Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN MATERNITAS


KISTA OVARIUM

Disusun Oleh
Budi Istiar, S.Kep. NIM: 20400070
Dina Ayu Wulandari, S.Kep. NIM: 20400086
I Wayan Yudiyana, S.Kep. NIM: 20400088
Maxima Meydina, S.Kep. NIM: 20400093
Nita Silaban, S.Kep. NIM: 20400094
Rodi Ansori, S.Kep. NIM: 20400096

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
2021
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Seiring meningkatnya ilmu pengetahuan di Indonesia, berkembang
pula upaya peningkatan pelayanan kesehatan terhadap wanita yang
semakin membaik. Sarana dan prasarana di pelayanan kesehatan
menunjang terdeteksinya penyakit wanita yang bermacam-macam,
termasuk penyakit ginekologi. Berbagai macam penyakit sistem
reproduksi yang memiliki efek negatif pada kualitas kehidupan wanita dan
keluarganya dengan gejala salah satunya gangguan menstruasi seperti
menarche yang lebih awal, periode menstruasi yang tidak teratur, panjang
siklus menstruasi yang pendek, paritas yang rendah, dan riwayat
infertilitas (Heffner & Danny, 2008).
Nyeri yang berlebih pada saat haid juga dapat terjadi akibat adanya
massa pada organ reproduksi seperti kista atau tumor. Kista adalah bentuk
gangguan adanya pertumbuhan sel-sel otot polos yang abnormal.
Pertumbuhan otot polos abnormal yang terjadi pada ovarium disebut kista
ovarium. Kista ovarium secara fungsional adalah kista yang dapat
bertahan dari pengaruh hormonal dengan siklus menstruasi (Bobak,
Lowdermilk & Jensen. 2005).
1 haid juga dapat terjadi akibat adanya
Nyeri yang berlebih pada saat
massa pada organ reproduksi seperti kista atau tumor. Kehamilan tumor
ovarii yang dijumpai paling sering ialah kista dermoid, kista coklat atau
kista lutein. Tumor ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan
kelainan letak janin dalam rahim atau dapat menghalang-halangi
masuknya kepala kedalam panggul. Oophorektomy adalah operasi
pengangkatan dari ovarium atau indung telur. Tetapi istilah ini telah
digunakan secara tradisional dalam penelitian ilmu dasar yang
menggambarkan operasi pengangkatan indung telur (Wiknjosastro, 2005).
3

Selama tahap kehidupan, massa yang biasanya disebabkan oleh kista


ovarium fungsional, neoplasma ovarium jinak, atau perubahan pasca
infeksi pada tuba fallopii (Heffner & Danny, 2008). Kista ovarium yang
bersifat ganas disebut juga kanker ovarium. Kanker ovarium merupakan
penyebab kematian dari semua kanker ginekologi. Di Amerika Serikat
pada tahun 2001 diperkirakan jumlah penderita kanker ovarium sebanyak
23.400 dengan angka kematian sebesar 13.900 orang. Tingginya angka
kematian karena penyakit ini sering tanpa gejala dan tanpa menimbulkan
keluhan, sehingga tidak diketahui dimana sekitar 60%-70% penderita
datang pada stadium lanjut. Maka penyakit ini disebut juga silent killer.
Angka kejadian kanker ovarium di Indonesia belum diketahui secara pasti
karena pencatatan dan pelaporan di negeri kita kurang baik. Sebagai
gambaran di RSU, kanker Dharmais ditemukan penderita kanker ovarium
sebanyak 30 kasus setiap tahun. Studi epidemologi menyatakan beberapa
faktor resiko nullipara, melahirkan pertama kali pada usia di atas 35 tahun
dan wanita yang mempunyai keluarga dengan riwayat kehamilan pertama
terjadi pada usia di bawah 25 tahun. Penggunaan pil kontrasepsi dan
menyusui akan menurunkan kanker ovarium sebanyak 30–60%.
Penanganan dan pengobatan kanker ovarium yang telah dilakukan
dengan prosedur yang benar namun hasil pengobatannya sampai saat ini
belum begitu ada manfaatnya termasuk pengobatan yang dilakukan di
pusat kanker terkemuka di dunia sekalipun. Sebagai perawat dalam
menangani masalah klien dengan kista ovarium atau kanker ovarium maka
perlu memperhatikan aspek biopsikososialspiritual dalam pemberian
asuhan keperawatannya, sehingga hal ini yang menarik penulis untuk
membahas asuhan keperawatan pada klien dengan kista ovarium.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kista ovarium
2. Untuk mengetahui tanda dan gejala pada kista ovarium
3. Untuk mengetahui etiologi pada kista ovarium
4

