Anda di halaman 1dari 2

- Dipulangkannya Robert Suurhof dari Amsterdam kembali ke Hinda

Belanda dikarenakan dugaan telah melakukan penganiayaan dan


perampokan di Surabaya.

Dalam buku Anak Semua Bangsa, tepatnya pada halaman 136 –


137, dijelaskan bahwa telah diterima sepucuk surat dari Panji Darman
yang sedang berada di Amsterdam. Ketika ia berjalan-jalan di kawasan
pelabuhan tepatnya di daerah Java Kade ia bertemu dengan Robert
Suurhof dan berusaha menyapanya. Akan tetapi Robert Suurhof berusaha
bersembunyi dan menolak menemui Panji Darman sehingga ia
memberikan Panji Darman alamat tempat tinggalnya yang ternyata
merupakan alamat fiktif. Atas dasar keingintahuan Panji Darman
melakukan penelusuran untuk dapat menemui Robert Suurhof yang
menghasilkan fakta bahwa Robert Suurhof dipulangkan kembali ke Hindia
Belanda dari Amsterdam dikarenakan dugaan telah melakukan
penganiayaan dan perampokan di Surabaya.
Berdasarkan keterangan tersebut dapat dilihat bahwa telah terjadi
suatu peristiwa hukum yang menjadikan Robert Suurhof dipulangkan ke
Hindia Belanda kembali yaitu dikarenakan dugaan dirinya telah
melakukan penganiayaan dan perampokan di Surabaya. Berdasarkan
uraian cerita di dalam buku Anak Semua Bangsa, Robert Suurhof memang
diakui sebagai golongan eropa di Hindia Belanda dan padanya berlaku
BW dan WvK sebagai Titik Pertalian Primer dalam kasus ini berkaitan
dengan Golongan Rakyat. Akan tetapi terdapat Titik Pertalian Primair
lainnya yang tidak bisa dikesampingkan begitu saja yaitu ia berada pada
wilayah Belanda pada saat penangkapan. Memang pada masa itu berlaku
Regeringsreglement (RR) yang penggolongan penduduknya sama seperti
pada Pasal 6-10 AB yakni golongan eropa, golongan yang dipersamakan
dengan golongan eropa, golongan bumi putera, dan yang dipersamakan
dengan bumi putera. Lantas timbul pertanyaan berdasarkan fakta tersebut
yaitu: mengapa hukum Hindia Belanda yang berlaku terhadap Robert
Suurhof, bukan hukum Belanda sebagai tempat dimana Robert Suurhof
ditangkap?
Untuk kasus tersebut, kami telah merasa Pengadilan di Belanda
telah tepat untuk menunjuk Robert Suurhof untuk dikembalikan ke Hindia
Belanda atas penganiayaan dan perampokan yang telah ia lakukan di
Surabaya. Hal ini dikarenakan diberlakukan Lex Causae yaitu hukum yang
dilakukan menurut sistem hukum dari mana pengertiannya berasal, dalam
hal ini adalah hukum Hindia Belanda. Kami juga berpendapat Hakim telah
menggunakan tempat terjadinya perbuatan hukum (lex locus delicti
commisi) sehingga hukum dari mana tempat perbuatan melanggar
hukumlah yang digunakan, dalam hal ini hukum Hindia Belanda sebagai
Titik Pertalian Sekunder dalam kasus Robert Suurhof tersebut. Dasar
hukum dari Titik Pertalian Sekunder yang menentukan hukum mana yang
berlaku ini dapat dijumpai pada yurisprudensi seperti kasus Ford Motor
Company of Canada Ltd melawan seorang reparatur mobil di Jakarta yang
dianggap telah melakukan perbuatan melanggar hukum dengan
menggunakan “Ford Service” sebagai merek di depan bengkelnya. Dalam
kasus ini digunakan hukum Indonesia untuk mengadili perkara (T.
141/486, HgH, 14-2-1935).
Pada praktiknya dewasa ini, banyak timbul reaksi Terhadap Titik
Pertalian Sekunder ini karena dianggap terlalu kaku dan rigoreus sehingga
terjadi pelembutan dengan menggunakan Milue sebagai pilihan Titik
Pertalian Sekunder yang melihat suasana hukum sekitar masalah
bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai