Anda di halaman 1dari 25

DRAFT

PENJELASAN

PERATURAN GUBERNUR

PEDOMAN PENINGKATAN DAYA DUKUNG & DAYA TAMPUNG


LINGKUNGAN KAWASAN PERKOTAAN JAWA BARAT MELALUI
PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU Daya Dukung Lingkungan Kota-Kota
di Jawa Barat

I. Umum Bersumber pada RTRWP Jawa Barat 2010,


daya dukung udara pada kota-kota besar
di Jawa Barat telah sangat menurun
Kemajuan pembangunan yang terjadi kawasan perkotaan saat ini, karena
termasuk kota-kotaudara yang sangat
pencemaran
signifikan dari fisik
di Jawa Barat, sering lebih banyak dicerminkan oleh besarnya perkembangan transportasi, industri,
pembangkit tenaga listrik dan rumah
kota yakni lebih ditentukan oleh jumlah sarana dan prasaranatangga.
yang ada. Gejala tersebut adalah
Kota-kota
pembangunan kota pada masa yang lalu mempunyai kecenderungan dilandasi
Bandung, oleh dan Cirebon.
Bogor, Bekasi
pertimbangan-pertimbangan ekonomis yang berakibat pada berkurangnya ruang
Sebagai kawasan cekungan, Kota Bandung
terbuka dan juga hilangnya wajah alam. Ruang terbuka hijau banyak dialih-fungsikan
mempunyai pola aliran udara yang khas,
menjadi pertokoan, pemukiman, tempat rekreasi, industri dan lain-lain.
dimanaKenyataan
konsentrasi ini pencemar dapat
berdampak kepada peningkatan kemajuan ekonomi kota, namun diikuti oleh dengan Kota
berlipat dibandingkan
kemunduran kualitas ekologi kota. Padahal kestabilan ekologi Jakarta.
sangatlah penting,
sama pentingnya dengan nilai kestabilannya secara ekonomi kota dan sosial.
Sementara itu, Oleh
untuk daya dukung
karena kestabilan ekosistem perkotaan terganggu, alam menunjukkansumber daya reaksinya
air di kawasan perkotaan
berupa meningkatnya suhu udara di perkotaan, menurunnya mulai mukamengalami
air tanah,kritis. DAS yang
mengalir ke utara di Jawa Barat, kondisi
munculnya banjir/genangan, menurunnya permukaan tanah, terjadinyaaliran intrusi
mantap air15 laut
DAS dari 22 DAS telah
yang semakin dalam, abrasi pantai, terjadinya pencemaran air (air minum berbau dan
dikategorikan kritis, berbeda dengan DAS
yang mengalir ke selatan, tidak terdapat
mengandung logam berat), terjadinya pencemaran udara (meningkatnya kadar CO,
kondisi DAS dengan aliran mantap yang
ozon, oksida nitrogen, timbal dan belerang), debu, serta terciptanya
kritis. suasana yang
gersang, monoton, bising dan kotor. Lingkungan kota yang semakin tidak ekologis
tersebut mengakibatkan menurunnya kualitas hidup di kawasan perkotaan sehingga
masyarakat kota mulai melirik kawasan perdesaan sebagai hunian mereka yang
nyaman. Kemajuan di bidang transportasi dan komunikasi bukan suatu kesulitan bagi
penduduk yang bekerja di kota untuk tinggal di kawasan perdesaan dan tetap
beraktivitas di kota. Kondisi ini akan membentuk suatu kesatuan kota-kota antara
kota besar/metropolitan dengan kota-kecil lain di sekitarnya. Sebagai akibatnya
kerusakan lingkungan telah menyebar ke berbagai kota serta merembes ke kawasan
perdesaan di pinggiran kota.

