Anda di halaman 1dari 41

1

MAKALAH RHEMATOID ARTRITIS

Di Susun Oleh:
1. Meriyatul Qibtiyah (20191660018)
2. Khoirun Nisa (20191660049)
3. Befiarisa Dewi R. (20191660103)
4. Galuh Ivani Aprilia P (20191660149)

S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2021/2022
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BRLAKANG
Penyakit rheumatoid arthritis (RA) merupakan salah satu penyakit autoimun berupa
inflamasi arthritis pada pasien dewasa (Singh et al., 2015). Rasa nyeri pada penderita
RA pada bagian sinovial sendi, sarung tendo, dan bursa akan mengalami penebalan
akibat radang yang diikuti oleh erosi tulang dan destruksi tulang disekitar sendi
(Syamsuhidajat, 2010) hingga dapat menyebabkan kecacatan (Yazici & Simsek, 2010).
Namun demikian, kebanyakan penyakit rematik berlangsung kronis, yaitu sembuh dan
kambuh kembali secara berulangulang sehingga menyebabkan kerusakan sendi secara
menetap pada penderita RA (Muchid, 2006). Menurut Arthritis Foundation (2015),
sebanyak 22% atau lebih dari 50 juta orang dewasa di Amerika Serikat berusia 18
tahun atau lebih didiagnosa arthritis. Dari data tersebut, sekitar 3% atau 1,5 juta orang
dewasa mengalami RA (Arthritis Foundation, 2015). RA terjadi pada 0,5-1% populasi
orang dewasa di negara maju (Choy, 2012). Prevalensi RA di Indonesia menurut hasil
penelitian yang dilakukan oleh Nainggolan (2010), jumlah penderita RA di Indonedsia
tahun 2009 adalah 23,6% sampai 31,3%. Pemahaman terhadap RA berkaitan dengan
komorbiditas dan mortalitas dini (Sokka et al., 2008), membuat penatalaksanaan RA
harus agresif dan sedini mungkin sehingga mampu meningkatkan hasil jangka pendek
maupun panjang penderita (Yazici et al., 2005). Hal ini dapat diakibatkan oleh stres,
merokok, faktor lingkungan dan dapat pula terjadi pada anak karena faktor keturunan
(Brooke, 2014). Pengobatan saat ini menunjukkan kurang efesiennya terapi,
menghasilkan efek samping yang cukup besar, dan biaya cenderung mahal (Aggarwal
& Harikumar, 2009). Perlu alternatif pengobatan yang dapat dijadikan salah satu
pilihan dalam penanganan RA. Alternatif pengobatan dapat bersumber dari bahan
alam, maupun turunan dari senyawa bahan alam, salah satunya tanaman yang banyak
diteliti yaitu kunyit yang mengandung senyawa kurkumin. Obat yang digunakan tidak
hanya berfokus pada kemampuan kimiawi obat tersebut, tetapi secara fisik mampu
mencapai target terapi. Sistem nanopartikel banyak digunakan dalam memodifikasi
sifat fisik suatu senyawa. Nanopartikel juga mampu meningkatan efektifitas dalam
pengobatan, terutama RA.

B. TUJUAN
Adapun tujuan penulisan karya tulis ini adalah memperkenalkan pada masyarakat luas
mengenai penyakit RA baik itu dari definisi, penyebab dan perjalanan penyakitnya,
insidensinya, tanda dan gejala klinik, penatalaksanaan dan pengobatan dari penyakit
tersebut. Adapun kegunaan dari penulisan ini, diharapkan bahwa masyarakat akan
3

dapat lebih mengenal tentang penyakit RA terutama bagaimana tanda dan gejala
penyakit serta pengobatannya secara dini dan tepat sehingga diperoleh suatu
pemahaman yang lebih baik tentang penyakit RA. Adapun pendekatan metodologis
yang dipergunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah studi kepustakaan, dimana
penulis mencoba mengumpulkan data-data berupa teori-teori dasar mengenai penyakit
RA dari beberapa teks book, jurnal-jurnal internet, dan beberapa surat kabar.
Maksud dari penulisan karya tulis ini adalah adanya tambahan referensi dari pembaca
tentang penyakit RA dan juga dapat menambah wawasan atau ilmu yang berguna
mengenai penyakit RA hi, dimana penyakit ini bukan hanya penyakit encok atau pegal
linu yang dikenal oleh sebagian besar masyarakat luas tetapi juga merupakan penyakit
kompleks, dimana organ lain pun dapat diserang. Adapun tujuan penulisan karya tulis
hi adalah untuk memperkenalkan pada masyarakat luas mengenai penyakit RA, baik
itu definisinya, penyebab dan perjalan penyakit, insidensinya, tanda dan gejala kIinik
dan penatalaksanaan serta pengobatan dari penyakit RA tersebut, hingga akan
diperoleh suatu pemahaman yang baik mengenai penyakit RA tersebut.

