Anda di halaman 1dari 4

Biografi Marah Rusli

Di antara deret nama sastrawan Balai Pustaka, nama Marah Rusli adalah nama yang cukup terkenal.
Biografi Marah Rusli kalau belum dapat dikatakan paling terkenal. Keterkenalannya karena "karyanya Siti
Nurbaya (sebuah roman) yang diterbitkan pada tahun 1920 sangat banyak dibicarakan orang, bahkan
sampai kini. Siti Nurbaya telah melegenda, wanita yang dipaksa kawin oleh orang tuanya, dengan lelaki
yang tidak diinginkannya
Marah Rusli, sang sastrawan itu. bernama lengkap Marah Rusli bin Abu Bakar, la dilahirkan di Padang
pada tanggal 7 Agustus 1889. Ayahnya. Sultan Abu Bakar, adalah seorang bangsawan dengan gelar Sultan
Pangeran. Ayahnya bekerja sebagai demang. Meski lebih terkenal sebagai sastrawan, Marah Rusli
sebenarnya adalah dokter.hewan. Berbeda dengan Tauliq Ismail dan AsruI Sani yang memang benar-benar
meninggalkan profesinya sebagai dokter hewan karena memilih menjadi penyair. Marah Rusli tetap
menekuni profesinya sebagai dokter hewan hingga pensiun pada tahun 1952 dengan jabatan terakhir
Dokter Hewan Kepala. -
Dalam sejarah sastra Indonesia. Marah Rusli tercatat sebagai pengarang roman yang pertama dan
diberi gelar oleh II.B. .lassin sebagai "Bapak Roman Modern Indonesia"'. Sebelum muncul bentuk roman di
Indonesia, bentuk prosa yang biasanya digunakan adalah hikayat'.
Kesukaan Marah Rusli terhadap kesusastraan sudah tumbuh sejak ia masih kecil. Ia sangat senang
mendengarkan cerita-cerita dari tukang kaba. tukang dongeng ( di Sumatera Barat) yang berkeliling
kampung menjual ceritanya, dan membaca buku-buku sastra.
Marah Rusli berpendidikan tinggi dan buku-buku bacaannya banyak yang berasal dari Barat yang
menggambarkan kemajuan zaman. Ia kemudian melihat bahwa adat yang melingkupinya tidak sesuai lagi
dengan perkembangan zaman. Hal itu melahirkan pemberontakan dalam hatinya yang dituangkannya ke
dalam karyanya, Siti Nurbaya. la ingin melepaskan masyarakatnya dari belenggu adat yang tidak memberi
kesempatan bagi yang muda untuk menyatakan pendapat atau keinginannya.
Dalam Siti Nurbaya telah diletakkan landasan pemikiran yang mengarah pada emansipasi wanita.
Cerita itu membuat wanita mulai memikirkan akan hak-haknya, apakah ia hanya menyerah karena
tuntutan adat (dan tekanan orang tua) ataukah ia harus mempertahankan yang diinginkannya. Ceritanya
menggugah dan meninggalkan kesan yang mendalam kepada pembacanya. Kesan itulah yang terus melekat
hingga sampai kini pun, setelah lebih delapan puluh tahun novel itu dilahirkan, Siti Nurbaya tetap diingat
dan dibicarakan.
Selain Siti Nurbaya, Marah Rusli juga menulis beberapa roman lainnya. Akan tetapi. .Siti Nurbaya
itulah yang terbaik. Roman itu mendapat hadiah tahunan dalam bidang sastra dari Pemerintah Republik
Indonesia pada tahun 1969 dan diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia.
Marah Rusli mengawini gadis Sunda kelahiran Bogor pada tahun 1911. Mereka dikaruniai tiga orang anak.
dua orang laki-laki dan seorang perempuan. Perkawinan Marah Rusli dengan gadis Sunda bukanlah
perkawinan yang diinginkan oleh orang tua Marah Rusli, tetapi Marah Rusli kokoh pada sikapnya, ia tetap
mempertahankan perkawinannya.
Marah Rusli Meninggal pada tanggal 17 Januari 1968 di Bandung dan dimakamkan di Bogor, Jawa Barat
Karya – Karya
1. Siti Nurbaya, Jakarta : Balai Pustaka. 1920
2. La Hami, Jakarta : Balai Pustaka. 1924
3. Anak dan Kemenakan, Jakarta : Balai Pustaka. 1956
4. “ Memang Jodoh ” ( Naskah Roman )
5. “ Tesna Zahera ”( Naskah Roman )
Biografi Armijn Pane

Armijn Pane lahir di Muara Sipongi, Mandailing Natal, Sumatera Utara, pada tanggal 18 Agustus 1908 Beliau
adalah salah satu Sastrawan Senior di Indonesia. Pada tahun 1933 bersama Sutan Takdir Alisjahbana dan Amir
Hamzah mendirikan majalah Pujangga Baru yang mampu mengumpulkan penulis-penulis dan pendukung
lainnya dari seluruh penjuru Hindia Belanda untuk memulai sebuah pergerakan modernisme sastra. Salah satu
karya sastranya yang paling terkenal ialah novel Belenggu.
Setelah lulus ELS di Bukittinggi, Armijn Pane melanjutkan pendidikannya di STOVIA, Jakarta (1923) dan NIAS,
Surabaya (1927) (STOVIA dan NIAS adalah sekolah dokter), kemudian pindah ke AMS-A di Solo (lulus pada 1931).
Di AMS A-1 (Algemene Middelbare School), ia belajar tentang kesusastraan dan menulis, lulus dari jurusan
sastra barat.

