Anda di halaman 1dari 23

AIK V

ISLAM TERHADAP TINDAKAN MEDIS BERUPA TRANSPLANTASI,


TRANSGENDER, DAN BEDAH PLASTIK

Di Susun Oleh :

Kelompok 8

Jumisi 21118075

Khotibul Umam 21118076

Kiki Meilinda Sari 21118077

Kiki Rizki Amelia 21118078

Dosen Pembimbing : Anica, M.Pd.I

IKesT MUHAMMADIYAH PALEMBANG

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunianya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “ISLAM TERHADAP TINDAKAN MEDIS BERUPA
TRANSPLANTASI, TRANSGENDER, DAN BEDAH PLASTIK”

Penulis menyadari didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari


bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan
terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah masih jauh dari kata
sempurna baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga
dapat selesai dengan baik. Oleh karenanya, kami dengan rendah hati dan dengan
tangan terbuka menerima masukan dan saran guna menyempurnakan makalah ini.

Akhir kata kami mengucapkan banyak terima kasih sebanyak-banyaknya


dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, September 2020

penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan...............................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................1

B. Rumusan masalah............................................................................................1

C. Tujuan..............................................................................................................1

BAB II Kajian Pustaka..........................................................................................3

A. Definisi Transplantasi, Transgender dan Bedah Plastik..................................3

B. Perspektif Islam Terhadap Tindakan Medis Transplantasi, Transgender Dan


Bedah Plastik........................................................................................................5

C. Hukum Islam Terhadap Tindakan Medis Transplantasi, Transgender Dan


Bedah Plastik......................................................................................................11

BAB III PENUTUP..............................................................................................19

A. Kesimpulan.................................................................................................19

B. Saran............................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

ii
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Islam merupakan agama wahyu terakhir yang diturunkan Allah untuk


umat manusia dan bersifat sempurna. Sebagai agama yang terakhir dan
sempurna, Islam membawa ajaran yang lengkap mencakup segala aspek
kehidupan. Tidak ada satu pun aspek dari permasalahan hidup dan kehidupan
umat manusia yang lepas dari perhatian Islam. Salah satu aspek kehidupan
yang sangat penting adalah kesehatan. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik
secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup lebih produktif secara sosial dan ekonomis dalam menjalankan
kehidupannya dalam masyarakat.

Al-qur’an dan Asunnah merupakan sumber hukum Islam yang bersifat


fleksibel dan dapat mengikuti perkembangan jaman. Akan tetapi dalam Al-
qur’an dan Asunnah banyak menguraikan masalah-masalah pokok secara
garis besar dan tidak mencakup masalah-masalah yang timbul kemudian.
Beberapa permasalahan yang muncul di masyarakat adalah adanya
tranplantasi, transgender dan operasi plastik.

B. Rumusan masalah

1. Apakah definisi transplantasi, transgender dan bedah plastik ?

2. Bagaimana perspektif islam terhadap tindakan medis berupa transplantasi,


transgender dan bedah plastik ?

3. Bagaimana landasan hukum islam terhadap tindakan medis berupa


transplantasi, transgender dan bedah plastik ?

A. Tujuan

1. Mampu mengetahui definisi transplantasi, transgender dan bedah plastik

1
2. Mampu mengetahui perspektif islam terhadap tindakan medis berupa
transplantasi, transgender dan bedah plastik

3. Mampu mengetahui landasan hukum islam terhadap tindakan medis


transplantasi, transgender dan bedah plastik

2
BAB II

Kajian Pustaka

A. Definisi Transplantasi, Transgender dan Bedah Plastik


1. Translantasi

Istilah transplantasi berasal dari bahasa Inggris transplantation,


bentuk noundari kata kerja to transplant, yang artinya pencangkokan
(jantung kulit). Sedangkan dalam kamus The Advanced Learner’s
Dictionary of Current English, A.S Homby dan Gatenby E.V.,
mengartikan tranplantasi dengan “to move from one place to another”
(memindahkan dari satu tempat ke tempat lain). Adapun dalam istilah
Ilmu Kedokteran, tranplantasi adalah memindahkan jaringan atau organ
yang berasal dari tubuh yang sama atau tubuh yang lain. 1 Hal ini dapat
dilakukan baik sesama manusia maupun dari binatang.

Menurut Masjfuk Zuhdi dalam bukunya Masail Fiqhiyah,


pencangkokan (transplantasi) ialah pemindahan organ tubuh yang
mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang
tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik, yang apabila diobati dengan
prosedur medis biasa, harapan penderita untuk bertahan hidupnya tidak
ada lagi.2 Sementara menurut Soekidjo Notoatmodjo, transplantasi adalah
tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh
manusia kepada tubuh manusia lain atau tubuhnya sendiri.3 (Jamali, 2019)

2. Transgender

Istilah Transgender muncul belakangan yaitu dikenal dengan


Transgender (Transgenderpeople): Some use transgender/transgender

1
Muhammad Hasbi, “Transplantasi Organ Tubuh Manusia Dengan Organ Babi”, 2-3

2
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung,
1997),86.