4. Untuk mengetahui patofisiologi kista ovarium


5. Untuk mengetahui pathway kista ovarium
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada kista ovarium
7. Untuk mengetahui komplikasi kista ovarium
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan kista ovarium
9. Untuk mengatuhi asuhan keperawatan pada kista ovarium
5

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian kista ovariun


Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun besar,
kistik maupun solid, jinak maupun ganas (Wiknjosastro, 2007: 346).
Kista ovarium (kista indung telur) berarti kantung berisi cairan,
normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium)
(Nugroho, 2010: 101)
Kista ovarium (atau kista indung telur) berarti kantung berisi
cairan,normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium).
Kistaindung telur dapat terbentuk kapan saja, pada masa pubertas
sampaimenopause, juga selama masa kehamilan (Bilotta. K, 2012).
Kista indung telur adalah rongga berbentuk kantong berisi cairan di
dalam jaringan ovarium. Kista ini disebut juga kista fungsional karena
terbentuk setelah telur dilepaskan sewaktu ovulasi (Yatim, 2005: 17)

Gambar: Rahim normal dan kiata ovarium


6

B. Tanda dan gejala kista ovarium


Nugroho (2010: 104) menyatakan bahwa, kebanyakan wanita yang
memiliki kista ovarium tidak memiliki gejala sampai periode tertentu.
Namun beberapa orang dapat mengalami gejala ini:
1. Nyeri saat menstruasi.
2. Nyeri di perut bagian bawah.
3. Nyeri saat berhubungan seksual.
4. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.
5. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB.
6. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar
banyak.

C. Etiologi kista ovarium


Nugroho (2010: 101), kista ovarium disebabkan oleh gangguan
(pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium
(ketidakseimbangan hormon). Kista folikuler dapat timbul akibat
hipersekresi dari FSH dan LH yang gagal mengalami involusi atau
mereabsorbsi cairan. Kista granulosa lutein yang terjadi didalam korpus
luteum indung telur yang fungsional dan dapat membesar bukan karena
tumor, disebabkan oleh penimbunan darah yang berlebihan saat fase
pendarahan dari siklus menstruasi. Kista theka-lutein biasanya bersifay
bilateral dan berisi cairan bening, berwarna seperti jerami. Penyebab lain
adalah adanya pertumbuhan sel yang tidak terkendali di ovarium, misalnya
pertumbuah abnormal dari folikel ovarium, korpus luteum, sel telur.

D. Patofisiologi kista ovarium


Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan
folikel yang terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium. Folikel
tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur,
terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium karena itu terbentuk
kista di dalam ovarium. Setiap hari, ovarium normal akan membentuk
7

beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pertengahan siklus,


folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan
oosit mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum, yang
pada saat matang memiliki struktur 1,5–2 cm dengan kista ditengah-
tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan
mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi
fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara
gradual akan mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang berasal dari
proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak (Nugroho,
2010).

E. Pathway kista ovarium


8

Kista Ovarium (Taufan Nugroho, 2010)


F. Pemeriksaan penunjang kista ovarium
Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat diperoleh
kepastian sebelum dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang cermat
dan analisis yang tajam dari gejala-gejala yang ditemukan dapat membantu
dalam pembuatan differensial diagnosis. Beberapa cara yang dapat
digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah (Bilotta, 2012 :
1)
1. Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah
sebuahtumor berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan
sifat-sifat tumor itu.
2. Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas
tumor,apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung
kencing,apakah tumor kistik atau solid, dan dapat pula dibedakan antara
cairandalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.

Gambar: USG kista ovarium

3. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanya
gigi dalam tumor.
9

4. Parasintesis
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perlu
diperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan
kavum peritonei dengan isi kista bila dinding kista tertusuk.

