Anda di halaman 1dari 4

Penerapan Pidana Mati Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi Terhadap Dana

Penanggulangan Pandemi Covid-19 Berdasarkan Hukum Positif dan


Doktrin Hukum Pidana
Putu George Matthew Simbolon

A. Pendahuluan
Sebagai negara yang bertujuan untuk menyejahterakan warga negaranya, Indonesia
memiliki pekerjaan rumah yang besar dalam mencegah dan memberantas tindak pidana
korupsi. Dalam melaksanakan tugas pembangunan, pemerintah dituntut untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara optimal, transparan dan akuntabel
dengan tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan pembangunan nasional.1
Sedangkan, tindak pidana korupsi merupakan suatu kejahatan yang menimbulkan
kerugian negara yang tuntunnya tidak sejalan dengan tujuan kesejahteraan
sebagaimana penulis uraikan dalam kalimat sebelumnya. Secara normatif, Pasal 2 UU
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi antara lain menyatakan bahwa perbuatan
yang dapat dikualifikasikan sebagai korupsi adalah perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi yang dilakukan secara melawan hukum yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Salah satu unsur penting dari negara hukum adalah adanya perlindungan hak asasi
manusia. Hal ini sejalan dengan pendapat Friedrich Julius Stahl yang menyatakan
bahwa negara hukum (rechtstaat) memiliki empat unsur dan salah satu unsur tersebut
adalah Perlindungan hak asasi manusia. Namun, dalam keadaan tertentu, negara
memiliki kekuasaan untuk mengesampingkan hak-hak dasar warga negaranya
berdasarkan peraturan tertentu dan dalam keadaan tertentu. Corona Viruses Disease
2019, disingkat Covid-19 merupakan penyakit berbahaya yang sedang mewabah di
seluruh dunia, termasuk Indonesia. World Health Organization kemudian menyatakan

1
Rumadan, Ismail, “Pengelolaan Keuangan Negara Dan Penerapan Hukum Dalam Tindak Pidana
Korupsi” (2013) Jurnal LEGISLASI INDONESIA Vol. 10 No.4 – Desember 2013: 361 – 372, hlm. 362.

1
keadaan ini sebagai pandemi global.2 Dalam uraian ini, penulis akan mengangkat
permasalahan hukum berupa penerapan pidana mati bagi pelaku tindak pidana korupsi
yang menyalahgunakan dana yang ditujukan untuk menanggulangi bencana ini.

B. Isi
Dengan memahami lukisan delik korupsi yang diuraikan diatas, maka dapat
dipahami bahwa korupsi merupakan delik materiil atau suatu perbuatan yang dapat
dipidana karena undang-undang menyebutkan akibat tertentu, dengan atau tanpa
menyebut perbuatan tertentu.3 Adapun akibat dari tindak pidana korupsi yaitu adanya
kerugian dalam keuangan negara atau perekonomian negara. Selain itu, korupsi juga
digolongkan sebagai perbuatan yang bersifat melawan hukum materiil, yaitu perbuatan
yang dipandang melawan hukum walaupun perbuatan tersebut seandainya tidak diatur
di dalam undang-undang.4 Dengan melihat pandangan penulis terhadap tindak pidana
korupsi yang telah penulis jelaskan berdasarkan doktrin hukum pidana diatas, maka
dapat dipahami bahwa tindak pidana korupsi merupakan pekerjaan rumah negara yang
serius dan harus diatasi melalui penerapan hukum yang koersif.
Berdasarkan tatanan hukum Indonesia, Pasal 2 ayat (2) UU Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (lama), pidana mati bagi pelaku tindak pidana korupsi
diperbolehkan dalam keadaan tertentu. Kemudian Penjelasan dari Perubahan atas
UU Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa pemberatan hukuman terhadap
pelaku tindak pidana korupsi dapat dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan
bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan
terhadap kerusuhan sosial yang berdampak luas, penanggulangan krisis ekonomi dan
moneter dan penanggulangan tindak pidana korupsi. Secara lebih lanjut, Keputusan
Presiden Nomor 12 Tahun 2020 menetapkan Covid-19 sebagai Bencana Non Alam

2
Situmeang, Tomson. (2020). “Keberadaan Denda Administratif Terkait Peraturan Gubernur DKI
Jakarta Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB dalam Penanganan Covid-19 di Provinsi DKI
Jakarta”. Jurnal Hukum : To-Ra Vol. 6 Universitas Kristen Indonesia, Jakarta. h. 156.
3
Hamzah, Andi., 2014, Asas-Asas Hukum Pidana: Edisi Revisi (Jakarta: Rineka Cipta), hlm. 107.
4
Prasetyo, Teguh., 2016, Hukum Pidana: Edisi Revisi (Depok: Raja Grafindo Persada), hlm. 72.