Setiap bentuk pembangunan akan menimbulkan perubahan dan setiap perubahan


selalu ada dampaknya terhadap lingkungan. Permasalahannya adalah bagaimana
caranya membangun yang baik dan benar dalam lingkungan yang berubah
dengan cepat namun tetap mempertimbangkan keseimbangan ekosistem, artinya
tidak merusak prinsip-prinsip ekologi, mengindahkan pelestarian sumber daya alam,
dan mampu meningkatkan fungsinya, yaitu memenuhi keperluan manusia serta

1
Peran Penting RTH

Sebagai perbandingan, satu hektar RTH


makhluk lainnya. Pengembangan lingkungan tidak harus menentang mampu: perubahan,
namun perlu melestarikan kemampuan berfungsinya lingkungan dalam hal hubungan
- menetralisasi 736.000 liter limbah cair
hasil buangan 16.355 penduduk;
timbal balik, yang saling mempengaruhi antara mahluk hidup dan lingkungannya.
- menghasilkan 0,6 ton oksigen guna
dikonsumsi 1.500 penduduk perhari;
Cara pandang yang perlu mendasari perkembangan kawasan perkotaan adalah dengan
- menyimpan 900 m3 air tanah per
tahun;
melihat kota sebagai suatu ekosistem, dimana ruang-ruang terbuka alami dan hijau
- mentransfer air 4.000 liter per hari
tidak dipandang sebagai bagian terpisah dari ruang terbangun kota. atau
Keberlangsungan
setara dengan pengurangan suhu
sebuah kota akan sangat tergantung pada kemampuan kota tersebut meregenerasi kota derajat Celsius,
empat sampai delapan
setara dengan
dengan melindungi ekosistem di dalam kota dan ekosistem di sekitarnya. Ruang kemampuan lima unit
alat pendingin udara berkapasitas
terbuka hijau atau RTH merupakan salah satu bagian dari land2.500 useKcal/20
kota jam;
yang
memiliki kemampuan untuk meregenerasi dirinya sendiri - seperti misalnya 25-80 persen;
meredam kebisingan
membersihkan polutan udara, membersihkan air, dan sebagainya. RTH angin sebanyak
- mengurangi kekuatan
75-80 persen.
berkontribusi besar pada kemampuan kota untuk meregenerasi dirinya agar
tidak terlalu tergantung pada lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu,hanya
RTH tidak vegetasi
meningkatkan kualitas
dan RTH dapat dipandang sebagai teknik “bioengineering” dan bentuk “biofilter”
ruang kota, tapi juga dapat menghemat
pengeluaran pemerintah dan masyarakat!
yang relatif murah, aman, sehat dan menyamankan dalam mengatasi persoalan
degradasi lingkungan di perkotaan Jawa Barat. Dengan pemikiran tersebut di atas,
penataan dan pengelolaan RTH kota merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari penataan ruang di perkotaan Jawa Barat. RTH harus menjadi
salah satu jenis guna lahan yang ditetapkan kepastiannya baik dari aspek bentuknya,
luasannya, lokasinya, strukturnya maupun kualitasnya. RTH di perkotaan Jawa Barat
tidak lagi dipandang sebagai ruang sisa atau lahan cadangan yang sewaktu-waktu
dapat diubah menjadi guna lahan terbangun.

Keberhasilan pengelolaan RTH akan bergantung pula kepada diterapkannya berbagai


kebijakan pembangunan kota yang berwawasan lingkungan dan sinergis dengan
keberadaan RTH kota, yaitu: Kebijakan penggunaan sumber daya energi yang
terbaharukan; Kebijakan pengurangan produksi sampah; Kebijakan arsitektur hijau,
dan; Kebijakan penataan lingkungan permukiman yang berwawasan lingkungan.
Pedoman penataan Ruang Terbuka Hijau di kawasan perkotaan Jawa Barat ini
bertujuan untuk digunakan sebagai bahan pegangan bagi masing-masing
pemerintah daerah/kota di Jawa Barat dalam pengelolaan RTH publik dan
RTH privat agar keduanya secara kolektif berkontribusi pada terjaganya daya
dukung dan daya tampung lingkungan di kawasan perkotaan.

II. Pasal demi pasal


Pasal 1
Istilah-istilah yang dimaksudkan dalam pasal ini dimaksudkan untuk memberikan
kesamaan pengertian dalam Peraturan Gubernur ini.

2
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan rencana RTH yang lebih rinci dalam ayat ini adalah rencana
induk RTH kawasan perkotaan.