G. Komplikasi kista ovarium


komplikasi yang dapat terjadi pada kista ovarium diantaranya:
1. Akibat pertumbuhan kista ovarium
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan
pembesaran perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan
oleh besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Apabila tumor
mendesak kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan miksi,
sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga perut
kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta dapat
juga mengakibatkan edema pada tungkai.
2. Akibat aktivitas hormonal kista ovarium
Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu
sendiri mengeluarkan hormon.
3. Akibat komplikasi kista ovarium
a. Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur
menyebabkan kista membesar, pembesaran luka dan hanya
menimbulkan gejala-gejala klinik yang minimal. Akan tetapi jika
perdarahan terjadi dalam jumah yang banyak akan terjadi distensi
yang cepat dari kista yang menimbukan nyeri di perut.
b. Torsio atau putaran tangkai
Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai
dengan diameter 5 cm atau lebih. Torsi meliputi ovarium, tuba
fallopi atau ligamentum rotundum pada uterus. Jika dipertahankan
10

torsi ini dapat berkembang menjadi infark, peritonitis dan kematian.


Torsi biasanya unilateral dan dikaitkan dengan kista, karsinoma,
TOA, massa yang tidak melekat atau yang dapat muncul pada
ovarium normal. Torsi ini paling sering muncul pada wanita usia
reproduksi. Gejalanya meliputi nyeri mendadak dan hebat di kuadran
abdomen bawah, mual dan muntah. Dapat terjadi demam dan
leukositosis. Laparoskopi adalah terapi pilihan, adneksa dilepaskan
(detorsi), viabilitasnya dikaji, adneksa gangren dibuang, setiap kista
dibuang dan dievaluasi secara histologis.
c. Infeksi pada tumor
Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman patogen.
d. Robek dinding kista
Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat
trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada
saat bersetubuh. Jika robekan kista disertai hemoragi yang timbul
secara akut, maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus ke dalam
rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus
disertai tanda-tanda abdomen akut.
e. Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan
mikroskopis yang seksama terhadap kemungkinan perubahan
keganasannya. Adanya asites dalam hal ini mencurigakan. Massa
kista ovarium berkembang setelah masa menopause sehingga besar
kemungkinan untuk berubah menjadi kanker (maligna). Faktor inilah
yang menyebabkan pemeriksaan pelvik menjadi penting.

H. Penatalaksanaan kista ovarium


1. Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor
(dipantau) selama 1 -2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang
11

dengan sendirinya setelah satu atau dua siklus haid. Tindakan ini
diambil jika tidak curiga ganas (kanker) (Nugroho, 2010: 105).

2. Terapi bedah atau operasi


Bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka
tindakan operasi harus dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada 22
gejala akut, tindakan operasi harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan
seksama.
Kista berukuran besar dan menetap setelah berbulan-bulan
biasanya memerlukan operasi pengangkatan. Selain itu, wanita
menopause yang memiliki kista ovarium juga disarankan operasi
pengangkatan untuk meminimalisir resiko terjadinya kanker ovarium.
Wanita usia 50-70 tahun memiliki resiko cukup besar terkena kenker
jenis ini. Bila hanya kistanya yang diangkat, maka operasi ini disebut
ovarian cystectomy. Bila pembedahan mengangkat seluruh ovarium
termasuk tuba fallopi, maka disebut salpingo oophorectomy.
Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain
tergantung pada usia pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak,
kondisi ovarium dan jenis kista.
Kista ovarium yang menyebabkan posisi batang ovarium terlilit
(twisted) dan menghentikan pasokan darah ke ovarium, memerlukan
tindakan darurat pembedahan (emergency surgery) untuk
mengembalikan posisi ovarium menurut Yatim, (2005: 23)
Prinsip pengobatan kista dengan pembedahan (operasi) menurut Yatim,
(2005: 23) yaitu:
a. Apabila kistanya kecil (misalnya, sebesar permen) dan pada
pemeriksaan sonogram tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan,
biasanya dokter melakukan operasi dengan laparoskopi. Dengan
cara ini, alat laparoskopi dimasukkan ke dalam rongga panggul 23
dengan melakukan sayatan kecil pada dinding perut, yaitu sayatan
searah dengan garis rambut kemaluan.
12

b. Apabila kistanya besar, biasanya pengangkatan kista dilakukan


dengan laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total.
Dengan cara laparotomi, kista bisa diperiksa apakah sudah
mengalami proses keganasan (kanker) atau tidak. Bila sudah dalam
proses keganasan, operasi sekalian mengangkat ovarium dan
saluran tuba, jaringan lemak sekitar serta kelenjar limfe.

I. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian keperawatan yang diperlukan
Langkah I (pertama):
Pengumpulan Data Dasar Pada langkah pertama ini
dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang
berkaitan dengan kondisi klien. Perawat mengumpulkan data dasar
awal yang lengkap. Bila klien mengalami komplikasi yang perlu
dikonsultasikan kepada dokter dalam 30 manajemen kolaborasi
perawat akan melakukan konsultasi. Pengkajian atau pengumpulan
data dasar adalah mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk
mengevaluasi keadaan pasien. (Muslihatun, dkk. 2009: 115).
a. Data subyektif
1) Identitas pasien
a) Nama: Dikaji untuk mengenal atau memanggil agar tidak
keliru dengan pasien-pasien lain.
b) Umur: Untuk mengetahui apakah pasien masih dalam masa
reproduksi.
c) Agama: Untuk mengetahui pandangan agama klien
mengenai gangguan reproduksi.
d) Pendidikan: Dikaji untuk mengetahui sejauh mana tingkat
intelektualnya sehingga bidan dapat memberikan konseling
sesuai dengan pendidikannya.
e) Suku/bangsa: Dikaji untuk mengetahui adat istiadat atau
kebiasaan sehari-hari pasien.
13

f) Pekerjaan: Dikaji untuk mengetahui dan mengukur tingkat


sosial ekonominya.
g) Alamat: Dikaji untuk mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan.

2) Alasan Kunjungan Alasan apa yang mendasari ibu datang.


Tuliskan sesuai ungkapan.
a) Keluhan Utama
Dikaji dengan benar-benar apa yang dirasakan ibu untuk
mengetahui permasalahan utama yang dihadapi ibu mengenai
kesehatan reproduksi.
b) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat kesehatan yang lalu
Dikaji untuk mengetahui penyakit yang dulu pernah
diderita yang dapat mempengaruhi dan memperparah
penyakit yang saat ini diderita.
(2) Riwayat kesehatan sekarang
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyakit yang diderita pada saat ini yang berhubungan
dengan gangguan reproduksi terutama kista ovarium.
(3) Riwayat kesehatan keluarga
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya
pengaruh penyakit keluarga terhadap gaangguan
kesehatan pasien.
c) Riwayat Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali menikah,
syah atau tidak, umur berapa menikah dan lama pernikahan.
d) Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui tentang menarche umur berapa, siklus,
lama menstruasi, banyak menstruasi, sifat dan warna darah,
disminorhoe atau tidak dan flour albus atau tidak. Dikaji
14

untuk mengetahui ada tidaknya kelainan system reproduksi


sehubungan dengan menstruasi.
e) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Bertujuan untuk mengetahui apabila terdapat penyulit, maka
bidan harus menggali lebih spesifik untuk memastikan bahwa
apa yang terjadi pada ibu adalah normal atau patologis.
f) Riwayat KB
Dikaji untuk mengetahui alat kontrasepsi yang pernah dan
saat ini digunakan ibu yang kemungkinan menjadi penyebab
atau berpengaruh pada penyakit yang diderita saat ini.
g) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
(1) Nutrisi
Dikaji tentang kebiasaan makan, apakah ibu suka
memakan makanan yang masih mentah dan apakah ibu
suka minum minuman beralkohol karena dapat
merangsang pertumbuhan tumor dalam tubuh.
(2) Eliminasi
Dikaji untuk mengetahui pola fungsi sekresi yaitu
kebiasaan buang air besar meliputi frekuensi, jumlah,
konsistensi dan bau serta kebiasaan air kecil meliputi
frekuensi, warna, jumlah.
(3) Hubungan seksul
Dikaji pengaruh gangguan kesehatan reproduksi tersebut
apakah menimbulkan keluhan pada hubungan seksual
atau sebaliknya.
(4) Istirahat
Dikaji untuk mengetahui apakah klien beristirahat yang
cukup atau tidak.
(5) Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga
kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia.
15

