Anda di halaman 1dari 7

BAHASA INDONESIA

ANALISIS RINGKASAN NOVEL

A. Identitas buku

Judul : Tentang Kamu


Pengarang : Tere Liye
Penerbit : Republika
Tahun Terbit : 2016
Tebal buku : 524 halaman
Ketegori : Fiksi

B. Ringkasan novel "Tentang Kamu" karya Tere Liye


Banyak yang menduga bahwa Tentang Kamu adalah sebuah novel romansa. Semua
itu tak lepas dari judulnya yang memang terlihat seperti judul sebuah novel cinta. Tentang
Kamu, novel dengan tokoh utama bernama Zaman Zulkarnaen. Ia merupakan lulusan
magister hukum di Oxford University. Zaman bekerja di sebuah firma hukum, tepatnya di
Belgrave, London. Firma hukum tersebut bernama Thompson & Co. Ia berada di
bidang Elder Law yang menjadi legendaris sebab prinsip kuat yang dipegang olehnya.

Cerita dimulai dari seorang pengacara muda Indonesia bernama Zaman Zulkarnaen
yang mendapat panggilan dari Sir Thompson, seorang senior di firma hukum Thompson &
Co untuk mengisi kursi lawyer senior. Namun, Zaman baru bisa mendapatkan kursi bila Ia
dapat menyelesaikan masalah pembagian warisan sebesar 19 triliun rupiah. Kasus tersebut
adalah persoalan harta warisan yang ditinggalkan oleh kliennya yang belum lama meninggal
dunia. Setelah diselidiki, harta warisan yang ditinggalkan ini jumlahnya sangatlah
mencengangkan, yaitu 1% kepemilikan saham di salah satu perusahaan toiletries di dunia
yang apabila diukur dengan kurs poundsterling, bernilai satu miliar atau setara dengan 19
triliun rupiah.

Pemilik warisan tersebut bernama Sri Ningsih berpaspor Inggris yang meninggal di
sebuah panti jompo di Paris yang rupanya memiliki kewarganegaraan sama seperti Zaman,
yakni Indonesia. Permasalahannya adalah tidak ada data mengenai ahli warisnya sehingga
Zaman harus mulai menelusuri kehidupan Sri Ningsih. Dengan mengandalkan petunjuk dari
buku harian Sri Ningsih, ia memulai pencariannya. Akan tetapi, Sri Ningsih meninggalkan
beberapa barang yang tidak begitu banyak. Barang yang dapat membantu Zaman untuk
menyelesaikan kasus harta waris dari Sri Ningsih ini hanyalah sebuah ditulis tangan oleh Sri
Ningsih. Diari tersebut diberikan oleh pengurus panti bernama Aimee, ia adalah orang
kepercayaan dari Sri Ningsih untuk menghubungi kantor pengacara bilamana ia meninggal
dunia dan menyimpan diari Sri Ningsih, sebelum dirinya kehilangan kesadaran. Bisa
diibaratkan, diari milik Sri Ningsih itu menjadi peta bagi Zaman untuk melanjutkan
perjalanan memecahkan kasus harta waris. Diari itu berisikan lima bagian yang mana bagian
itu ditulis oleh Sri Ningsih dengan sebutan Juz.

Juz pertama, yaitu mengenai kesabaran. Di sini pembaca akan menyaksikan kisah di
masa kecil Sri Ningsih yang sarat akan kesedihan, dimulai pada tahun 1946 hingga 1960.
Perjalanannya dimulai dari Pulau Bungin terletak di Sumbawa, yang merupakan tempat
kelahiran Sri Ningsih. Di pulau tersebut, ia berhasil mendapatkan informasi tentang
kehidupan masa kecil Sri Ningsih dari seorang tetua. Menurut informasi dari tetua, Sri
Ningsih telah ditinggal mati oleh ibunya ketika melahirkan dirinya. Sang ayah yang bernama
Nugroho pun memutuskan untuk menikah lagi, dan memiliki seorang anak bernama
Tilamuta. Suatu waktu, sang ayah pergi melaut dan tak pernah kembali sehingga Sri pun
diasuh oleh ibu tirinya yang kerap menyiksanya, seperti memukul hingga tidak memberinya
makanan. Musibah lainnya kembali datang di mana terjadi kebakaran yang menyebabkan
ibu tirinya meninggal. Sejak saat itu, Sri dan adik tirinya tinggal di sebuah pondok pesantren
di Surakarta.

