Anda di halaman 1dari 5

IMPEACHMENT

Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa MK wajib memberikan putusan atas
pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran hukum oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden
menurut Undang-Undang Dasar. Ketentuan tersebut dirumuskan secara berbeda dibanding
dengan wewenang yang dirumuskan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Ketentuan Pasal
24C ayat (2) UUD 1945 tersebut terkait dengan ketentuan tentang pemberhentian Presiden
dan/atau Wakil Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 7A dan Pasal 7B UUD 1945.
Dengan demikian maksud dari frasa “dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil
Presiden menurut Undang-Undang Dasar” adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 7A dan
Pasal 7B UUD 1945.

UUD 1945

Pasal 24 C ayat (2)


(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwaklian Rakyat mengenai
dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.*** )

Pasal 7A

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)

Pasal 7B

(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu
mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden. ***)

(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah
melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan
Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya
dapat dilakukan dengan dukungan sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan
Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurangkurangnya
2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadiladilnya
terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari
setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi. ***)

(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk
meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat. ***)

(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan


usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis
Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut. ***)

(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau
Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang
dihadiri oleh sekurangkurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh
sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil
Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat. ***)
PUTUSAN
Nomor 53/PUU-VII/2021
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

[1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan
putusan perkara Dugaan Pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut
Undang-Undang Dasar, yang diajukan oleh:
Nama : Rizkya Kinanti Nastiti, S.H.
Alamat : Jalan Teratai IV, RT/RW 001/003, Tanjung Barat, Jagakarsa,
Jakarta Selatan.

Selanjutnya disebut sebagai ---------------------------------------------------------------------


Pemohon;
[1.2] Membaca permohonan Pemohon;
Mendengar keterangan Pemohon;
Mendengar dan membaca keterangan Presiden;
Membaca dan mendengar keterangan ahli Pemohon;
Memeriksa bukti-bukti Pemohon;
Membaca kesimpulan Pemohon dan Presiden;

2. DUDUK PERKARA

[2.1] Menimbang bahwa Pemohon telah mengajukan permohonan bertanggal 20 April 2021
yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Kepaniteraan
Mahkamah) pada tanggal 30 April 2021 berdasarkan Akta Penerimaan Berkas
Permohonan Nomor 48/PAN.MK/2021 dan telah dicatat dalam Buku Registrasi
Perkara Konstitusi pada tanggal 5 Mei 2021 dengan Nomor 53/PUU-VII/2021, yang
telah diperbaiki dengan perbaikan permohonan bertanggal 12 Mei 2021 dan diterima
Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 12 Mei 2021, pada pokoknya menguraikan hal-
hal sebagai berikut:
I. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI
A. Bahwa Pasal 24C ayat (2) huruf a Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1045 (UUD 1945), Pasal 7B ayat (3) (4) (5) UUD. 1945, yang
menyatakan sebagai berikut:
Pasal 24C ayat (2) UUD 1945:
“Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwaklian
Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut
Undang-Undang Dasar”;
Pasal 7B (4) (5) UUD 1945 :

B. (3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi


hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota
Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh
sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadiladilnya
terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari
setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
***)

(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk
meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat. ***)

F. Bahwa oleh karena itu melalui permohonan ini Pemohon mengajukan Dugaan
Pelanggaran yang dilakukan Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-
Undang Dasar sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 7A dan 7B UUD 1945.
G. Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, karena permohonan dugaan pelanggaran
yang dilakukan Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada, maka
Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan ini;
II. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON
1. Bahwa Berdasarkan Pasal 77 ayat (4) c UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR,
DPR, DPD, dan DPRD. Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas :
……
C. dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum
baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana
berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil
Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Berdasarkan Pasal 184 ayat (4) UU tersebut menyatakan bahwa hak menyatakan
pendapat tentang pelanggaran hukum oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden atau
Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat harus diambil dalam
rapat paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 anggota DPR dan
disetujui oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota DPR yang hadir.

Anda mungkin juga menyukai