Huruf b
Cukup jelas

Pasal 3
Yang dimaksud dengan tanggung jawab negara adalah Pemerintah Daerah menjamin
penyediaan RTH yang akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan dan mutu hidup masyarakat perkotaan, baik generasi masa kini maupun
generasi masa depan. Di sisi lain, Pemerintah Daerah mencegah dilakukannya
kegiatan pemanfaatan RTH yang dapat menimbulkan dampak kerugian bagi kawasan
perkotaan/ non perkotaan lainnya.

Yang dimaksud dengan keberlanjutan adalah bahwa setiap orang memikul


kewajibannya dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap
sesamanya dalam satu generasi untuk terlaksananya kewajiban dan tanggung jawab
tersebut maka kualitas dari RTH harus dilestarikan.

Yang dimaksud dengan manfaat adalah penataan RTH akan memberikan manfaat
langsung berupa peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan kawasan
perkotaan sehingga akan meningkatkan kulitas hidup masyarakat perkotaan dan
keberlanjutannya

Pasal 4
Cukup jelas

Pasal 5
Yang dimaksud dengan kawasan perkotaan dalam pedoman ini mengacu pada
klasifikasi kota berdasarkan jumlah penduduk dan status administratif.
Klasifikasi perkotaan berdasarkan jumlah penduduk mengacu pada Kepmen
Kimpraswil No. 327/KPTS/2002, dimana kawasan perkotaan diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Kawasan Perkotaan Kecil, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk
yang dilayani sebesar 10.000 hingga 100.000 jiwa.

3
2. Kawasan Perkotaan Sedang, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk
yang dilayani sebesar 100.001 hingga 500.000 jiwa.
3. Kawasan Perkotaan Besar, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk
yang dilayani lebih besar dari 500.000 jiwa.
4. Kawasan Perkotaan Metropolitan, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah
penduduk yang dilayani lebih besar dari 1.000.000 jiwa

Adapun pembagian perkotaan di Jawa Barat berdasarkan ketentuan di atas adalah


sebagai berikut :
Kota Metropolitan Kota Besar Kota Sedang Kota Kecil
 Kota Bandung  Kota Bogor  Kota Banjar  Kota Ciamis
 Kota Bekasi  Kota  Kota Cimahi,  Kota Garut
 Kota Depok Tasikmalaya.  Kota Cirebon  Kota Indramayu
 Kota Sukabumi  Kota Karawang
 Kota Cianjur
 Kota Kuningan
 Kota Cikarang
 Kota Cibinong
 Kota Majalengka
 Kota Subang  Kota Palabuhan Ratu
 Kota Purwakarta  Kota Singaparna
 Kota Soreang
 Kota Sumedang
 Kota Sumber
 Kota lainnya yang
berfungsi sebagai
Pusat WP di setiap
kabupaten

Sementara itu, berdasarkan status administrasifr kota, maka kota-kota di Jawa Barat
terdiri dari Kota Otonom dan Kota Non Otonom.
1. Kota Otonom adalah kota yang memiliki batas administratif yang jelas,
memiliki kewenangan sendiri, tidak terkait dengan wilayah administrasi
lainnya.
Kota Otonom di Jawa Barat adalah:
 Kota Bandung  Kota Banjar
 Kota Bekasi  Kota Cimahi,
 Kota Depok  Kota Cirebon
 Kota Bogor  Kota Sukabumi
 Kota Tasikmalaya

4
2. Kota Non Otonom adalah kota yang tidak memiliki batas administratif jelas dan
berada di bawah naungan pemerintahan kabupaten. Kota non Otonom yang
dimaksud adalah kota-kota lain di Jawa Barat yang tidak termasuk ke dalam
klasifikasi Kota Otonom.

Pasal 6
Huruf a
RTH memiliki kontribusi langsung kepada pasokan air dan udara seperti
mempertahankan dan memperbaiki stabilitas tanah, meingkatkan kemampuan tanah
untuk menyerap air, meredam peningkatan suhu yang disebabkan oleh radiasi
matahari dan suhu permukaan, menetralisir kandungan racun yang terdapat di udara,
Dengan begitu, penataan RTH akan memberikan lingkungan ekologis bagi
masyarakat perkotaan.

Huruf b
RTH selain memiliki kontribusi terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan
secara ekologis, RTH dapat menjadi wadah interaksi sosial masyarakat yang akan
meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan perkotaan.

