Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA

MATA KULIAH : TEKNIK LABORATORIUM KIMIA ORGANIK

DOSEN PENGAMPU : Nora Susanti, S.Si.,M.Sc., Apt

Ekstraksi Senyawa Aktif Pada Lada Putih Menggunakan Metode Maserasi

OLEH :

KELOMPOK IV (EMPAT) :

1. ANGGITA L. SITORUS (4193210007)


2. CINDY (4192510012)
3. EFI FEBIOLA SIBURIAN (4192510004)
4. INDIRA AVIZA (4193210006)
5. RIKO A. TARIGAN (4193210003)
6. JUNALDO ANDREAS PARDEDE

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
I. JUDUL PERCOBAAN : Ekstraki Senyawa Aktif Pada Lada Putih Menggunakan
Metode Maserasi
II. TUJUAN PERCOBAAN :
1. Mengetahui zat atau kandungan yang akan dipisahkan selama proses maserasi
2. Mengetahui hasil maserasi lada putih
3. Mengetahui fungsi penggunaan etanol sebagai pelarut pada saat maserasi

III. TINJAUAN TEORITIS

Lada disebut juga merica atau sahang, yang mempunyai nama Latin Piper Albi Linn
adalah sebuah tanaman yang kaya akan kandungan kimia, seperti minyak lada, minyak lemak,
juga pati. Lada bersifat sedikit pahit, pedas, hangat, dan antipiretik. Tanaman ini sudah mulai
ditemukan dan dikenal sejak puluhan abad yang lalu. Pada umumnya orang-orang hanya
mengenal lada putih dan lada hitam yang sering dimanfaatkan sebagai bumbu dapur. Lada
merupakan produk pertama yang diperdagangkan antara Barat dan Timur. Pada abad
pertengahan tahun 1.100 – 1.500 M, perdagangan lada memiliki kedudukan yang sangat
penting. Pada waktu itu lada digunakan sebagai alat tukar dan mas kawin, selain untuk
keperluan rempah-rempah (Suminto dan Reza, 2018 )

Lada merupakan komoditas yang paling banyak digunakan oleh masyarakat di dunia
sebagai bumbu masak. Selain itu juga lada dapat diolah menjadi lada bubuk (black pepper),
lada putih (white pepper), saus lada hitam (black pepper sauce), lada hijau kering (dehydrated
green pepper), lada hijau kering yang dibekukan (freeze dried green pepper), lada beku
(frozen pepper), dan masih banyak lagi. Selain sebagai rempah, lada juga banyak
dimanfaatkan dalam bidang kesehatan sebagai bahan baku jamu, karena memiliki banyak
khasiat antara lain untuk memperbaiki sistem pencernaan, melancarkan peredaran darah,
menurunkan kadar kolesterol, sebagai anti oksidan dan anti kanker, juga untuk menurunkan
fertilitas dan sebagai anti spermatogenik pada tikus ( Sulhatun, dkk,2013 ).

Lada mengandung berbagai metabolit sekunder yang memiliki banyak manfaat bagi
kesehatan ataupun penyembuh penyakit. Kandungan kimia utama lada yaitu karbohidrat,
protein, tannin, fenol, flavonoid, alkaloid, antrakuinon, amida fenolat, dan asam fenolat.
Selain itu, kandungan kimia lain dalam lada adalah saponin, minyak atsiri, kavisin, resin,
amilum, piperilin, piperolein, poperanin, piperonal, dihidrokarveol, kanyofillene oksida,
kariptone, karoten, kriptoxantin, zeaxantin, likopen, dan minyak lada ( Damanik, dkk, 2020 ).

Lada mengandung senyawa utama piperin. Banyaknya kandungan kimia dalam lada
juga memberikan berbagai manfaat farmakologis bagi tubuh. Pada beberapa penelitian
menyebutkan bahwa ekstrak lada memiliki efek farmakologis yaitu antibakteri, anti asma,
antiinflamasi, analgesik, antioksidan, antihipertensi, antikonvulsi, antikanker, melancarkan
pencernaan, melonggarkan saluran pernapasan, dan lain-lain. Untuk mengisolasi metabolit
sekunder aktif dari tanaman dapat menggunakan berbagai metode ekstraksi ( Damanik, dkk,
2020 ).

Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan
dengan bantuan pelarut. Ekstraksi adalah proses pemisahan komponen-komponen dalam
larutan berdasarkan perbedaan kelarutannya. Faktor– faktor yang mempengaruhi laju
ekstraksi adalah tipe persiapan sampel, waktu ekstraksi, jumlah sampel, suhu, dan jenis
pelarut. Selama proses ekstraksi, bahan aktif akan terlarut oleh zat penyari yang sesuai sifat
kepolarannya. Metode ekstraksi adalah salah satu optimasi yang bisa dilakukan untuk
menghasilkan kandungan metabolit sekunder utama. Banyaknya zat yang dapat tersari dapat
dilihat dengan optimasi metode ekstraksi sehingga perlu dilakukan penelitian untuk
membandingkan kandungan metabolit sekunder aktifpada ekstrak rimpang kunyit dengan
metode maserasi dan remaserasi ( mukhriani, 2014 ).

Metode ekstraksi yang sering digunakan adalah maserasi, remaserasi, soxletasi, refluks
dan perkolasi. Metode ekstraksi yang sering digunakan dalam penelitian adalah maserasi dan
remaserasi. Alasan metode tersebut sering digunakan adalah perlakuan lebih sederhana karena
tidak membutuhkan perlatan yang mahal, kandungan kimia dalam simplisia yang akan
ditarikaman karena tidak menggunakan pemanasan. Kondisi percobaan seperti waktu
ekstraksi, jenis pelarut dan sampel pelarutakan mempengaruhi efektivitas proses ekstraksi.
Kandunganmetabolit sekunder utama didapatkan dengan cara melakukan optimasi dalam
proses pembuatan ekstrak ( Harborne, 1987 )

Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan. Cara ini
sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri. Metode maserasi dapat menghindari
rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat termolabil. Maserasi dilakukan dengan memasukkan
bubuk tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu
kamar. Pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi senyawa bioaktif pada temulawak salah
satunya adalah etanol. Etanol merupakan pelarut organik dengan polaritas medium dengan
sifat mudah menguap. Etanol merupakan pelarut paling aman karena tidak beracun ( Sarwono,
2006 )

Teknik maserasi dilakukan dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
suhu ruang. Keuntungan cara ini mudah dan tidak perlu pemanasan sehingga kecil
kemungkinan bahan alam menjadi rusak atau terurai. Pemilihan pelarut berdasarkan kelarutan
dan polaritasnya memudahkan pemisahan bahan alam dalam sampel. Pengerjaan metode
maserasi yang lama dan keadaan diam selama maserasi memungkinkan banyak senyawa yang
akan terekstraksi . Proses ekstraksi lainnya dilakukan dengan cara pemanasan, refluks yaitu
ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dengan jumlah
pelarut terbatas yang relatif konstan dan adanya pendingin balik. Ekstraksi dapat berlangsung
dengan efisien dan senyawa dalam sampel secara lebih efektif dapat ditarik oleh pelarut
(Susanti dan Bachmid, 2016).

Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam proses maserasi yaitu waktu
maserasi.Semakin lama waktu maserasi yang diberikan maka akan menjadi semakin lama
kontak antara Pelarut dengan bahan yang akan memperbanyak jumlah sel yang pecah dan
bahan aktif yang terlarut. Kondisi ini akan terus berlanjut hingga tercapai pada saat kondisi
kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam bahan dengan konsentrasi yang terdapat
pada suatu senyawa yang terlarut(Chairunnisa, et al., 2019).

IV. ALAT DAN BAHAN


4.1. Alat
No. Nama Alat Spesifikasi Jumla
h
1. Batang pengaduk - 1 buah
2. Neraca analitik Max 150 gram 1 buah
3. Beaker glass 250 ml 1 buah
4. Spatula - 1 buah
5. Pipet tetes - 1 buah
6. Kaca arloji - 1 buah
7. Bunsen - 1 buah

4.2. Bahan
No. Nama Bahan Rumus Konsen Warna Wujud Jumlah

kimia trasi
1. Etanol C2H5O 96% Bening Cair
H
2. Merica - - Putih Serbuk 25 gram
padat
3. Reagen meyer HgI4K2 - bening Cair
3 tetes
V. PROSEDUR KERJA

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan Pembahasan

Merica adalah salah satu rempah yang ada di Indonesia. Merica memiliki
beragam nama di berbagai daerah, salah satunya di Sumatera merica sering disebut
lada. Merica memiliki nama latin Piper Nigrum L. Merica banyak digunakan sebagai
tambahan untuk masakan ataupun tambahan atau campuran jamu tradisional karena
memiliki khasiat dan aroma yang khas. Kandungan terbesar yang terdapat dalam
merica adalah piperina yaitu sekitar 5-9% dan isomer kavisin, minyak atsiri, minyak
lemak dan pati. Alkaloid adalah salah satu metabolite sekunder yang tersebar dalam
tumbuh-tumbuhan. Alkaloid bersifat basa dan mengandung satu atau lebih atom
nitrogen. Alkaloid dalam tumbuhan dapat digunakan untuk pengobatan. Salah satu uji
skrinning fitokimia adalah identifikasi alkaloid.

