Anda di halaman 1dari 7

Review Buku dari Alfreda untuk Kak Dito

Judul Buku : Pulang


Penulis : Leila S. Chudori
Tahun Terbit : 2012

5 April 2021

A. Pendahuluan

Sungguh saya merasa terhormat untuk mengulas buku Pulang dari penulis Chudori,
dimana dikisahkan suatu sejarah kelam dan juga perjuangan seorang eksil politik di
sekelompoknya yang entah pemeran utamanya kemudian beralih ke anak gadis-nya.
Sungguh suatu menggugah imajinasi saya dan juga melihat dari sisi “humanis” alih-alih
gambaran besar politik yang saya telaah dan pelajari selama ini. Tidak lupa juga, walau
menikmati karya buku ini secara illegal tetapi mudah-mudahan di kemudian waktu pasti
saya akan membeli buku ini dengan cara yang legal dan juga dengan cara yang benar untuk
membelinya.

B. Review Secara Deskriptif

Prolog dibuka dengan perspektif dari Mas Hananto, dimana dia yang telah menjadi
buronan pemerintah selama 3 tahun harus ditangkap di rumah persembunyian dari adik
sahabatnya yaitu Aji Suryo. Mengapa dia ditangkap? Apa tindakan kejahatan yang
membuatnya jadi buronan dan sekaligus tindak keji apakah yang dia lakukan sehingga
membuatnya jadi hewan buruan oleh pemerintah Orde Baru selama 3 tahun?. Waktu
sebelum tertangkapnya Mas Hananto, dimana 3 tahun sebelumnya dia adalah seorang
jurnalis yang dekat dengan pimpinan redaksi dari Kantor Berita Nusantara, dimana kantor
dan pimpinan redaksi berita ini merupakan bagian dari afiliasi PKI dalam media massa.
Ditangkap dan dibawa pergi oleh intelijen pemerintah entah kemana dia dibawa, tetapi
bukannya rasa penyesalan atas pilihannya dalam mendukung pemerintahan orde lama
maupun idealisme komunisnya yang membuatnya menderita selama 3 tahun terakhir ini,
hanya saja dia terus mengingat sahabat “lamanya” dan juga teman petualangannya yang
akan terus diingatnya yaitu Mas Dimas.
Cerita pun kemudian dibuka dengan perspektif dari Dimas Suryo. Dimas Suryo
adalah seorang yang beruntung ataupun betul-betul sial dalam petualangan hidupnya,
seorang Indonesia yang terjebak dalam hiruk piruknya demonstrasi besar-besaran Paris
tahun 1968. Padahal 3 tahun sebelumnya dia adalah seorang jurnalis dan juga seorang
petualang intelek dan ideolog yang tidak ingin menetapkan pilihan dan memilih bebas
dalam mencari “petualangannya”. Dia merasa terpukul atas surat yang sampai dari adiknya
yaitu Mas Aji atas tertangkapnya sahabatnya yang hilang kabarnya selama 3 tahun terakhir
ini.

Ditengah kesedihannya itu, dia telah melihat seorang perempuan Perancis yang
cantik dan bermata warna hijau itu dimana dia berdiri ditengah demonstrasi yang dimotori
oleh Mahasiswa Sorbonne dan kaum buruh seluruh Perancis. Alih-alih terikut arus dalam
gelombang protes itu, dia terus menatap perempuan yang membuatnya diam tidak berkutik.
Perempuan Perancis itu kemudian menghampiri dan memperkenalkan namanya,
“Vivienne Deveraux, dan kau?”, Dimas Suryo kemudian memperkenalkan namanya dan
kemudian mereka melanjutkan obrolannya di kafe dekat sungai Sein, Paris waktu itu. Pada
akhirnya mereka bercinta dan meminum sebotol Champagne dari wilayah Alsace-
Lorraine, tempat keluarga Deveraux berasal.

Sebagai seorang eksil politik, tentu saja Dimas Suryo mempunyai kawan yang
entah karena pilihannya dan juga afiliasinya kepada pemerintah Orde Lama kemudian
berakhir menjadi pesakitan politik di negeri orang lain. Mas Nugroho, Bung Risyaf, dan
Koh Tjai bersama dengan Mas Dimas adalah empat pilar yang selalu bersama dalam
menghadapi penderitaan dan duka yang disebabkan oleh pemerintahan yang baru saja
berkuasa di Jakarta.