Pasal 7
Cukup jelas

Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan 27 komponen RTH meliputi hutan lindung; kawasan cagar
alam; waduk, bendungan dan sempadannya; situ, danau, rawa dan sempadannya;
kawasan mata air; sempadan sungai; sempadan pantai; kawasan perlindungan plasma
nutfah; hutan kota; taman kota; taman lingkungan;, tempat pemakaman umum
(TPU); lapangan olahraga/lapangan terbuka; taman rekreasi; jalur hijau sempadan
jalan ( jalan arteri, kolektor, lokal ); pulau jalan; sempadan instalasi berbahaya;
sempadan kereta api; pekarangan sarana transportasi (terminal, bandara); pekarangan
perumahan; pekarangan pemerintahan; pekarangan perkantoran; pekarangan fasilitas
kesehatan; pekarangan fasilitas pendidikan; pekarangan kawasan militer; pekarangan
fasilitas perdagangan dan jasa; dan pekarangan kawasan industri/perdagangan.
Ayat (2)
Cukup jelas

5
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Fungsi – fungsi yang termasuk ke dalam fungsi ekologis adalah sebagai berikut :
 Fungsi Orologis, memberikan manfaat orologis yang penting untuk mengurangi
tingkat kerusakan tanah, terutama longsor, dan menyangga kestabilan tanah.
 Fungsi Hidrologis, fungsi ini berkaitan dengan kemampuan akar tanaman untuk
menyerap kelebihan air.
 Fungsi Klimatologis, menekankan bahwa keberadaan ruang terbuka hijau dapat
mempengaruhi faktor-faktor iklim.
 Fungsi Edhapis, fungsi ini lebih mengarah kepada penyediaan habitat satwa di
perkotaan.
 Fungsi Hygienis, RTH mampu memberikan lingkungan yang lebih sehat bagi
manusia.
 Fungsi Kesehatan Individu, fungsi kesehatan masih berhubungan erat dengan
manfaat hygienis, dimana manfaat ini merupakan manfaat lanjutan yang
ditimbulkannya

Huruf b
Fungsi – fungsi yang termasuk ke dalam fungsi sosial adalah sebagai berikut :
 Fungsi Edukatif, komponen RTH dapat memberikan pendidikan dan pengenalan
terhadap mahluk hidup di sekitar manusia.
 Fungsi Interaksi Masyarakat, komponen RTH dapat menjadi tempat berinteraksi
antara masyarakat sehingga menambah jalinan sosial diantaranya.
 Fungsi Protektif, komponen RTH dapat memberikan perlindungan kepada
manusia.
 Fungsi Spiritual, fungsi spiritual yang dimaksud lebih ditekankan pada fungsi
suatu kawasan ruang terbuka yang dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan spiritual
atau keagamaan atau dapat juga berupa tempat yang dikeramatkan.

Huruf c
Fungsi – fungsi yang termasuk ke dalam fungsi estetis adalah sebagai berikut :
 Fungsi Visual/Vista, fungsi visual lebih menekankan kepada visualisasi estetis
ruang terbuka hijau.
 Fungsi Tabir/Screening, fungsi ini terkait dengan kemampuan ruang terbuka hijau
untuk menyaring partikel-partikel yang dapat mengganggu kehidupan manusia,
seperti partikel debu, bau, angin yang terlalu kencang, dan lainnya.
 Fungsi Identitas Kota, suatu taman kota, atau ruang terbuka lainnya mampu
menjadi identitas (landmark) suatu kota/wilayah.

Huruf d
Keberadaan ruang terbuka hijau tidak selalu memiliki nilai ekonomi yang lebih
rendah, namun keberadaan RTH malah mampu meningkatkan nilai lahan karena
suasana lingkungan yang tercipta akibat keberadaannya yang dapat mampu

6
meningkatkan harga lahan, mampu mengurangi biaya penanganan bencana, dan
mampu menjadi ruang mata pencaharian kota.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas

7
Ayat (2)
Skala pelayanan yang dimaksud pada ayat ini adalah skala pelayanan berjenjang dari
skala lingkungan hingga skala regional. Contoh penetapan komponen RTH secara
struktural adalah struktur RTH berdasarkan fungsi sosial dalam melayani kebutuhan
rekrasi luar ruang (outdoor recreation) penduduk perkotaan seperti yang
diperlihatkan dalam urutan sistem hierarkis pertamanan kota (urban park system)
yang dimulai dari taman perumahan, taman lingkungan, taman kecamatan, taman
kota, taman regional, dst).

