Anda di halaman 1dari 12

Organisasi Manajemen dan Perilaku Organisasi

Rumah Sakit

TUGAS INDIVIDU
KONFLIK DAN MANAJEMEN PERUBAHAN

Dosen:
Dr. Syahrir A. Pasinringi, MS.

Oleh:
Fikran Siddik
K022211023

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
1. Apa saja jenis-jenis konflik dalam organisasi ?
Sukanto (1996) membagi jenis konflik menjadi 4 :
1) Konflik peranan yang terjadi di dalam diri seseorang (person-role conflict) di
mana peraturan yang berlaku tak dapat diterima oleh seseorang sehingga
orang tersebut memilih untuk tidak melaksanakan sesuatu sesuai dengan
peraturan yang berlaku tersebut.
2) Konflik antar peranan (inter-role conflict) di mana orang menghadapi
persoalan karena dia menjabat dua atau lebih fungsi yang saling bertentangan
seperti seseorang yang menjadi mandor dalam perusahaan tetapi juga sebagai
ketua serikat pekerja.
3) Konflik yang timbul karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa
orang (intersender conflict), misalnya seorang rektor yang harus memenuhi
permintaan dari dekan-dekan fakultas yang berlainan atau dekan yang harus
mengakomodir semua kepentingan/kebutuhan para ketua jurusan yang juga
sangat bermacam-macam.
4) Konflik yang timbul karena disampaikannya informasi yang saling
bertentangan (intrasender conflict).
Selain itu, jika dipandang dari sumbernya konflik juga bisa timbul karena adanya
beberapa sebab antara lain:
1) Konflik individu, timbul ketika seorang individu sedang menghadapi
pekerjaan yang tidak disukainya di satu sisi tetapi harus dilakukannya pada
sisi yang lain sebagai bentuk konsekuensi dari status dan jenjang kepangkatan
yang melekat pada dirinya. Selain itu pada situasi tertentu seseorang akan
mengalami konflik individu ketika target pekerjaan yang harus
diselesaikannya tidak didukung oleh kemampuan teknis yang dimilikinya
karena faktor pendidikan, usia, dan kesehatan.
2) Konflik antar individu, timbul dalam suatu organisasi akibat perbedaan latar
belakang, etnis, suku, agama, tujuan, dan kepribadian antar individu. Konflik
semacam ini juga bisa muncul karena antar individu dibedakan oleh peranan
masing-masing dalam organisasi seperti direktur dengan manajer, manajer
dengan mandor, dan mandor dengan para buruh atau sebaliknya. Perbedaan
peran tentunya memunculkan perbedaan tujuan, orientasi, dan kepentingan
masing-masing.
3) Konflik antara individu dengan kelompok, hal ini terjadi karena individu
tertentu seabagai bagian dari kelompok dalam suatu organisasi tidak/kurang
bisa memberikan manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung
sehingga dikucilkan dari pergaulan kelompok tersebut. Perasaan dikucilkan,
tidak dihargai, tidak dipandang/dihormati seperti individu yang lain
menimbulkan konflik individu yang dapat mengganggu integritas dan
keseimbangan hubungan antar individu sehingga dapat merugikan organisasi
secara keseluruhan.
4) Konflik antar kelompok, konflik ini terjadi karena perbedaan kepentingan dan
tujuan yang satu sama lain tidak ada yang mau mengalah. Biasanya konflik
antar kelompok ini muncul karena ingin saling menguasai, yang mayoritas
merasa lebih berhak menjadi pemimpin dan menentukan tujuan kelompok
tersebut. Sedangkan kelompok minoritas berasumsi bahwa dalam kelompok
tidak bolah ada superior dan inferior, semua memiliki hak dan kewajiban yang
sama, berhak atas perlakuan dan keadilan yang sama.
5) Konflik antara kelompok dengan organisasi, konflik ini timbul ketika
organisasi menuntut target produktivitas terlalu tinggi sedangkan para individu
anggota organisasi hanya bisa memberikan terlalu rendah. Seorang direktur
ingin perusahaannya maju dengan tingkat produksi yang optimal agar dicapai
laba perusahaan secara optimal pula, sementara dari sisi manajer, mandor,
buruh/karyawan berkeinginan bagaimana memperoleh gaji/upah yang
setinggi-tingginya agar dapat mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya.
6) Konflik antar organisasi, timbul sebagai akibat persaingan bisnis, persaingan
memperoleh pengakuan/pengaruh dari masyarakat, kesalahpahaman antar
individu anggota organisasi saja tetapi mengakibatkan eskalasi masalahnya
melibatkan masing-masing organisasi sehingga pihak manajemen harus turun
tangan. Dari sisi bisnis, perang harga, perebutan pangsa pasar, pengembangan
produk, dan kemajuan teknolgi menimbulkan konflik sesama organisasi.
2. Jelaskan tentang Change Management atau Manajemen Perubahan !
a. Definisi
Manajemen perubahan atau  Management of Change adalah sebuah upaya dan
pendekatan yang dilakukan secara terstruktur dan sistematis yang
dimanfaatkan guna membantu individu, tim ataupun organisasi dengan
menerapkan sarana, sumber daya dan pengetahuan dalam merealisasikan
perubahan dari kondisi sekarang menuju suatu kondisi yang lebih baik secara
efisien dan efektif untuk memperkecil dampak dari proses perubahan itu.
Manajemen perubahan adalah bentuk usaha yang dilakukan guna mengelola
seluruh akibat yang dihasilkan karena adanya perubahan dalam suatu
perusahaan. Manajemen perubahan adalah alat, proses, dan juga teknik untuk
mengelola manusia pada sisi proses perubahan dalam menggapai hasil yang
dibutuhkan dan demi mewujudkan perubahan secara efektif pada suatu tim,
individu, dan sistem yang lebih luas.
Pada hakikatnya, manajemen perubahan adalah sebuah proses yang
mengadopsi pendekatan manajemen, yakni planning, organizing, actuating,
dan controlling guna melakukan suatu perubahan pada suatu perusahaan.
Manajemen perubahan dilakukan untuk menghasilkan solusi bisnis atau
organisasi yang dibutuhkan agar bisa lebih sukses dengan cara yang juga lebih
terorganisir melalui metode pengelolaan dampak perubahan pada mereka yang
berada di dalamnya.
Beberapa ahli mendefinisikan manajemen perubahan sebagai berikut:
Coffman dan Lutes (2007) menjelaskan bahwa manajemen perubahan adalah
pendekatan yang terstruktur dan digunakan untuk membantu tim, individu
ataupun organisasi untuk perubahan dari kondisi sekarang ke kondisi yang
lebih baik.
Winardi (2011) dalam bukunya menjelaskan bahwa manajemen perubahan
adalah suatu usaha yang dilakukan oleh manajer untuk mengelola perubahan
secara lebih efektif, yang di dalamnya memerlukan pengetahuan terkait
motivasi, kelompok, kepemimpinan, konflik, dan komunikasi.
Wibowo (2012) berpendapat bahwa manajemen perubahan adalah suatu
proses yang dibuat secara sistematis dalam menerapkan sarana, sumber daya
dan pengetahuan yang dibutuhkan dalam memengaruhi perubahan pada
mereka yang akan terkena efek dari proses tersebut.
Nauheimer (2007) mengatakan bahwa manajemen perubahan adalah suatu
proses, teknik, dan alat yang digunakan untuk mengelola proses perubahan
pada sisi individu untuk mencapai suatu hasil yang dibutuhkan dan untuk
menerapkan perubahan secara lebih efektif dengan agen perubahan, sistem,
dan tim yang lebih luas.

