Anda di halaman 1dari 11

HEGEMONI POLITIK DIKTATOR MELALUI NASKAH

GODLOB KARYA DANARTO

Oleh: Dina Kartika 17201244007


Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS UNY

Abstrak

Penelitian ini bertujuan menjelaskan: (1) Fungsi politik pemerintahan melalui naskah
drama Godlob;(2) pengaruh politik diktator yang disuarakan dalam naskah Godlob;(3)
unsur yang membangun konflik politik diktator dalam masyarakat . Jenis penelitian ini
deskripsi kualitatif. Data diambil dengan metode simak dan catat naskah. Data
kemudian diperoleh dari perspektif hegemoni politik. Validitas data melalui
kutipan naskah dalam proses semantik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
politik tidak hanya berfungsi sebagai konflik utama, tetapi sebagai metafor dan
media penyampai suara rakyat;(2)pengaruh politik diktator dalam naskah Godlob
antaralain: pengambilalih kekuasaan pemimpin dengan wewenang yang
disalahgunakan, tentara sebagai kaki tangan pemerintahan, pejabat yang tunduk
dalam sistem kepimpinan diktator, penyebab konflik politik dalam masyarakat.
Hegemoni politik diktator melalui tokoh Lelaki Tua (pejabat), Lelaki Muda
(tentara), Perempuan (penyampai kritik), serta para pembesar (pemimpin dan
struktur pemerintahannya).
Kata kunci : pengaruh politik, diktator, dan naskah Godlob
PENDAHULUAN

Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan,


dasar dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada
dasarnya menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik
biasanya menyangkut kegiatan partai politik, tentara dan organisasi
kemasyarakatan. Sehingga, politik adalah interaksi antara pemerintah dan
masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang
mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah
tertentu. Sistem politik otoriter dan diktator memiliki kesamaan makna bahwa
kekuasaan terpusat pada pemimpin yang sewenang-wenang. Politik diktator ini
memiliki wewenang yang berasal dari dalam diri sendiri tanpa memperhatikan
pedoman yang berlaku. Politik diktator memanfatkan partai politik, tentara, dan
masyarakat sebagai media bertindak menjalankan kekuasaannya.
Melalui naskah drama Godlob karya Danarto memberikan sebuah gambaran
politik diktator yang memanfaatkan pejabat pemerintahan, tentara, dan
masyarakatnya. Hal tersebut digambarkan melalui tokoh dan karakter serta unsur
pembangun dalam sebuah naskah drama serta setting pentasnya. Sehingga dalam
penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kaitannya politik diktator yang
membangun konflik dalam naskah Godlob secara kualitatif.

METODE PENELITIAN

Jenis naskah ini adalah drama tragedi. Dalam membedah struktur pembangun
drama menggunakan teknik analisis dekriptif dan semantik naskahnya. Untuk
melakukan analisis drama ini menggunakan isu hegemoni pada lingkup politik.
Sehingga disajikan setiap unsur pembangun drama yang mendukung konflik
politik beserta kutipan naskahnya.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hegemoni politik diktator yang dijelaskan berdasarkan persoalan dan unsur yang
membangun naskah drama Godlob karya Danarto :

A. Persoalan (Konflik) yang Diungkapkan

Dalam naskah drama yang berjudul “Godlob“ karya Danarto, persoalan yang
diangkat adalah “konflik politik terutama sudup pandang mengartikan sebuah
pahlawan’’. Danarto menghadirkan sosok seorang ayah menyampaikan sebuah
ketidakadilan yang dirasakan oleh seorang pejuang, sedangkan putranya memilih
untuk bungkam karena nasib pahlawan telah ditentukan garis yang telah dibuat
Tuhan. Konflik yang berkecamuk tersebut akibat dari ulah para pejabat yang
sewenang-wenang memperlakukan tokoh utama sebagai pejabat sekaligus
masyarakat.Konflik ini juga didukung oleh kritik seorang perempuan akan nasib
anaknya sebagai tentara yang berkorban terhadap tokoh utama yang patuh pada
pemerintahan. Persoalan tampak pada salah satu dialog dalam drama berikut ini :

‘’Nasibkulah, Anakku! Nasibkulah yang menyebabkanku bicara, sehingga tidak


cukup sekian saja. Aku sudah menyerahkan empat nyawa anak-anakku kepada
Sang Politikus dan tidak ada seseuatu apapun yang kuterima. Sekarang ia
merenggut anakku yang terakhir dan nyawa yang paling kusayangi, kau! Sesuatu
yang bagaimanakah dan bentuk kebenaran macam apakah menghalalkan itu
semuanya? Anakku! Tak bisa kutanggungkan lagi….’’