Sebagai pelajar di Solo, ia bergabung dengan organisasi pemuda nasional yakni Indonesia Muda, namun politik
tampaknya kurang menarik minatnya daripada kesusasteraan. Saat itu ia memulai karirnya sebagai penulis
dengan menerbitkan beberapa puisi nasionalis, dan dua tahun kemudian menjadi salah seorang pendiri majalah
Pujangga Baru.

Armijn Pane pernah menjadi wartawan surat kabar Soeara Oemoem di Surabaya (1932), mingguan Penindjauan
(1934), surat kabar Bintang Timoer (1953), dan menjadi wartawan lepas. Ia pun pernah menjadi guru di Taman
Siswa di berbagai kota di Jawa Timur. Menjelang kedatangan tentara Jepang, ia duduk sebagai redaktur Balai
Pustaka. Pada zaman Jepang, Armijn bersama kakaknya Sanusi Pane, bekerja di Kantor Pusat Kebudayaan
(Keimin Bunka Shidosho) dan menjadi kepala bagian Kesusasteraan Indonesia Modern. Sesudah kemerdekaan,
ia aktif dalam bidang organisasi kebudayaan. Ia pun aktif dalam kongres-kongres kebudayaan dan pernah
menjadi anggota pengurus harian Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN) (1950-1955). Ia juga duduk
sebagai pegawai tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Bagian Bahasa) hingga pensiun.

Tahun 1969 Armijn Pane menerima Anugerah Seni dari pemerintah RI karena karya dan jasanya dalam bidang
sastra. Pada awal Fevruari 1970, Tepatnya pada tanggal 16 Februari 1970, beliau meninggal.
Karya - Karya
Puisi
 Gamelan Djiwa. Jakarta: Bagian Bahasa Djawa. Kebudayaan Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan
Kebudayaan. 1960
 Djiwa Berdjiwa, Jakarta: Balai Pustaka. 1939.
Cerpen
 Kisah Antara Manusia. 1952
Novel
 Belenggu, Jakarta: Dian Rakyat. Cet. I 1940, IV 1954, Cet. IX 1977, Cet. XIV 1991
Abdul Muis

Nama: Abdul Muis


Gelar: Pahlawan Pergerakan Nasional
Dasar Hukum: Kepres No.218 Tahun 1959, tanggal 30 Agustus 1959
Lahir: Kampung Sungai Puar, dekat Bukittinggi, 3 Juli 1883
Wafat: Bandung, 17 Juni 1959
Makam: Bandung

Abdul Muis lahir di Sungai Puar, dekat Bukittinggi, pada tanggal 3 Juli 1883. Ia pernah belajar di STOVIA (Sekolah
Dokter), tetapi tidak tamat. Beberapa lamanya ia bekerja sebagai pegawai negeri, kemudian menerjunkan diri di
bidang kewartawanan. Karangannya banyak dimuat dalam harian De Express, berisi kecaman terhadap karangan
orang-orang Belanda yang sangat menghina bangsa Indonesia. Karena karangan-karangan itu nama Muis mulai
dikenal oleh masyarakat. Kegiatan berpolitik dimulai Muis dalam Sarekat Islam. Ia diangkat sebagai anggota
Pengurus Besar.

Pada tahun 1913 Pemerintah Belanda bermaksud mengadakan perayaan untuk memperingati seratus tahun
bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis. Beberapa orang tokoh pergerakan nasional mendirikan
Komite Bumiputera yang berusaha menentang rencana tersebut. Abdul Muis ikut di dalamnya. Karena itu, ia
ditangkap oleh Pemerintah Belanda.

Dalam Kongres Sarekat Islam (SI) tahun 1916 Muis menganjurkan agar SI bersiap-siap menempuh cara keras
apabila cara lunak dalam menghadapi pemerintah jajahan tidak berhasil. Setahun kemudian, ia diutus ke Negeri
Belanda sebagai anggota Komite Indie Weerbaar untuk membicarakan masalah pertahanan bagi Indonesia
sehubungan dengan terjadinya Perang Dunia I. Selain itu, ia mempengaruhi tokoh-tokoh Belanda agar di
Indonesia didirikan sekolah teknik. Beberapa tahun kemudian di Bandung berdiri Technische Hooge School
(sekarang Institut Teknologi Bandung atau ITB).