Tetapi benang merah yang menyatukan mereka kecuali Koh Tjai yang datang di
Paris diakhir tahun 1969, adalah mereka bertiga yang selalu bersama ikut juga Mas
Hananto dimana mereka adalah mahasiswa yang berkecimpung di kota Jakarta tahun 1957,
periode Demokrasi Liberal di Indonesia. Mas Hananto, Mas Nug adalah senior diantara
dua juniornya yaitu Mas Dimas dan Bung Risyaf. Mereka bereempat yang entah bagaimana
bersama-sama menaksir melati dan anggrek di asrama kampusnya. Bunga Anggrek itu
bernama Rukmini dan bunga Melati itu bernama Surti. Bung Risyaf yang tampannya
bagaikan seorang bangsawan Melayu yang tampan itu harus rela direbut bunga
Anggreknya dari Mas Nugroho. Sedangkan Mas Dimas yang pada awal-awalnya selalu
menghinggapi bunga Melati itu harus rela direbut dikarenakan kurang percaya dirinya atas
latar belakang keluarga dari Mbak Surti dan juga kepastian yang diberikan oleh Mas
Hananto kepadanya.

Dari perkawinan Mas Hananto dan Mbak Surti lahirlah 3 anak yaitu Bulan,
Kenanga, dan Alam, tetapi ironinya nama anaknya ini adalah cita-cita nama anak dari Mas
Dimas dengan Mbak Surti ketika masih pacaran dan selalu berbagi rasa di dapur.
Perkawinan Mas Nug dan Mbak Rukmini menghasilkan anak laki laki bernama Bimo
Nugroho. Mas Dimas Suryo harus menerima lapang dada dari perkawinan kawannya itu
bersama dengan Bung Risyaf yang terus memendam rasanya dan selalu melampiaskannya
patah hatinya dengan cara bermain harmonika.

Sebelum berpindah ke Paris, Mas Dimas telah bertengkar dengan Mas Hananto
diakibatkan perilaku bermain perempuannya dimana katanya itu telah membangkitkan
perasaan dan jiwa “proletarnya” dan juga keputusannya bersama pimpinan redaksinya
untuk memindahkan kawannya yaitu Mas Arif yang mendukung Partai Masyumi dan
pemikir spiritualis itu dari divisi berita ke divisi penjualan. Tetapi masalah karena bermain
perempuan, Mas Hananto mengalami pentengkaran dan perpecahan dalam rumah
tangganya dengan Mbak Surti. Akibatnya jadwal penerbangan ke Santiago, Chile dimana
sepupu Salvador Allende pendiri gerakan Sayap kiri di negara itu untuk diwawancarai
harus diganti oleh Mas Dimas bersama dengan Mas Nugroho yang sudah berada di Havana,
Kuba.

Pada akhirnya Mas Dimas yang disebabkan urusan Mas Hananto untuk
menyelesaikan urusan rumah tangganya, pun dia berangkat ke Santiago. Sesampainya
disana dia mendapat kabar bahwa telah terjadi pembunuhan kepada sepuluh perwira militer
dan gerakan ini ingin mengambil alih Jakarta dari ABRI yang akan unjuk kekuatan militer
pada 5 Oktober 1965. Bingung dengan keadaan yang terjadi dan mengetahui kondisi politik
di Jakarta telah mengalami krisis politik, dia selalu berpegang pada dirinya bahwa keadaan
akan baik-baik saja pada saat dia akan pulang ke Jakarta nantinya, dimana waktu kemudian
telah berlalu berdekade-dekade kemudian.
Kemudian datanglah Bung Tjai dari Singapura yang juga dikarenakan pilihan
politiknya harus tersingkir ke Paris. Keempat eksil politik ini yaitu Mas Dimas, Mas Nug,
Bung Syarif dan Bung Tjai kemudian membentuk restoran Empat Pilar Tanah Air.
Restoran ini terbentuk dikarenakan skill memasak Mas Dimas yang tinggi, mungkin
disebabkan karena jurusan Sastra yang dipilihnya sehingga dia mempunyai tingkat perasa
yang tinggi, didukung juga dari adanya wakil koki yaitu Mas Nugroho dan dibekali oleh
skill perhitungan dan akuntasi dari Bung Tjai. Restoran ini dibentuk bukan dikarenakan
hanya untuk mempeerat hubungan yang ada, tetapi inilah jalan bertahan hidup mereka dari
terabaikannya hidup mereka oleh Pemerintah dari mereka berasal dan juga bertahan hidup
di tengah Kota Paris yang dingin di musim salju.