3
Soekidjo Notoatmodjo, Etika dan Hukum Kesehatan (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 147.

3
people as a synonym for transsexual (s) or to refer to persons medically
diagnosed with gender dysphoria.Transgender (orang Transgender) :
Beberapa penggunaan transgender/orang Transgendersebagai sinonim
untuk transeksual (s) atau untuk merujuk kepada orang-orang medis yang
didiagnosis dengan dysphoria gender. Lainnya menggunakan istilah
'transgender' lebih luas untuk merujuk kepada semua ekspresi dari identitas
gender selain hanya 'pria' atau 'perempuan' (Others use the term
'transgender' more widely to refer to all expressions of gender identity
other thansimply 'male' or 'female') Transgender dapat bervariasi mulai
dari peralihan melalui bedah sampai perubahan dalam penyaluran seks
biologis seseorang (transeksual (ity).

Seseorang transgenderjuga dapat melalui transisi -kadang-kadang


dengan bantuan terapi hormon dan / atau operasi kosmetik untuk hidup
dalam peran gender pilihan, tanpa melalui atau yang ingin menjalani
(lengkap) operasi. Istilah transgenderjuga bisa memasukkan mereka yang
mengidentifikasi dan / atau mengekspresikan diri mereka sebagai laki-laki
atau perempuan dan / atau mereka yang lahir dengan jenis kelamin
biologis ambigu.4

3. Bedah Plastik

Operasi plastik berasal dari dua kata, yaitu “Operasi” yang artinya
“pembedahan” dan “Plastik” yang berasal dari empat bahasa yaitu, plasein
(Bahasa Kunonya), plastiec (Bahasa Belanda), plasticos (Bahasa Latin),
plastics (Bahasa Inggris), yang kesemuanya itu berarti “berubah bentuk”,
di dalam Ilmu Kedokteran dikenal dengan “plastics of surgery” yang
artinya “pembedahan plastik.”

4
Islam, U., Raden, N., & Palembang, F. (2016). Studi Perbandingan tentang Khunsa dengan
Transseksual dan Transgender (Telaah Pemikiran Ulama’ Klasik Dan Ulama’ Modern). Intizar, 20(2),
349–362. https://doi.org/10.19109/intizar.v20i2.437

4
Pengertian operasi plastik secara umum adalah berubah bentuk
dengan cara pembedahan, sedangkan pengertian operasi plastik menurut
ilmu kedokteran adalah pembedahan jaringan atau organ yang akan
dioperasi dengan memindahkan jaringan atau organ dari tempat yang satu
ke tempat lain sebagai bahan untuk menambah jaringan yang dioperasi.
Jaringan adalah kumpulan sel-sel (bagian terkecil dari individu) yang sama
dan mempunyai fungsi tertentu, sedangkan organ adalah kumpulan
jaringan yang mempunyai fungsi berbeda sehingga merupakan satu
kesatuan yang mempunyai fungsi tertentu.5

B. Perspektif Islam Terhadap Tindakan Medis Transplantasi, Transgender


Dan Bedah Plastik
1. Transplantasi

Zakariya al-Ansari pun sependapat dengan pendapat al-Nawawi


dalam kitabnya Fathu al-Wahhab Syarh Manhaj al-Thullab6 bahwa
seseorang yang melakukan penyambungan tulang atas dasar kebutuhan
yang mendesak dengan tulang yang najis disebabkan tidak adanya tulang
lain yang cocok, maka hal itu diperbolehkan dan sah shalatnya. Terkecuali
apabila tidak ada kebutuhan yang mendesak atau ada tulang lain yang suci
maka wajib membukanya walaupun sudah tertutup oleh daging. Dengan
catatan, proses pengambilan aman dan tidak menimbulkan bahaya serta
kematian.7
Mufti Muhammad Sayfi’i dari Pakistan dan Dr. ‘Abd al-Salam al-
Syukri dari Mesir berpendapat bahwa transplantasi organ tidak
diperbolehkan berdasarkan atas prinsip-prinsip dan pertimbangan sebagai

5
Heniyatun, N. magfhiroh dan. (2015). The 2 nd University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-
9189 KAJIAN YURIDIS OPERASI PLASTIK SEBAGAI IJTIHAD DALAM HUKUM ISLAM The 2 nd
University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189. (59), 119–129.

