Melonjaknya transportasi jalur udara menunjukkan bahwa jumlah penerbangan dan penumpang
di Indonesia terus bertambah tiap tahunnya. Kenaikan jumlah penerbangan disebabkan oleh
pelbagai faktor, yaitu kondisi geografis Indonesia yang bersifat kepulauan yang berdampak
pada ekspansi rute baru, pertumbuhan jumlah penduduk, peningkatan kesejahteraan penduduk,
dan kebutuhan waktu tempuh yang semakin singkat.
PT Angkasa Pura I (2014), selaku manajemen NYIA, dalam kegiatan sosialisasi rencana
pembangunan NYIA menyatakan bahwa adanya bandara NYIA akan memberikan kesempatan
kerja dan peluang usaha bagi masyarakat setempat. Namun, perlu diperhatikan bahwa
pembangunan bandara baru juga akan menimbulkan pro dan kontra bagi masyarakat sekitar.
Bagi warga Temon, Kulon Progo sendiri bertani adalah jantung bagi mereka untuk terus
menyambung hidup, mereka menggantungkan hidupnya hanya untuk bertani, pembangungan
bandara NYIA juga akan mempengaruhi kerusakan lingkungan sekitar.
Dari paparan peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Widjo Kongko, dalam
beberapa kesempatan, termasuk di Yogyakarta pada 14 Januari 2019 lalu menyebut, ada tiga
megathrust yang benar-benar mengancam. Yakni megathrust di Enggano, di Selat Sunda, dan di
Jawa Tengah yang potensi gempanya bisa mencapai 9 scala richter dan memicu tsunami dengan
ketinggian 10 – 15 meter dari bibir pantai.
“Pertanyaannya, mitigasi apa yang cocok? karena kalau dijauhkan dari pantai, ada persoalan
lahan dan sebagainya,” kata Widjo.
Kalau pun pemerintah mengklaim bahwa sebelum membangun bandara tersebut telah melibatkan
para ahli dari Jepang, dan dalam negeri untuk melakukan kajian terkait kerawanan dan mitigasi
bencananya, maka Widjo berharap agar hasil kajian tersebut dibuka secara transparan ke publik,
sehingga bisa diketahui seperti apa hasil kajian dari para ahli yang dimaksud (
https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-3753727/ylbhi--penggusuran-paksa-warga-kulon-
progo-langgar-hukum-dan-ham 16/11/21 pukul 00.15 )
Berbagai upaya penolakan dan demonstrasi sudah dilakukan oleh warga atas dilakukannya
penggusuran paksa dari pihak Angkasa Pura I . Tindakan ini sudah banyak memakan korban,
bahkan masyarakat sekitar yang mendapat tindakan represif dari aparat demi berjalannya proyek
pembangunan bandara NYIA.