Puisi Gerilya
Karya W.S. Rendra
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan
Angin tergantung
terkecap pahitnya tembakau
bendungan keluh dan bencana
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan
Puisi ini menceritakan tentang kematian seorang prajurit di era perang hingga tubuhnya
berserakan di jalan. Jiwanya sudah sampai ke depan pintu akhirat yang berjumlah tujuh pintu.
Terdapat banyak luka lebam dan tembakan di sekujur tubuhnya. Kebetulan, seorang
perempuan yang lewat melihatnya dan menjerit. Ia pun berkabung sambil masih membawa
belanjaan yang termasuk wortel di dalamnya. Satu kampung yang mengubur anak itu
mengenalnya, seorang anak dari janda yang berambut ombak. Tampak sebuah kilas balik dari
pemuda itu di akhir puisi melewati pos Belanda
Aliran Puisi
Karena puisi ini menceritakan tentang realita keadaan perang, dimana mayat seringkali
berserakan di jalan, tanpa menambah opini penulis, puisi ini termasuk dalam kategori aliran
realisme. Dapat dibuktikan lagi dengan pengarang yang tampak tidak ikut campur dalam
puisi, ia hanya sebagai pengamat. Karena gejolak emosi penulis juga tidak dinampakkan,
puisi Gerilya tidak bisa dikategorikan dalam ekspresionisme.
Jika, ditelaah secara spesifik, dalam aliran realisme terdapat beberapa aliran lainnya, salah
satunya determinisme. Puisi ini juga beraliran determinisme yang menekankan tentang takdir
(nasib) manusia yang dipengaruhi oleh biologis dan lingkungan sekitarnya. Dalam puisi ini,
tergambar bahwa masyarakat saat itu ada pada masa penjajahan yang berarti hidup dalam
suasana perang. Dimana, dalam perang banyak yang beranggapan bahwa hidupnya akan
menderita dan mati dengan sangat mengenaskan seperti, terdapat luka lebam, tembakan,
dllnya dan itulah takdir yang akan terjadi pada mereka. Hal itu tergambar pada beberapa bait
di puisi 'Gerilya'.