C. MANFAAT
Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian adalah cukup besar, terutama bagi:
1. Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi institusi pendidikan untuk
menambah pengetahuan tentang penyakit-penyakit yang masih sering terjadi di
masyarakat.
2. Profesi Keperawatan
Bagi ilmu Keperawatan hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah
keilmuwan serta memperdalam pengetahuan tentang penyakit reumatik yang terjadi
pada Lansia dan masukan sebagai profesi dalam mengembangkan perencanaan yang
akan dilakukan dalam memberikan penangan pada penyakit reumatik
3. Peneliti
Penelitian ini akan bermanfaat bagi peneliti yaitu menjadi sebuah
pengalaman yang berharga dan menjadi sebuah kebanggan dan kepuasan tersediri
ketika mampu memberikan suatu hal yang berarti bagi perkembangan ilmu
Keperawatan
4

BAB II

STUDI LITERATUR

A. DEFINISI
Definisi Rheumatoid Arthritis Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun
yang etiologinya belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris dan
pada beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular. Perjalanan penyakit
RA ada 3 macam yaitu monosiklik, polisiklik dan progresif. Sebagian besar kasus
perjalananya kronik kematian dini (Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi
Indonesia,2014). Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi,
dan “itis” yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang pada sendi.
Sedangkan Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
(biasanya tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan,
nyeri dan seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi (Febriana,2015).
Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan banyak mengenai
penduduk pada usia produktif sehingga memberi dampak sosial dan ekonomi yang
besar. Diagnosis dini sering menghadapai kendala karena pada masa dini sering belum
didapatkan gambaran karakteristik yang baru akan berkembang sejalan dengan waktu
dimana sering sudah terlambat untuk memulai pengobatan yang adekuat
(Febriana,2015).

B. ETIOLOGI
Etiologi Penyebab Artritis Rheumatoid belum diketahui dengan pasti. Namun
kejadiannya dikorelasikan dengan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
lingkungan (Suarjana, 2009). a. Genetik, berupa hubungan dengan HLH-DRBI dan
faktor ini memiliki angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60% ( Suarjana,
2009). b. Hormon sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Plasental
kortikotraonim Releasing Hormone yang mensekresi dehidropiandrosteron (DHEA),
yang merupakan substrat penting dalam sintesis esterogen plasenta. Dan stimulasi
esterogen dan proggesteron pada respon imun humoral ( TH2) dan menghambat
respon imun selular ( TH1). Pada RA respon TH1 lebih dominan sehingga estrogen
dan progresteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap perkembangan
penyakit ini ( Suarjana, 2009). c. Faktor infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa
seinduk semang (host) dan merubah reakrifitas atau respon sel T sehingga muncul
timbulnya penyakit RA (Suarjana, 2009). d. HeatShockProtein (HSP) Merupakan
protein yang diproduksi sebagai respon terhadap stress. Protein ini mengandung
untaian ( sequence) asam amino homolog. Diduga terjadi fenomena kemiripan
5

molekul dimana antibodi dan sel T mengenali epitok HSP Pada agen infeksi dan sel
Host. Sehingga bisa mencetuskan terjadinya reaksi silang Limposit dengan sel Host
sehingga mencetuskan reaksi imunologis ( Suarjana,2009).

C. KLASIFIKASI
Buffer (2010) dalam Wahyuni (2016) mengklasifikasikan rheumatoid
arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Rheumatoid arthritis classic
Pada tipe ini, paling sedikit dalam waktu enam minggu harus terdapat enam kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus-menerus.
2. Rheumatoid arthritis deficit
Pada tipe ini, paling sedikit dalam waktu enam minggu terdapat empat kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus-menerus.
3. Rheumatoid arthritis probable
Pada tipe ini, paling sedikit dalam waktu enam minggu terdapat tiga kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus-menerus.
4. Rheumatoid arthritis possible
Pada tipe ini, paling sedikit dalam waktu tiga bulan terdapat dua kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus-menerus.

D. PATOFISIOLOGI
Pada arthritis rheomatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan sinovial.
Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan
memecah kolagen sehingga terjadi edema, poliferasi membran sinovial, dan akhirnya
membentuk panus. Panus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi
tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu gerak
sendi. Otot akan turut terkena serabut otot akan mengalami perubahan generatif dengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.
Arthritis rheomatoid adalah penyakit autoimun yang terjadi pada individu rentan
setelah respons imun terhadap agen pemicu yang tidak diketahui. Agen pemicunya
adalah bakteri, mikroplasma atau virus yang menginfeksi sendi atau mirip sendi secara
antigenik. Biasanya respons antibodi awal terhadap mikroorganisme diperantai oleh
IgG. Walaupun respons ini berhasil menghancurkan mikroorganisme, individu yang
mengalami RA mulai membentuk antibodi lain, biasanya IgM atau IgG, terhadap
antibodi IgG awal.
E. MANISFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis Keluhan biasanya mulai secara perlahan dalam beberapa minggu
atau bulan. Sering pada keadan awal tidak menunjukkan tanda yang jelas. Keluhan
6

