Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

PENEGAKAN HUKUM DAN KORUPSI

OLEH :

ALFREDA SURYA AIDINA

(E061201116)

DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2022
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pandemi saat ini telah menyebabkan kemerosotan ekonomi ditengah
masyarakat akibat dari penyebaran virus covid-19. Kemudian hal ini diperburuk lagi
dengan adanya penyakit lama diantara para pejabat didalam negeri yaitu terjadinya
tindak pidana korupsi. Secara umum, korupsi merupakan penyalahgunaan kekuasaan
yang bertujuan untuk meraup keuntungan pribadi maupun kepada keuntungan
golongannya. Hal ini diperparah lagi bahwa orang-orang yang melakukan korupsi
kebanyakan adalah oknum aparatus negara yang bekerja di pemerintahan baik itu
lembaga-lembaga pemerintahan maupun lembaga penegakan hukum itu sendiri.
Ini menunjukkan bahwa permasalahan penegakan hukum terhadap koruptor
diasumsikan sulit untuk ditangani secara efektif. Contohnya saja, Pinangki Sirna
Malasari yang sebelumnya merupakan seorang jaksa di kejaksaan agung, melakukan
tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kekuasaanya untuk meloloskan
seorang pengusaha agar tidak diadili lagi1. Ini bisa menjelaskan fenomena penegalann
hukum terhadap korupsi secara lebih lanjut bahwa penegakan hukum soal korupsi
tidaklah efektif akibat dari ulah oknum pejabat yang menyalahi kekuasaannya.
UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
seharusnya menjadi payung hukum untuk mencegah para pegawai atau orang yang
dihidupi dari negara untuk menyalahi kekuasaan yang diberikan oleh pemerintah
untuk kepentingan pribadi dan golongannya. Dengan keadaan pandemi yang terus
memerosotkan ekonomi negara, seharusnya menjadi momentum untuk
menyelamatkan ekonomi dari tingkatan hukum. Namun yang terjadi adalah tidak
terjadinya peningkatan yang signifikan untuk menyelamatkan ekonomi negara dari
para koruptor.
Dengan indeks korupsi Indonesia yang dikeluarkan oleh Transparency
Internasional yang masih peringkat 96 dari 180 negara dengan skor 38, yang jauh dari
angka 43 untuk tingkat korupsi rata-rata di dunia Internasional2. Indonesia masih

1
Dzulfaroh, A. N. (2021, Agustus 6). Menilik Kasus Jaksa Pinangki yang Penuh Kontroversi... Retrieved from
Kompas.com : Jernih Melihat Dunia: https://www.kompas.com/tren/read/2021/08/06/203500465/menilik-kasus-
jaksa-pinangki-yang-penuh-kontroversi-?page=all#page2
2
Transparency International. (2022, Januari 25). INDEKS PERSEPSI KORUPSI 2021: KORUPSI, HAK ASASI
MANUSIA DAN DEMOKRASI. Retrieved from Transparency International: https://ti.or.id/indeks-persepsi-
korupsi-2021-korupsi-hak-asasi-manusia-dan-demokrasi/
perlu membenahi diri dalam penanganan tingkat pindana korupsi baik itu pembenahan
di tingkatan struktural maupun kultural, agar pembenahan tingkat korupsi bisa
dipangkas dari atas menuju kebawah maupun dari kebawah menuju keatas yang
diharapkan mampu mengatasi tindak pidana korupsi secara efektif.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana fenomena penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi di
Indonesia?
b. Bagaimana efektifitas penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi di
Indonesia?
c. Bagaimana merumuskan hipotesis dalam penegakan hukum terhadap korupsi
di Indonesia ?
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH
Penulisan makalah dengan judul “Penegakan hukum dan korupsi” ditujukan
untuk memenuhi tugas pengganti final dalam mata kuliah sistem hukum Indonesia di
Universitas Hasanuddin. Diharapkan juga tulisan ini bisa dijadikan acuan dalam
menjelaskan fenomena dan merumuskan penanganan korupsi secara efektif.
BAB II

PEMBAHASAN

A. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut (Klitgaard, Maclean-Abaroa, & Parris, 2002) mendefinisikan korupsi
sebagai penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi dan golongan.
Ini bisa dipahami ranah penyalahgunaan kekuasaan sebagai korupsi karena
menggunakan kekuasaan yang diberikan oleh publik dalam meraup keuntungan
tersebut secara pribadi dan golongannya. Publik disini diartikan tidak hanya
ditingkatan lembaga pemerintah yang dilakukan oleh oknum aparatus negara saja
tetapi semua orang di lingkungan yang menghendaki terjadinya interaksi lebih dari 2
orang.
Kemudian menurut Muhammad Ali (1998) korupsi dibagi menjadi tiga
pengertian yaitu3 :
a. “Korup” diartikan sebagai sifat yang busuk, suka menerima uang
suap/sogok, memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan
sebagainya.
b. “Korupsi” artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan
uang sogok, dan sebagainya
c. “Koruptor” artinya orang yang melakukan korupsi

Sehingga untuk memerangi korupsi tidaknya melihat bagaimana dinamikanya


ditingkatan struktural lembaga negara, tetapi melihat bagaimana korupsi juga terjadi
diantar masyarakat secara non-lembaga. Karena dari pembagian menurut Muhammad Ali
(1998) bahwa korup merupakan kata sifat, sehingga secara dari dalam diri manusia rentan
akan hal itu. Diperlukan suatu pendidikan agar menekan perilaku korup disetiap manusia
supaya ketika menjadi pemimpin diantaranya bisa secara efektif mengurangi tindak
pidana korupsi melalui pendidikan anti korupsi

Aspek legalitas hukum menjadi penting dalam tindak pidana korupsi, yang pertama
bahwa untuk dipidananya suatu tindakan harus melalui payung hukum seperti undang-
undang dan yang kedua adalah bahwa hukum bisa dibuatkan lagi dibuat lebih rendah
dengan meregulasi suatu tindak pinda tetapi sesuai dengan batasan undang-undang yang

3
Dikutip dari Mukodi, & Burhanuddin, A. (2014). Pendidikan Anti Korupsi : Rekonstruktif Interpretatif dan
Aplikatif di Sekolah. Pacitan: LPPM Press hal. 10
ada sehingga mendapatkan legitimasi4. Sehingga regulasi tindak pidana korupsi di
Indonesia hanya bisa efektif jika mempunyai legitimasi undang-undang itu sendiri.
Kemudian ada tiga undang-undang yang meregulasi tindak pidana korupsi yaitu : UU
no.3 tahun 1971, UU no.31 tahun 1999 dan UU no.20 tahun 2001.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
C. HIPOTESIS

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA

4
(Halimang, 2020)

Anda mungkin juga menyukai