Juz kedua mengenai persahabatan. Dengan deretan kisah dari cerita yang panjang
berawal pada tahun 1961 hingga 1966. Pembaca akan menikmati persahabatan indah yang
secara tiba-tiba berganti menjadi sebuah kedengkian yang amat mendalam. Kisah Sri
Ningsih pada tahun ini akan mengajak para pembacanya merasakan guncangan politik
Indonesia pada zaman itu dari partai komunis. Zaman pun melanjutkan pencariannya di
pondok pesantren di tersebut. Di sana, ia mendapatkan informasi dari Bu Nur’aini tetang
kehidupan remaja Sri Ningsih, mulai dari kisah persahabatanya yang hancur, hingga adik
tirinya yang tewas karena serangan Partai Komunis Indonesia (PKI) terhadap pesantren
tersebut. Ketika di Surakarta, Zaman berjumpa dengan sahabat Sri Ningsih bernama Ibu
Nur’aini. Mereka berdua telah bersahabat baik semenjak Sri Ningsih datang di
perkampungan santri tersebut. Tak hanya berdua, ada Mba Lastri, yaitu salah satu guru di
madrasah–yang menjadi sahabat mereka. Ibu Nur’aini pun membagikan kisah kehidupan Sri
Ningsih selama ia menetap di Surakarta. Ibu Nur’aini menyodorkan berbagai foto, berkas,
dan surat yang pernah dikirimkan oleh Sri Ningsih. Setelah mengetahui juz kedua dari
kehidupan Sri Ningsih, Zaman melakukan perjalanan ke Jakarta.
Juz ketiga merupakan keteguhan hati. Kisah pada bagian ini terjadi pada 1967-1979
akan membuat pembaca terdorong dengan semangat yang digambarkan Sri Ningsih. Di
bagian inilah pembaca akan diperlihatkan sejarah Jakarta tempo dulu. Hal itu contohkan,
seperti berbagai kerbau yang masih berlalu lalang di jalan, monas yang dikelilingi oleh
rerumputan hijau, ungkapan dari para pedagang kaki lima, sewa kos hanya 200 rupiah, dan
lain sebagainya. Menariknya, disinggung mengenai ojek online. Selain itu, keteguhan hati
dari Sri Ningsih akan diuji dan dilatih pada bagian ini sebab di sini pembaca akan belajar
melakukan bisnis sampai akhirnya mempunyai sebuah perusahaan. Kemudian, pertanyaan
atas kepemilikan 1% saham perusahaan besar yang dimiliki oleh Sri Ningsih, terjawab di sini.
Hanya bermodal beberapa surat yang diberikan Ibu Nur’aini, Zaman akhirnya menjajaki
berbagai alamat yang pernah dipakai oleh Sri Ningsih untuk surat-menyurat. Ia mendatangi
Pasar Tanah Abang dan daerah Pasar Senen. Akan tetapi, Zaman tidak dapat
mendapati clue apapun. Ia hanya dapat melihat sebagian besar kehidupan dari Sri Ningsih
melalui beberapa surat yang diberikan Ibu Nur’aini.

Di alamat terakhir, Zaman berkunjung ke Pulogadung, kemudian menuju ke salah


satu pabrik sabun mandi yang berada di sana. Akhirnya, Zaman berhasil menemui seseorang
yang memang kenal dengan Sri Ningsih, namanya ialah Catherine atau kerap disapa Ibu
Cathy. Ibu Cathy ini membagikan cerita kejadian yang terjadi sesudah surat terakhir dikirim
ke Surakarta. Setelah bermodalkan informasi-informasi yang didapatkan oleh Zaman di
Indonesia, ia pun pergi ke London guna menyelidiki juz keempat kehidupan dari Sri Ningsih.
Juz keempat, yakni Cinta.

