. Inilah kendala yang patut
menjadi perhatian pemerintah pusat, pemerintah daerah, kampus, mahasiswa, dan dosen
dalam hal kuliah dalam jaringan (daring) di masa pandemi Covid-19.

C. Efektifitas Perkuliahan Jarak Jauh di Tengah Situasi Pandemi COVID-19


Saat wabah COVID-19 ini muncul seluruh aktivitas manusia dibatasi, termasuk
kegiatan pembelajaran—baik di jenjang sekolah dasar sampai jenjang perkuliahan mulai
menerapkan kegiatan belajar dari rumah. Hal ini dilakukan guna membatasi penyebaran virus
yang masif. Kebijakan belajar dari rumah mulai diterapkan pada tanggal 9 Maret 2020 setelah
menteri pendidikan dan kebudayaan mengeluarkan surat edaran nomor 2 tahun 2020 dan
nomor 3 tahun 2020 tentang pembelajaran secara daring dan bekerja dari rumah dalam rangka
pencegahan penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19).
Seluruh pimpinan perguruan tinggi di setiap daerah yang terdampak dan terkhusus
Untirta, diminta untuk menghentikan aktivitas kegiatan akademik seperti perkuliahan secara
tatap muka. Sebagai tindak lanjut dari surat edaran tersebut seluruh perguruan tinggi juga
diminta untuk mengeluarkan kebijakan tentang proses pembelajaran secara daring bagi
mahasiswa. Oleh karenanya semua perguruan tinggi di Indonesia melakukan penyesuaian
terhadap kebijakan ini dalam merubah seluruh kegiatan belajar mengajar dilakukan secara
daring.
Di saat seperti sekarang ini model pembelajaran berbasis digital telah diupayakan
semaksimalkan mungkin secara masif hampir diseluruh Indonesia. Meskipun juga model ini
terbilang belum secara menyeluruh menjangkau lapisan sosial bawah yang ada di masyarakat.
Karena pada dasarnya model pembelajaran ini juga mempunyai syarat yang harus di penuhi
yakni akses terhadap informasi digital. Untuk itu jika ditinjau dari akses terhadap teknologi
digital, tidak semua mahasiswa mempunyai akses yang sama. Perkuliahan online berpotensi
memicu ketimpangan sosial yang berdampak pada kualitas pembelajaran mahasiswa.
Hal ini dikarenakan ketersediaan infrastruktur digital yang belum merata, Indonesia
saat ini belum menyediakan infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK),
prasyarat utama untuk pembelajaran jarak jauh, yang memadai dan meluas untuk seluruh
warganya. Selain itu, status sosio-ekonomi juga mempengaruhi tingkat kompetensi dan literasi
dalam menggunakan TIK, ketika dosen atau mahasiswa yang gagap teknologi tidak akan
mampu mengelola pembelajaran. Keterkaitan erat antara kesenjangan sosial, ketersediaan
akses, dan keterampilan digital saling mempengaruhi kualitas PJJ dan membuat kesenjangan
digital menjadi masalah multidimensi.
Tantangan bagi dosen dan mahasiswa memang terkait pada pemanfaatan teknologi
pembelajaran yang harus terus ditingkatkan kualitasnya. Terlebih Muatan pembelajaran
daring masih perlu terus disempurnakan agar lebih interaktif sehingga memungkinkan
Mahasiswa dapat lebih terlibat (engaged) dalam proses pembelajaran. Daya dukung teknologi
juga perlu terus ditingkatkan kualitasnya, sebagaimana fasilitas yang digunakan perusahaan-
perusahaan penyedia konten (content provider).
Tidak bisa dipungkiri bahwa semua pihak yang menjalani perkuliahan daring
mengalami kepanikan baik dosen dan mahasiswa sekalipun. Masalah teknis menjadi salah
satu kendala dari sekian banyak kendala dan problem dalam proses belajar mengajar secara
daring. Masalah teknis yang ditemui biasanya mulai dari kendala kouta,signal, hingga kendala
dari aplikasi online yang kita pakai (Spada Untirta). Oleh karenanya sebenarnya secara umum
kita belum siap secara menyeluruh untuk melakukan perkuliahan daring saat ini, apalagi
mahasiswa banyak yang menyoal tentang keluhan gagalnya memahami materi yang
disampaikan lewat daring.
Selain permasalahan tersebut, di Untirta sendiri banyak yang mengeluhkan keadaan PJJ
semakin menambah beban internal bagi para mahasiswa selain susahnya akses sinyal dan
kuota, yaitu tugas yang diberikan oleh dosen kepada mahasiswa yang menumpuk dibanding
perkuliahan yang dilaksanakan oleh dosen yang seharusnya melakukan perkuliahan secara
online/virtual baik melalui spada(teleconference) atau media aplikasi lainnya. Diluar itu juga
masih banyak yang mengeluhkan keefektifan penggunaan Spada Untirta yang dirasa saat ini
masih terus mengalami Server Down yang mengakibatkan keefektifan dalam mengakses
platform tersebut.
Oleh karenanya sebenarnya keefektifan program pembelajaran harus pula ditinjau dari
segi proses dan sarana penunjang. Efektivitas metode pembelajaran merupakan suatu ukuran
yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Dengan hal
tersebut suatu proses pembelajaran berhasil atau tidak dilihat dari kepuasaan mahasiswa
dalam melihat saran penunjang dan kenyamanan dalam metode pembelajaran tersebut. Karena
kepuasaan mahasiswa yang tinggi juga akan berpengaruh terhadap kemampuan pembelajaran
yang tinggi.
BAB IV
PENUTUP

