Anda di halaman 1dari 4

PENINDAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA BELUM

TEPAT

Seperti yang kita tahu bahwa korupsi merupakan penyakit jabatan yang
sulit sekali dilepaskan ketika seseorang memegang kekuasaan. Sebagaimana
Diktum Lord Acton yang menyatakan “Power tends to corrupt, and absolute
power corrupts absolutely”. Di Indonesia sendiri, korupsi dewasa ini tetap
menjangkit kuat di berbagai lapisan pemerintahan baik yang berada di pusat
maupun daerah. Bahkan diketahui bahwa perilaku korupsi di Indonesia sudah ada
sejak zaman kerajaan nusantara hingga sampai saat ini. 1 Melihat budaya korupsi
sudah melekat lama di Indonesia membentuk suatu pemikiran apakah sebenarnya
tindakan korupsi tersebut yang membudaya ataukah pencegahan dan
penindakannya yang belum tepat.

Menurut peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) terdapat 1.298


terdakwa kasus korupsi di Indonesia sepanjang tahun 2020. Bahkan beliau
menuturkan total kerugian negara dari tindak pidana korupsi sepanjang tahun
2020 lalu mencapai Rp. 56,7 triliun.2 Berdasarkan fakta-fakta tersebut masih jelas
bahwa hingga kini tindak pidana korupsi masih marak dan sangat meresahkan
negara. Dapat dikatakan Indonesia masih belum tepat memberikan hukuman
kepada para pelaku koruptor dan perlu adanya pembenahan dalam penindakan
tindak pidana korupsi. Pembenahan yang penting difokuskan saat ini ialah yang
pertama mensinergikan pihak yang berwenang dalam pemberantasan korupsi dan
yang kedua pemberian ganjaran yang lebih berat kepada para koruptor untuk
memberi efek jera yang lebih terasa.

Hal pertama yang perlu diubah pada penindakan pidana korupsi di


Indonesia ialah harus adanya sinergi antara pihak-pihak dalam memberantas

1
Edward Nainggolan, “Budaya Korupsi atau Korupsi Membudaya,”
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13755/Budaya-Korupsi-atau-Korupsi-
Membudaya.html, diakses 2 July 2021.
2
“ICW: Sepanjang 2020 ada 1298 Terdakwa Kasus Korupsi, Kerugian Negara Rp. 56,7 Triliun”
Kompas .com, diakses 3 Juli 2021,https://nasional.kompas.com/read/2021/04/09/18483491/icw-
sepanjang-2020-ada-1298-terdakwa-kasus-korupsi-kerugian-negara-rp-56.
korupsi. Seperti yang diketahui, di Indonesia tidak hanya ada satu lembaga saja
yang berwenang dalam melakukan penindakan tindak pidana korupsi melainkan
terdapat tiga lembaga yang berwenang untuk itu yaitu Kejaksaan, Polri dan juga
KPK. Menurut pakar hukum pidana Indriyanto Seno Adji kontinuitas
pemberantasan korupsi belum maksimal dan optimal, masih terlihat adanya
divergensi kepentingan lembaga dalam pemberantasan korupsi.3 Seperti dalam
kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang melibatkan Asisten Tindak Pidana
Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Agus Winoto, Kejaksaan Agung
meminta pelimpahan kasus tersebut dari KPK kepada Kejaksaan Agung.
Tindakan Kejaksaan Agung tersebut dinilai tidak mencerminkan adanya sinergi
melainkan supervisi antara Kejaksaan Agung dengan KPK. Padahal antara
Kejaksaan dan KPK keduanya memiliki kedudukan yang sama dalam hal
kewenangan melakukan penyelidikan kasus tindak pidana korupsi. Tindakan
tersebut mendapat kritik dari pakar hukum pidana Chairul Huda yang mengatakan
tindakan Kejaksaan Agung tersebut menyalahi aturan dan menunjukkan
ketidakpahaman mengenai kewenangan KPK.4 Padahal diantara dua lembaga
tersebut diharapkan terjadinya sinergi yang baik sebagaimana Das Sollen dalam
perundang-undangan. Oleh karena itu menurut penulis sebaiknya dibuat ketentuan
mengenai tugas dan batasan yang tegas diantara lembaga pemberantasan korupsi
yaitu KPK, Kejaksaan dan Polri dalam bentuk perundang-undangan atau
peraturan setingkat dibawahnya yang mengikat ketiga lembaga tersebut agar jelas
batasan kewenangan masing-masing lembaga sehingga dapat menciptakan sinergi
dan koordinasi yang sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Hal kedua yang juga turut penting dibenahkan oleh pemerintah dan
penegak hukum ialah pemberian ganjaran yang setimpal mungkin terhadap para
pelaku korupsi. Pada dasarnya ketentuan hukuman terhadap para pelaku korupsi
sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU No.31 Tahun 1999 sudah cukup berat akan
tetapi dalam proses penindakannya seringkali para koruptor hanya mendapat