Melalui konflik yang ditampilkan dalam naskah drama sebagai akibat dari
pengaruh politik diktator. Bila dikaitkan dengan politik yang pernah terjadi di
Indonesia, konflik tersebut terdapat pada rezim Soeharto atau disebut rezim Orde
Baru yang menggunakan TNI sebagai penumpas pemberontak G30 S PKI. Para
tentara dituntut untuk membasmi segala pemerintahan dan masyarakat yang
mengandung unsur PKI. Sehingga melalui peristiwa ini tentara sebagai kaki
tangan pemimpin dalam melakukan penumpasan.

B. Unit Peritsiwa (Satuan Adegan)

Adegan I : SEBUAH PEMANDANGAN CARUT MARUT DI TENGAH-


TENGAH SISA PEPERANGAN, SEORANG LELAKI TUA
MENGIBAS-NGIBASKAN BAJUNYA UNTUK MENGUSIR
BURUNG-BURUNG GAGAK. Seorang lelaki tua dan lelaki muda
yang tengah terluka parah. Permasalahan yang dibahas adalah
perbedaan pendapat mengenai seorang tentara antara lelaki tua dan
lelaki muda. Terjadi pada sebuah padang yang gundul dalam waktu
malam yang

Adegan II : TEMBANG GUGUR BUNGA MENGGEMA DAN TANGISAN


TELAH MENGIRINGI KEPERGIAN SEORANG PAHLAWAN.
TIBA-TIBA SEORANG PEREMPUAN MEMBOPONG MAYAT
DI DEPAN BALAI KOTA, HINGGA SUASANA MENJADI
HIRUK PIKUK. Seorang perempuan yang membopong mayat
anaknya yang dibunuh oleh suaminya sendiri. Ia menunjukkan protes
kekecewaan atas kepergian anaknya yang dikarang suaminya,
menyebut anaknya mati sebagai pahlawan. Terjadi sebuah
perdebatan antara lelaki tua, perempuan, dan pembesar sebagai
wujud penjelasan akibat perang terjadi. Diungkapkan sebuah
kebusukan pembesar serta pengkhianatan lelaki tua. Hal tersebut
terjadi di tengah balai kota disaksikan jutaan mata pasang penduduk.

Adegan III : SEBUAH TEMBAKAN MEROBOHKAN LELAKI TUA.


PERLAHAN PEREMPUAN, PENEMBAK, BERJONGKOK DI
HADAPANNYA DENGAN AIR MATANYA MELELEH. Semakin
memuncaknya perdebatan diantara lelaki tua dan pembesar hingga
menyebabkan perempuan muak dan mual mendengarnya.
Ditembaknya lelaki tua tersebut oleh perempuan.

Dari adegan yang diberikan dalam naskah ini menunjukkan sebuah realita
politiik diktator yang mengakibatkan peperangan yang tak kunjung berhenti
memakan korban. Wujud dari kekejaman rezim terhadap suatu kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.

C. Elemen Pokok yang Mendukung Persoalan

1. Latar/Setting

Latar tempat adalah tempat terjadinya cerita dalam drama pada naskah
drama ‘’Godlob’’ adalah sebuah padang gundul dan di tengah balai kota.

‘’Tiap hari banyak orang-orang berbondong-bondong di batas kota dari pagi


hingga petang atau dari petang hingga pagi untuk menjemput, kalau-kalau
suaminya, saudaranya, anaknya, kawannya, pulang dari pertempuran. Betapa
setianya mereka. O, seandainya mereka tahu apa yang terjadi sesungguhnya di
padang gundul ini! Ibumu akan menyambutmu, juga kawan-kawanmu, juga para
tetangga. Engkau sejenak akan dikagumi untuk kemudian dilupakan selama-
lamanya’’
‘’TEMBANG GUGUR BUNGA MENGGEMA DAN TANGISAN TELAH
MENGIRINGI KEPERGIAN SEORANG PAHLAWAN. TIBA-TIBA SEORANG
PEREMPUAN MEMBOPONG MAYAT DI DEPAN BALAI KOTA, HINGGA
SUASANA MENJADI HIRUK PIKUK’’

Latar waktu adalah waktu terjadinya cerita dalam drama tersebut adalah
pada malam gelap gulita.

