Anda di halaman 1dari 4

Nama : Siska Warnita

Nim : CBR0190020
Prodi : S1 Kebidanan
Mata Kuliah : Anti Korupsi
Dosen Pengampu : H. Cecep, MH

Kasus Mahasiswa Terhadap Perilaku Korupsi Bantuan Sosial di Tengah Pandemi


Covid-19
Wabah Corona Virus Disease tahun 2019 (Covid-19) tidak hanya dirasakan pada
sektor kesehatan, tapi juga merambah ke seluruh sendi kehidupan, termasuk dunia
Pendidikan Akhir tahun 2019 hingga awal 2020, Virus Corona hanya menjadi berita manca
negara. Tak disangka, virus yang mematikan itu akhirnya masuk juga ke tanah air. Ratusan
nyawa melayang akibat paru-paru yang digerogoti virus yang pertama kali muncul di Kota
Wuhan, Republik Rakyat Tiongkok itu. Bahkan, puluhan tenaga medis, baik dokter maupun
perawat pun menjadi korban keganasan pandemi ini.
Pemerintah Republik Indonesia segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.
2 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan
Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Keputusan Presiden Republik
Indonesia No. 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
Corona Virus Disease 2020 (Covid-19). Sementara Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan menerbitkan dua surat edaran terkait pencegahan dan penanganan virus
tersebut. Yang pertama, Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan
Penanganan Covid-19 di lingkungan Kemendikbud dan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020
tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan. Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim dalam siaran pers tanggal 12 Maret 2020,
menyampaikan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 yang
menginstruksikan untuk segera mengoptimalkan peran Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
atau unit layanan kesehatan di perguruan tinggi dengan cara berkoordinasi dengan fasilitas
pelayanan kesehatan setempat dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19.
Dalam siaran pers tangga 24 Maret 2020, Mendikbud Nadiem Makarim menerbitkan
Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan 2 Pendidikan dalam Masa Darurat
Coronavirus Disease (Covid-19). Salah satu pokok penting dalam edaran ini adalah
keputusan pembatalan ujian nasional (UN) Tahun 2020. “Setelah kami pertimbangkan dan
diskusikan dengan Bapak Presiden dan juga instansi di luar, Kemendikbud memutuskan
untuk membatalkan ujian nasional di tahun 2020. Tidak ada yang lebih penting daripada
keamanan dan kesehatan siswa dan keluarganya,” katanya, di Jakarta, Selasa (24/3/2020).
Menjelaskan mengenai mekanisme ujian sekolah, Mendikbud mengatakan, ujian
atau tes yang yang diselenggarakan dalam bentuk tatap muka tidak boleh dilakukan, kecuali
yang telah dilakukan sebelum terbitnya edaran ini. Ujian sekolah dapat dilakukan dalam
bentuk portofolio nilai rapor dan prestasi yang diperoleh sebelumnya, penugasan, tes daring,
dan/atau bentuk asesmen jarak jauh lainnya.
Sekolah yang telah melaksanakan ujian sekolah dapat menggunakan nilai ujian
tersebut untuk menentukan kelulusan siswa. Bagi sekolah yang belum melaksanakan ujian
sekolah berlaku ketentuan: (1) Kelulusan Sekolah Dasar (SD)/sederajat ditentukan
berdasarkan nilai lima semester terakhir (kelas 4, kelas 5, dan kelas 6 semester gasal). Nilai
semester genap kelas 6 dapat digunakan sebagai tambahan nilai kelulusan. Adapun kenaikan
kelas dilaksanakan dengan ketentuan (a) Ujian akhir semester untuk kenaikan kelas dalam
bentuk tes yang mengumpulkan siswa tidak boleh dilakukan, kecuali yang telah
dilaksanakan sebelum terbitnya edaran ini; (b) UAS untuk kenaikan kelas dapat dilakukan
dalam bentuk portofolio nilai rapor dan prestasi yang diperoleh sebelumnya, penugasan, tes
daring, dan/atau bentuk asesmen jarak jauh lainnya. Baik US maupun UAS dirancang untuk
mendorong aktivitas belajar yang bermakna, dan tidak perlu mengukur ketuntasan capaian
kurikulum secara menyeluruh. Terkait belajar dari rumah, Mendikbud menekankan bahwa
pembelajaran dalam jaringan (daring) atau jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan
pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan
seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan. “Kami ingin
menganjurkan bagi daerah yang sudah melakukan belajar dari rumah agar dipastikan
gurunya juga mengajar dari rumah untuk menjaga keamanan guru, itu sangat penting,”
pesan Nadiem.
Dikemukakan, pembelajaran daring atau jarak jauh difokuskan pada peningkatan
pemahaman siswa mengenai Virus Corona dan wabah Covid-19. Adapun aktivitas dan tugas
pembelajaran dapat bervariasi antar-siswa, sesuai 3 minat dan kondisi masing-masing,
termasuk dalam kesenjangan akses, dan fasilitas belajar di rumah. Bukti atau produk
aktivitas belajar diberi umpan balik yang bersifat kualitatif dan berguna dari guru, tanpa
diharuskan memberi skor atau nilai kuantitatif.
Pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia ternyata tidak membuat praktik korupsi
berhenti. Dalam dua dua pekan terakhir publik dikejutkan oleh dua kasus korupsi yang
diduga melibatkan menteri. Tanggal 25 November 2020 Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menangkap tangan Menteri Kelautan dan Perikanan Edy Prabowo beserta istri dan
beberapa orang lainnya yang diduga menerima suap terkait ekspor bibit lobster
(benur). Tanggal 5 Desember 2020 KPK juga menangkap tangan Menteri Sosial
Julian Batubara beserta beberapa orang lainnya terkait suap Bantuan sosial (bansos) Covid-
19 senilai 17 M. Selain kedua Menteri tersebut, KPK pun meng-OTT walikota Cimahi Ajay
Priatna atas dugaan menerima suap pembangunan sebuah rumah sakit dan beberapa kepala
daerah lainnya. Bahkan ada diantara mereka yang saat ini maju menjadi calon kepala
daerah.
OTT yang dilakukan oleh KPK terhadap pejabat di pemerintah pusat dan daerah
setidaknya bisa menjadi jawaban atas keraguan terhadap kinerja KPK pasca pengesahan
revisi UU KPK tahun 2019. Selama ini para pegiat antikorupsi mengkritik bahwa KPK
mandul. Puluhan pegawainya pun mengundurkan diri. Hal ini diduga karena KPK yang saat
ini sudah berbeda dengan KPK sebelumnya dalam pemberantasan korupsi.Kasus korupsi
yang terjadi saat pandemi Covid-19 tentunya sangat memprihatinkan. Kok tega sekali? Saat
bangsa Indonesia banyak yang sedang susah, anggaran negara banyak terkuras untuk
penanganan Covid-19, para tenaga kesehatan dan aparat lainnya sedang berjuang melawan
Covid-19, ini malah korupsi. Bahkan menjadikan Bansos Covid-19 sebagai ajang korupsi.
Ketua KPK Firli Bahuri pernah menyampaikan bahwa siapa yang berani mengorupsi
Bansos, maka terancam hukuman mati. Kini publik tentunya menunggu pembuktian dari
ucapannya tersebut.