tersebut dapat berupa keluhan umum, keluhan pada sendi dan keluhan diluar sendi
(Putra dkk,2013).
1. Keluhan umum Keluhan umum dapat berupa perasaan badan lemah, nafsu makan
menurun, peningkatan panas badan yang ringan atau penurunan berat badan.
2. Kelainan sendi Terutama mengenai sendi kecil dan simetris yaitu sendi
pergelangan tangan, lutut dan kaki (sendi diartrosis). Sendi lainnya juga dapat
terkena seperti sendi siku, bahu sterno-klavikula, panggul, pergelangan kaki.
Kelainan tulang belakang terbatas pada leher. Keluhan sering berupa kaku sendi di
pagi hari, pembengkakan dan nyeri sendi.
3. Kelainan diluar sendi
a. Kulit : nodul subukutan (nodul rematoid)
b. Jantung : kelainan jantung yang simtomatis jarang didapatkan, namun
40% pada autopsi RA didapatkan kelainan perikard
c. Paru : kelainan yang sering ditemukan berupa paru obstruktif dan
kelainan pleura (efusi pleura, nodul subpleura)
d. Saraf : berupa sindrom multiple neuritis akibat vaskulitis yang sering
terjadi berupa keluhan kehilangan rasa sensoris di ekstremitas dengan
gejala foot or wrist drop
e. Mata : terjadi sindrom sjogren (keratokonjungtivitis sika) berupa
kekeringan mata, skleritis atau eriskleritis dan skleromalase perforans 11
f. Kelenjar limfe: sindrom Felty adalah RA dengan spleenomegali,
limpadenopati, anemia, trombositopeni, dan neutropeni

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. LABORATORIUM
a. Penanda inflamasi : Laju Endap Darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP)
meningkat
b. Rheumatoid Factor (RF) : 80% pasien memiliki RF positif namun RF negatif
tidak menyingkirkan diagnosis
c. Anti Cyclic Citrullinated Peptide (anti CCP) : Biasanya digunakan dalam
diagnosis dini dan penanganan RA dengan spesifisitas 95-98% dan sensitivitas
70% namun hubungan antara anti CCP terhadap beratnya penyakit tidak
konsisten

2. RADIOLOGI
Radiologis Dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak, penyempitan
ruang sendi, demineralisasi “juxta articular”, osteoporosis, erosi tulang, atau
subluksasi sendi.
7

G. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan rheumatoid arthritis adalah remisi dengan menekan
aktivitas penyakit sepenuhnya melalui penatalaksanaan sinovitis, menghilangkan nyeri,
menjaga kemampuan fungsional, meningkatkan kualitas hidup, meminimalisir kejadian
tidak diinginkan, serta memberikan tata laksana yang efektif. Beberapa hal yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut.

Edukasi Pasien

Berikan edukasi meliputi etiologi hingga penatalaksanaan rheumatoid arthritis pada


pasien dan keluarga terdekat. Lakukan manajemen berat badan, terutama ketika terdapat
keterlibatan sendi penyangga tubuh.

Terapi Okupasional

 Penilaian tempat kerja, kemampuan fungsional karyawan, serta teknik manajemen


stress dan nyeri
 Penilaian dan modifikasi kebutuhan lingkungan kerja dan rumah

Fisioterapi
Tujuan dari fisioterapi adalah mengurangi nyeri dan kekakuan, mencegah deformitas,
memaksimalkan fungsi serta meningkatkan kualitas hidup melalui peningkatan tonus
otot. Aktivitas yang dilakukan dapat berupa aktivitas aktif seperti latihan dan edukasi,
maupun secara pasif melalui latihan rentang gerak dan isometrik, termoterapi,
elektroterapi, serta terapi ultrasonografi.

Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi yang dapat digunakan di antaranya adalah :

Analgesik
Analgetik dapat berupa paracetamol dan obat anti inflamasi non steroid seperti
ibuprofen. Dapat juga diberikan agen cyclo-oxygenase-2 (COX2)
inhibitor seperti celecoxib.
 Paracetamol dosis : 3 x 500 mg digunakan bila perlu
 Celecoxib dosis : 2 x 100 – 200 mg digunakan bila perlu
 Ibuprofen dosis : 3- 4 x 400 – 800 mg, maksimal 3.2 gram per hari, digunakan
bila perlu

Disease Modifying Anti-rheumatic Drugs (DMARDs)


8

Disease Modifying Anti-rheumatic Drugs (DMARDs), merupakan agen yang


menghambat umpan balik positif pemberian sinyal inflamasi pada keadaan rheumatoid
arthritis. Preparat yang sering digunakan adalah:
 Azathioprine : 1 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 1-2 dosis selama 6 – 8 minggu,
dapat dinaikkan 0.5 mg/kgBB/hari setiap 4 minggu, maksimal 2.5 mg/kgBB/hari
 Siklosporin (cyclosporine A) : 2.5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 2 dosis selama 6-
8 minggu, dapat ditingkatkan hingga 4 mg/kgBB/hari secara bertahap
 D-penicillamine : digunakan pada kasus aktif yang berat dengan dosis 125-250
mg per hari selama 1 bulan. Dapat ditingkatkan dengan jumlah dosis yang sama
setiap 4 – 12 minggu hingga remisi. Hentikan penggunakan obat ini apabila tidak
ada respon dengan pengobatan adekuat selama 12 bulan.
 Hydroxychloroquine : dosis inisial 400 mg per hari dibagi menjadi 1-2 dosis.
Dosis rumatan 200-400 mg per hari sesuai respon terhadap pengobatan.
 Leflunomide : dosis inisial 100 mg satu kali per hari selama 3 hari. Dilanjutkan
dosis rumatan 10 – 20 mg satu kali per hari.
 Methotrexate (MTX) : diberikan 7.5 mg per minggu. Dosis dapat dinaikkan sesuai
respon terhadap pengobatan, hingga maksimal 20 mg/ minggu.
 Sulfasalazine (SSZ) : dosis awal 500 mg per hari selama 1 minggu pertama,
dilanjutkan sesuai respon pengobatan. Dapat ditingkatkan 500 mg setiap minggu,
hingga maksimal 3 gram per hari dibagi dalam 3-4 dosis.