b. Tahap-Tahap Manajemen Perubahan


Suatu perubahan terjadi melalui tahap-tahapnya.  Pertama-tama adanya
dorongan dari dalam (dorongan internal), kemudian ada dorongan dari luar
(dorongan eksternal).  Untuk manajemen perubahan perlu diketahui adanya
tahapan perubahan.  Tahap-tahap manajemen perubahan ada empat, yaitu:
Tahap 1,  yang merupakan tahap identifikasi perubahan, diharapkan
seseorang dapat mengenal perubahan apa yang akan dilakukan /terjadi. 
Dalam tahap ini seseorang atau kelompok dapat mengenal kebutuhan
perubahan dan mengidentifikasi tipe perubahan.
Tahap 2,  adalah tahap perencanaan perubahan.  Pada tahap ini harus
dianalisis mengenai diagnostik situasional tehnik, pemilihan strategi umum,
dan pemilihan.   Dalam proses ini perlu dipertimbangkan adanya faktor
pendukung sehingga perubahan dapat terjadi dengan baik.
Tahap 3, merupakan tahap implementasi perubahan dimana terjadi proses
pencairan, perubahan dan pembekuan yang diharapkan.  Apabila suatu
perubahan sedang terjadi kemungkinan timbul masalah. Untuk itu perlu
dilakukan monitoring perubahan.
Tahap 4, adalah tahap evaluasi dan umpan balik.  Untuk melakukan evaluaasi
diperlukan data, oleh karena itu dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data
dan evaluasi data tersebut.  Hasil evaluasi ini dapat di umpan balik kepada
tahap 1 sehingga memberi dampak pada perubahan yang diinginkan
berikutnya.
c. Langkah-langkah manajemen perubahan
Salah satu model manajemen perubahan yang komprehensif adalah 8 Steps
Model Change Management yang dikenalkan oleh Profesor John Kotters.
Dimana kedelapan langkah itu dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu:
1. Menciptakan iklim yang kondusif untuk perubahan
Terdiri dari tiga langkah yakni: Meningkatkan urgensi perubahan,
menyiapkan komite program perubahan dan menyusun visi serta strategi
yang tepat.
2. Mengikat dan memampukan seluruh insan dalam organisasi
Terdiri dari tiga langkah pula yakni: mengkomunikasikan program
perubahan, memberi cukup sumber daya yang diperlukan untuk
melaksanakan rencana tindakan, dan menciptakan kemenangan-
kemenangan jangka pendek sebagai quick win.
3. Mengimplementasikan dan menjaga perubahan tetap lestari
Terdiri dari dua langkah yaitu tidak berhenti mengumpulkan perubahan-
perubahan yang diperlukan sekaligus mengevaluasi program yang telah
dilaksanakan, dan langkah terakhir membuat perubahan menjadi lestari
atau permanen.
8 Langkah Manajemen Perubahan