6
Kitab Manhaj al-Thullab merupakan kitab ringkasan dari kitab Minhaj al-Thalibin karya Imam al-
Nawawi.

7
Zakariya al-Anshari, Fath al-Wahhab Sharh Manhaj al-T{ullab (Libanon: Dar al-Fikr, 1998), Vol. 1,
344.

5
berikut: kesucian hidup (tubuh manusia), tubuh manusia sebagai amanah,
memperlakukan tubuh manusia sebagai benda material, menjaga
kemuliaan hidup manusia, menghindari keraguan.8
Yusuf Qardhawi menyatakan bahwasannya praktik transplantasi itu
boleh dilakukan. Meskipun diperbolehkan, akan tetapi sifatnya tidaklah
mutlak melainkan muqayyad (bersyarat). Oleh karena itu, seseorang tidak
boleh mendonorkan sebagian organ tubuhnya yang justru akan
meninggalkan darar, kemelaratan, dan kesengsaraan bagi dirinya atau
orang yang mempunyai hak tetap atas dirinya. Tidak pula diperkenankan
mendonorkan organ tubuh yang cuma satusatunya dalam tubuhnya,
misalnya hati dan jantung. Hal ini tidak memungkin dapat hidup tanpa
adanya organ tersebut; dan tidak diperkenankan menghilangkan dharar
dari orang lain dengan menimbulkan dharar pada dirinya.9
Mayoritas Ulama yang memperbolehkan transplantasi mendasarkan
pendapat mereka pada argumentasi berikut:10
a. Transplantasi yang didasari untuk perbaikan
Manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak atas apa yang
berkaitan dengan tubuhnya. Meskipun manusia bukanlah pemilik
hakiki organ tubuhnya, tetapi Allah telah memberikan kepada manusia
hak untuk menggunakan dan memanfaatkannya selama tidak
mengakibatkan kerusakan, kebinasaan dan kematian. Hal ini
sebagaimana firman Allah dalam surat an- Nisaa’ ayat 29 dan surat al-
Baqarah ayat 95. Oleh karena itu, jika seseorang mendonorkan organ
atau jaringan tubuhnya yang tidak vital dan juga tidak mencelakakan
dirinya, maka ia telah menyelamatkan nyawa orang lain untuk
memperbaiki organ tubuh resipien (penerima). Hal ini merupakan
tindakan yang sangat terpuji.

8
Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Kloning, Eutanasia, Transfusi Darah, Transplantasi Darah, 82.

9
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer 2 (Jakarta: Gema Insani, 1995), 759.

10
Muchlis M. Hanafi (ed.), Al-Qur’an dan Isu-Isu Kontemporer II (Tafsir Al-Qur’an Tematik) (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012), 17-18.

6
b. Transplantasi yang didasari kedaruratan
Bahwasannya transplantasi yang dilakukan atas dasar darurat
(keterpaksaan) dapat dikategorikan sebagai tindakan yang mubah
(boleh). Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat al-An’am ayat
119:

“Dan mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang


halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal
sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang
diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu
memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar-
benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka
tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Rabbmu, Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang melampaui batas.” (Jamali, 2019)
c. Transplantasi yang didasari sebagai kebutuhan
Seseorang yang mendonorkan organ tubuhnya untuk menyelamatkan
kehidupan resipien yang sangat membutuhkan merupakan perbuatan
saling tolong-menolong dalam hal kebaikan dan sangat dianjurkan
oleh Islam. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Ma’idah ayat 2:

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan


taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam dalam berbuat dosa dan
permusuhan.”
Adapun permasalah transplantasi organ tubuh di Indonesia sudah
diatur oleh pemerintah Republik Indonesia No. 18 tahun 1981, tentang

7
Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi
Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Pada tanggal 17 September 1992
telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
(DPR RI) sebuah Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang
kesehatan yang di dalamnya pada pasal 64, 65 dan pasal 66 juga
membahas mengenai transplantasi organ tubuh manusia.11
2. Transgender
Permasalahan penggantian kelamin yang muncul di abad modern ini
belum dikenal dalam abad klasik dan pertengahan, sehingga pembahasan
hukumnya tidak dijumpai dalam kitab kitab fiqih tempo dulu. Jenis operasi
yang dijumpai dalam kitab fiqih klasik, menurut Nuruddin Atar (guru
besar hadits di Al Azhar Cairo) hanyalah pembedah perut mayat yang
semasa hidupnya tertelan uang (koin). Pembahasan operasi kelamin baru
dijumpai dalam fiqih Zaman modern sejalan dengan perkembangan dan
tehnologi. Menanggapi masalah operasi kelamin diatas pendapat pakar
hukum Islam sebagai berikut : Hasanain Muhammad Makhluf ( ahli Fiqih
Mesir)11, operasi kelamin yang bersifat tashih atau takmil (perbaikan atau
penyempurnaan) diperbolehkan secara hukum bahkan dianjurkan jika
kelamin seseorang tidak memiliki lubang yang berfungsi untuk
pembuangan air seni, baik penis maupun vagina, maka operasi untuk
memperbaiki atau menyempurnakannya menjadi kelamin yang normal
hukumnya boleh dilakukan karena kelainan seperti ini merupakan suatu
penyakit yang harus diobati Menurut Prof Drs.Masyfuk Zuhdi (ahli Fiqih
Indonesia) orang yang lahir dengan alat kelamin tidak normal bisa
mengalami kelainan fsihis dan sosial, sehingga biasanya tersisih dari
kehidupan masyarakat normal serta mencari jalan sendiri, seperti
melacurkan diri, menjadi wanita atau melakukan homo seksual, padahal
perbuatan tersebut sangat dikutuk oleh Islam.