(6) Aktivitas
Dikaji untuk menggambarkan pola aktivitas pasien sehari
hari. Pada pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas
terhadap kesehatannya.
b. Data Objektif
Seorang perawat harus mengumpulkan data untuk memastikan
bahwa keadaan klien dalam keadaan stabil. Yang termasuk dalam
komponen-komponen pengkajian data obyektif ini adalah:
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum
Dikaji untuk menilai keadaan umum pasien baik atau tidak.
b) Kesadaran
Dikaji untuk menilai kesadaran pasien.
c) Vital sign
Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan
kondisi yang dialaminya, meliputi: Tekanan darah,
temperatur/ suhu, nadi serta pernafasan
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut sampai ujung
kaki.
a) Kepala: Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan
rambut rontok atau tidak, kebersihan kulit kepala.
b) Muka: Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem atau
tidak, pucat atau tidak.
c) Mata: Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera ikterik
atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak.
d) Hidung: Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung simetris
atau tidak, bersih atau tidak, ada infeksi atau tidak.
16

e) Telinga: Dikaji untuk mengetahui apakah ada penumpukan


sekret atau tidak.
f) Mulut: Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah
atau tidak, stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak.
g) Leher: Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran
kelenjar tiroid, limfe, vena jugularis atau tidak.
h) Ketiak: Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran
kelenjar limfe atau tidak.
i) Dada: Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau tidak,
ada benjolan atau tidak.
j) Abdomen: Dikaji untuk mengetahui luka bekas operasi dan
pembesaran perut.
k) Ekstermitas atas: Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor
baik atau tidak, ikterik atau tidak, sianosis atau tidak.
l) Ekstermitas bawah: Dikaji untuk mengetahui keadaan
turgor baik atau tidak, sianosis atau tidak, oedem atau
tidak, reflek patella positif atau tidak.
m) Genitalia: Untuk mengetahui apakah ada kelainan, abses
ataupun pengeluaran yang tidak normal.
n) Anus: Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid
atau tidak.
3) Pemeriksaan khusus
a) Inspeksi
Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk melihat
keadaan muka, payudara, abdomen dan genetalia.
b) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera peraba atau
tangan, digunakan untuk memeriksa payudara dan abdomen.
4) Pemeriksaan Penunjang
Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi,
kelainan dan penyakit.
17

Langkah II (kedua): Interpretasi Data Dasar


Pada langkah ini dilakukan interpretasi data yang benar terhadap
diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi
yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan (Muslihatun, dkk.
2009: 115).
Dalam langkah ini data yang telah dikumpulkan di interpretasikan
menjadi diagnosa keperawatan dan masalah.
a. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dapat ditegakkan yang berkaitan dengan
nama ibu, umur ibu dan keadaan gangguan reproduksi. Data dasar
meliputi:
1) Data Subyektif
Pernyataan ibu tentang keterangan umur serta keluhan yang
dialami ibu.
2) Data Obyektif
Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.
b. Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkaan pernyataan pasien Data
dasar meliputi:
1) Data Subyektif
Data yang di dapat dari hasil anamnesa pasien.
2) Data Obyektif
Data yang didapat dari hasil pemeriksaan.

Langkah III (ketiga): Mengidentifikasikan Diagnosa atau Masalah


Potensial

Pada langkah ini, perawat mengidentifikasi masalah atau


diagnosis potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis
yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi. Jika
18

memungkinkan, dilakukan pencegahan. Sambil mengamati kondisi


klien, bidan diharapkan dapat bersiap jika diagnosis atau masalah
potensial benar-benar terjadi. Langkah ini menentukan cara perawat
melakukan asuhan yang aman (Purwandari, 2008:79).

Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan


yang Memerlukan Penanganan Segera

Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses


manajemen keperawatann. Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan
dan dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi yang
gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan
keselamatan jiwa ibu (Muslihatun, dkk. 2009: 117).

Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukan satu situasi yang


memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu
intervensi dari seorang dokter. Situasi lainya bisa saja tidak merupakan
kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan
dokter (Muslihatun, dkk. 2009: 117).

Langkah V (kelima): Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh

Pada langkah ini, direncanakan asuhan yang menyeluruh


ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah
diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi atau data
dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi(Purwandari, 2008: 81).

Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang


sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang
berkaitan, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap
wanita tersebut tentang apa yang akan terjadi berikutnya, apakah
dibutuhkan penyuluhan untuk masalah sosial ekonomi, budaya, atau
40 psikologis. Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut
sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek
19

asuhan. Setiap rencana asuhan harus disetujui oleh kedua belah pihak,
yaitu perawat dan klien, agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena
klien merupakan bagian pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu,
pada langkah ini tugas perawat adalah merumuskan rencana asuhan
sesuai hasil pembahasan rencana bersama klien, kemudian membuat
kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya (Purwandari, 2008:
81).

Langkah VI (keenam): Melaksanakan perencanaan

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang


telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan
aman. Perencanaan ini bisa dilakukan oleh perawat atau sebagian
dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim
kesehatan yang lain. Jika perawat tidak melakukannya sendiri ia tetap
memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya.
Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta
meningkatkan mutu dari asuhan klien (Muslihatun, dkk. 2009: 118).

Langkah VII (terakhir): Evaluasi

Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan


yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan bantuan yang
diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis. Ada kemungkinan rencana
tersebut efektif, sedang sebagian yang lain belum efektif. Mengingat
proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kontinum, perlu
mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui
proses manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada
rencana asuhan tersebut (Purwandari, 2008: 82).

Langkah proses manajemen pada umumnya merupakan


pengkajian yang memperjelas proses pemikiran dan mempengaruhi
tindakan serta orientasi proses klinis. Karena proses manajemen
tersebut berlangsung di dalam situasi klinis dan dua langkah yang
20

terakhir tergantung pada klien dan situasi klinis, tidak mungkin


manajemen ini dievaluasi dalam tulisan saja (Purwandari, 2008: 83).

Data Perkembangan
Menurut Muslihatun, (2009: 123-124) pendokumentasian atau
catatan manajemen keperawatan dapat deterapkan dengan metode
SOAP, yang merupakan singkatan dari:
1) S (Subjektif)
Merupakan pendokumentasian manajemen keperawatan langkah
pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh dari
anamnesis.
2) O (Objektif)
Merupakan pendokumentasian manajemen keperawatan langkah
pertama (pengkajian data, terutama data yang diperoleh dari
pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium) pemeriksaan
diagnostik lain.
3) A (Assessment)
Merupakaan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi
(kesimpulan) dari data subjektif dan objektif.
4) P (Planning)
Berisi tentang rencana asuhan yang disusun berdasarkan hasil
analisis dan interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk
mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan
mempertahankan kesejahteraannya.

2. Diagnosa keperawatan yang muncul


Herdman (2011), kemungkinan diagnosa yang muncul pada
pasien dengan kista ovarium adalah:
Pre Operasi
1. Nyeri akut b.d penyakit
2. Ansietas b.d penyakit akut
21

Post Operasi
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
2. Risiko infeksi b.d prosedur invasif
3. Gangguan mobilisasi fisik b.d keterbatasan gerak

3. Rencana keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI
. keperawatan
Pre Operasi
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri
penyakit keperawatan diharapkan (I.08238)
tingkat nyeri menurun dengan Observasi:
kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi,
(L.08066) karakteristik, durasi,
1. Tidak mengeluh nyeri frekuensi, kualitas,
2. Tidak meringis intensitas nyeri
3. Tidak bersikap protektif 2. Identifikasi skala nyeri
4. Tidak gelisah 3. Identifikasi faktor yang
5. Kesulitan tidur menurun memperberat dan
mamperingan nyeri
Terapeutik:
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. kompres
hangat/dingin)
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Ansietas b.d Setelah dilakukan intervensi Redukasi ansietas
22