Kedelapan langkah manajemen perubahan tersebut bila dijelaskan esensinya


adalah sebagai berikut:

1. Increase Sense of Urgency

Langkah pertama disini adalah menyusun “cerita” mengapa kita


membutuhkan program perubahan tersebut. Disini pentingnya story telling
yang baik. Yang dimaksud story telling adalah teknik penyampaian informasi
yang menarik dan dapat mengubah perasaan audiens. Yang kita lakukan
adalah menyusun “Change Story” -nya untuk meningkatkan urgensi bahwa
semua pihak perlu mendukungnya karena sifatnya urgen. Apalagi bila cerita
itu dikaitkan dengan resiko besar yang akan kita hadapi bersama bila kita tidak
mau berubah.
Contohnya dalam situasi pandemi corona, bila kita tidak mau mengubah
gaya hidup kita untuk lebih bersih dan menjaga kesehatan, kita dan anggota
keluarga yang kita kasihi, beresiko tertular virus tersebut dan mungkin sampai
meninggal. Apa kita mau? Karena ayo dukung program perubahan ini. Nah,
seperti itu contoh sederhana “change story”-nya.

2. Build the Guiding Team

Pada langkah kedua ini, kita menyiapkan komite change program tersebut
yang akan mengawal perubahan tersebut. Ditentukan siapa yang menjadi
change sponsor dan change agent yang mewakili setiap bagian. Tujuannya
disini untuk melibatkan setiap level organisasi untuk mendukung program
perubahan yang disiapkan. Tipsnya libatkan semua anggota top manajemen
dan kepala divisi atau departemen sebagai anggota sponsor. Komitmen
mereka menjadi elemen kunci keberhasilan program tersebut. Peranan change
sponsor adalah menformulasikan arahan strategis yang dibutuhkan dalam
program perubahan itu. Kemudian pilih anggota change agent atau agen
perubahan. Agent of change adalah mereka yang bertugas mempengaruhi
target atau sasaran perubahan, supaya mereka ikut perubahan yang
dikehendakinya. Kriteria menentukan anggota agen perubahan adalah orang-
orang dengan perilaku terbaik, open mind, team player dan mempunyai
pengaruh di bagiannya masing-masing.

3. Get the Right Vision and Strategy

Langkah ketiga adalah menyusun visi serta strategi perubahan yang tepat.
Contohnya ada satu perusahaan yang mencanangkan “Transformation
towards Growth”. Untuk mengambarkan visi dan arah strategi perusahaan ke
depan yang hendak melakukan transformasi dalam bidang people, proses dan
teknologi untuk menjawab tantangan di era VUCA.

4. Communicate for Buy-in


Mengkomunikasikan program perubahan adalah langkah keempat.
Komunikasi disini sangat penting supaya orang yang menjadi sasaran
perubahan memahami apa, mengapa dan bagaimana program perubahan itu
dilakukan. Tujuannya untuk mendapatkan buy-in dari semua pihak. Arti istilah
buy-in adalah menyetujui, mendukung dan ikut aktif terlibat dengan ide
perubahan tersebut.

Contoh yang bisa kita lakukan misalnya melakukan sosialisasi atau


kampanye program perubahan. Pada waktu komunikasi gunakan semua
saluran komunikasi yang tersedia dalam organisasi tersebut. Mulai dari offline
ataupun online. Mulai dari memasang poster, banner, membagikan flyer,
brosur atau gimmick-gimmick yang mendukung, hingga mengadakan townhall
atau mengundang orang-orang dalam sebuah pertemuan. Manfaatkan juga
sarana komunikasi digital misalnya melalui intranet, email, serta sosial media
yang tersedia. Komunikasi ini sangat penting sekali. Karena itu dalam setiap
pelatihan yang saya adakan, saya selalu mengatakan perlunya si Pemimpin
mengembangkan Conversational Intelligence (C-IQ) dalam kepemimpinannya
sehari-hari.