Demonstrasi besar diberbagai belahan dunia yang kini menguat dalam berbagai
macam isu tuntutan, mulai dari ketidakadilan ekonomi dan kesenjangan yang massif
hingga pemotongan secara drastis alokasi anggaran untuk pendidikan dan pelayanan
publik—sebuah korupsi finansial yang menurunkan kebermanfatan sosial dan
meningkatkan biaya pendidikan (Giroux, 2014)
Praktek komersialisasi, privatisasi dan liberalisasi pendidikan yang semakin
digenjot oleh pemerintah dengan berbagai bentuk kebijakannya, di masa pandemi hal
tersebut sama sekali tidak berguna, dan tidak dapat menyelesaikan problem mendasar
yang dihadapi oleh masyarakat hari ini. Selain mengenai selalu naiknya biaya
pendidikan di Indonesia dari tahun ke tahun, isian yang diberikan oleh insititusi
pendidikan pun jauh dari tujuan guna menyelesaiakan problem mendasar yang dihadapi
oleh rakyat hari ini.
Pendidikan lebih lanjut dan lebih tinggi harus menjadi hak asasi manusia, bukan
hak istimewa. Perjuangan ini adalah partisipasi luas dan relasi sosial yang dinamis dari
mayoritas massa mahasiswa, pelajar, pekerja akademik (dosen), guru, wali murid,
maupun solidaritas lebih luas dengan serikat pekerja dan semua gerakan pro demokrasi.
Membuat sejarah bukan hanya masalah kemauan, namun demikian massa yang
terorganisir dapat mengubah banyak hal. Sampaikan kepada rezim, ide ini adalah
perubahan dan perlawanan. Atur diri : dengan bersama-sama kita bisa mengubah
banyak hal. Mewujudkan pendidikan yang ilmiah, demokratis dan mengabdi kepada
rakyat.
Dari ulasan diatas dapat disimpulkan bahwa, pada dasarnya bahwa sistem
pembelajaran daring ini masih sangat memberatkan mahasiswa khususnya mahasiswa di
Kota Serang dengan latar belakang ekonomi orang tua yang berbeda-beda. Meskipun
sudah terdapat kebijakan dari pemerintah pusat dan rektorat untuk meringankan
mahasiswa ini belum cukup. Masih banyak hal yang harus diperbaiki, mulai dari sistem
pembelajarannya, pelatihan dosen untuk lebih paham perkuliahan daring sehingga
maksimal, biaya yang dikeluarkan dan media daring yang harus diperbaiki untuk
puluhan ribu mahasiswa.
PERNYATAAN SIKAP DAN TUNTUTAN JAWARA
(Jaringan Aksi Mahasiswa Serang Raya)

Atas uraian yang telah dijelaskan diatas, dengan ini Kami dari Jawara
menyatakan sikap dan tuntutan :
1. Menuntut kemendikbud untuk memberikan pembebasan UKT bagi mahasiswa
seminimal mungkin (50% dari total UKT yang dibayarkan), dan melakukan
pembebasan pembayaran UKT bagi mahasiswa yang hanya mengontrak mata
kuliah skripsi;
2. Memastikan keberlangsungan kuliah online berjalan dengan layak dan efektif
dengan menerbitkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan memberikan evaluasi
atau perbaikan dalam proses kegiatan belajar mengajar selama kuliah online;
3. Jamin dan pastikan seluruh mahasiswa di Indonesia tetap melanjutkan perkuliahan
selama pandemic covid-19;
4. Hentikan segala bentuk tindakan represif terhadap ruang ruang demokrasi bagi
mahasiswa;
5. Menolak segala bentuk liberalisasi, privatisasi dan komersialisasi pendidikan;
6. Cabut UndangUndang Pendidikan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012;
7. Wujudkan pendidikan yang ilmiah, demokratis dan mengabdi kepada rakyat.

Hormat Kami,
Koordinator Jawara

Rizal Hakiki

Anda mungkin juga menyukai