11
Mohammad Adib, “Tranplantasi Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tantang Kesehatan Ditinjau Dari Segi Pidana Dan Perdata,” Justicia Journal 5, no. 1 (Agustus 2016): 9.

8
Untuk menghindari hal ini, operasi perbaikan atau penyempurnaan
kelamin boleh dilakukan karena kaidah Fiqih. Artinya; Menolak bahaya
harus didahulukan diri pada mengupayakan manfaat. Maksudnya, upaya
untuk menghindari bahaya yang akan diakibatkan oleh kelainan kelamin
tersebut lebih baik dari pada mengusahakan suatu kemaslahatan, karena
menghindari atau menolak bahaya termasuk suatu kemaslahatan juga. Jadi
apabila seseorang mempunyai alat kelamin ganda, yaitu penis dan vagina,
maka untuk memperjelas dan mempungsikan salah satu alat kelaminnya, ia
boleh melakukan operasi untuk memiliki salah satu alat kelamin dan
menghidupkan /memfungsikan yang lainnya sesuai dengan keadaan bagian
dalam kelaminnya;
Misalnya, jika seseorang mempunyai penis dan vagina, sedang pada
bagian dalam kelaminnya ada rahim dan ovarium yang menjadi ciri khas
dan utama kelamim perempuan, maka ia boleh mengoperasikan penisnya
untuk memfungsikan vaginanya, dan dengan demikian mempertegas
identitasnya sebagai seorang perempuan, dan demikian sebaliknya.12
3. Bedah Plastik
Operasi plastik yang dilakukan dengan tujuan untuk pengobatan,
sesuai dengan sebuah hadist yang menganjurkan agar kamu sekalian
berobat, karena Allah tidak akan merubah nasib seseorang, kecuali dia
mau berusaha dan berdo’a
“Berobatlah kamu wahai hamba-hamba Allah SWT, karena
sesungguhnya Allah tidak meletakkan suatu penyakit kecuali Dia juga
meletakkan obat penyembuhannya, selain penyakit yang satu, yaitu
penyakit tua”. (Hadist riwayat Ahmad in hanbal, Al-Tirmidzi).
a. Operasi plastik yang dilakukan dalam keadaan dlorurot, karena jika
tidak dilakukan operasi maka akan terjadi efek lain yang lebih besar.
Sesuai dengan kaidah fiqih yaitu; Artinya: “Keadaan dlarurat itu
membolehkan (hal- hal) yang dilarang”.
12
Islam, U., Raden, N., & Palembang, F. (2016). Studi Perbandingan tentang Khunsa dengan
Transseksual dan Transgender (Telaah Pemikiran Ulama’ Klasik Dan Ulama’ Modern). Intizar, 20(2),
349–362. https://doi.org/10.19109/intizar.v20i2.437

9
b. Operasi plastik yang dilakukan akan membawa maslahat yang lebih
besar dari pada madlorotnya, sesuai dengan kaidah fiqih yang artinya:
“Menghindari kerusakan didahulukan atas menarik kemaslahatan”.
c. Operasi Plastik yang Dilarang dalam Hukum Islam.
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa Islam juga menetapkan hukum
pelaksanaan operasi plastik yang tidak diperbolehkan. Adapun operasi
plastik yang tidak diperbolehkan dalam Islam adalah:
a. Operasi plastik yang dilakukan berdasarkan hawa nafsu dan pamer,
karena apabila hal ini diperbolehkan maka akan menimbulkan rasa
angkuh dan sombong, sehingga dia akan beranggapan bahwa hidup itu
hanya sebagai tempat bersenang-senang tanpa peduli dengan masalah
yang akan timbul selanjutnya, karena masalah itu akan membawa
kerusakan pada dirinya sendiri. Padahal perbuatan tersebut dilarang
oleh Allah SWT yang tersebut dalam surat Al-Qashas ayat 77 yang
artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah SWT
kepadamu (kebahagiaan) negeri akherat, dan janganlah kamu
melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah SWT telah berbuat
baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan”.
b. Operasi plastik yang dilakukan pada orang yang telah sempurna
bentuk organ tubuhnya, karena hal ini sama saja merubah ciptaan
Allah SWT, karena merubah bentuk yang telah sempurna termasuk
berhias dengan perhiasan palsu sedangkan Allah melarangnya, karena
hal itu berbahaya dan merupakan kebiasaan wanita-wanita kafir,
sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-ahzab ayat 33 yang
artinya: “Dan hendaklah kamu tetap dirumahmu dan janganlah kamu