3
Yeremia Sukoyo, “Pemberantasan Korupsi di Indonesia Belum Sinergis”
https://www.beritasatu.com/nasional/662037/pemberantasan-korupsi-di-indonesia-belum-
sinergis, diakses 3 Juli 2021.
4
Aji Presetyo, “Sinergi dan Koordinasi Berujung Supervisi”
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d1b13c42d38e/sinergi-dan-koordinasi-berujung-
supervisi/?page=2, diakses 3 Juli 2021.
hukuman yang ringan dan jauh dari kata setimpal. Berdasarkan pemantauan yang
dilakukan ICW sepanjang tahun 2019, pada umumnya lama hukuman yang
dijatuhkan pengadilan terhadap koruptor hanya selama 2 tahun 7 bulan. Bahkan,
sebanyak 54 terdakwa korupsi mendapat vonis bebas dan lepas dari pengadilan. 5
Terlihat penegak hukum masih segan untuk menghukum para pejabat korup yang
sepantas-pantasnya. Oleh karena itu kedudukan badan peradilan di Indonesia
harus diperkuat lagi baik dari segi indepedensi dan integritasnya. Dengan begitu
pemberian hukuman kepada para koruptor tidak lagi di selingi adanya tekanan
atau perintah dari pihak lain. Sudah saatnya Indonesia benar-benar menerapkan
badan peradilan yang bebas dan tidak memihak agar pemberian ganjaran terhadap
para koruptor benar-benar sesuai dengan kejahatan yang telah dilakukannya.
Di Indonesia memang masih sulit untuk hukum dapat ditegakkan sesuai
apa yang di cita-citakan. Walau akan banyak halangan pemerintah maupun aparat
penegak hukum seharusnya tetap menjunjung tinggi penegakan hukum
selayaknya Indonesia sebagai negara hukum. Seperti adagium hukum Fiat Justitia
Ruat Caelum yang memiliki makna dalam kondisi sesulit apapun hukum tetap
harus ditegakkan sebagaimana mestinya.

Daftar Pustaka

5
Fana Suparman, “ICW Sebut Koruptor di Indonesia Masih Dihukum Ringan”
https://www.beritasatu.com/nasional/622645/icw-sebut-koruptor-di-indonesia-masih-dihukum-
ringan, diakses 3 Juli 2021.
Nainggolan, Edward. “Budaya Korupsi atau Korupsi Membudaya,”
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13755/Budaya-Korupsi-atau-
Korupsi-Membudaya.html.

“ICW: Sepanjang 2020 ada 1298 Terdakwa Kasus Korupsi, Kerugian Negara Rp. 56,7 Triliun”
Kompas.com. Diakses 3 Juli
2021,https://nasional.kompas.com/read/2021/04/09/18483491/icw-sepanjang-
2020-ada-1298-terdakwa-kasus-korupsi-kerugian-negara-rp-56.

Sukoyo, Yeremia. “Pemberantasan Korupsi di Indonesia Belum Sinergis”


https://www.beritasatu.com/nasional/662037/pemberantasan-korupsi-di-indonesia-
belum-sinergis.

Presetyo, Aji. “Sinergi dan Koordinasi Berujung Supervisi”


https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d1b13c42d38e/sinergi-dan-
koordinasi-berujung-supervisi/?page=2.

Suparman, Fana. “ICW Sebut Koruptor di Indonesia Masih Dihukum Ringan”


https://www.beritasatu.com/nasional/622645/icw-sebut-koruptor-di-indonesia-
masih-dihukum-ringan.

Anda mungkin juga menyukai