Persiapan Ibadah
Penatua yang bertugas mengumumkan kepada jemaat bahwa dalam kebaktian minggu
sengsara pertama ini disatukan dengan ibadah peneguhan hati dan syukur pasca
bencana Pukuafu dan mempersilahkan umat berdiri. Kemudian mempersilahkan Solo
memperdengarkan pujian pengatar suasana menuju ibadah.
Sementara itu majelis Jemaat, bersama dengan pemimpin ibadah yang didampingi
semua pendeta yang bertoga hitam dan putih masuk ke dalam gedung kebaktian. Tiga
orang Majelis Jemaat yang berjalan paling depan membawa masing-masing: Alkitab,
sebatang salib, dan sebatang liling simbol perayaan Sengsara Pertama. Lilin dan Salib
ditempatkan di meja yang sudah tersedia. Sedangkan Alkitab diserahkan kepada
pemimpin ibadah. Pada waktu itu Majelis Jemaat yang menyerahkan Alkitab berkata:
1
Umat duduk kembali
Doa
Pendeta: Engkau Tuhan, yang tidak ingin tetap ada sebagai Allah, tapi bersedia
menjadi hina dan rendah seperti kami.
Engkau Tuhan, yang tidak segan mengosongkan diri menjadi hamba,
meskipun sesungguhnya Engaku adalah penguasa semesta.
Engkau Tuhan, yang meskipun adalah terang, berkenan untuk masuk
dalam kegelapan karena dosa dan pemberontakan kami.
Engkau Tuhan, yang adalah sumber hidup, tetapi mau masuk dalam
kematian yang mencekam, berjalan bersama kami menelusuri lembah
bayang-bayang maut.
Karuniakanlah kami hikmat, supaya kami mengerti betapa besarnya
kasihMu. Kasih yang menerobos masuk dalam hati kami. Kasih yang
mendampingi kami, juga pada saat-saat kami menghadapi kekalutan dan
kematian. Buatlah kami mengerti bahwa pengalaman-pengalaman
penderitaan yang kami jalani bukan sebuah nasib, tetapi satu anugerah.
Kami akan melangkah tapak demi tapak, di atas jejak yang Yesus pernah
lalui menuju ke Golgota. Untuk itulah sekarang kami ada di sini untuk
mulai ziarah itu. Kaki kami lemah dan rapuh. Kami tidak akan kuat
berjalan sendiri. Peganglah kami, dan dukunglah kami. Amin!
PS atau VG:
Pengakuan Dosa
Pendeta: Sebelum kita masuk dalam persekutuan dengan Tuhan di dalam Roh
untuk mengutarakan duka-nestapa serta harapan dan asa kita, baiklah
kita berteduh diri sejenak untuk membuka dosa dan aib kita sebagai tanda
perendahan diri di hadapan Allah. Mari kita berdoa:
Pendoa 1: Tuhan! Engkau Bapa Yang Mahakuasa. Sejak semula Engkau bekerja
untuk memberi hidup dan menyelamatkan kehidupan dari berbagai
ancaman dan bahaya. Kami tahu bahwa bencana dan derita yang kami
alami, bukan datang dari Tuhan. Tapi waktu kami memeriksa diri kami
menemukan bahwa banyak kali kamilah yang justru membuka peluang
sehingga timbul banyak bencana. Lalu dalam kekalutan kami balik
mempersalahkan Dikau. Dalam ketidak-berdayaan kami menista Tuhan
dengan kata-kata keji, kami memberontak kepadaMu dengan sikap-sikap
dursila. Tuhan! Kalau Engaku melihat pikiran seperti itu terlintas di benak
kami, keluar dalam kata-kata kami, dan terwujud dalam sikap kami, waktu
ayah dan ibu kami, atau kakak dan adik kami meninggal dalam bencana
itu, kami mohon kepadaMu: “Ampunilah kami ya Tuhan!”
2
sebagai orang-orang ceroboh yang lebih mengutamakan uang dibanding
nyawa manusia. Tuduhan kami pastilah menyakitkan hati para pengelola
itu. Padahal Engkau tahu niat baik mereka untuk melayani sesama
manusia. Engkau tahu siapa yang lalai dan bertindak ceroboh. Engkau
mengetahui pikiran kami dari dalam. Tuhan! Kalau kami sudah saling
menyakiti, dengan kata-kata kami, dengan komentar dan penilaian negatif
bahkan dengan keputusan-keputusan yang keliru. Sekarang kami mohon:
“Ampunilah kami, ya Tuhan.”
Pendeta: “Tuhan, Berilah kami hati, pikiran dan hidup yang baru. Supaya sesudah
ibadah ini, kami siap untuk berdamai dan hidup kembali sebagai satu
bangsa, sesama saudara, agar menata kembali hidup yang porak-
poranda akibat bencana itu. Kami mohon kepadaMu:
Nyanyian Bersama:
Bacaan Meditatif
3
Umat: Menyanyikan Nyanyikanlah Kidung Baru 19:1 dan 3.
4
Umat: Kami tersungkur sekarang di hadapan firmanMu. Bicaralah dengan kami.
Kuatkanlah kami, teguhkanlah hati kami, dengan kebenaranmu.
Pendeta: Tuhan, bukanlah mata, telinga dan hati kami. Datanglah sekarang.
Tinggallah dalam kami.
Umat: Persiapkanlah ruang dalam hidup kami, untuk firmanMu bertahta. Supaya
kami layak untuk berdiam dalam kerajaanMu.
Semua: Amin!
Pendeta: Membacakan bagian Alkitab yang jadi dasar pemberitaan Firman. Setelah
membaca ia berkata: “Demikianlah sabda Tuhan!