Ayat (3)
Komponen RTH perkotaan yang dibentuk oleh konfigurasi ekologis bentang alam
perkotaan yang dimaksud pada ayat ini merupakan RTH kawasan lindung yang pada
umumnya sudah tersebar sesuai dengan lokasi eksisting di kawasan perkotaan, dan
digunakan sebagai patokan di dalam menyebarkan RTH struktural.

Ayat (4)
Sistem RTH perkotaan yang dimaksud pada ayat ini adalah hubungan antar
komponen yang membentuk pola sebaran RTH yang merata, terintegrasi dan saling
berkesinambungan.

Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan komponen RTH primer adalah komponen yang harus
disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pengadaan RTH di kotanya
masing-masing

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan komponen RTH sekunder adalah komponen RTH yang
menjadi prioritas kedua pengadaannya setelah dipenuhinya pengadaan komponen
RTH Primer.

Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas

8
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan jarak antar komponen tetap terjaga adalah jarak minimum
ideal antar komponen RTH dalam satu kawasan perkotaan adalah 10-15 meter
Huruf b
Yang dimaksud dengan kawasan penyangga adalah kawasan yang berfungsi
melindungi RTH Kawasan Lindung dari kegiatan manusia yang dapat merusaknya.
Sehingga pada area kawasan penyangga difungsikan sebagai area pasif dimana tidak
banyak kegiatan yang dapat berlangsung.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan satu kesatuan sistem yang terintegrasi adalah terhubungnya
antara RTH buatan dengan RTH alami di sekelilingnya sebagai satu kesatuan. Sistem
tersebut akan memberikan kontribusi terhadap daya dukung dan daya
tampunglingkungan lebih baik dibandingkan dengan RTH yang parsial dan tidak
terhubung satu sama lain.
Huruf e
Cukup jelas

Pasal 15
Cukup jelas

Pasal 16
Tahapan perencanaan RTH yang dimaksud adalah suatu proses dalam
mengidentifikasi kebutuhan dan sediaan RTH suatu kota hingga proses pemenuhan
kebutuhan tersebut.

Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

9
Ayat (3)
Dalam menghitung kebutuhan RTH, kota dapat menggunakan tata cara perhitungan
yang tercantum pada ayat (2) disesuaikan dengan karakteristik yang dimilikinya.

Ayat (4)
Huruf a
Tata cara perhitungan kebutuhan RTH berdasarkan presentase luas dihitung
berdasarkan beberapa ketentuan yang mengatur tentang persentase luasan RTH pada
suatu kawasan perkotaan, yakni diantaranya:
 Inmendagri No. 5 tahun 1988, yang menetapkan luas RTH adalah sebesar 30%
dari total luas kota.
 PP No. 63 tahun 2002 tentang hutan kota yang menyatakan luasan hutan kota
sekurang-kurangnya 10% dari luasan kota.
 Keppres No. 53 tahun 1989 tentang Kawasan Industri, menetapkan suatu kawasan
70% lahan untuk industri, 10% untuk jaringan jalan, 5% untuk jaringan utilitas,
5% untuk fasilitas umum dan 10% untuk ruang terbuka hijau.
 Sedangkan di kawasan permukiman digunakan pendekatan Koefisien Dasar
Bangunan (KDB). Bangunan sebesar 60-70%, prasarana antara 15-20%, sarana
berkisar 20-25% yang terdiri dari sarana lingkungan seperti sarana peribadatan,
pendidikan, olahraga, dan perbelanjaan. Sisanya, 8-10% untuk penghijauan.

Huruf b
Tata cara perhitungan kebutuhan RTH berdasarkan luasan per kapita berdasarkan
pendekatan penentuan luasan ruang terbuka hijau dihitung berdasarkan jumlah
penduduk. Perhitungan ini mengacu kepada beberapa standar telah ada seperti
Kepmen PU No. 378 tahun 1987 menetapkan luasan RTH kota untuk fasilitas umum
adalah 2,53 m2/jiwa dan untuk penyangga lingkungan kota sebesar 15 m2/jiwa.