10
berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang
dahulu”.13

C. Hukum Islam Terhadap Tindakan Medis Transplantasi, Transgender


Dan Bedah Plastik
1. Transplantasi

Mengenai praktik transplantasi organ tubuh manusia terdapat


beberapa persoalan dan membutuhkan dasar hukum sebagaimana yang
disyariatkan Islam, persoalan-persoalan tersebut di antaranya ialah:
a. Transplantasi Donor dalam Keadaan Hidup/ Sehat
Tubuh merupakan titipan dari Allah dan manusia memiliki
wewenang untuk memanfaatkannya, sebgaimana harta. Allah
memberi wewenang kepada manusia untuk memilikinya dan
membelanjakan harta itu. Sebgaimana manusia boleh mendermakan
sebagian hartanya kepada orang lain yang membutuhkan, begitu pun
dengan mendermakan sebagian tubuhnya untuk orang yang
membutuhkan. Hanya saja tidak boleh mendermakan seluruh anggota
badannya, bahkan hingga mengorbankan dirinya untuk
menyelamatkan orang yang sakit dari kematian.14
Bahwa kebolehan untuk mendonorkan sebagian organ tubuh
kepada orang yang membutuhkan sifatnya muqayyad (bersyarat).
Sebab seseorang tidak boleh mendonorkan sebagian organ tubuhnya
yang justru akan menimbulkan dharar, kemelaratan, dan kesengsaraan
bagi dirinya atau bagi seseorang yang mempunyai hak tetap atas
dirinya.
Sebagaimana dalam kaidah hukumnya terhadap pendonor yang
masih hidup, yaitu:

13
Heniyatun, N. magfhiroh dan. (2015). The 2 nd University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189
KAJIAN YURIDIS OPERASI PLASTIK SEBAGAI IJTIHAD DALAM HUKUM ISLAM The 2 nd
University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189. (59), 119–129.

14
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer 2, 758.

11
“Menghindari kerusakan atau resiko lebih didahulukan daripada
meraih kemasahatan.”

“Bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya lainnya.”


Kaidah di atas menegaskan bahwa dalam Islam tidak dibenarkan
penanggulangan suatu bahaya dengan menimbulkan bahaya lain.
Bahwa seseorang harus lebih mengutamakan menjaga dirinya dari
kebinasaan, daripada menolong orang lain dengan cara mengorbankan
diri sendiri dan berakibat fatal. Sehingga tidak dapat melaksanakan
tugas dan kewajibannya, terutama dalam hal beribadah.15
Adapun masalah pencangkokan ginjal, apabila yang bersumber
dari manusia yang hidup ataupun sudah mati disepakati oleh
kebanyakan ulama hukum Islam tentang kebolehannya bila
dicangkokkan pada pasien yang dikatakan memang sangat
membutuhkannya. Hal in berdasarkan
Simposium Nasional II tentang “transplantasi organ” yang telah
ditandatangani oleh organisasi NU, Muhammadyah dan MUI tentang
kebolehan transplantasi organ dalam keadaan darurat dengan tujuan
menyelamatkan nyawa orang lain.
b. Transplantasi Donor dalam Keadaan Koma
Praktik transplantasi donor dalam keadaan koma hukumnya
tetap haram. Hal ini sama halnya dengan mempercepat kematian
(euthanasia). Maka tidaklah etis melakukan transplantasi organ dalam
keadaan sekarat. Sebagaimana seharusnya orang yang sehat berusaha
menyembuhkan orang yang sedang sekarat tersebut meskipun prediksi
dokter mengatakan orang yang koma tersebut sudah tidak memiliki
harapan lagi untuk sembuh.
15
Saifullah, “Transplantasi Organ Tubuh....”, 4.

12
c. Transplantasi Donor dalam Keadaan Meninggal
Islam memperbolehkan transplantasi donor dalam keadaan
meninggal secara yuridis dan klinis dengan beberapa syarat, di
antaranya:16 a) Resipien (penerima donor) berada dalam keadaan
darurat, yang mengancam jiwanya dan sudah menempuh pengobatan
secara medis maupun non medis, tetapi tidak membuahkan hasil; b)
Pencangkokan tidak akan menimbulkan komplikasi penyakit yang
lebih gawat bagi resipien dibandingkan dengan keadaannya sebelum
pencangkokan.
Hal ini berdasarkan kaidah fiqhiyyah “darurat akan
membolehkan yang diharamkan” dan “bahaya harus dihilangkan”.
Selain itu pula, harus ada wasiat dari donor kepada ahli warisnya
untuk menyumbangkan organ tubuhnya bila ia meninggal atau ada
izin dari ahli warisnya.
d. Transplantasi Donor Terhadap Orang Non-Muslim
Mendonorkan organ tubuh sama halnya dengan menyedekahkan
harta. Dalam melakukan pendonoran organ tubuh tidak hanya kepada
sesama umat muslim saja, akan tetapi dapat dilakukan pula terhadap
umat nonmuslim. Hal ini diperbolehkan dengan catatan tidak
memberikannya kepada kaum kafir harbi yang mana memerangi kaum
muslim dan orang murtad yang keluar dari agama Islam secara terang-
terangan. Karena, dalam pandangan Islam bahwa orang murtad berarti
telah mengkhianati agama dan umatnya sehingga berhak untuk
dihukum (dibunuh).17
Adapun sebaliknya bagi seorang muslim untuk menerima organ
tubuh non muslim pun diperbolehkan, dengan didasarkan pada dua
syarat: 1) organ yang dibutuhkan tidak bisa diperoleh dari tubuh

