Anda di halaman 1dari 2

Amsal 4:1-9

Rumahku, Sekolah Yang Pertama

Ada beberapa catatan mengenai perikop ini:


1. Ada banyak orang tua masih berpikir bahwa tugasnya hanya memberi makan
agar anak tidak kelaparan, memberi uang jajan agar ia tidak menangis,
memberi dia sekolah bagus agar dia bisa jadi dokter, mendapat pekerjaan
bagus dan hidup mapan kelak. Tapi, ternyata seorang anak tidak hanya
membutuhkan hal-hal yang lahiriah seperti itu. Jika dia hanya butuh
makan, pakaian dan rumah saja, maka tidak ubahnya seperti kita
memelihara hewan (maaf), yang hanya butuh makan dan kandang saja. Tapi
anak-anak tidak seperti itu. Mereka adalah buah kasih orang tua, manusia
kecil yang perlu dididik jadi dewasa. Dan, seperti kita, mereka bukan hanya
punya tubuh, tapi juga punya jiwa dan roh yang mesti bertumbuh dan
menjadi penuh. Dengan demikian, ada kebutuhan untuk membuat anak-
anak ini bertumbuh bukan hanya menjadi manusia yang cerdas akalnya,
atau sehat badannya, tapi juga kuat imannya dan bijak dalam menghadapi
hidup. Nah, pola mendidik seperti ini, adalah sebuah proses bukan cuma
buat anak tapi juga orang tua. Karena menjadi orang tua yang cakap
mengasuh anak sungguh-sungguh tidak mudah. Banyak yang gagal
melakukannya.
2. Salomo mengatakan dalam Ayat 1b, “Dengarlah, hai anak-anakku, didikan
seorang ayah”. Hal ini menunjukan adanya kedekatan hubungan Salomo
dengan orang yang di nasehatinya. Seperti seorang bapa menasehati
anaknya. Kata “anakku dan ayah” dalam konteks ini, memiliki bentuk umum
yang berarti  bukan menunjuk kepada anak kandung, melainkan kepada tiap
anak yang menerima nasihat ini. Salomo menasehatkan untuk mendengar
didikannya yang tentu didikan yang dimaksud adalah didikan yang
dikehendaki Allah, bukan didikan yang dikehendaki dunia.
3. Kata dengar dalam Amsal ini (ayat 1b) memiliki arti khusus yakni
menyimak. Jika sekedar mendengar maka tanpa perlu memberi perhatian.
Tetapi menyimak adalah mendengar dengan penuh perhatian. Mendengar
dalam arti menyimak, berarti memberi perhatian dan mengapresiasi, juga
mendengar untuk melakukan. Jadi, aktif untuk menyimak, tetapi juga aktif
melakukan apa yang disimak. “Dengar” dalam Amsal ini sangatlah penting
dalam pendidikan di Israel, baik dirumah atau keluarga maupun di sekolah.
Bapa dan mama (orang tua) di rumah, di sebut sebagai sang guru yang
mendidik anak-anak atau murid-murid.
4. Dalam kitab Amsal, “telinga” digunakan bukan saja untuk pendengaran,
tetapi juga untuk kepatuhan. Karena itulah “mendengar” tidak hanya berarti
mendengar, tetapi juga kepatuhan melakukan didikan. Anak atau murid
memusatkan perhatian dan pendengaran pada hikmat termasuk menaati dan
melakukan yang didengar telinga. Kata “dengarkanlah dan perhatikanlah”
menekankan agar anak-anak dalam keluarga atau murid-murid di sekolah
menggunakan telinga mereka untuk memperhatikan dan menaati dengan
sungguh-sungguh didikan sang guru hikmat.
5. Pada masa pandemik Covid 19 ini, salah satu kebijakan pemerintah kepada
sekolah dan peserta didik adalah belajar dari rumah. Banyak orang tua
mengeluh karena mereka tidak sanggup untuk memimbing anak-anak
dengan materi pembelajaran dari pihak sekolah. Memberikan
pembelajaran/didikan bukan saja tentang mendidik dengan materi dari
pihak sekolah, tetapi yang paling terpenting adalah didikan iman dan
karakter dari orang tua kepada anak. Bagaimana memberikan didikan iman
dan karakter yang baik kepada anak, jika orang tua setiap hari dalam rumah
berkelahi, menunjukkan cacian dan hal-hal buruk? Kadang juga para orang
tua mempersalahkan para guru jika anak mereka nakal atau tidak
berprestasi di sekolah. Kita orang tua harusnya adalah pihak pertama yang
bertanggung jawab jika anak-anak kita bertumbuh dengan iman dan
karakter yang buruk. Karena itu, sikap yang harus kita sebagai orang tua
tunjukkan kepada anak-anak, adalah mempraktekkan iman dan karakter
yang baik setiap hari kepada mereka.
6. Sebagai orang tua kita memiliki tantangan yang berat di masa sekarang ini,
untuk mendidikan anak-anak kita di zaman globalisasi, khususnya terkait
era digital. Digital yang dimaksud itu adalah media sosial atau medsos.
Khususnya internet, Facebook, WA dan lain-lain. Di dalam internet, anak-
anak bisa melihat aksi kekerasan fisik, seksual, dan sejumlah kejahatan
lainnya. Jika para orang tua tidak mendidik secara baik anak-anaknya, tidak
mengarahkan penggunaannya untuk arah yang baik, maka anak-anak akan
terjerumus dalam dosa yang besar. Karena itu, untuk mengantisipasinya,
maka perlu ada disiplin rohani yang kuat dalam mendidik anak-anak dan
dalam menata masa depan sebagai anak-anak. Disiplin rohani itu dimulai
dari sikap doa bersama di dalam keluarga. Mulailah dengan secara disiplin,
mengajak anak-anak untuk setiap malam ada di dalam suasana doa bersama
dan membaca alkitab; terus menerus. Supaya anak-anak lebih mencintai
doa, firman Tuhan dan iman kepada Tuhan, dan bukan lebih media sosial.
7. Terakhir, ayat 9 menyebutkan karangan bunga dan mahkota. 2 benda ini
adalah jenis perhiasan yang mana jika dikenakan akan mempercantik
seseorang yang mengunakan. Sama seperti sekarang ini, topi, anting, rantai,
arloji dan lain sebagainya.
Jika anak menggunakan perhiasan, maka anak tersebut (juga orang tua)
akan bangga karena ia akan dipuji dan elok dipandang. Karena itu,
lengkapilah anak-anak kita, didiklah anak-anak kita dengan didikan hikmat
yang benar dari Sang Sumber Hikmat, agar dikemudian hari, mereka akan
elok dipandang, dipuji dan tentu kita sebagai orang tua pun turut bangga
dan bersyukur.
Roh Kudus Menolong Kita.

O’Oylah-Kokar, 12 Juli 2020

Anda mungkin juga menyukai