2
yang bersifat nasional. Dengan memahami dan merefleksikan korelasi antara kedua
kaidah hukum diatas, maka dapat dipahami bahwa pejabat negara yang
menyalahgunakan dana penanggulangan Covid-19 untuk memperkaya diri sendiri
memiliki peluang untuk dijatuhi pidana mati.
Apabila ditafsirkan secara ekstensif, maka korupsi terhadap dana yang ditujukan
untuk menanggulangi Pandemi Covid-19 dapat dikualifikasikan sebagai
penyalahgunaan dana yang ditujukan bagi penanggulangan krisis ekonomi dan
moneter. Walaupun korupsi terhadap dana ini tidak dapat dikualifikasikan sebagai
korupsi terhadap bencana alam nasional. Karena apabila pengkualifikasian ini
diterapkan, maka yang terjadi adalah penegak hukum akan menerapkan penafsiran
analogis yaitu penafsiran yang tidak diperbolehkan dalam hukum pidana.5 Penafsiran
ekstensif (yang memperluas) ini tentunya didukung oleh pengundangan Perppu
Nomor 1 Tahun 2020 yang secara implisit menyatakan Pandemi Covid-19 sebagai
krisis keuangan dan krisis ekonomi nasional.

C. Penutup
Melalui uraian ini, maka dapat disimpulkan bahwa di tengah Pandemi Covid-19
ini, penerapan pidana mati bagi pelaku tindak pidana korupsi dapat diterapkan, bahkan
harus diterapkan demi mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan. Penerapan
hukuman mati ini penulis pandang wajib, karena korupsi merupakan tindak pidana
yang memiliki sifat melawan hukum materiil atau melanggar rasa keadilan masyarakat,
walaupun undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi seandainya tidak
dibentuk dan membawa akibat berupa kerugian bagi negara Indonesia di tengah
Pandemi Covid-19. Penulis menyadari bahwa tulisan ini hanya membahas dalam
tatanan normatif dan teoritis serta sengaja diterapkan tanpa memperhatikan polemik
yang terjadi dalam masyarakat tentang penerapan pidana mati bagi pelaku korupsi di
tengah Covid-19. Oleh karena itu, penulis berharap masukan dari para pembaca guna
memperkaya gagasan dan pandangan yang telah penulis uraikan dalam esai ini.

5
Amiruddin dan Zainal Asikin., 2018, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Depok: Raja Grafindo
Persada), hlm. 173.

3
DAFTAR PUSTAKA

Rumadan, Ismail, “Pengelolaan Keuangan Negara Dan Penerapan Hukum Dalam


Tindak Pidana Korupsi” (2013) Jurnal LEGISLASI INDONESIA Vol. 10 No.4 –
Desember 2013: 361 – 372.
Situmeang, Tomson. (2020). “Keberadaan Denda Administratif Terkait Peraturan
Gubernur DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB dalam
Penanganan Covid-19 di Provinsi DKI Jakarta”. Jurnal Hukum : To-Ra Vol. 6
Universitas Kristen Indonesia, Jakarta.
Hamzah, Andi., 2014, Asas-Asas Hukum Pidana: Edisi Revisi (Jakarta: Rineka
Cipta).
Prasetyo, Teguh., 2016, Hukum Pidana: Edisi Revisi (Depok: Raja Grafindo
Persada).
Amiruddin dan Zainal Asikin., 2018, Pengantar Metode Penelitian Hukum
(Depok: Raja Grafindo Persada).
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang
Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi
Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem
Keuangan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 87).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134).
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140).
Keputusan Presiden (KEPPRES) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan
Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Sebagai
Bencana Nasional.

Anda mungkin juga menyukai