No Diagnosa SLKI SIKI


. keperawatan
penyakit akut keperawatan diharapkan (I.09314)
tingkat ansietas menurun Observasi:
dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi kemampuan
(L.09093) mengambil keputusan
1. Verbalisasi khawatir akibat Terapeutik:
kondisi yang dihadapi 1. Ciptakan suasana
menurun nyaman untuk
2. Tidak gelisah menumbuhkan
3. Tidak tegang kepercayaan
Edukasi:
1. Jelakan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
2. Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
Post Operasi
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan intervensi Pemberian analgesik
agen pencedera keperawatan kontrol nyeri (I.08243)
fisik meningkat dengan kriteria Observasi:
hasil: 1. Identifikasi
(L.08063) karakteristik nyeri (mis.
1. Melaporkan nyei terkontrol pencetus, Pereda,
2. Kemampuan mengenali kualitas, lokasi,
onset nyeri meningkat intensitas, frekuensi,
3. Kemampuan mengenali durasi)
penyebab nyeri meningkat 2. Identifikasi riwayat
4. Kemampuan menggunakan alergi obat
teknink non-farmakologis 3. Identifikasi kesesuaian
meningkat jenis analgesik (mis.
narkotika, nonnarkotika,
atau NSAID) dengan
23

No Diagnosa SLKI SIKI


. keperawatan
tingkat keparahan nyeri
4. Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesic
5. Monitor efektifitas
analgesik
Terapeutik:
1. Diskusikan jenis
analgesik yang disukai
untuk mencapai
analgesia optimal, jika
perlu
2. Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
oploid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
3. Tetapkan target
efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan
respons pasien
4. Dokumentasikan
respons terhadap efek
20 analgesik dan efek
yang tidak diinginkan
Edukasi:
1. Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
24

No Diagnosa SLKI SIKI


. keperawatan
dosis dan jenis
analgesik, sesuai
indikasi
2. Risiko infeksi Setelah dilakukan intervensi Pencegahan infeksi
b.d prosedur keperawatan tingkat infeksi (I.14539)
invasif menurun dengan kriteria hasil: Observasi:
(L.14137) 1. Monitor tanda dan
1. Tidak demam gejala infeksi lokal dan
2. Tidak kemerahan sistemik
3. Nyeri menurun Terapeutik:
4. Tidak bengkak 1. Batasi jumlah
5. Kadar sel darah putih pengunjung
membaik 2. Berikan perawatan kulit
pada area edema
3. Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik
aseptic pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi:
1. Jelakan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
5. Anjurkan meningkatkan
asupan nutisi
6. Anjurkan meningkatkan
25

No Diagnosa SLKI SIKI


. keperawatan
asupan cairan
Kolaborasi:
1. Kolaboraasi pemberian
imunisasi, jika perlu
3. Gangguan Setelah dilakukan intervensi Dukungan mobilisasi
mobilisasi fisik keperawatan mobilitas fisik (I.05173)
b.d keterbatasan meningkat dengan kriteria Observasi:
gerak hasil: 1. Identifikasi adanya
(L.05042) nyeri atau keluhan fisik
1. Pergerakan ekstremitas lainnya
meningkat 2. Identifikasi toleransi
2. Kekuatan otot meningkat fisik melakukan
3. Rentang gerak (ROM) pergerakan
meningkat Terapeutik:
1. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu (mis. pagar
tempat tidur)
2. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalm
meningkatkan
pergerakan
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. duduk
ditempat tidur, duduk
disisi tempat tidur,
pindah dari tempat tidur
26

No Diagnosa SLKI SIKI


. keperawatan
ke kursi)
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, alih
bahasa Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugrah (Edisi 4). Jakarta: EGC.
Benson Ralp C dan Martin L. Pernoll. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta: EGC
Bilotta, Kimberli. 2012. Kapita Selekta Penyakit: Dengan Implikasi Keperawatan.
Edisi 2. Jakarta: EGC
Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC.
Heffner, Linda J. & Danny J. Schust. (2008). At a Glance Sistem Reproduksi
Edisi II. Jakarta: EMS, Erlangga Medical Series.
Lowdermil, Perta. 2005. Maternity Women’s Health Care. Seventh edit.
Muslihatun, Nur Wafi. 2009. Dokumentasi Keperawatan. Yogyakarta: Fitramaya
Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya.
Yogyakarta: Nuha Medika
Purwandari Atik. 2008. Konsep Keperawatan. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta:
EGC
Winkjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan Ed.2. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwomo Prawirohardjo
Yatim, Faisal. 2005. Penyakit Kandungan, Myom, Kista, Indung Telur, Kanker
Rahim/Leher Rahim, serta Gangguan lainnya. Jakarta: Pustaka Populer
Obor

27

Anda mungkin juga menyukai