Khotbah
Pngkbh: Menyampaikan khotbah
Umat: Menyanyikan KJ. 54: 4
(sambil berdiri)
Hari itu, Selasa 31 Januari 2006. Seluruh rakyat Indonesia, termasuk warga NTT dan
penduduk Kota Kupang berlibur. Bersama rekan sebangsa yang muslim bangsa kami
merayakan tahun baru Hijriah ke 1427. Tetapi di Laut tidak libur. Kapal Motor Citra
Mandala Bahari berlayar dari Rote ke Kupang. Jam 5.00 sore, kapal itu balik ke Rote
dengan membawa penumpang resmi sebanyak 82 orang dengan muatan yang cukup
banyak. Laut tenang. Pandangan mata semua penumpang tertuju ke Rote diiringi doa
dan lambaian tangan keluarga dan kerabat yang mengantar sampai ke pelabuhan.
5
“Sampai bertemu kembali, di kali yang akan datang.” Begitu kira-kira pesan dan salam
yang diucapkan dari hati dan bibir.
(Sambil LCD memperlihatkan gambar KM Citra Mandala Bahari yang sedang bertolak
dari pelabuhan Bolok).
Tak disangka, di selat Pukuafu, badai datang dan laut mengamuk. Kapal itu diporak-
porandakan, lalu tenggelam ke dasar samudra. Tua-muda, laki-laki perempuan, dewasa
dan kanak-kanak terapung-apung di samudra yang dingin. Semua orang menjerit,
menunggu datangnya pertolongan.
Pada saat petugas yang disiapkan untuk meratap dan berteriak panik dalam ekspresi
budaya NTT memecahkan keheningan. Lalu berangsur-angsur PS atau Solo
menyanyikan lagu “Di tengah Ombak”
Sambil lagu ini dinyanyikan para pendeta melakukan prosesi. Setelah semua selesai,
pengkhotbah turun dari mimbar dan bergabung dengan pendeta bertoga lainnya, berdiri
agak ke depan.
Pengkhotbah:
Saudara-saudaraku, 124 orang korban tenggelamnya kapal Citra Mandala Bahari
selamat dari tengah laut. 36 lainya meninggal dunia, dan 78 orang belum diketahui
nasibnya. Nama-nama mereka terdaftar dalam tayangan di layar LCD. Salib ini
menunjuk pada duka kita terhadap 36 korban yang meninggal dunia. Mereka sudah
menjalani kematian seperti yang dialami Kristus. Lilin yang menyala ini menandakan
rasa syukur kita bersama 124 yang tertolong oleh tim SAR. Biarlah sisa hidup mereka
bisa menjadi terang sebagai kesaksian akan penyelamat dari Allah. Setangkai mawar
merah adalah mengekspresikan rasa cinta kita terhadap 78 orang yang hilang di laut.
Meskipun kita tidak tahu di dasar samudra yang mana jasad mereka tersangkut, tetapi
kita percaya, bahwa seperti bunga ini, mereka hidup sebagai manusia kesukaan Tuhan,
dan dalam matinya pun mereka dirangkulNya dengan hangat.
Karena keyakinan ini, mari kita mengangkat hati kepada Tuhan. Kita minta kekuatan
dan hikmat dari atas di sang Bapa, pencipta, pemelihara dan penyelenggara kehidupan,
untuk menolong kita mengerti dan kuat menghadapi bencana yang dahsyat itu. Untuk
itu mari kita berdoa:
6
Isi doa disiapkan sendiri oleh pengkhotbah.
Selesai doa Pengkhotbah melanjutkan.
Kita berbagi duka, agar nestapa itu menjadi ringan dan dapat ditanggung bersama,
mari, kita mendekat ke tempat ini untuk menyalakan lilin bagai saudara-saudari kita
yang meninggal dan hilang.
Sambil lilin-lilin dinyalakan umat menyanyikan lagu berikut ini dipandu oleh solois dan
organis.
Umat: Tuhan adalah Allah yang maha hadir, dan maha melihat.
Di gunung, waktu kami tersesat dalam rimba raya
SuaraNya, memandu kami keluar dari keputus-asaan.
Di lembag, waktu kami terperangkap dalam jurang yang dalam
TerangNya menunjukan kepada kami jalan keluar.
Di laut, waktu datang badai dan tofan, angin dan samudra mengamuk
KasihNya yang hangat menyelimuti kami.
Tulang dan jasad orang-orang yang meninggal di samudra,
Ia kenal dan kumpulkan untuk menanti kebangkitan orang mati.
Di udara, waktu semesta yang luas mengentarkan kami
Firmannya tetap menyapa kami.
Kami percaya, baik di darat maupun di laut.
Di udara maupun di jurang yang dalam
7
Pada waktu hidup, maupun ketika kami mati
Kasih Tuhan tidak beranjak dari kami.
Segala benua dan langit penuh, dengan bunyi nama yang sangat merdu
Penghiburan orang berhati penat, pengharapan orang yang sudah sesat
Nama itu suci, kudus. Siapa belum mengenal penebus?
Sesungguhnya Yesus yang layak benar, dibri nama itu kudus dan besar
Yang oleh sengsara kematianNya, membri keampunan dan damai baka
Nama itu suci, kudus. Siapa belum mengenal penebus?
Doa Syafaat
Pendeta: Menyampaikan doa syafaat
(umat berdiri)
Umat: Menyanyikan KJ: 409:1 dan 3: Yesus Kau Nahkodaku
Saat menyanyikan ayat ke-tiga, semua pendeta yang menggenakan toga berbaris di
depan mimbar untuk penumpangan tangan saat berkat diucapkan
8
Berkat