Huruf c
Tata cara perhitungan kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan lingkungan perumahan
untuk pengadaan RTH Publik sesuai dengan standar kebutuhan taman PU Cipta
Karya.

Huruf d
Tata cara perhitungan kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan manusia akan oksigen
(O2), yang diperoleh dari hasil fotosintesis. Jumlah pohon yang diperlukan untuk
menyuplai oksigen bagi 1 juta jiwa orang di suatu daerah adalah 1.000.000 x 0,5 kg x
1 pohon : 1,2 = 416.667 pohon. Jumlah pohon ini kemudian dikonversikan ke dalam
luas RTH yang harus dibangun dengan catatan untuk hutan dengan luas 1 Ha dan
memiliki 400 pohon tegakan utama (pohon pelindung dewasa dengan ketinggian 14
m) maka 1 pohon membutuhkan luas sebesar 25 m2.

10
Huruf e
Tata cara perhitungan kebutuhan RTH berdasarkan jumlah CO2 dan gas lainnnya
yang dapat diserap tanaman Kemampuan tanaman dalam mereduksi CO2 udara
bervariasi, salah satu diantaranya menyebutkan angka 200 ton per hektar. Bila
konsentrasi CO2 udara sekira 400 ton, maka diperlukan pohon dengan luas areal =
400ton : 200ton = 2 hektar. Metode analisis ini dapat digunakan jika tersedia data-
data:
 Kondisi aktual kadar CO2 dan gas berbahaya lainnya di udara dan dinamikanya
(harian, bulanan, atau tahunan).
 Lokasi atau tempat CO2 dan gas berbahaya lainnya terkonsentrasi, atau bagian
kota mana saja yang memiliki CO2 tertinggi.
 Faktor apa saja yang menjadi penyumbang CO2 dan gas berbahaya lainnya, dan
berapa besar potensinya.

Huruf f
Perhitungan kebutuhan RTH berdasarkan isu penting yang terdapat pada suatu kota
seperti isu kota dengan persediaan air terbatas, kota dengan kepadatan penduduk
tinggi, jumlah kendaraan bermotor tinggi dan jumlah industri yang tinggi. Contohnya
untuk kota yang memiliki masalah kekurangan air bersih misalnya, luasan ruang
terbuka hijau yang harus dibangun di daerah tangkapan air semestinya ditetapkan
berdasarkan rumus pemenuhan kebutuhan akan air bersih. Sedangkan untuk kota
dengan penduduk yang padat dan jumlah kendaraan bermotor dan industri yang
tinggi, maka luasan RTH yang harus dibangun harus berdasarkan kemampuan RTH
dalam menyerap polutan. Sedangkan kota yang kurang dipengaruhi oleh angin darat
dan angin laut sementara jumlah kendaraan, industri besar, menengah dan kecil
sangat banyak yang kesemuanya itu membutuhkan oksigen, maka penetapan luasan
hutan kota harus berdasarkan analisis kebutuhan oksigen.

Ayat (5)
Cukup jelas

Ayat (6)
Jika berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan lebih dari 1 (satu) tata cara
perhitungan diperoleh hasil yang berbeda maka nilai yang dipilih sebagai ukuran luas
RTH yang dibutuhkan adalah nilai yang tertinggi

Ayat (7)
Cukup jelas

11
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Identifikasi luasan komponen ruang terbuka hijau publik yang tersedia meliputi
kegiatan mendata jenis-jenis komponen RTH publik yang tersedia dan menghitung
luasan RTH publik eksisting dan lahan potensial sebagai RTH. Kegiatan menghitung
luasan RTH publik eksisting dan lahan potensial sebagai RTH dilakukan dengan
melakukan perhitungan luasan komponen-komponen ruang terbuka hijau yang ada
saat ini serta pendataan lahan-lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka
hijau, diantaranya tanah terlantar, tanah kosong, dan lahan-lahan non terbangun
lainnya

Ayat (3)
Huruf a
Survey primer dilakukan dengan mendata luas pekarangan hijau masing-masing
kavling bangunan. Survey ini dapat dilakukan secara berhirarki mulai dari jenjang
wilayah terkecil suatu kota, misalnya mulai dari tingkat kelurahan