Sebelumnya Mas Dimas dan Vivienne menikah di Perancis di Lorraine, kampung


halaman Vivienne. Mereka kemudian diberkahi oleh seorang anak perempuan yang
berparas perancis dengan warna rambut dan juga warna bola mata dari Indonesia, Mas
Dimas menamai anaknya dengan nama Lintang Utara. Pada awalnya Mas Dimas bekerja
sebagai pekerja kasar di kota Paris kemudian merangkak naik menjadi seorang pegawai di
kantor adminstratf di Paris, walau hidupnya terjamin dengan menjadi pegawai tetap saja
dia ingin menjadi sesuatu yang kreatif dan juga ingin selalu meluangkan waktunya dengan
teman eksil politiknya dan juga keluarganya hingga dia memutuskan untuk menjadi
seorang founder dan juga koki dari Restoran Empat Pilar Tanah Air.

Setelah pembentukan dari Restoran ini, ada seorang intelijen dari pemerintah
Indonesia yang bernama Sumarno yang meneror restorannya dengan mengintimidasinya
dengan informasi bahwa dia mengetahui seluruh kegiatan dari kawan-kawannya yang eksil
politik di Indonesia dan juga menertawai mereka para pilar Tanah Air ini yang terdampar
di Kota Paris. Walau berbagai kesulitan yang dirasakan pada awal membuka restoran ini,
dan juga adanya intimidasi dari preman Paris dan juga Polisi Paris yang datang akibat
aduan dari orang yang tidak dikenal, tetapi mereka tetap bangkit dengan perjuangan dan
juga dengan rasa yang unik di tengah restoran asia lainnya.

Perspektif kemudian berubah kepada Lintang Utara, anak perempuan dan satu-
satunya dari pasangan Mas Dimas dan Vivienne. Lintang Utara adalah anak yang kritis dan
juga berwawasan luas walau berkehidupan cukup tetapi ini semua dikarenakan didikan
pengetahuan sastra dan juga politik dari Mas Dimas dan Ibunya, Vivienne yang merupakan
seorang guru di Paris. Lintang Utara diberi tugas akhir oleh dosennya untuk menyelesaikan
tugas akhirnya yang akan mencapai deadline dan karena penelitiannya yang biasa saja
menurut dosennya itu kemudian dia diarahkan untuk meneliti perkembangan eksil politik
Indonesia tahun 1965.

Yang menjadi permasalahan dari penelitian ini adalah dia harus mencapai Ayahnya
yang telah diputus komunikasinya dimana dia telah mempermalukan Nara, pacarnya yang
juga seorang anak kaya dan diplomat di KBRI di kota Paris. Orangtuanya telah bercerai,
ini disebabkan karena pilihan pulang dari seorang Mas Dimas bukanlah pulang kepada
keluarganya yang selalu mencintainya tetapi pilihan Pulang menurutnya adalah ketika dia
kembali pulang di tanah air Indonesia. Sedih dan juga rasa kecewa yang dirasakan
Vivienne sehingga dia meninggalkan Mas Dimas, kemudian anaknya tetap tinggal bersama
ayahnya itu, walau harus berpisah selama 6 bulan akibat kelakuan ayahnya terhadap Nara.

Dia pun kemudian mewawancarai seluruh eksil politik 65 di Paris, kemudian dia
bertemu dengan ayahnya yang baru seminggu terakhir baru baru saja telah terjatuh di metro
kota Paris. Ayahnya menyimpan bubuk kunyit dan juga daun cengkeh di toples ruang
tamunya, selalu untuk mengingat rasa Pulang. Untuk menyempurnakan hasil penelitiannya
dan juga agar tidak melakukannya dengan setengah-setengah dia kemudian ingin beranjak
ke Jakarta untuk mengetahui akar dari permasalahan yang menimpa para eksil Politik 65
ini dan juga untuk mengetahui sisi pandangan dari pemerintah Orde Baru mengenai
kejadian itu. Waktu berlalu itu dari tahun 1965 kemudian beranjak di tahun 1998, dimana
kerusuhan dan kericuhan yang terjadi menimpa pemerintah yang kekuasannya telah lama
itu mencengkram negeri dengan politik absolut dan korupsi.

Beranjak ke Jakarta tentu saja dia perlu saran dari sahabat dekat dari Ayahnya dan
juga sudah dia anggap paman dan juga tentu ayahnya. Dia dibantu dengan uang jajan dan
menglist nama-nama para eksil politik 65 yang tersebar di kota Jakarta. Tidak lupa juga
untuk menghubungi Alam, anak dari Mas Hananto dan Mbak Surti dan juga saudara
ayahnya yaitu Mas Aji. Sebelum sampai di Jakarta, dia memerlukan visa dan passport,
dimana visa dan passport ini tidak bisa didapatkan ayahnya dikarenakan dicekal oleh
pemerintah Indonesia, kemudian Lintang dibantu oleh pacarnya yang bekerja di KBRI
bersama dengan teman-temannya yang merupakan diplomat junior.