Agen Biologik

Agen Biologik, merupakan golongan obat yang menghambat reaksi inflamasi pada
beberapa tahapan imunologi seperti antagonis faktor nekrosis tumor (TNFAs) dan
inhibitor sitokin. Dapat digunakan sebagai monoterapi atau kombinasi dengan DMARDs,
seperti methotrexate. Preparat yang paling umum digunakan adalah:

 Tumour necrosis factor alpha (TNFα) blockers:


- Adalimumab : dosis 40 mg sebagai dosis tunggal setiap minggu berselang 
- Etanercept : dosis 25 mg dua kali per minggu dengan jarak antar dosis 3-4
hari atau 50 mg satu kali per minggu. Pengobatan dihentikan apabila tidak
ada respon terapi dalam 6 bulan
 Monoclonal antibodies against B cells:
9

- Rituximab : diberikan sebagai dua kali dosis 1 gram infus intravena


dengan jarak anatar dosis 2 minggu. Digunakan sebagai terapi kombinasi
dengan MTX.

 Interleukin 1 (IL-1) blockers:


- Anakinra : dosis 100 mg per hari, sebaiknya diberikan di waktu yang sama
setiap hari. Dapat digunakan sebagai terapi kombinasi dengan MTX.

Steroid

Karena adanya dugaan keterlibatan sistem imun, steroid juga diduga bermanfaat
dalam penatalaksanaan rheumatoid arthritis. Dapat diberikan prednisone 5-10 mg
per hari sebagai terapi kombinasi dengan regimen terapi lainnya.

Terapi Pembedahan

Pertimbangkan terapi pembedahan jika:


 Nyeri menetap akibat kerusakan sendi atau penyakit jaringan lunak
lainnya
 Perburukan fungsi sendi
 Deformitas progresif, terutama jika ditemukan ruptur tendon, kompresi
saraf, dan stress fracture
 Sinovitis lokal yang menetap

H. PROGNOSIS
Prognosis rheumatoid arthritis didasarkan pada beberapa penanda prognostik, dengan
pasien yang mendapat terapi dini dan agresif memiliki prognosis keseluruhan yang
lebih baik. Selain itu prognosis rheumatoid arthritis dapat ditentukan dengan
pengembangan komplikasi rheumatoid arthritis, dengan komplikasi ini yang berkaitan
dengan penyakit dan beberapa berhubungan dengan obat-obatan rheumatoid arthritis.

Komplikasi
Beberapa komplikasi rheumatoid arthritis adalah :
Penyakit Jantung Iskemik
Penyakit jantung menyebabkan kematian pada lebih dari separuh pasien
rheumatoid arthritis. Terdapat kecurigaan bahwa inflamasi kronik, DMARD
(terutama obat anti-TNF) dan obat anti inflamasi non steroid menjadi faktor
10

kontributif pada keadaan ini. Aterosklerosis lebih cepat terjadi pada pasien
dengan artritis rheumatoid dibandingkan populasi umum.
 Infeksi
Dapat diakibatkan oleh proses inflamasi, keterlibatan imun, serta efek
medikamentosa seperti DMARD dan agen biologik. Terjadi peningkatan risiko
infeksi dua kali lipat setelah inisiasi obat golongan tersebut.
 Penyakit Paru
Disebabkan oleh kerusakan paru secara langsung akibat rheumatoid arthritis atau
peningkatan risiko infeksi thorakal. Scarring pada paru akibat efek samping
beberapa obat juga dapat menjadi faktor yang menimbulkan keadaan ini.
[15,19,22]

Prognosis
Pasien dengan faktor rheumatoid seropositif memiliki morbiditas yang lebih berat.
Remisi spontan umum ditemukan dalam dua tahun pertama.  Remisi total jarang
ditemukan pada 50-90% pasien dengan penyakit progresif dan setelah lima tahun
pemberian terapi obat anti-rematik.
Lima puluh persen skor maksimum untuk penyempitan sendi dan erosi radiografik
ditemukan dalam lima tahun perjalanan penyakit.
Pasien dengan tingkat edukasi formal tinggi memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas
yang lebih baik.

Penanda prognosis baik adalah:


 Terapi dini dan agresif
 Respon baik terhadap terapi
 Pencapaian tujuan terapi dengan remisi total dalam 2 tahun
 Gangguan terbatas pada tangan dan kaki

Penanda prognosis buruk adalah:


- Faktor rheumatoid positif
- Antibodi anti-CCP
- Nodul rheumatoid
- Peningkatan penanda inflamasi seperti LED dan CRP
- Peningkatan jumlah sendi yang membengkak
- Erosi radiologik dini
- Penurunan kemampuan fungsional dini
- Tingkat sosioekonomi rendah

Mortalitas
11

Rheumatoid arthritis menyebabkan penurunan usia harapan hidup 5-10 tahun yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut:
 Usia onset yang muda
 Durasi penyakit yang lama
 Adanya komorbiditas
 Derajat keparahan penyakit yang berat
 Kerusakan sendi signifikan
 Keterlibatan organ selain sendi