Huruf b
Cara ini dilakukan dengan menghitung luas Ruang Terbuka Hijau yang terdapat pada
siteplan yang diajukan oleh pengembang

Huruf c
Cara ini dilakukan dengan menghitung luas Ruang Terbuka Hijau berdasarkan foto
udara dengan skala minimal 1:1.000 pada suatu kota

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 19
Cukup jelas

12
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukupjelas

Ayat (3)
Berdasarkan pola struktural, kota-kota di Jawa Barat akan memiliki kelengkapan
komponen RTH yang berbeda, khususnya untuk komponen RTH taman dimana
perhitungannya didasarkan pada jumlah penduduk masing-masing kota.

PERHITUNGAN LUASAN RTH PADA MASING-MASING KLASIFIKASI KOTA


BERDASARKAN KEBUTUHAN LINGKUNGAN PERUMAHAN*

Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Total


Taman
Bagian Taman
Taman Taman
Taman Taman Kota/Tama Bersama
Klasifikasi Lingkungan Lingkungan
Lingkungan RT Lingkungan RW n Kota Kawasan
Kota Kelurahan Kecamatan
(minimal @250 (minimal Besar Perkotaan
(minimal (minimal
m 2) @1250 m2) (minimal (Taman
@9.000 m2) @24.000 m ) 2
@144.000 Wisata Alam)
m 2)
Kota Kecil 10.000 m2 - 5.000 m2- 9.000 m2 0-24.000 m2 - 2,4 Ha – 21
(10.000- 100.000 m2 50.000m2 -36.000m2 (0-2,4 Ha) Ha
100.000) (1 Ha – 10 Ha) (0,5 Ha – 5 Ha) (0,9 Ha – 3,6
Ha)
Kota Sedang 10 Ha – 50 Ha 5 Ha – 25 Ha 3.6 Ha – 18 2,4 Ha – 9,6 - 21 Ha –
(100.000 – Ha Ha 102,6 Ha
500.000)
Kota Besar > 50 Ha > 25 Ha > 18 Ha > 9,6 Ha > 14,4 Ha > 117 Ha
(> 500.000)
Kota > 100 Ha > 50 Ha > 36 Ha > 19,2 Ha > 28,8 Ha > 234 Ha
Metropolitan
(>1.000.000)
Kawasan Minimal 200 Ha
Perkotaan atau 6
Ha/1000
Mengikuti kebutuhan masing-masing kota yang berada di dalamnya penduduk
dengan radius
16 km dari
masing-masing
kota.
Taman Taman dan olah Taman dan Taman dan Taman dan
bermain raga (voli) lapangan lapangan olah lapangan
sepak bola raga serta olah raga
fasilitas (stadion
penunjang terpadu)
Sumber: Hasil perhitungan, 2006
* = ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 3.2

13
Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup jelas

Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 21
Yang dimaksud dengan kebutuhan RTH terpenuhi adalah terpenuhi berdasarkan
kebutuhan persentase luasan suatu kota dan ketersediaan komponen RTH Primer pada
kota tersebut.

Ayat (1)
Huruf a
Konservasi terhadap RTH yang sudah ada dilakukan dengan:
 Menegakkan aturan mengenai aturan RTH yang telah ada
 Mengeluarkan perda terkait dengan pemanfaatan RTH
 Menjaga dan memelihara setiap komponen/jenis RTH Publik yang telah ada
 Peremajaan tanaman
 Edukasi terhadap penduduk kota akan pentingnya RTH Kota.
 Penertiban bangunan-bangunan liar pada lahan RTH yang telah ada.

