Anda di halaman 1dari 5

TUBERKULOSIS PARU

TANPA KOMPLIKASI
No. ICD-10 :
No. ICPC-2 :
Tingkat Kompetensi :

PENDAHULUAN
Menurut World Health Organization (WHO), sebanyak lebih dari satu miliar orang di dunia
diperkirakan telah mengalami tuberkulosis, dengan 8,7 juta kasus baru dan 1,4 juta kematian
setiap tahunnya. Tuberkulosis umum ditemukan pada populasi dengan tingkat ekonomi
rendah, tinggal pada wilayah padat penduduk, dan memiliki penyakit lain yang dapat
memengaruhi respons sistem imun.
Pada tahun 2016, telah terjadi sekitar 6,3 juta kasus TB baru dan 95% dari kasus ini
ditemukan pada negara-negara berkembang. Beberapa negara telah diidentifikasi sebagai
penyumbang terbesar dari angka tersebut, yaitu India, Indonesia, China, Filipina, Pakistan,
Nigeria, dan Afrika Selatan. Prevalensi TB di Indonesia juga merupakan salah satu yang
tertinggi di dunia. Pada tahun 2019, insidensi TB di Indonesia menempati peringkat ketiga
tertinggi di dunia, di bawah Tiongkok dan India.

TUJUAN PEMBELAJARAN

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS

Setelah menyelesaikan modul ini, maka dokter mampu menguatkan kompetensinya pada
penyakit Tuberkulosis paru tanpa komplikasi.

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM

1. Setelah menyelesaikan modul ini, maka dokter mampu menguatkan kompetensinya pada
penyakit tuberkulosis paru tanpa komplikasi.
2. Mampu melakukan manajemen promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif pada pasien
tuberkulosis paru tanpa kompilkasi

DEFINISI
Penyakit Tuberkulosis paru tanpa komplikasi adalah penyakit parenkim paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tanpa disertai dengan kelainan atau
komplikasi organ lain.
ETIOLOGI
Penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis).
Sebagian besar kuman TB menginfeksi paru, tetapi dapat juga mengenai organ lain. Paru
merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat
kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus.
Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik.
Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan
sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada Sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu
menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam
makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut.
Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. Dari focus
primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu
kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan
jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal.
Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang
membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer
secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda denga pengertian masa
inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman
hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-
8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman
tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang
respons imunitas seluler.

FAKTOR RISIKO

beberapa kelompok orang yang memiliki risiko lebih tinggi tertular TB:
1. Orang yang sistem kebebalan tubuhnya menurun. Contohnya, pengidap diabetes, orang
yang menjalani rangkaian kemoterapi, atau pengidap HIV/AIDS.
2. Orang yang mengalami malanutrisi atau kekurangan gizi.
3. Pecandu narkoba.
4. Perokok.
5. Petugas medis yang sering berhubungan dengan pengidap TB.
PENEGAKAN DIAGNOSIS

ANAMNESIS

1. Batuk-batuk selama lebih dari 2 minggu (dapat disertai dengan darah, sesak dan nyeri
dada)
2. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
3. malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
4. seperti influenza dan bersifat hilang timbul
5. Penurunan nafsu makan dan berat badan
6. Perasaan tidak enak (malaise), lemah

PEMERIKSAAN FISIK

tergantung luas kelainana struktur paruyang mengalami kerusakan. pada umumnya terletak
di lobus superior segmen apicalis dan posterior serta lobus inferior segmen superior. Pada
pemeriksaan fisik bisa ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas
melemah, ronki basah, tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Fasilitas Kesehatan tingkat Pertama Pemeriksaan bakteriologis: sputum BTA dan


Pemeriksaan Radiologis ( Rontgen Thorax PA)
2. Fasilitas kesehatan tingkat lanjut: tes cepat molekuler, kultur sputum Mycobaterium
tuberculosis, sensitivitas obat anti tuberculosis.

DIAGNOSIS KLINIS

Tuberkulosis paru kasus baru atau kasus kambuh

DIAGNOSIS BANDING

1. Pneumonia
2. Bronkiektasis
3. PPOK
4. Kanker Paru

SARANA PRASARANA

Laboratorium pegecatan sputum BTA/ Ziehl nielsen (ZN) dan fasilitas radiologi

PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF

TERAPI FARMAKOLOGIS

Terapi obat anti tuberkulosis (OAT) kombinasi dosis tetap (KDT) maupun obat lepasan.
Dosis menyesuaikan berat badan. Rifampicin 8-12 mg/ kg bb, Isoniazid 4-6 mg/kg bb,
Etambutol 15 mg/ kg bb, Pirazinamid 25 mg/kg bb.
Regimen obatnya sebagai berikut:
kategori I : 2RHZE/4RH
Kategori II : 2RHZES/RHZE/5RHE

KONSELING DAN EDUKASI

edukasi batuk yang benar untuk mengurangi risiko penularan, makan makanan bergizi,
lingkungan yang sehat dengan ventilasi dan iluminasi yang baik, dukungan keluarga dalam
pengawasan menelan obat dan pengobatan sampai sembuh.

MONITORING PENGOBATAN

1. Evaluasi efek samping obat: mual, muntah, nyeri sendi, alergi obat, drug induced liver
injury (DILI)
2. Evaluasi Klinis: peningkatan berat badan, perbaikan nafsu makan, perbaikan demam
dan batuk.
3. Evaluasi bakteriologis: pemeriksaan Sputum BTA pada akhir bual ke 2 dan ke 5/6
4. Evaluasi Radiologis: Rontgen thorax pada akhir bualn ke 2 dan ke 5/6

KRITERIA RUJUKAN

Setelah minum OAT muncul efek samping mual muntah yang berat, alergi obat, hemoptisis,
pneumotoraks, drug induced liver injury (DILI), dll

KOMPLIKASI
batuk darah masif, pneumotoraks

PROGNOSIS
Tb paru tanpa komplikasi memmpunyai prognosis bonam.

PENCEGAHAN
Pencegahan TBC bisa dilakukan dengan cara hidup bersih dan sehat. penularan Tb melalui
udara, maka etika batuk harus diperhatikan dan disosialisasikan. Menemukan dan mengobati
pasien TBC sampai sembuh juga salah satu strategi mencegah penjularan.
DAFTAR PUSTAKA
1. McAdam AJ, Milner DA, Sharpe AH. Infectious diseases. In: Kumar V, Abbas AK, Aster
JC. Robbins and Cotran pathologic basis of disease. 9th ed. Philadelphia: Elsevier; 2015.
p. 371–6.
2. Raviglione MC. Tuberculosis. In: Kasper DL, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson
JL, Loscalzo J, eds. Harrison’s principles of internal medicine. 20th ed. New York:
McGraw-Hill; 2019. p. 1236–59.
3. Fitzgerald DW, Sterling TR, Haas DW. Mycobacterium tuberculosis. In: Bennett JE,
Dolin R, Blaser MJ, eds. Mandell, Douglas, and Bennett’s principles and practice of
infectious diseases. 9th ed. Philadelphia: Elsevier; 2019. p. 2985–3005.
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis Dan
Penatalaksanaan Di Indonesia. 2011.

Anda mungkin juga menyukai