Zaman pun akhirnya kembali ke London. Di sana, ia banyak menemukan fakta baru
termasuk tentang kehidupan cinta Sri dengan Hakan Karim, kepergian anak mereka, serta
musibah yang membuat Sri kabur ke Paris. Pada bagian ini, kita akan diperlihatkan sisi lain
dari seorang Sri Ningsih sebelumnya. Kisah cinta Sri Ningsih bersama seorang pria bernama
Hakan, seorang lelaki keturunan Turki. Di bagian inilah, pembaca akan dibuat bak gado-gado
perasaannya. Ada rasa haru, suka dan duka, tawa bahagia yang akan menemani pembaca
dalam menyelami kisah yang berjalan pada tahun 1980-1999, tepatnya di London. Usai
menyelidiki lagi beberapa berkas yang dipunyai oleh Sri Ningsih, Zaman berhasil mendapati
tempat yang pernah disinggahi Sri Ningsih. Menariknya, orang yang mengenal Sri Ningsih
nyatanya sangatlah dekat dengan Zaman. Orang tersebut mengajak Zaman ke kediamannya
dan memperkenalkan zaman kepada kedua orang tuanya. Zaman pun diceritakan terkait
seluruh kehidupan Sri Ningsih semasa dirinya menetap di London.

Belum juga usai Zaman menjajaki bagian akhir kehidupan Sri Ningsih, dirinya
dihubungi bahwa firma hukum dari A&Z Law mengajukan sebuah permintaan rapat sebagai
delegasi ahli waris yang tersisa. Masalah lain muncul ketika firma hukum A&Z Law ingin
bernegosiasi dengan firma hukum tempat Zaman bekerja, dengan membawa wanita yang
mengaku sebagai mertua dan istri dari Tilamuta. Hal ini membuat Zaman merasa tidak ada
yang beres, sehingga ia harus segera mencari surat wasiat dari Sri Ningsih yang ia pikir akan
menjadi solusi. Zaman sangat didesak oleh waktu, ia pun berangkat ke Paris untuk
menyelidiki bagian terakhir dari kehidupan Sri Ningsih.

Juz kelima dari kisah Sri Ningsih, yaitu mengenai Memeluk Semua Rasa Sakit. Pada
akhirnya, Sri Ningsih mampu mengikhlaskan semua kejadian dan persoalan yang terjadi
dengan dirinya. Dikisahkan tokoh Sri Ningsih mulai dari dirinya berada di London, kemudian
secara tiba-tiba ke Paris, sampai akhirnya tutup usia di Panti Jompo. Meskipun hanya
sepintas, ada pula kisah masa lampau dari seorang Zaman yang sarat akan kesedihan dan
kepatihan. Ia ingin belajar, layaknya Sri Ningsih yang berdamai dengan siapapun, tetapi
nyatanya ia tidak dapat untuk persoalannya. Di panti jompo, Aimee membagikan kisah
mengenai kehidupan dari Sri Ningsih lewat berbagai album foto yang panti miliki, salah
satunya cerita dari Aimee menyampaikan petunjuk mengenai Sri Ningsih yang mengetahui
firma hukum Thompson & Co., sesudah menghubungkan kejadian demi kejadian.

C. Analisis unsur intrinsik


1. Tema

Ringkasan novel ini bertemakan keteguhan hati.

2. Amanat
"memang bukan. Tetapi tempat ini telah memberiku pengalaman menarik dua jam
terakhir, membuatku banyak belajar hal baru. Selain bagiku janji adalah janji, setiap janji
sederhana apapun itu, memiliki kehormatan. Besok lusa aku akan kembali menemuinya,
walaupun boleh jadi miximillien sudah tidak mengingatku. Aku sunggu-sunggu
mengatakan kalimat tadi. Itu bukan excuse."

Kutipan diatas dapat kita simpulkan bahwa "setiap janji sederhana apapun itu, memiliki
kehormatan." maksud dari kutipan tersebut adalah sesederhana apapun jadi terhadap
seseorang harus ditepati meski mungkin terlihat sepele namun kita tetap harus
menepatinya. Selain itu amanat yang diberikan pengarang untuk pembaca yaitu jangan
pantang menyerah apapun keaadannya.