‘’(Lelaki tua membentak) Bangsat, kamu sinting! (melemparkan kaleng) Kau kira
kami ini bangkai, hah?! (mendekati anaknya) Malam datang, Anakku. Sedang
gagak-gagak itu masih belum kenyang. Kalau malam gelap seperti ini, aku sangsi,
apakah besok matahari sanggup menembusnya. Siang berganti siang, malam
berganti malam. Tidak ada sesuatu yang baru dalam hidup kita. Rutin… rutin.’’

Latar suasana adalah latar yang mendukung kejadian dalam cerita suasana
berkecamuk setelah perang yakni tegang, mencekam, serta mengharukan.

Yah, seperti mereka, sebelum Ayah mendapatkan kau. Berhari-hari tanganmu yang
lemah itu menggapai-gapai untuk mengusir burung-burung gagak yang
mengerumunimu karena mengira kau sudah jadi bangkai. Hidungmu yang
mewarisi hidung ibumu itu sudah kebal untuk bau busuk bangkai kawan-
kawanmu atau musuh-musuhmu Dan, udara mengantarkan kuman-kuman untuk
mengunyah sedikit demi sedikit luka yang parah itu.

Dan suasana tegang dihadirkan cukup mencekam pada drama tersebut.

‘’(perempuan menunjuk seseorang lelaki yang datang) Ini dia orangnya! Ia adalah
suamiku, namun sejak kugali mayat anakku ini, ia telah kuceraikan. Semalam ia
telah bercerita panjang lebar tentang garis depan. Akhirnya ia pulang dengan
membawa tipuan-tipuan buat kita. Mayat ini sama sekali bukan pahlawan. Aku
tahu tabiat anak-anakku. Dialah! (mendekati) Orang laki-laki ini yang
membikinnya jadi pahlawan! Dia membunuhnya! Dia menipu kita!’’
2. Tokoh

Dalam drama ‘’Godlob’’ terdapat empat tokoh sebagai pemeran yakni Lelaki
Tua, Lelaki Muda, Perempuan, dan Pembesar. Setiap tokoh memiliki karakter
watak masing-masing sesuai perannya. Lelaki Tua merupakan tokoh utama yang
memiliki watak tegas, penyayang, serta kritis terhadap politis.terlihat pada
ucapannya menyampaikan kebusukan pejabat pemerintahan.

‘’(menunjuk seseorang pembesar yang datang) Sebaliknya, aku kena tipu oleh
mereka! (yang ditunjuk berhenti) Kita semuanya kena tipu mentah-mentah.
Lihatlah aku! Keluargaku ludes! Tidak ada sesuatu pun yang kudapatkan!’’

Lelaki Muda sebagai tokoh pendamping pemeran utama lebih tepatnya putra dari
lelaki tua yang berwatak jiwa yang gagah, penurut, cinta terhadap bangsanya
melalui aksi bela negara melalui perang serta keras kepala mempertahankan
pendapatnya tentang pahlawan.

‘’Ayah, cukuplah. Seharusnya keluarga kita berbangga. Perang yang susul


menyusul, kita telah mampu menyumbangkan tenaga kita.’’

Perempuan sebagai sosok yang penyayang terutama terhadap putranya, berani


melakukan protes, serta tegas pada dirinya.

‘’(dengan menangis) Anakku, mengapa engkau harus mengalami nasib seperti ini?
Aku, sebagai ibumu, tak terima atas perlakuan ini semua. Aku protes atas
kesewenang-wenangan yang menimpamu!’’

Ketiganya merupakan tokoh statis serta protagonis. Sedangkan pembesar sebagai


tokoh sampingan yang kejam penyebab perang, licik, serta bermuka dua.sebagai
diktator yang kejam.

‘’Dengan berpijak pada nilai-nilai objektip, tidak akan ada tipuan-tipuan.’’

3. Alur atau Plot


Pada tahap awal (Perkenalan) memaparkan kejadian awal yakni luka parah
antara lelaki tua dan lelaki muda akibat perang yang tengah berkecamuk. Lelaki
tua mendapati anaknya yang tengah terluka parah.