16
Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer ....., 127-128.

17
Saifullah, “Transplantasi Organ Tubuh ....”, 7.

13
seorang muslim, dan 2) nyawa muslim dapat melayang apabila
transplantasi tidak segera dilakukan.18
2. Transgender (Hukum dari pergantian kelamin)
Tidak hanya menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat,
operasi penggantian jenis kelamin juga dapat menimbulkan masalah
hukum bagi subjek yang melakukan operasi itu sendiri. Masalah hukum
yang paling umum timbul atau dipermasalahkan adalah mengenai hukum
waris. Dengan adanya pergantian kelamin yang dilakukan oleh seseorang,
maka secara langsung akan mempengaruhi kedudukannya dalam
pembagian harta warisan, terutama jika orang yang bersangkutan adalah
seorang muslim. Dengan bergantinya jenis kelamin seseorang dari pria
menjadi wanita ataupun sebaliknya maka kedudukan dan haknya sebagai
penerima waris juga akan berganti. Dalam hal ini, kejelasan mengenai
jenis kelamin seseorang sangat diperlukan. Jika terjadi kasus seperti yang
telah disebutkan di atas (seseorang yang memiliki alat kelamin ganda),
maka akan sulit ditentukan apakah ia memperoleh bagian warisan seperti
layaknya bagian pria atau wanita. Maka agar tidak terjadi kekeliruan,
operasi penggantian kelamin sebaiknya dilakukan. Untuk penyelesaian
hukumnya beberapa alternatif berikut ini:
Pertama: Masalah seseorang yang ingin mengubah jenis kelaminnya
sedangkan ia lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ kelaminnya
dan bagi perempuan yang dilengkapi dengan rahim dan ovarium, maka
pada umumnya tidak dibolehkan atau banyak ditentang dan bahkan
diharamkan oleh syariat Islam untuk melakukan operasi kelamin.
Ketetapan haram ini sesuai dengan keputusan fatwa Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional II tahun 1980 tentang
Operasi Perubahan/ Penyempurnaan kelamin. Menurut fatwa MUI ini
sekalipun diubah jenis kelamin yang semula normal kedudukan hukum
jenis kelaminnya sama dengan jenis kelamin semula sebelum diubah.

18
Abuddin Nata, Masail Al-Fiqhiyah ....., 94.

14
Para ulama fiqih mendasarkan ketetapan hukum tersebut pada dalil-
dalil diantaranya yaitu Hadits Nabi saw.: “Allah mengutuk laki-laki yang
menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Ahmad).
Oleh karena itu kasus ini sebenarnya berakar dari kondisi kesehatan mental
yang penanganannya bukan dengan merubah ciptaan Tuhan melainkan
melalui pendekatan spiritual dan kejiwaan (spiritual and psychological
therapy). Demikian juga dengan banyak kasus Transeksual dan
Transgender di Indonesia lebih banyak disebabkan oleh Gibtiah
Factor kesehatan mental yang penanganannya bukan dengan
merubah ciptaan Tuhan melainkan seharusnya melalui pendekatan
spiritual dan kejiwaan (spiritual and psychological therapy).
Kedua: Jika operasi kelamin yang dilakukan bersifat perbaikan atau
penyempurnaan dan bukan penggantian jenis kelamin. Maka pada
umumnya itu masih bisa dilakukan atau dibolehkan. Jika kelamin
seseorang tidak memiliki lubang yang berfungsi untuk mengeluarkan air
seni dan/atau sperma, maka operasi untuk memperbaiki atau
menyempurnakannya dibolehkan bahkan dianjurkan sehingga menjadi
kelamin yang normal karena kelainan seperti ini merupakan suatu penyakit
yang harus diobati.
Para ulama seperti Hasanain Muhammad Makhluf (tokoh ulama
Mesir) dalam bukunya Shafwatul Bayan12 (1987:131) memberikan
argumentasi hal tersebut bahwa orang yang lahir dengan alat kelamin tidak
normal bisa mengalami kelainan psikis dan sosial sehingga dapat tersisih
dan mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat normal serta kadang
mencari jalannya sendiri, seperti melacurkan diri menjadi waria atau
melakukan homoseks dan lesbianisme. Semua perbuatan ini dikutuk oleh
Islam berdasarkan hadits Nabi saw.: “Allah dan rasulnya mengutuk kaum
homoseksual” (HR.al-Bukhari). Guna menghindari hal ini, operasi
perbaikan atau penyempurnaan kelamin boleh dilakukan. Dalam kaidah
fiqih dinyatakan “Adh-Dhararu Yuzal” (Bahaya harus dihilangkan) yang
menurut Imam Asy-Syathibi menghindari dan menghilangkan bahaya