Pada percobaan ini dilakukan uji skrining fitokimia merica. Sampel yang
digunakan adalah merica. Merica terlebih dahulu dipreparasi dengan cara dikeringkan
kemudian diblender hingga halus lalu disaring. Merica bubuk yang telah diperoleh
kemudian di maserasi dengan larutan etanol. Maserasi adalah salah satu cara ekstraksi
dengan melakukan perendaman terhadap sampel dengan menggunakan pelarut polar.
Maserasi dilakukan dengan merendam 50 gram merica bubuk dengan 100 mL etanol
di dalam gelas kimia kemudian diaduk dan ditutup dengan aluminium foil dan
disimpan di laci untuk menghindari adanya cahaya (oksidasi). Larutan tersebut
dibiarkan selama 24 jam. Penggunaan etanol 96% sebagai cairan penyari dikarenakan
etanol lebih selektif, dapat mencegah tumbuhnya kuman, absorbansi yang tinggi,
panas yang digunakan untuk pemekatan lebih sedikit. Keuntungan ekstraksi dengan
maserasi adalah penggunaan alat dan bahan yang lebih sederhana dan dapat digunakan
pada sampel yang tidak tahan panas. Larutan merica yang direndam selama 24 jam
kemudian di saring menggunakan kertas saring kemudian dilanjutkan dengan uji
skrining alkaloid dengan pereaksi mayer.

Pereaksi mayer dibuat dengan cara yaitu larutan Pereaksi Mayer Raksa (II)
klorida sebanyak ,4 gram dilarutkan dalam air suling hingga mencapai 60 mL. Pada
wadah yang lain, ditimbang 5 gram kalium iodida dandilarutkan dalam 10 mL air
suling. Kedua, larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga volume 100
mL.

Saat perlakuan uji skrining alkaloid yang di lakukan dengan cara mencapurkan
hasil saringan dari merica yang telah dilakukan maserasi dan pereaksi mayer untuk
mendapatkan kandungan metabolit sekunder yang terkandung dari merica tersebut.
Kandungan metabolit sekudernya yaitu alkaloid yang terdapat pada piperin merica.
Piperin merupakan salah satu alkaloid golongan piridin-piperidia yang terkandung
dalam merica. Setelah penyaringan akan didapat sebanyak 5ml pada erlenmeyer
larutan merica yang telah halus lalu dipindahkan sebanyak 2,5 ml larutan merica yang
bersih ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan beberapa tetes mayer , lalu di
dapatkan hasil endapan putih pada larutan merica tersebut yang menandakan merica
tersebut mengandung senyawa aktif dari metabolit sekunder berupa alkaloid . Dimana
pada merica tersebut alkaloidnya adalah piperin. Piperin merupakan salah satu alkaloid
golongan piridin-piperidia yang terkandung dalam merica. Piperin pertama diisolasi
oleh Oersted pada tahun 1819. Piperin memiliki pemeriaan berupa kristal bentuk
jarum, warna kuning, tidak berbau, berasa pedas, hampir tidak larut dalam udara (40
mg dalam IL air pada suhu 18°C) dan petroleum eter. Larut dalam etanol-asam cuka,
benzena dan kloroform .

Kavisin merupakan konten yang bertanggung jawab terhadap rasa pedas dan
merupakan isomer basa dari piperin (C17H19NO3). Kavisin berada bersama-sama
dengan isomer trans, transnya yaitu piperin dengan kandungan yang jauh lebih besar.
Piperin berasa pedas hingga pengenceran 1: 200.000. Jarak lebur piperin antara 129-
130 °Celcius. Piperin sedikit larut dalam air, larut dalam 15 bagian alkohol atau 36
eter, bila dikecap mula mula tak berasa lama terasa tajam tajam menggigit . Piperin
memiliki sifat sebagai antiseptik, yang digunakan untuk memperlambat perkembangan
penyakit. Piperin juga memiliki potensi terhadap infeksi malaria dan bersifat sebagai
insektisida .

Efek yang tidak diinginkan dari piperin adalah senyawa piperin dalam udara
yang diyakini bersifat mulagenik dan karsin selain itu dapat memicu regenerasi sel-sel
hepar secara agresif .