‘’Yah, seperti mereka, sebelum Ayah mendapatkan kau. Berhari-hari tanganmu


yang lemah itu menggapai-gapai untuk mengusir burung-burung gagak yang
mengerumunimu karena mengira kau sudah jadi bangkai. Hidungmu yang
mewarisi hidung ibumu itu sudah kebal untuk bau busuk bangkai kawan-
kawanmu atau musuh-musuhmu Dan, udara mengantarkan kuman-kuman untuk
mengunyah sedikit demi sedikit luka yang parah itu.’’

Pada tahap pemaparan masalah atau tahap menuju adanya konflik ini,
bermula ketika lelaki tua menyampaikan sebuah sajak Sang Politikus sebagai
penyebab dan akibat dari perang.

‘’(berdiri dan merentangkan tangannya)

Oh, bunga penyebar bangkai

Di sana, di sana, pahlawanku tumbuh mewangi

(termangu kemudian tertawa) Sajak itu cukup baik, cukup bermutu bukan?
Anakku, kau tahu bedanya sajak yang dibuat oleh seorang politikus dengan
seorang penyair? (mengamati sekeliling) Kalau ada seseorang menderita luka
datang kepada seorang politikus, maka dipukullah luka itu hingga orang itu
berteriak kesakitan dan lari tunggang langgang. Sedangkan kalau ia datang kepada
seorang penuair, luka itu akan dielus-elusnya hingga orang itu merasa seolah-olah
lukanya telah tiada. Jadi, tak seorangpun dari kedua macam orang itu berusaha
mengobati dan menyembuhkan luka itu. Bagaimana pendapatmu, Anakku?’’

Tahapan klimaks dikobarkan dengan pertentangan dalam perbedaan


pendapat mengenai seroang pahlawan tentang hal yang sudah korbankan dan
penuntutan akibatnya. Perdebatan tersebut terjadi pada lelaki tua dan lelaki muda.
Lelaki tua yang menuntut akibat dari perang yang telah merenggut putra-putranya.
Ia keluhkan atas hal yang telah menimpanya

‘’Nasibkulah, Anakku! Nasibkulah yang menyebabkanku bicara, sehingga tidak


cukup sekian saja. Aku sudah menyerahkan empat nyawa anak-anakku kepada
Sang Politikus dan tidak ada seseuatu apapun yang kuterima. Sekarang ia
merenggut anakku yang terakhir dan nyawa yang paling kusayangi, kau! Sesuatu
yang bagaimanakah dan bentuk kebenaran macam apakah menghalalkan itu
semuanya? Anakku! Tak bisa kutanggungkan lagi….’’

Sedangkan lelaki muda tersebut tidak membenarkan, hal yang telah


dilakukannya dan menimpanya sudah digariskan tuhan. Dan ia senang dan bangga
karena telah bekerja dengan sebaik-baiknya dalam memperjuangkan.

‘’Ayah, cukuplah. Seharusnya keluarga kita berbangga. Perang yang susul


menyusul, kita telah mampu menyumbangkan tenaga kita.’’

Tahap Anti klimaks, sebagai pemecahan masalah atas perbedaan pendapat


mereka. Lelaki tua memutuskan untuk membunuh lelaki muda sebagai wujud
pahlawan yang harum sesuai sajak Sang Politikus. Mengakhiri nyawa anaknya
sendiri sebagai seorang pahlawan.

(mendekat) Anakku, maafkan Ayahmu. Kau harus kubunuh!

Anakku…. (mencekik leher anaknya).

Pada tahapan penyelesaian ini, datanglah seorang perempuan menuju


sebuah balai kota. Ia menggendong anaknya yang telah menjadi mayat. Ia
melakukan protes atas hal yang menimpa anaknya.

‘’(menunjuk seseorang lelaki yang datang) Ini dia orangnya! Ia adalah suamiku,
namun sejak kugali mayat anakku ini, ia telah kuceraikan. Semalam ia telah
bercerita panjang lebar tentang garis depan. Akhirnya ia pulang dengan membawa
tipuan-tipuan buat kita. Mayat ini sama sekali bukan pahlawan. Aku tahu tabiat
anak-anakku. Dialah! (mendekati) Orang laki-laki ini yang membikinnya jadi
pahlawan! Dia membunuhnya! Dia menipu kita!’’