Sesampainya di Jakarta, dia dengan segera dijemput oleh Segara Alam. Pada awal
dia bertemu dengan Segara Alam dia mempunyai rasa dengannya atau seperti yang
dibilang Ibunya cinta pada pandangan pertama. Alam berteman baik dengan Bimo anak
dari Mas Nug, mereka bersekolah bersama di SMA dan juga sama sama menempuh kuliah
di UI. Bimo kemudian menggoda Alam dengan katanya membawa pulang seorang
perempuan perancis yang cantik itu, tetapi pikiran Alam adalah untuk menjaga anak dari
Mas Dimas yang selalu membantunya secara finansial dan juga mental melalui surat-
suratnya.

Keadaan Jakarta pada Mei 1998 merupakan sangat parah dan juga kerusuhan
dimana-mana. Ada eksil politik yang bisa diwawancarai, ada juga yang enggan walau
begitu dia tetap tidak patah semangat. Tetapi ada hal yang selalu berada dikepalanya ketika
berpisah dari Ayahnya di Paris, Ayahnya pernah menceritakan dewa-dewa Hindu, Ekalaya
seorang pemanah terbaik di kisah Mahabratha yang harus memilih ikhlas dengan gurunya
Resi yang harus merelakan tangannya terpotong untuk menghormati gurunya. Itulah yang
dia rasa kepada tanah airnya, dia ingin pulang walau dia harus rela dicap “pengkhianat”
oleh negaranya. Juga permintaan terakhir ayahnya untuk dikuburkan di Karet, tempat
peristirahatan terakhirnya Chairil Anwar suatu Pulang yang ingin dirasakan oleh ayahnya.

Walau berpacaran dengan Nara tetapi setelah Alam berhasil mengback-up data dan
memori penelitiannya yang sebelumnya kantor berita yang dimana Alam bekerja diserang
oleh intelijen pemerintah. Alam dan Lintang bercinta di rumah Alam, mereka bercinta
bagai tiada hari esok bagi mereka. Lintang harus melihat pilihan Rama anak dari Mas Aji,
yang membuatnya juga jadi sepupu, kemudian untuk memilih berpura-pura dari calon
istrinya dan juga mertuanya sekaligus bosnya di BUMN. Walau pada akhirnya Lintang
yang tidak tahan keluarganya dihina oleh Bosnya Rama, membuatnya dia mengungkapkan
identitas keluarga Mas Aji didepan bos BUMN itu.

Pada akhirnya, pemerintah Orde Baru kemudian runtuk di akhir tahun 1998, disini
pada akhirnya dia melihat bahwa Ayahnya dikubur di Karet, Jakarta, sebuah pulang walau
sebagai jenazah dan juga akhirnya berpulang pada akhirnya. Teman-teman eksil politiknya
bersedih atas kepergiannya terutama Mas Risyaf yang cengeng itu, juga dia kemudian
harus dihadapkan suatu pilihan yang ayahnya selalu berkata padanya, bahwa pilihannya
untuk meninggalkan Jakarta dan juga untuk memilih untuk tidak memilih salah satu pihak
di politik yang membuatnya menjadi eksil politik merupakan suatu keberpihakan walau
tidak memihak. Kini dia dihadapkan apakah dia harus memilih Nara pacarnya yang selalu
mengutamakan dirinya yang latarnya dari keluarga Borjuis atau Alam yang membuatnya
selalu merasa bergairah dan disetrum listrik dan latar belakang seorang eksil politik juga,
ataukah tidak memilih sama sekali dan hidup tanpa pusing dengan tidak memilih salah
satunya? Semuanya adalah pilihan dan pilihan itu harus dipilih oleh Lintang Utara yang
Ayahnya telah merasakan Pulang setelah lama di negeri orang asing.

C. Kesimpulan
Pulang itu mempunyai banyak makna bagi setiap orang-orang. Orang-orang akan
pulang jika dia sudah sampai di rumah, atau menurut Mas Syarif adalah pulang ketika dia
menganggap ketika bersama dengan keluarganya adalah rumah. Berbeda dengan Mas
Dimas yang menganggap pulang ketika dia sudah sampai di tanah airnya. Selain makna
pulang, pilihan juga merupakan sesuatu yang krusial bagi manusia karena dari pilihannya
itu bisa membuatnya terombang-ambing, tetapi tiada yang dapat menebak dampak dari
pilihannya kecuali ketika dia sudah menjalani pilihan tersebut. Pilihan itu tidak hanya soal
memilih tetapi juga membuat pilihan adalah suatu pilihan dan tidak memilih merupakan
juga suatu pilihan. Persoalan dasar dari buku ini adalah memilih apa yang menjadi pulang
ke rumah bagi orang-orang yang disebutkan namanya dalam buku ini.

Anda mungkin juga menyukai