Banyak warga masyarakat mungkin bertanya dimana hati nurani para pejabat yang
telah mendapatkan gaji dan tunjangan yang tinggi berkewajiban mengurus rakyat, justru
malah menyakiti perasaan rakyat. Kondisi pandemi saat ini banyak masyarakat yang terkena
PHK, dirumahkan, dan kehilangan penghasilan. Banyak warga yang ngantri bansos, tetapi
dibalik itu, dana bansos jadi ajang bancakan sejumlah pejabat dan pihak swasta. Hal ini pun
mencoreng upaya dan kerja keras yang dilakukan oleh presiden Joko Widodo dan para
kepala daerah yang sudah sangat serius menangani Covid-19.Korupsi dana bansos sudah
berkali-kali terungkap di Indonesia. Kasus-kasus tersebut itu melibatkan oknum pejabat,
aparat, dan pihak swasta. Bagi mereka, dana bansos menjadi sasaran yang empuk untuk
dikorupsi. Bantuan disunat, kualitas material bangunan dikurangi, laporan direkayasa, dan
sebagainya. Hal tersebut mencoreng revolusi mental dan pembangunan karakter yang
selama ini telah digembar-gemborkan.
data diatas sebanyak 88% mahasiswa mengetahui korupsi bansos, 50% mahasiswa
tahu seberapa besar kerugian negara atas kasus korupsi tersebut, Juliari diduga menerima
suap sebesar Rp 17 miliar yang diperoleh dari perusahaan rekanan yang menggarap proyek
pengadaan dan penyaluran bansos Covid-19. Uang itu diduga merupakan bagian dari fee
sebesar Rp 10.000 per paket bantuan sosial dari nilai Rp 300.000 per paket yang telah
ditetapkan oleh pihak pejabat pembuat komitmen pada Kementrian Sosial, dan 44%
mahasiswa tahu siapa yang terlibat dalam kasus korupsi bansos ini. Banyak sekali dampak
dari korupsi bansos dimasa pandemi covid 19 ini, terutama pada masyarakat miskin yang
memerlukan bantuan tersebut. Menurut pendapat mahasiswa mengenai kasus korupsi di
tengah pandemi seperti ini sangat jahat karena secara tidak langsung memotong bantuan
yang dibutuhkan orang miskin yang sedang terdampak pandemi Covid-19. Masyarakat
merasa sakit hati atas pengkhianatan amanat beruba korupsi bansos di kala pandemi seperti
sekarang ini, dan hilangnya kesejahteraan masyarakat. Yang lebih parah dari dampak
tersebut ialah Pemerintah memaksa siapapun itu (terutama untuk masyarakat miskin) untuk
mengikuti protokol kesehatan seperti menggunakan masker, disaat ini masker harganya
semakin tinggi dari sebelum pandemi Covid-19, nasib masyarakat miskin yang kesulitan
untuk membeli makan mereka dipaksa untuk menggunakan masker.