Dalam SI ia berjuang agar diadakan disiplin partai untuk mengeluarkan anggota-anggota yang sudah dipengaruhi
oleh paham komunis. Ia sering berkunjung ke daerah-daerah untuk membela kepentingan rakyat kecil sambil
membangkitkan semangat para pemuda agar giat berjuang untuk kemerdekaan bangsa dan tanah air. Pada
tahun 1922 Abdul Muis memimpin pemogokan kaum buruh di daerah Yogyakarta. Karena kegiatan-kegiatan
tersebut, Pemerintah Belanda menangkap dan mengasingkannya di Garut, Jawa Barat. Sesudah Indonesia
merdeka ia tetap berada di Jawa Barat. Untuk membantu perjuangan mempertahankan kemerdekaan,
didirikannya Persatuan Perjuangan Priangan.

Abdul Muis terkenal pula sebagai sastrawan. Sebuah hasil karyanya yang terkenal ialah Salah Asuhan. Ia
meninggal dunia di Bandung pada tanggal 17 Juni 1959 dan dimakamkan di sana.
Biografi Chairil Anwar (1922-1949)

Tokoh satu ini dikenal masyarakat Indonesia sebagai salah satu penyai terhebat
yang pernah dimiliki Indonesia. Dia merupakan Penyair Angkatan '45. Karya-karyanya sudah banyak diterbitkan. Berikut
Biografi dan Profil lengkap Chairil Anwar. Beliau dilahirkan di Medan, 26 Julai 1922. Dia dibesarkan dalam keluarga yang
cukup berantakan. Kedua ibu bapaknya bercerai, dan ayahnya menikah lagi. Selepas perceraian itu, selepas SMA, Chairil
Anwar mengikut ibunya ke Jakarta. Semasa kecil di Medan, Chairil sangat dekat dengan neneknya. Keakraban ini begitu
memberi kesan kepada hidup Chairil Anwar. Dalam hidupnya yang amat jarang berduka, salah satu kepedihan terhebat
adalah saat neneknya meninggal dunia. Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang luar biasa pedih:

Bukan kematian benar yang menusuk kalbu


Keridhaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
Dan duka maha tuan bertahta
Setelah neneknya tiada, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil puja. Dia bahkan terbiasa membilang nama ayahnya,
Tulus, di depan sang Ibu, sebagai tanda menyebelahi nasib si ibu. Dan di depan ibunya, Chairil acapkali kehilangan sisinya
yang liar. Beberapa puisi Chairil juga menunjukkan kecintaannya pada ibunya.

Kehidupan Chairil Anwar


Sejak kecil, semangat Chairil terkenal kedegilannya. Seorang teman dekatnya Sjamsul Ridwan, pernah membuat suatu
tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut dia, salah satu sifat Chairil pada masa kanak-
kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan
hatinya. Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap, menyala-nyala,
boleh dikatakan tidak pernah diam.

Rakannya, Jassin pun punya kenangan tentang ini. “Kami pernah bermain bulu tangkis bersama, dan dia kalah. Tapi dia tak
mengakui kekalahannya, dan mengajak bertanding terus. Akhirnya saya kalah. Semua itu kerana kami bertanding di depan
para gadis.”

Wanita adalah dunia Chairil sesudah buku. Tercatat nama Ida, Sri Ayati, Gadis Rasyid, Mirat, dan Roosmeini sebagai gadis
yang dikejar-kejar Chairil. Dan semua nama gadis itu bahkan masuk ke dalam puisi-puisi Chairil. Namun, kepada gadis
Karawang, Hapsah, Chairil telah menikahinya.

Chairil Anwar Meninggal Dunia


Pernikahan itu tak berumur panjang. Disebabkan kesulitan ekonomi, dan gaya hidup Chairil yang tak berubah, Hapsah
meminta cerai. Saat anaknya berumur 7 bulan, Chairil pun menjadi duda. Tak lama setelah itu, pukul 15.15 WIB, 28 April
1949, Chairil meninggal dunia. Ada beberapa versi tentang sakitnya. Tapi yang pasti, TBC kronis dan sipilis.

Umur Chairil memang pendek, 27 tahun. Tapi kependekan itu meninggalkan banyak hal bagi perkembangan kesusasteraan
Indonesia. Malah dia menjadi contoh terbaik, untuk sikap yang tidak bersungguh-sungguh di dalam menggeluti kesenian.
Sikap inilah yang membuat anaknya, Evawani Chairil Anwar, seorang notaris di Bekasi, harus meminta maaf, saat
mengenang kematian ayahnya, di tahun 1999, “Saya minta maaf, karena kini saya hidup di suatu dunia yang bertentangan
dengan dunia Chairil Anwar.”

Anda mungkin juga menyukai