Sementara Alkaloid merupakan suatu metabolit sekunder yang tersebar dalam


tumbuh tumbuhan. Pada saat ini telah dikenal lebih dari alkaloid S500. Tidak ada
salu definisi yang memuaskan untuk golongan alkaloid karena bukan merupakan
sekelompok senyawa yang homogen bila ditinjau dari segi kimia, biokimia, maupun
fisiologis. Pada umumnya senyawa alkaloid yang bersifat basa mengandung satu alau
lebih atom nitrogen, biasanya gabungan alau sebagai bagian dari sistem siklis.
Alkaloid sering beracun bagi manusia, dan banyak

Pada umumnya senyawa alkaloid yang bersifat basa mengandung satu alau
lebih atom nitrogen, biasanya gabungan atau sebagai bagian dari sistem siklis.
Alkaloid sering beracun bagi manusia, dan banyak

memiliki aktivitas yang menonjolkan aktivitas yang digunakan secara luas


dalam pengobaian . Alkaloid paling banyak mengandung satu alom nitrogen, tetapi
beberapa diantaranya seperti ergometrin, kafein dan fisostigmin mengandung lebih
dari salu atom nitrogen dan atom nitrogen tersebut terdapat sebagai amin primer dan
amin sekunder. Pada atom nitrogen tersebut terdapal pasangan- elektron bebas. Oleh
karena itu alkaloid bersifat basa, letapi derajat kebasaannya sangat beragam tergantung
pada struktur molekul dan adanya gugus fungsional lainnya. Karena sifat basa
alkaloid tersebut dapat bereaksi dengan asam mineral kuat membentuk garam yang
larut dalam udara .

Berikut Hasil berupa gambar dari praktikum ini :

Hasil penyaringan merica didapat kurang. Ampas atau residu dari larutan merica

lebih 5 ml
Ditambahkan 2,5 ml hasil saringan larutan merica dan ditambahkan beberapa tetes regen
mayer dan didapat endapat putih( mengandung alkaloid)

VII. KESIMPULAN
1. Zat atau kandungan yang akan dipisahkan selama proses maserasi pada lada putih
yaitu kandungan metabolit sekundernya, yang diantaranya yaitu piperin, piperanin dan
alkaloid.
2. Hasil maserasi lada yaitu terdapat filtrate berwarna keabuan dan terdapat larutan
kuning dengan endapan putih seelah dipanaskan
3. Fungsi penggunaan etanol sebagai pelarut saat maserasi yaitu karena etanol dapat
melarutkan semua metabolit yang terkandung di dalam suatu sampel. Pelarut etanol
merupakan pelarut yang dapat melarutkan senyawa dari yang kurang polar hingga
polar karena memiliki dua sisi yang terdiri dari gugus -OH yang bersifat polar dan
gugus CH2CH3 yang bersifat non polar. Prinsip dasar dari ekstraksi adalah like
dissolves like dimana kelarutan suatu senyawa pada pelarut didasari dari kesamaan
polaritas antara pelarut dengan senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa akan terlarut
dan terekstrak dengan baik apabila pelarut yang digunakan memiliki tingkat kepolaran
yang sama. Maka dari itu, pelarut etanol dapat melarutkan senyawa metabolit sekunder
lebih maksimal karena memiliki dua sisi yang dapat melarutkan senyawa dari yang
kurang polar hingga polar.

DAFTAR PUSTAKA
Chairunnisa, S., Wartini, M.N., Suhendra,L. (2019). Pengaruh Suhu Dan Waktu Maserasi
Terhadap Karakteristik Ekstrak Daun Bidara (Ziziphus mauritina L.) Sebagai Sumber
Saponin. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri , 7(4), 551-560.
Damanik, A,D, dkk (2020 ). Peningkatan Kelarutan Ekstrak Lada ( Piper nigrum L. ) Dalam
Air dan Karakterisasinya. Jurnal Sains dan Teknologi farmasi Indonesia. 9(1) : 61-74 .
ISSN : 2303-2138.
Harborne. 1987. Metode Fitokimia. Penerbit ITB. Bandung.
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif. Jurnal
Kesehatan. 7(12) : 361-367.
Sulhatun, dkk. ( 2013 ). Pemanfaatan Lada Hitam Sebagai Bahan Baku Pembutan Oleoresin
Dengan Metode Ekstraksi. Jurnal Teknologi Kimia Unimal. 2(2) : 16-30
Suminto dan Reza, L. ( 2018 ). Kandungan Aflatoksin pada lada ( piper nigrum.L ) Indonesia
Dalan Pengembangan Standar Internasional Codex. Jurnal Standardisasi. 20(02) : 97-
108.
Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Graha Ilmu, Yogyakart
Susanti, dan Bachmid, F . (2016). Perbandingan Metode Maserasi Dan Refluks Terhadap
Kadar Fenolik Dan Ekstrak Tongkol Jagung (Zea Maya L.). Journal Konversi, 5(2), 87-
93.

Anda mungkin juga menyukai