Apa itu Conversational Inteligence atau C-IQ ?

Istilah ini pertama kali dikenalkan oleh Judith Glaser pada akhir 2013.
Conversational Intelligence bersumber dari hasil riset dan terobosan terbaru
dari ilmu neurosains, yaitu bidang ilmu yang mempelajari tentang otak dan
bagaimana perilaku kita dari sudut pandang aktivitas yang terjadi di otak.
Majalah Inc., dari USA pada tahun 2016 pernah menobatkan C-IQ sebagai
salah satu dari Top 5 tren Bbsnis terbesar yang berpengaruh dalam
keunggulan bersaing di masa kini dan mendatang. Semenjak itu, semakin
banyak orang di seluruh dunia yang mempelajarinya dan semakin banyak
dimanfaatkan oleh berbagai perusahaan kelas dunia. Saya bersyukur dia awal
2017 silam mendapat kesempatan untuk belajar langsung dari guru saya Judith
Glaser tersebut. Dalam C-IQ kita belajar bahwa untuk membangun budaya
kerja dengan kualitas yang kita inginkan, misalnya membawa orang-orang
untuk mensukseskan program perubahan atau transformasi yang sedang Anda
lakukan. Hal ini tergantung dari kualitas relasi atau hubungan dari orang-
orang yang ada di dalam organisasi tersebut. Dan, kualitas relasi ini
tergantung dari kualitas percakapan atau komunikasi yang terjadi sehari-hari
diantara orang-orang yang ada.

Ibaratnya membangun rumah, Conversational Intelligence adalah pondasi


kepemimpinan yang sangat penting. Semakin dalam dan kokoh pondasi ini,
maka semakin efektif bangunan kepemimpinan di atasnya berdiri. Tanpa C-
IQ, berbagai pelatihan kepemimpinan yang lain menjadi kurang efektif. C-IQ
menyediakan tools dan strategi bagaimana kita bisa meningkatkan komunikasi
yang lebih efektif, berdasarkan perkembangan terbaru dari ilmu neurosains

5. Empower Action

Langkah kelima adalah memberi sumber daya yang cukup untuk


mengeksekusi rencana tindakan yang diperlukan. Contohnya budget,
peralatan, otoritas dan sebagainya. Mengenai budget prioritaskan untuk
mendorong proses adopsi program perubahan dengan lebih baik. Misalnya
untuk program komunikasi di atas, memberikan training skills atau pelatihan
keterampilan yang akan dibutuhkan, termasuk training change management
ini. Dan, bila perlu berikan pula insentif bila change program tersebut sukses
dilakukan.

6. Create Short-term Wins

Langkah keenam adalah menciptakan kemenangan-kemenangan jangka


pendek sebagai quick win. Penting untuk merayakan bersama kemenangan
kecil ini. Kemenangan-kemenangan kecil akan menjadi modal untuk
menambah semangat dan kepercayaan diri anggota komite yang terlibat dalam
change management tersebut.
“Sukses-Sukses Kecil Merupakan Modal untuk Meraih Sukses yang Lebih Besar”

7. Don’t Let Up

Langkah ketujuh adalah consolidate gains dan produce more change. Artinya
jangan berhenti atau mereda untuk mengumpulkan perubahan-perubahan yang
diperlukan sekaligus mengevaluasi program yang telah dilaksanakan untuk
menghasilkan perubahan yang lebih efektif lagi. Ini adalah bagian dari tahap
mengimplementasikan dan melestarikan perubahan tersebut. Terus lakukan
dan kumpulkan outcome-outcome yang ada, dan menciptakan lebih banyak
lagi perubahan sampai keseluruhan program telah tercapai dengan sukses.

"Lakukan monitor, review, refine atas program change yang dilakukan"

8. Make It Stick

Langkah terakhir adalah membuat perubahan menjadi lestari atau permanen.


Disini bagaimana upaya kita membuat perubahan itu menjadi permanen dan
budaya yang baru di organisasi. Contoh yang bisa dilakukan di bagian ini
misalnya dengan meng-install mekanisme formal dengan menambahkan KPI
(Key Performance Indicator) kesuksesan program perubahan itu dalam
performance appraisal setiap orang. Peranan pemimpin sangat penting untuk
menjadi role model yang walk the talk, memberikan support dan
melaksanakan program perubahan itu sebagai aktifitas sehari-harinya.

“We are what we repeatedly do. Excellence then is not an act, but a habit.”

Edgar Schein, bapak Organization Culture, pernah mengatakan bahwa


“Pemimpin-lah yang menentukan dan mencerminkan budaya suatu organisasi.
Moral selalu mengalir dari atas.”
“If you get the culture right, most of the other stuff will take care of itself” –
Tony Hsieh, penulis buku Delivering Happiness, CEO Zappos.com.

Anda mungkin juga menyukai