Anda di halaman 1dari 1

Menceritakan tentang Dimas Suryo, Nugroho, Tjai, dan Risjaf yang pada saat itu adalah mantan

wartawan di kantor berita Nusantara dan pada masa itu adalah sesuatu yang mempengaruhi sentimenil
politik bahkan wartawan adalah salah satu kata yang dilarang. Yang pada masa itu mereka adalah
buronan.  

Namun pada April 1986 mereka mendapat kabar bahwa salah satu teman mereka yaitu Hananto Prawira
ditangkap dan dinyatakan tewas. Dimas yang pada saat itu berada di Prancis dan  bersama puluhan
wartawan dan seniman lain tidak isa kembali ke Jakarta karena paspornya dicabut oleh pemerintah
Indonesia. 

Sadar bahwa situasi politik di Indonesia pasca 30 September 1965 yang sedang tidak berpihak tetapi
sangat berbahaya bagi siapapun yang dengan mudah dikait-kaitkan dengan PKI, maka Dimas Suryo dan
Nugroho serta Risjaf tidak berani untuk pulang. Mereka pun pergi ke Peing,bertemu dengan orang-orang
Indonesia yang juga mengalami nasib sama. 

Dari Peking lalu ke Eropa dan bertemu di Paris. SEjka itulah mereka menyandang status sebagai eksil
politik Indonesia, setelah beberapa tahun menetap mereka memperoleh status sebaai warga negara
Prancis.Untuk bertahan hidup setelah menjalani sejumlah pekerjaan serabutan, mereka mendirikan
restoran masakan Indonesia yang mereka namai "Restoran Tanah Air".

Hananto Prawira merupakan seorang jurnalis yang 'sangat kiri' atau pengikut PKI. karena itulah kantor
berita dianggap sebagai 'sarang pengikut/simpatisan PKI', meskipun tidak semua
wartawan/karyawannya pengikut PKI, bahkan ada ang haluan poliyiknya berseberangan dengan
pimpinan. 

Kantor  berita ini pun tidak luput dari razia tentara, polisi, dan pemuda anti PKI pada hari-hari dan
minggu-minggu sesudah peristiwa 30 September 1965 terjadi. Hananto Prawira pun menjadi buronan
(dan tertangkap pada April 1968). 

Kemudian Dimas Suryo menikah denga perempuan Prancis, Vivienne Deveraux, dan mempunyai anank
yang bernama Lintang Utara. Setelah dewasa LIntang pergi ke Jakarta untuk menyelesaikan tugas
akhirnya yaitu membuta film dokumenter yang berisi wawancara dengan para eks-tapol peristiwa 1965
beserta keluarga mereka. 

Lintang pergi ke Jakarta pada bulan Mei 1998, ketika situasi politik Indonesia sedang memanas antara
lain sebagai dampak dari krisis moneter 1997, dan tuntutan agar Presiden Soeharto mundur. 

Anda mungkin juga menyukai