I. WOB OF CAUSATION (WOC)


12
13

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian terdiri dari pengumpulan informasi subjektif dan objektif (misalnya,
tanda vital, wawancara pasien/keluarga, pemeriksaan fisik) dan peninjauan informasi
riwayat pasien pada rekam medik. Perawat juga mengumpulkan informasi tentang
kekuatan (untuk mengidentifikasi peluang promosi kesehatan) dan resiko (area
yang perawat dapat mencegah atau potensi masalah yang dapat ditunda).. Pengkajian
dapat didasarkan pada teori keperawatan tertentu seperti yang dikembangkan oleh
Sister Callista Roy, Wanda Horta, atay Dorothea Orem, atau pada kerangka
pengkajian standar seperti Pola Kesehatan Fungsional Menurut Marjory Gordon.
Kerangka ini 1 menyediakan cara mengategorikan data dalam jumlah besar ke dalam
jumlah yang dikelola berdasarkan pola atau kategori data terkait. Dasar dari
diagnosis keperawatan adalah penalaran klinis. Penalaran klinis diperlukan untuk
membedakan yang normal dari data abnormal, mengelompokkan data terkait,
menyadari data yang kurang, mengidentifikasi data yang tidak konsistensi, dan
membuat kesimpulan (Alfaro Lefebre,2004). Penilaian klinis adalah “interpretasi
atau kesimpulan tentang kebutuhan pasien, keprihatinan, atau masalah kesehatan,
dan atau keputusan untuk mengambil tindakan (Tanner,2006, hal.204). Isu-isu kunci,
atau fokus, mungkin jelas di awal penilaian (misalnya integritas kulit diubah,
kesepian) dan memungkinkan perawat untuk memulai proses diagnostik. Sebagai
contoh, pasien dapat melaporkan rasa sakit atau menunjukkan agitasi sambil
memegang bagian tubuh. Perawat akan mengenali ketidaknyamanan klien
berdasarkan laporan klien atau prilaku sakit. Perawat ahli dapat dengan cepat
mengidentifikasi kelompok karateristik klinis dari data pengkajian dan mulus maju
ke diagnosis keperawatan. Perawat pemula mengambil proses yang lebih berurutan
dalam menentukan diagnosis keperawatan yang tepat.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut b/d kondisi muskuloskeletal kronis.
b. Defisit pengetahuan b/d kurang terpapar informasi.
c. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan muskuloskeletal.
d. Gangguan citra tubuh b/d proses penyakit.
e. Defisit perawatan diri b/d gangguan muskuloskeletal.
14

C. INTERVENSI
No Standar Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intrevensi Keperawatan
Keperawatan Indonesia (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1 Nyeri akut b/d kondisi Setelah dilakukan tindakan Observasi manajemen
muskuloskeletal kronis keperawatan 1x 24 jam nyeri
diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi,
menurun karakteristik, frekuensi,
Kriteria Hasil: intensitas nyeri.
 Keluhan nyeri berkurang 2. Identifikasi skala nyeri
 Tampak meringis 3. Indentifikasi factor
menurun penyebab nyeri
 Sikap protektif menurun. 4. Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Teraupeutik
1. Berikan teknik non
farmakologi (kompres
jahe merah)
2. Kontak lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (suhu, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur.

Edukasi
1. Jelaskan penyebab dan
pemicu nyeri
2. Jelasakan strategi
pereda nyeri
3. Anjurkan monitor nyeri

secara mandiri
4. Anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri.

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
amalgetik (jika perlu)
15

2 Defisit pengetahuan b/d Setelah dilakukan tindakan Observasi


kurangterpapar keperawatan 1x 24 jam di 1. Identifikasi informasi
informasi harapkan pengetahuan uang akan disampaikan
meningkat Kriteria Hasil: 2. Identifikasi pemahaman
 Kepatuhan meningkat tentang kondisi kesehatan
 Pengetahuan meningkat saat ini
3. Identifikasi kesiapan
menerima informasi.

Terapeutik
1. Lakukan penguatan
potensi pasien dan
kleuarga untuk menerima
informasi
2. Libatkan pengambilan
keputusan dalam untuk
menerima informasi
3. Fasilitasi mengenali
kondisi tubuh yang
membutuhkan layanan
keperawatan
4. Berikan nomor kontak
yang dapat dihubungi ika
pasien membutuhkan
bantuan
5. Catat identitas dan
nomor kontak pasien
untuk mengingatkan atau
follow up kondisi pasien
6. Fasilitasi akses
pelayanan pada saat
dibutuhkan

Edukasi
1. Berikan informasi
berupa alur, leafket atau
gambar untuk
memudahkan pasien
mendapatkan informasi
kesehatan
16

2. Anjurkan keluarga
mendampingi pasien
3 Gangguan mobilitas Setealh dilakukan tindakan Observasi
fisik perawatan selama 1x 24 1. identifikasi kesiapan
b/d gangguan jam didapatkan mobilisasi dan kemampuanmenerima
muskuloskeletal fisik meningkat
Kriteria Hasil: informasi
- Pergerakan sendi 2. identifikasi indikasi dan
meningkat
- Status neurologi kontra indikasi mobilisasi
membaik 3. monitor kemajuan
- Aktivitas tidak dibantu pasien/ keluarga dalam
lagi melakukan mobilisasi