Huruf b
peningkatan fungsi ekologis RTH, dilakukan dengan:
 Menambah jenis tanaman yang dapat meningkatkan keanekaragaman hayati
 Mengganti atau menambah pagar taman kota (jika ada) dengan tanaman
 Menambah jumlah vegetasi pelindung dan peneduh lingkungan sehingga
mencapai kepadatan pohon yang ideal
 Mengurangi perkerasan dan membatasi jenis material perkerasan yang
menimbulkan run-off tinggi (penggunaan material perkerasan dengan daya
serap tinggi)

14
Huruf c
pencadangan lahan untuk RTH, dilakukan dengan:
 Menetapkan lahan-lahan kawasan lindung sebagai RTH
 Membebaskan lahan-lahan milik pemerintah yang sudah habis hak pakainya
untuk nantinya dimanfaatkan sebagai RTH. Lahan yang dimaksud dapat
berupa:
o Lahan-lahan terlantar milik publik yang belum dimanfaatkan atau belum
terbangun
o Lahan-lahan sawah yang masih ada di kawasan perkotaan
o Lahan-lahan bekas galian, kawasan industri yang sudah habis masa
pakainya
o Lahan-lahan bekas utilitas kota yang sudah terbelengkalai
 Membeli lahan-lahan baru yang akan dimanfaatkan sebagai RTH

Ayat (2)
Pengaturan kebijakan yang dimaksud meliputi:
 Zoning :
o Pengendalian pemanfaatan RTH Pekarangan (ekologis dan estetis)
o Persyaratan perubahan/konversi guna lahan non komersial  komersial
o Persyaratan penyediaan sarana prasarana publik di pekarangan komersial
 Peraturan daerah :
Peningkatan kualitas RTH Pekarangan melalui
o Kebersihan dan keindahan lingkungan
o Gerakan penanaman jenis vegetasi tertentu penciri karakter kota/kawasan
(tematik)
o Penghijauan dan penanaman rumput/penutup lahan
o Ketentuan penyediaan sumur resapan untuk yang air tanahnya rendah
 Sayembara/festival
Pemilihan pekarangan paling ekologis, estetis, dan sebagainya.

Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ketersediaan lahan adalah bagaimana ketersediaan luas lahan
pada kawasan perkotaan untuk dijadikan komponen RTH sehingga dapat diketahui
strategi untuk mengadakan komponen RTH dengan kondisi ketersediaan ahan
tersebut.

15
Yang dimaksud dengan ketersediaan komponen adalah keadaan eksisting komponen
RTH kawasan perkotaan sehingga dapat diketahui komponen-komponen RTH yang
dibutuhkan serta strategi untuk mengadakannya.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

16
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan penetapan KDB dan KDH yang dapat menjamin dalam pasal
ini adalah dengan membatasi KDB dan memperbesar KDH.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas

Pasal 23
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)
Cukup Jelas

17
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup jelas

Ayat (6)
Cukup jelas

Ayat (7)
Cukup jelas

Ayat (8)
Cukup jelas

Ayat (9)
Cukup jelas

Ayat (10)
Cukup jelas

18
Ayat (11)
Cukup jelas

Ayat (12)
Cukup jelas

Ayat (13)
Cukup jelas

Ayat (14)
Cukup jelas

Ayat (15)
Cukup jelas

Pasal 25
Cukup jelas

Pasal 26
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)
Instansi utama yang dimaksud adalah instansi yang memiliki kewenangan
mengkoordinasikan lembaga atau instansi yang terkait dengan penataan RTH

Ayat (3)
Cukup Jelas

Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas

19
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)
Cukup Jelas

Pasal 28
Cukup Jelas

Pasal 29
Ayat (1)
Huruf a
Lembaga kerjasama yang dimaksud memanfaatkan lembaga kerjasama yang sudah
ada saat ini.
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas

Pasal 30
Ayat (1)
Pemutahiran data base RTH dilakukan secara periodik untuk mengetahui kondisi
RTH di lapangan dari sisi jumlah, luasan, sebaran, kondisi, pengelola dan sistem
pembiayaan operasional saat ini;

20
Ayat (2)
Cukup Jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup Jelas

Pasal 31
Ayat (1)
Pihak yang terlibat dalam pengelolaan tergantung pada klasifikasi komponen RTH,
yakni RTH publik dan RTH privat. RTH Publik melibatkan instansi yang berada pada
tingkat provinsi dan kabupaten/kota sedangkan RTH privat hanya melibatkan instansi
pada masing-masing kabupaten/kota.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

21
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas

22
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

23
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 44
Cukup jelas

Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

24
Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup jelas

Ayat (6)
Cukup jelas

Ayat (7)
Cukup jelas

Ayat (8)
Cukup jelas

25

Anda mungkin juga menyukai