3. Tokoh dan penokohan


- Zaman Zulkarnaen : seorang pemuda indonesia yang tampan dan cerdas dalam melihat
masalah kehidupan, dan tidak mudah percaya dan menyerah begitu saja.

- Sri Ningsih : seorang wanita yang selalu tabah, berani, bersabar, kuat hati dan fisik,
cerdas. selalu tidak pernah membenci dan mendendam.

- Rajendra Khan : seorang pemuda yang suka bercanda, tetapi terkadang bercandaannya
selalu kelewatan, ramah kepada sesama pendatang dan mempunyai ingatan yang kuat.

- Sir Thompson: seorang yang disiplin,ramah,dan sayang kepada keluarganya.

- Deschamps : seoarng supir yang suka bercanda, ramah, mengajak ngobrol, dan pekerja
yang baik.

- Aimee : seorang perempuan yang sabar, ramah dan baik hati.

- Nur’aini : sahabat Sri Ningsih yang ramah, baik dan sabar.

- Sulastri : dulu saat menjadi sahabat Sri Ningsih, Sulastri sangat baik, dan ramah. Tetapi
semenjak denki merasuki dirinya dia jadi pendendam, jahat, dan pengkhianat.

- Kiai Ma’sum dan istrinya : orang yang baik hati, ramah, dan suka menolong.

- Mas Musoh : suami Sulastri yang dulunya ramah dan baik. Tapi ternyata mengincar
kedudukan Kiai Ma’sum, dan akhirnya menjadi pengkhianat yang kejam.

- Maximillen : seorang lansia yang selalu pelupa, ramah, dan tak pernah mau mengaku
lupa jika di imgatkan.

- Chaterine ( Cathy ) : seorang wanita yang ramah, dan baik.

- Hakan Karim : seorang pemuda turki yang baik, ramah dan penuh semangat. Hakan
nantinya akan menjadi suami Sri Ningsih, dia adalah suami yang penyayang, sabar, dan
tabah.

4. Alur

Novel ini menggunakan alur maju-mundur, yang artinya dalam cerita ini terjadi
flashback ke masa lalu, ketika Sri Ningsih menjalani kehidupannya, dan masa depan,
ketika Zaman berusaha untuk mencari pewaris yang sah untuk wasiat yang ditinggalkan
Sri Ningsih.

5. Sudut Pandang
Sudut pandang orang ketiga serba tahu. Ditunjukkan dengan kata ganti.dia, ia, dan
mereka.

6. Gaya bahasa

a) Majas Simile: Kantor mereka seperti kuil suci, pengacara mereka adalah kesatrianya.

b) Majas Metafora: Gerimis turun membasub lautan, itu sungguh pemandangan


memilukan.

c) Majas Personifikasi: Di sini, di mana rumah-rumah yang tumbuh dari atas permukaan
laut.

d) Majas Hiperbola: Pengacara-pengacara mereka adalah kesatria gagah berani pembela


kebenaran

7. Citraan

- Perasa: Sri Ningsih mampu mengikhlaskan semua kejadian dan persoalan yang terjadi
dengan dirinya.

- Gerak: Suatu waktu, sang ayah pergi melaut dan tak pernah kembali sehingga Sri pun
diasuh oleh ibu tirinya yang kerap menyiksanya, seperti memukul hingga tidak
memberinya makanan.

D. Analisis unsur ekstrinsik


1. Nilai moral: Pada akhirnya, Sri Ningsih mampu mengikhlaskan semua kejadian dan
persoalan yang terjadi dengan dirinya.

2. Nilai budaya: Di bagian inilah pembaca akan diperlihatkan sejarah Jakarta tempo dulu.
Hal itu contohkan, seperti berbagai kerbau yang masih berlalu lalang di jalan, monas yang
dikelilingi oleh rerumputan hijau, ungkapan dari para pedagang kaki lima, sewa kos
hanya 200 rupiah, dan lain sebagainya. Menariknya, disinggung mengenai ojek online.

Nama: Rindang Aufa Rafiqi

Kelas: XII MIPA 5


No: 33

Anda mungkin juga menyukai