Terapeutik
1. persiapan materi,
media, dan alat-alat
seperti bantal, gait belt
2. jadwalkan waktu
pendidikan kesehatan
sesuai sekepakatan
dengan pasien dengan
keluarga
3. berikan kesempatan
pada pasien dan keluarga
untuk bertanya

Edukasi
1. jelasakan prosedur,
tujuan, indikasi, dan kotra
indikasi mobilisasi serta
dampak imobilisasi
2. ajarkan cara
mengidentifikasi sarana
dan prasarana yang
mendukung untuk
mobilisasi di rumah.
3. Demotrasi cara melatih
rentang gerak (misalkan
gerakan dilaukan dengan
perlahan, dimulai darai
17

kepala ke esktremitas,
gerakan semua persendian

sesuai dengan rentang


gerak normal, cara melatih
rentang gerak para sisi
ekstremitas yang parese
dengan
menggunkan ekstremitas
yang normal, frekuensi
tiap gerakan))
4 Gangguan citra tubuh Setalh dilakukan tindakan Observasi
b/d proses penyakit keprawatan selam 1x 24 1. Identifikasi harapan
jam diharapkan pemikiran citra tubuh berdasarkan
positif terhadap citra tubuh tahap perkembangan
2. Identifikasi budaya,
Kriteria Hasil: agama, jenis kelamin, dan
- Harga diri meningkat umur terkaid citra tubuh
- Identitas diri positif 3. Identifikasi perubahan
- Status coping positif citra tubh yang
mengakibatkan isolasi
sosial
4. Monitor frekuensi
pernyatan kritik terhadap
diri sendiri
5. Monitor apakah pasien
bisa melihat bagain tubuh
yang berubah

Teraupetik
1. Diskusiakn perubahn
tubh dan fungsinya
2. Diskusikan perbedaan
penampilan fisik terhadap
harga diri
3. Diskusikan perubahn
akibat pubertas kehamilan

dan penuaan
4. Diskusikan kondisi
stress yang
18

memperngaruhi cintra
tubuh (luka,penyakit,
pembedahan)
5. Diskusikan cara
mengembangkan harapan
citra tubuh secara relitis
6. Diskusiakn persepsi
pasien dan keluarga
tentang perubahn citra
tubuh

Edukasi
1. Jelaskan kepada
keluarga tentang
perawatan perubahan citra

tubh
2. Ancurkan
mengungkapkan
gambaran diri terhadap
citra tubuh
3. Anjurkan mengikuti
kelompok pendukung
(misal kelompok sebaya)
4. Latih fungsi tubuh
yang dimiliki
5 Defisit perawatan diri Setalh dilakukan tindkan Observasi
b/d gangguan keperawatan selama 1x24 1. Identifikasi
musculoskeletal jam di harapkan pengetahuan tentang
keberishan diri meningkat perawatan diri
Kriteria Hasil 2. Identifikasi
- Kenyaman meningkat masalah dan hambatan
- Kebersihan diri perawatan diri yang
meningkat dialami
3. Identifikasi metode
pembelajaran yang sesuai
(diskusi, tanya jawab,
penggunan alat
bantu,audio atau visual,
lisan, tulisan)
19

Teraupetik
1. rencanakan strategi
edukasi, termsuk tujuan
yang realitis
2. jadwalkan waktu dan
intensitas
pembelajaran sesuai
penyakit
3. berikan penguatan
positif terhadap
kemampuan yang di dapat

edukasi
1. ajarkan perawatan diri,
praktek keperawan diri,
dan aktivitas kehidupan
sehari-hari
2. anjurkan
mendemostrasikan
praktek perawatan diri
sesuai kemampuan
3. anjurkan mengulang
kembali informasi edukasi

tentang perawatan mandiri


20

D. PENDIDIKAN KESEHATAN TERPILIH

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) ARTRITIS REUMATOID

A. Latar Belakang
Artritis reumatoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar
diseluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik. Artritis reumatoid
sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita dan pria sebesar 3:1.
Perbandingan ini mencapai 5:1 pada wanita dalam usia subur. Walaupun belum dapat
dipastikan penyebab, faktor genetik, hornonal dan infeksi telah diketahui pengaruh kuat
dalam pembentukan pola morbiditas penyakit.

B. Tujuan Penyuluh
1. Tujuan Umum :
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 × 45 menit, peserta mampu
memahami penyakit Artritis Reumatoid.
2. Tujuan Khusus:
Setelah mendapatkan pendidikan kesehatan selama 1 × 45 menit, peserta mampu:
a. Mengetahui pengertian artritis rheumatoid
b. Mengetahui penyebab artritis reumatoid
c. Mengetahui tanda dan gejala artritis reumatoid
d. Mengetahui penatalaksanaan artritis reumatoid
e. Mengetahui pengobatan artritis reumatoid

C. Pelaksanaan Kegiatan
1. Topik : Artritis Reumatoid
2. Sasaran : Masyarakat di desa Buncis
3. Metode
 Ceramah
 Tanya jawab
4. Media dan Alat
 Leaflet
 Powerpoint
 Laptop & LCD
5. Waktu dan Tempat
a. Hari dan Tanggal : Sabtu, 26 November 2011
b. Pukul : 09.00-10.00
c. Tempat : Balai Desa Buncis
21