15
termasuk suatu kemaslahatan yang dianjurkan syariat Islam. Hal ini sejalan
dengan hadits Nabi saw.: “Berobatlah wahai hamba-hamba Allah! Karena
sesungguhnya Allah tidak mengadakan penyakit kecuali mengadakan pula
obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu penyakit ketuaan.” (HR. Ahmad)
Ketiga: Apabila seseorang mempunyai alat kelamin ganda, maka
untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan definitif salah
satu alat kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk ‘mematikan’ dan
menghilangkan salah satu alat kelaminnya. Misalnya, jika seseorang
memiliki alat kelamin pria dan wanita, sedangkan pada bagian dalam
tubuhnya ia memiliki rahim dan ovarium yang menjadi ciri khas dan
spesifikasi utama jenis kelamin wanita, maka ia boleh menghilangkan alat
kelamin prianya untuk memfungsikan alat kelamin wanitanya dan dengan
demikian mempertegas identitasnya sebagai wanita. Hal ini dianjurkan
syariat karena keberadaan zakar yang berbeda dengan keadaan bagian
dalamnya bisa mengganggu dan merugikan dirinya sendiri baik dari segi
hukum agama karena hak dan kewajibannya sulit ditentukan apakah
dikategorikan perempuan atau laki-laki maupun dari segi kehidupan
sosialnya. Dibolehkannya operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin,
sesuai dengan keadaan anatomi bagian dalam kelamin orang yang
mempunyai kelainan kelamin atau kelamin ganda, juga merupakan
keputusan Nahdhatul Ulama PW Jawa Timur pada seminar “Tinjauan
Syariat Islam tentang Operasi Ganti Kelamin” pada tanggal 26-28
Desember 1989 di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo Jawa
Timur.19
3. Bedah Plastik
Pandangan Hukum Islam terhadap pelaksanaan operasi plastik, para
responden mempunyai pandangan yang berbeda. Pendapat yang pertama
mengatakan bahwa pelaksanaan operasi plastik yang bertujuan untuk
mengembalikan fungsi organ tubuh yang rusak (cacat), baik cacat bawaan
19
Islam, U., Raden, N., & Palembang, F. (2016). Studi Perbandingan tentang Khunsa dengan
Transseksual dan Transgender (Telaah Pemikiran Ulama’ Klasik Dan Ulama’ Modern). Intizar, 20(2),
349–362. https://doi.org/10.19109/intizar.v20i2.437

16
atau sejak lahir maupun cacat yang diakibatkan karena kecelakaan atau
karena suatu penyakit tertentu yang didasarkan atas pengobatan dan
keadaan dlorurot dalam Hukum Islam diperbolehkan; hal ini sesuai dengan
Hadist Nabi Muhammad SAW riwayat Ahmad in hanbal, Al-Tirmidzi.
Akan tetapi jika operasi plastik yang bertujuan untuk memperindah bentuk
organ tubuh yang sempurna (normal) agar kelihatan lebih bagus dan lebih
menarik, dan bukan untuk menambah syukur kepada Allah SWT, maka
Islam melarangnya bahkan mengharamkannya. Pendapat dari para
responden tersebut sesuai dengan firman Allah SWT surat Al-Qashas ayat
77 dan surat Al-ahzab ayat 33.
Pendapat yang kedua, mengatakan bahwa semua pelaksanaan
operasi plastik, baik terhadap organ tubuh yang cacat maupun terhadap
organ tubuh yang sempurna (normal) adalah boleh, karena bertujuan untuk
memperbaiki bentuk organ tubuh agar menjadi kelihatan lebih bagus dan
menarik dari pada keadaan semula.
Berdasarkan pendapat dari para responden tersebut, penulis lebih
setuju dengan pendapat yang pertama, karena operasi plastik yang
bertujuan untuk mengembalikan fungsi organ tubuh yang rusak (cacat)
yang didasarkan pada pengobatan dan keadaan dlorurot serta untuk
mengurangi beban mental bagi orang yang menderita cacat, diperbolehkan
di dalam Islam, sesuai dengan Hadist Nabi Muhammad SAW yang
artinya: “Berobatlah kamu wahai hamba-hamba Allah, karena
sesungguhnya Allah SWT tidak meletakkan suatu penyakit, kecuali Dia
juga meletakkan obat penyembuhanya”. Hal ini juga sesuai dengan kaidah
fiqih yang menyatakan bahwa: “Keadaan dlorurot membolehkan (hal-hal)
yang dilarang”.
Adapun pelaksanaan operasi plastik yang bertujuan untuk
memperbaiki (memperindah) bentuk organ tubuh yang sempurna (normal)
agar kelihatan lebih bagus dan menarik, maka Islam melarangnya, karena
hal ini termasuk tindakan merubah ciptaan Allah SWT. Hal ini sesuai