 Bagaimana kita berperan dalam kasus tersebut


mahasiswa tahu seberapa besar kerugian negara atas kasus korupsi tersebut, Juliari
diduga menerima suap sebesar Rp 17 miliar yang diperoleh dari perusahaan rekanan yang
menggarap proyek pengadaan dan penyaluran bansos Covid-19. Uang itu diduga merupakan
bagian dari fee sebesar Rp 10.000 per paket bantuan sosial dari nilai Rp 300.000 per paket
yang telah ditetapkan oleh pihak pejabat pembuat komitmen pada Kementrian Sosial, dan
44% mahasiswa tahu siapa yang terlibat dalam kasus korupsi bansos ini.
1. Bagi Pemerintah atau pejabat mengingat situasi pandemi Covid-19 ini banyak
masyarakat yang memerlukan Bantuan Sosial terutama untuk masyarakat miskin
dimana mereka susah untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka janganlah Beliau
tega memotong bantuan tersebut kepada orang yang
2. Mengingat protokol kesehatan sebagai kewajiban masyarakat terutama menggunakan
masker, penulis menyarankan untuk kepada pihak tertentu hendaklah membagikan
masker dan pangan secara gratis kepada
3. Disamping itu, hendaklah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bertindak
tegas atas dugaan korupsi Bantuan Sosial tersebut agar memberi hukuman setimpal
kepada

Anda mungkin juga menyukai