D. Pengorganisasian
1. Moderator (Tiara Ayu Lestari) Tugas :
a. Membuka acara
b. Memperkenalkan palaksanan
c. Membuat kontrak waktu
d. Menjelaskan tujuan penyuluh
e. Melaksanakan kegiatan dengan sepenuhnya

2. Penyaji (Yuni Lestari) Tugas :


a. Mempersentasekan materi penyuluhan
b. Menjawab pertanyaan peserta
c. Melakukan evaluasi

3. Fasilitator (Yossi Oktaviani) Tugas :


a. Memfasilitasi peserta untuk pertanyaan
b. Motivasi peserta untuk menjawab pertanyaan
c. Memberikan leaflet
4. Observer (Sri Oktavianti) Tugas :
a. Menilai bagaimana jalannya penyuluhan

E. Susunan Acara
N Acara Waktu
o
1 Pembuka 5 menit
2 Penyuluhan/materi 10 menit
3 Diskusi 5 menit
4 Evaluasi 5 menit
5 Penutup 5 menit
22

F. Kegiatan penyuluhan
N Kegiatan penyuluhan Kegiatan peserta waktu
o
1 Pembuka 5 menit
Mengucap salam Menjawab salam
Perkenalan Memperhatikan
Kontrak waktu Menyetujui
Menjelaskan tujuan memperhatikan
2 Penyuluhan/Materi  Mengemukan 10 menit
 Menggali persepsi pendapat
peserta tentang
pengertian arthritis
rheumatoid
 Memberi
reinforcement
positif  Mendengarkan dan
memperhatikan
 Menjelaskan
pengertian
artritisreumatoid
 Menggali persepsi
peserta tentang  Mengemukan
penyebab artritis pendapat
rheumatoid
 Memberi
reinforcement
positif
 Menjelaskan
penyebab arthritis  Mendengarkan dan
memperhatikan
reumatoid
 Menggali persepsi
peserta tentang
tanda dan gejala
artritis rheumatoid  Mengemukan
 Memberi pendapat
reinforcement
positif
 Menjelaskan
tentang tanda dan
23

gejala artritis
rheumatoid  Mendengarkan dan
memperhatikan
 Menggali persepsi
peserta tentang
penatalaksanaan
arthritis
rheumatoid  Mengemukakan
 Memberi pendapat
reinforcement
positif
 Menjelaskan  Mendengarkan dan
tentang memperhatikan
penatalaksanaan
artritis rheumatoid
 Menggali persepsi
peserta tentang
pengobatan artritis  Mendengarkan dan
rheumatoid memperhatikan
 Memberi
reinforcemen
positif
 Mendengarkan dan
 Menjelaskan memperhatikan
tentang
pengobatan artritis
reumatoid
3 Diskusi  Memberi 5 menit
 Memberika pertanyaan
kesempatan
kepada peserta
untuk bertanya
tentang
penyuluhan yang
diberikan
 Mendengarkan dan
 Menjawab
memperhatikan
pertanyaan peserta

4 Evaluasi
 Menanyakan
kembali tentang  Menjawab 5 menit
pertanyaan
pengertian arthritis
24

rheumatoid
 Memberi
reinforcement
 Menjawab
positif
pertanyaan
 Menanyakan
kembali tentang  Menjawab
penyebab atritis pertanyaan
rheumatoid
 Menanyakan
penatalaksanaan  Menjawab
artristis pertanyaan
rheumatoid
 Menanyakan
pengobatan  Menjawab
pertanyaan
arthritis reumatoid
5 Penutup
 Menyimpulkan 5 menit
materi  Mendengarkan
 Memperhatikan
 Menutup  Menjawab salam
penyuluhan
 Mengucapkan
salam

A. Rencana Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Peserta datang 15 menit sebelum penyuluhan dilaksanakan
b. Peserta aktif dan menjawab
2. Evaluasi Proses
a. Moderator menjalankan tugasnya sesuai dengan perannya
b. Penyaji menjalankan tugasnya sesuai dengan perannya
c. Fasilitator menjalankan tugasnya sesuai dengan perannya
d. Peserta ikut berpartisipasi aktif dalam pelaksanaannya
e. Waktu yang direncanakan sesuai dalam pelaksanannya
f. Suasana mendukung
3. Evaluasi Hasil

Setelah dilakukan penyuluhan kepada peserta, 80% peserta mampu:

a. Menyebutkan pengertian artritis rheumatoid


25

b. Menyebutkan beberapa penyebab artritis rheumatoid


c. Menyebutkan beberapa tanda dan gejala artritis rheumatoid
d. Menyebutkan beberapa penatalaksanaan artritis rheumatoid
e. Menyebutkan beberapa pengobatan artritis reumatoid

Materi Penyuluhan
1. Pengertian Artritis Reumatoid
Penyakit sistemik kronis terutama pada sendi, biasanya mengenai banyak sendi, yang
ditandai dengan peradangan pada membran sinovial dan struktur berkenaan dengan sendi,
adanya pengecilan suatu sel dan penipisan tulang. (Dorland)
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi
utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.