17
dengan firman Allah SWT dalam Al-qur’an Surat An-nisa’ ayat 119 yang
artinya adalah:
“Saya benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan
membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan saya suruh mereka
(merubah ciptaan Allah SWT), lalu benar-benar mereka
merubahnya.Barang siapa menjadikan syaitan pelindung selain Allah
SWT, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata”.
Sesungguhnya Allah SWT telah menciptakan manusia dalam sebaik-
baik bentuk. Hal ini sesuai firman Allah SWT dalam Al-qur’an surat At-
tiin ayat 4, yang artinya: “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Pendapat yang kedua tersebut, yang mengatakan bahwa semua
pelaksanaan operasi plastik diperbolehkan, baik untuk memperbaiki
bentuk organ tubuh yang cacat maupun organ tubuh yang sempurna
(normal) agar menjadi lebih bagus dan menarik, penulis menganggap hal
tersebut menyimpang dari Hukum Islam, karena bertentangan dengan
perintah Allah SWT, yang melarang manusia untuk merubah dan merusak
ciptaan-Nya. Hal ini telah disebutkan dalam firman Allah SWT dalam
Alqur’an surat Al-qashas ayat 77 yang artinya:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah SWT
kepadamu (kebahagiaan) negeri akherat dan janganlah kamu merupakan
kebahagiaanmu (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang
lain) sebagaimana Allah SWT telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan”.20

20
Heniyatun, N. magfhiroh dan. (2015). The 2 nd University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189
KAJIAN YURIDIS OPERASI PLASTIK SEBAGAI IJTIHAD DALAM HUKUM ISLAM The 2 nd
University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189. (59), 119–129.

18
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Istilah transplantasi berasal dari bahasa Inggris transplantation, bentuk
noundari kata kerja to transplant, yang artinya pencangkokan (jantung kulit).
Sedangkan dalam kamus The Advanced Learner’s Dictionary of Current
English, A.S Homby dan Gatenby E.V., mengartikan tranplantasi dengan “to
move from one place to another” (memindahkan dari satu tempat ke tempat
lain).
Istilah Transgender muncul belakangan yaitu dikenal dengan
Transgender (Transgenderpeople): Some use transgender/transgender people
as a synonym for transsexual (s) or to refer to persons medically diagnosed
with gender dysphoria. Transgender (orang Transgender): Beberapa
penggunaan transgender/orang Transgendersebagai sinonim untuk transeksual
(s) atau untuk merujuk kepada orang-orang medis yang didiagnosis dengan
dysphoria gender
Operasi plastik berasal dari dua kata, yaitu “Operasi” yang artinya
“pembedahan” dan “Plastik” yang berasal dari empat bahasa yaitu, plasein
(Bahasa Kunonya), plastiec (Bahasa Belanda), plasticos (Bahasa Latin),
plastics (Bahasa Inggris), yang kesemuanya itu berarti “berubah bentuk”, di
dalam Ilmu Kedokteran dikenal dengan “plastics of surgery” yang artinya
“pembedahan plastik.”
B. Saran
Sebagai makhluk yang beragama, sudah seharusnya kita menerima fitrah yang
telah diberikan kepada allah dengan menjaganya bukan malah merubahnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Al-Anshari, Zakariya. Fath al-Wahhab Sharh Manhaj al-Tullab. Libanon: Dar al-
Fikr, 1998.

Aibak, Kutbuddin. Kajian Fiqh Kontemporer. Yogyakarta: TERAS, 2009.

Al-Nawawi, Yahya. Minhaj al-Talibin. Libanon: Dar al-Fikr, 1992.

Ebrahim, Abul Fadl Mohsin. Kloning, Eutanasia, Transfusi Darah, Transplantasi


Darah, dan Eksperimen Pada Hewan: Telaah Fikih dan Bioetika Islam.
Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2004.

Hasbi, Muhammad. “Transplantasi Organ Tubuh Manusia Dengan Organ Babi


Menurut Hukum Islam”. Watampone: STAIN Watampone.

Hanafi, Muchlis M. Alquran dan Isu-Isu Kontemporer II (Tafsir Alquran


Tematik), Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012.

20

Anda mungkin juga menyukai