GBM B Tr1 Ayu Dearmas Purba
GBM B Tr1 Ayu Dearmas Purba
Disusun Oleh :
Nim : 3193331009
2021
1
A. Defenisi Bencana
Pengertian bencana yang terdapat di UU Nomor. 24 tahun 2007 Bencana adalah peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dan dampak psikologis”
Bencana merupakan suatu situasi dan kondisi yang terjadi akibat kejadian alam dan non alam
(buatan manusia yang terjadi secara tiba-tiba yang menimbulkan dampak yang hebat sehingga
komunitas masyarakat yang terkena atau terpengaruh harus merespon dengan tindakan yang luar
biasanya (Carter, 2008).
Bencana adalah suatu gangguan serius yang merugikan dalam kehidupan, kesehatan, mata
pencaharian, harta benda yang bisa terjadi pada komunitas tertentu atau sebuah masyarakat
selama beberapa waktu yang ditentukan di masa depan (UNISDR, 2009) .
B. Karakteristik Bencana
3. Durasi : Beberapa durasinya terbatas, seperti pada ledakan, sedang lainnya mungkin lebih
lama seperti banjir dan epidemi.
4. Kecepatan onset : Bisa muncul mendadak hingga sedikit atau tidak ada pemberitahuan yang
bisa diberikan, atau bertahap seperti pada banjir (keculi banjir bandang), memungkinkan cukup
waktu untuk pemberitahuan dan mungkin tindakan pencegahan atau peringanan. Ini mungkin
berulang dalam periode waktu tertentu, seperti pada gempa bumi.
5. Luasnya dampak : Bisa terbatas dan mengenai hanya area tertentu atau kelompok masyarakat
tertentu, atau menyeluruh mengenai masyarakat luas mengakibatkan kerusakan merata pelayanan
dan fasilitas.
Menurut UN International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR, 2009) terdapat dua jenis
bencana yaitu bencana alam dan bencana teknologi.
Tingkat penentu resiko bencana disuatu wilayah dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu ancaman,
kerentanan dan kapasitas. Dalam upaya pengurangan resiko bencana (PRB) atau disaster risk
reduction (DRR), ketiga faktor tersebut yang menjadi dasar acuan untuk dikaji guna menentukan
langkah-langkah dalam pengelolaan bencana.
1. Ancaman
a. Alam,
seperti gempa bumi, tsunami, angin kencang, topan, gunung meletus.
b. Manusia
seperti konflik, perang, kebakaran pemukiman, wabah penyakit, kegagalan teknologi,
pencemaran, terorisme.
2. Kerentanan
Suatu kondisi yang ditentukan oleh faktor – faktor fisik, sosial, ekonomi, geografi yang
mengakibatkan menurunnya kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana.
3. Kapasitas
Kemampuan sumber daya yang dimiliki tiap orang atau kelompok di suatu wilayah yang
dapat digunakan dan ditingkatkan untuk mengurangi resiko bencana. Kemampuan ini dapat
berupa pencegahan, mengurangi dampak, kesiapsiagaan dan keterampilan mempertahankan
hidup dalam situasi darurat.
Besarnya resiko dapat dikurangi oleh adanya kemampuan (capacity) adalah kondisi
masyarakat yang memiliki kekuatan dan kemampuan dalam mengkaji dan menilai ancaman serta
bagaimana masyarakat dapat mengelola lingkungan dan sumberdaya yang ada, dimana dalam
kondisi ini masyarakat sebagai penerima manfaat dan penerima risiko bencana menjadi bagian
penting dan sebagai aktor kunci dalam pengelolaan lingkungan untuk mengurangi risiko bencana
dan ini menjadi suatu kajian dalam melakukan manajemen bencana berbasis masyarakat
(Comunity Base Disaster Risk Management).
Pengelolaan lingkungan harus bersumber pada 3 aspek penting yaitu Biotik (makluk hidup
dalam suatu ruang), Abiotik (sumberdaya alam) dan Culture (Kebudayaan). Penilaian risiko
bencana dapat dilakukan dengan pendekatan ekologi (ekological approach) dan pendekatan
keruangan (spatial approach) berdasarkan atas analisa ancaman (hazard), kerentanan
(vulnerabiliti) dan kapasitas (capacity) sehingga dapat dibuat hubungannya untuk menilai risiko
bencana dengan rumus :
RB= HxV/C
RB=RisikoBencana
H=Hazard(bahaya)
V = Vulnerability (kerentanan)
C = Capacity (kemampuan)
4
E. Manajemen penanggulangan bencana
Manajemen bencana adalah suatu proses yang dinamis, berlanjut dan terpadu untuk
meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan observasi dan analisis
bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan darurat,
rehabilitasi dan rekonstruksi bencana. (Undang-Undang No.24 Tahun 2007).
Siklus penanggulangan bencana terdiri dari tiga fase, yaitu fase prabencana, fase saat terjadi
bencana, dan fase pasca bencana.
a. Fase prabencana
Fase ini kegiatan yang dilakukan adalah tanggap darurat bencana di mana sasarannya adalah
“save more lifes”. Kegiatan tanggap darurat bencana berupa pencarian atau search and rescue
(SAR), bantuan darurat dan pengungsian.
Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari
bencana dan daya tahan mereka. Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan: “bencana
muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan”. Dengan demikian, aktivitas
alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa ketidakberdayaan
manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni. Konsekuensinya, pemakaian istilah
“alam” juga ditentang karena peristiwa tersebut bukan hanya bahaya atau malapetaka tanpa
keterlibatan manusia. Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri,
mulai dari kebakaran, yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor
besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusi
Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (hazard) serta memiliki
kerentanan/kerawanan(vulnerability) yang juga tinggi tidak akan memberi dampak yang
hebat/luas jika manusia yang berada disana memiliki ketahanan terhadap bencana (disaster
resilience). Konsep ketahanan bencana merupakan valuasi kemampuan sistem dan infrastruktur-
infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah & menangani tantangan-tantangan serius yang hadir.
5
Dengan demikian meskipun daerah tersebut rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar
jika diimbangi dengan ketetahanan terhadap bencana yang cukup.
Bencana berarti juga terhambatnya laju pembangunan. Berbagai hasil pembangunan ikut
menjadi korban sehingga perlu adanya proses membangun ulang. Kehidupan sehari-hari juga
menjadi tersendat-sendat. Siswa yang hampir menempuh ujian terpaksa berhenti bersekolah.
Kenyataan seperti ini berarti pula muncul kemungkinan kegagalan di masa mendatang.
Pemenuhan kebutuhan seharihari juga menjadi sulit padahal penggantinya juga tidak bisa
diharapkan segera ada.
6
SUMBER
Husein, Achmad dan Onasis, Aidil. 2017. Manajemen Bencana. Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
Farni, Indra. Manajemen Penanggulangan Bencana. Ketua Pusat Studi Bencana: Universitas
Bung Hatta