Ia menuntut kepada lelaki tua, suaminya sendiri. Sehingga timbul


perdebatan antara lelaki tua, pejabat, dan perempuan. Lelaki tua menyampaikan
bahwa kejadian yang telah terjadi adalah ulah pembesar. Dan mengkritisi yang
telah harapan yang ditawarkan pembesar.

‘’Apa yang bisa aku harapkan dari kalian? (memandang sekeliling dan menatapi
wajah demi wajah). Kalian orang-orang kecil, sekali-sekali boleh pergi ke garis
depan. Hingga kita bisa juga berbicara tentang perang! Lihatlah, Sang politikus!
Ia bicara tentang negara, tentang kebun binatang, tentang perempuan, tentang
ekonomi, tentang sajak. Semuanya sudah diborongnya. Lantas kita disuruh bicara
tentang apa?’’

Hingga perempuan itu memutuskan untuk membunuh suaminya dengan


sebuah pistol.

(menggeliat) Oh, perutku terasa muak! Mual! Hingga mau muntah saja!
(mencabut pistol)

Bagian ini merupakan bagian dari akhir cerita. Telah disebutkan diatas, bahwa
perempuan mengakhiri nyawa suaminya sebagai wujud pembalasan atas segala
yang menimpa anaknya. Sebagai wujud kritik terhadap pemerintahan yang
diktator.

D. Pesan (Amanat)

Manusia memiliki hak untuk menentukan jalan yang telah ditentukannya


dan yang mengakhiri adalah Tuhan. Manusia tak berhak untuk mengakhiri
kehidupan orang lain di tangannya sendiri. Ditunjukkan oleh yang dilakukan
lelaki muda yang memutuskan menjadi tentara dan berjuang dalam perang.
Namun lelaki tua, ayahnya memutuskan untuk membunuhnya agar anaknya
disebut sebagai pahlawan yang mati dalam wangi peperangan. Hal tersebut
merupakan amanat secara eksplisitnya. Sedangkan amanat yang tersimpan dan
dapat ditafsirkam lebih dalam adalah seorang orangtua yang tak ingin melihat
kematian anaknya merintih menderita karena terluka. Karena kekejaman sebuah
politik yang merengget nyawa anaknya yang harus berkorban di medan perang.
Drama ini juga menunjukkan suasana Orde Baru yang mengutamakan kekuatan
TNI untuk menumpas rakyat serta pemerintah yang menggunakan sistem diktator.

SIMPULAN

Dalam penelitian ini disampaikan terkait dengan politik diktator yang diwujudkan
melalui unsur pembangun naskah drama beserta konfliknya. Sebuah politik yang
ditunjukkan dengan tindakan sewenang-wenang. Segala hal dilakukan demi
menciptakan stabilitas politik pada sebuah negara termasuk perang. Peperangan
yang telah menjatuhkan banyak korban terutama masyarakat pada sebuah negara.
Pemerintahan yang diktator juga menyebabkan struktur pemerintahan tunduk dan
patuh sepenuhnya pada seorang pemimpin. Sehingga tidak memperdulikan dan
mempertimbangkan segala akibat yang akan ditimbulkan terutama sebuah
peperangan dalam penumpasan rakyat suatu negara itu sendiri. Melalui naskah
drama Godlob karya Danarto memberikan sebuah wujud politik diktator dan
akibatnya bagi kehidupan bernegara. Serta mengingatkan bahwa Indonesia pernah
dalam masa tersebut. Peperangan dalam penumpasan komunis pada setiap lini
negeri. Masa Orde Baru dengan pemerintahan yang diktator.

DAFTAR PUSTAKA

Dari internet :

Sistem Politik Indonesia dalam http://studypolitik.blogspot.com/2009/10/sistem-


politik-indonesia.html

KEBIJAKAN SOEHARTO DALAM PEMERINTAHAN ORDE BARU dalam jurnal


staff.uny.ac.id/.../drs-djumarwan/bab-ii-politik-islam-orde-baru.pdf

Naskah Drama Godlob karya Danarto didownload melalui


http://bandarnaskah.blogspot.com/
Diakses pada tanggal 13 Desember 2019 pukul 22.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai