Anda di halaman 1dari 3

Pintu Terlarang adalah sebuah novel karya Sekar Ayu Asmara yang ber genre thriller.

Novel seharga
49,000 rupiah ini berhalaman 232 halaman dan diterbitkan oleh Penerbit Akoer pada tahun 2004. Lalu
segera dicetak ulang pada April 2005. Novel ini diadaptasi ke bentuk film oleh Joko Anwar dengan judul
yang sama pada tahun 2009.

Daftar isi
[sembunyikan]

 1 Plot

o 1.1 Cerita Seorang Anak

o 1.2 Cerita Seorang Pematung

o 1.3 Cerita Seorang Wartawati

o 1.4 Epilog

 2 Adaptasi

Plot[sunting | sunting sumber]


Cerita novel ini terbagi atas tiga cerita. Masing-masing berkaitan pada akhirnya dan ditulis secara silih
berganti.

Cerita Seorang Anak[sunting | sunting sumber]


Dinarasikan lewat narasi orang pertama, yaitu sang anak, kita mendapatkan cerita tentang penganiayaan
terhadap anak/ child abuse.

Sang anak berumur sembilan tahun. Ia mempunyai ibu bernama Melati yang seorang kembang desa dan
seorang ayah bernama dr. Koentoro. Mereka adalah tipe orangtua yang menganiaya anak mereka sendiri
kendati sebenarnya kesalahan sang anak cukup sepele. Pernah ia dipaksa menelan kecoa, diikat di pohon
dan ditumpahkan setoples penuh berisi semut merah, ditenggelamkan, ditendang, dan berbagai
penganiayaan tak bermoral lainnya. Sang anak didoktrin bahwa segala perlakuan itu dilakukan karena itu
adalah bentuk kasih sayang orangtua. Sang anak menjadi sosok yang penyendiri, lama kelamaan dirinya
mulai sering berimajinasi bahwa ia adalah sesuatu yang bukan dirinya, agar ia tidak perlu merasakan
pahitnya penderitaan. Cerita ini berakhir dengan sang anak yang di sekolahnya, diam-diam mencuri
sebilah pisau di kantin sekolah dan pada malamnya, ia seperti dibisikkan oleh benda-benda disekelilingnya
untuk menggunakan pisau tersebut. Sang anak akhirnya membunuh kedua orangtuanya sendiri, namun
suara-suara kembali membisikannya untuk memotong tangan kirinya yang telah menghunjamkan pisau di
tubuh Melati dan Koentoro. Iapun memotong tangan berikut setengah lengan kirinya.

Cerita Seorang Pematung[sunting | sunting sumber]


Dinarasikan lewat narasi orang ketiga, yaitu seorang pematung bernama Gambir. Ini adalah cerita sentral
dari novel ini.

Gambir adalah seorang pematung berusia 27 tahun. Ia mempunyai seorang istri bernama Talyda yang
terobsesi kepada kesempurnaan. Talyda sendiri adalah seorang wanita karier. Hubungan Gambir dan
Talyda bisa dikatakan, aneh karena Talyda yang gampang emosi saat Gambir melupakan dirinya saat ia
mempunyai sebuah kesuksesan, seperti saat Gambir yang sukses besar karena pameran patung-patung
perempuan hamil miliknya, dibeli seratus persen oleh kolektor terkenal. Dibalik pernikahan mereka,
tersimpan tiga buah rahasia, yakni; sebuah pintu di dalam studio patung Gambir yang dilarang untuk
Gambir buka dan bicarakan oleh Talyda (Talyda mengalungkan kuncinya di leher); hubungan seks Talyda
dengan pria-pria yang Gambir kenal secara rahasia dan dimotori oleh ibu Gambir, Menik Sasongko; dan
kenyataan bahwa setelah Talyda mengaborsi bayi pertamanya, ia merancang sebuah perjanjian dengan
klinik aborsi agar Gambir dan Talyda bisa memperoleh janin yang diaborsikan oleh orang-orang, dan
dimasukkan ke perut patung-patung perempuan hamil milik Gambir agar patungnya tampak lebih hidup.
Hubungan seks yang dilakukan Talyda atas suruhan Menik, ternyata dilakukan karena Menik menganggap
Gambir itu gila dan ia tidak mengharapkan cucu dari orang seperti Gambir. Terungkapnya hal ini membuat
Gambir marah dan membunuh semua pria yang telah tidur bersama istrinya yang kebetulan hadir disaat
yang sama untuk memenuhi undangan pesta tahun baru di rumah Gambir. Akhirnya, Gambir membunuh
Talyda dan mengambil kunci Pintu Terlarang. Padahal Talyda sering mengancam apabila kunci itu dibuka,
segalanya akan berakhir. Dan ketika Gambir membuka pintu tersebut dengan kunci, cahaya menyelimuti
dirinya dan ruang studio.

Cerita Seorang Wartawati[sunting | sunting sumber]


Dinarasikan lewat narasi orang pertama, yaitu seorang wartawati bernama Ranti. Cerita ini menjadi
penjelas atau penghubung semua cerita.

Ranti adalah seorang wartawati yang berumur 24 tahun, dan menjadi salah satu penulis artikel di Majalah
Metropolitan, sebuah majalah yang mengkritisi kehidupan sosial. Ranti berkencan dengan seorang duda
yang berprofesi sebagai seorang fotografer bernama Dion, dari pernikahan sebelumnya, Dion ditinggalkan
istrinya saat sang istri melahirkan seorang anak bernama Edo yang kini usianya lima tahun. Ranti mulai
terobsesi saat menulis artikel tentang seorang pria yang sakit jiwa akibat dulunya ia menjadi korban
penganiayaan oleh orangtuanya dan kini dimasukkan ke sel isolasi selama 18 tahun. Kini ia berusia 27
tahun. Penelitiannya yang semakin dalam membuat sang pimpinan redaksi majalah Metropoliran, Mas
Pram, sebal karena Ranti mendalami artikel terlalu jauh. Akhirnya, Ranti ingin mengadakan sebuah pesta
tahun baru kejutan di rumah Dion, sampai disana ia menemukan Dion ternyata adalah seorang ayah yang
menganiaya anaknya sendiri. Hal itu disebabkan Dion marah kepada Edo yang telah merenggut nyawa
istrinya. Ranti tidak bisa menolong dan segera berteriak keluar. Warga sekitar rumah Dion ternyata telah
mencurigai kelakuan Dion, namun tidak mempunyai bukti. Dion ditangkap polisi dan Edo yang telah
dianiaya sedemikian parah, dibawa ke rumah sakit, dan meninggal. Ranti menguburkannya dan karena
kejadian ini, artikel hasil penelitian Ranti terhadap pria gila itu dimajukan oleh Mas Pram yang prihatin.
Ranti akhirnya mengatakan bahwa nama pria itu adalah Gambir.

Epilog[sunting | sunting sumber]


Diceritakan oleh Gambir lewat narasi orang pertama, mengatakan bahwa cerita pematung yang selama ini
kita baca, hanyalah imajinasi semata yang Gambir ciptakan. Gambir banyak berimajinasi sebagai tokoh
lain. Imajinasi tidak muncul sesuai keinginannya, ada sebuah 'kekuatan' yang membuat dunia Gambir
menjadi dekat dengan dunia yang kejam dan kompleks. Satu-satunya hal yang ia tidak bisa ditolerir,
adalah adanya sebuah pintu yang mirip dengan pintu sel isolasinya disetiap cerita yang Gambir buat. Pintu
itu, dalam setiap cerita, selalu dilarang oleh sebuah tokoh cerita untuk Gambir buka. Apabila ia
membukanya, Gambir akan 'terlempar' kembali ke sel isolasi, kembali kepada kenyataan yang
menyedihkan. Namun Gambir bisa lagi menciptakan cerita lainnya, dan terkurung dalam pikirannya sendiri.

Adaptasi[sunting | sunting sumber]


Dengan judul yang sama, film Pintu Terlarang diadaptasi dan disutradarai oleh Joko Anwar. Film
memotong banyak kisah, terlebih untuk kisah Ranti dari kisah aslinya, dan Joko Anwar membuatnya
dengan ide cerita yang ia buat sendiri. Sekar Ayu Asmara tidak berminat sama sekali untuk membaca
skenario yang Joko tawarkan, hal itu dimaksudkan agar Joko diberikan kebebasan penuh untuk
mengadaptasi novel tanpa ada rambu-rambu. Film dirilis di Indonesia pada tanggal 22 Januari 2009.

Anda mungkin juga menyukai