2. Penyebab Artritis Reumatoid


a. Infeksi streptokokus
b. Riketsia
c. Mikoplasma
d. Virus
e. Jamur atau parasit
f. Autoimun
g. Faktor genetik serta pemicu lingkungan

3. Tanda dan gejala Artritis Reumatoid


a. Rasa nyeri
b. Pembengkakan
c. Panas pada persendian
d. Eritema (kemerahan pada kulit)
e. Kekakuan sendi, khususnya pada pagi hari yang berlangsung lebih dari 30 menit.
f. Deformitas (perubahan) tangan dan kaki
g. Penurunan berat badan
26

h. Lelah
i. Demam
j. Anemia
k. Pembesaran kelenjar limfe
l. Fenomena Raynaud (vasospasme yang ditimbulkan oleh cuaca dingin dan stress
sehingga jari-jari menjadi pucat atau sianosis

4. Penatalaksanaan Artritis Reumatoid


a. Terapi dimulai dengan pendidikan pasien
b. Keseimbangan antara istirahat dan latihan
c. Penanganan medik dimulai dengan pemberian salisilat atau NSAID dalam dosis
traupetik, kalau diberikan dalam dosis traupetik yang penuh, obat-obat itu akan
memberikan efek anti inflamasi maupun analgesik.
d. Apabila inflamasi tidak dapat dikendalikan secara total dengan obat-obat anti-
inflamasi, preparat anti-reunatik yang kerjanya lambat (antimalaria, preparat emas,
penisilamin atau sulfasalazin) dapat diberikan sejak awal dalam penanganan
reumatoid, tujuannya adalah untuk mencegah penghancuran sendi.
e. Terapi okupasi dan fisioterapi harus diresepkan untuk mendidik pasien tentang
prinsip-prinsip perlindungan sendi, pengaturan kecepatan dalam pelaksanaan aktivitas
penyederhanaan kerja, latihan gerak dan latihan untuk menguatkan otot- otot.
f. Bedah rekonstruksi dan terapi kortikosteroid kerapkali diresepkan.
g. Obat-obat imunosupresi diresepkan mengingat kemampuannya untuk
mempengaruhi produksi antibodi tingkat seluler. Obat-obat ini mencakup preparat
metotreksat dosis-tinggi, siklofosfamid dan azatioprin.

5. Pengobatan Artritis Reumatoid


Belum ada obat yang menyembuhkan reumatoid artritis, dalam artian bila obat
dihentikan, maka penyakit tidak kambuh lagi. Pengobatan reumatoid artritis ditujukan
untuk:
a. Mengurangi nyeri
b. Mengurangi inflamasi
c. Menghentikan kerusakan sendi
27

d. Mencegah cacat
e. Memperbaiki fungsi sendi
f. Memperbaiki kualitas hidup
g. Mencegah kematian
Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. Keprawatan Medikal-Bedah vol.1, edisi 8. EGC: Jakarta. 2001 Kamus
Kedokteran Dorland
28

Leaflet
29

Jurnal Pharmascience, Vol 3, No. 1, Februari 2016, hal: 10 - 18


ISSN-Print. 2355 – 5386
ISSN-Online. 2460-9560
http://jps.ppjpu.unlam.ac.id/
Review Article

Review Rheumatoid Arthritis: Terapi Farmakologi,


Potensi Kurkumin dan Analognya, serta
Pengembangan Sistem Nanopartikel
*Lutfi Chabib1,2, Zullies Ikawati2, Ronny Martien2, Hilda Ismail2,3
1
Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
2
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
3
Curcumin Research Centre, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
*Email : lutfi.chabib@gmail.com

ABSTRAK

Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang menyebabkan


peradangan kronis pada sendi. Penatalaksanaan RA harus agresif dan sedini mungkin
sehingga mampu meningkatkan hasil jangka pendek maupun panjang penderita.
30

Rheumatoid arthritis akibat reaksi autoimun dalam jaringan sinovial yang melibatkan
proses fagositosis. Tujuan dari pengobatan rheumatoid arthritis tidak hanya mengontrol
gejala penyakit, tetapi juga penekanan aktivitas penyakit untuk mencegah kerusakan
permanen. Penderita RA memulai pengobatan mereka dengan DMARDs (Disease
Modifying Anti-Rheumatic Drugs) seperti metotreksat, sulfasalazin dan leflunomid.
Alternatif pengobatan yang dapat dijadikan salah satu pilihan dalam penanganan RA yaitu
senyawa kurkumin dan analognya. Sistem nanopartikel mampu meningkatan efektifitas
dalam pengobatan terutama keadaan RA.

Kata kunci : rheumatoid arthritis, Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs,


kurkumin, nanopartikel.

ABSTRACT

Rheumatoid arthritis (RA) is an autoimmune disease that causes chronic inflammation of


the joints. Management of RA must be aggressive and as early as possible so as to increase
the yield of short and long term patients. Rheumatoid arthritis due to an autoimmune
reaction in the synovial tissue that involves the process of phagocytosis. The purpose of the
treatment of rheumatoid arthritis not only control the symptoms of the disease, but also
suppressed disease activity to prevent permanent damage. RA patients begin their
treatment with DMARDs (Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs) such as methotrexate,
sulfasalazine and leflunomid. Alternative treatments that can be used as an option in the
treatment of RA are compounds curcumin and its analogs. Nanoparticle systems is able to
increase the effectiveness in the treatment of RA, especially state.

Keywords: rheumatoid arthritis, Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs, curcumin,


nanoparticles.
I. PENDAHULUAN (Sokka et al., 2008), membuat
Penyakit rheumatoid arthritis (RA) penatalaksanaan RA harus agresif dan
merupakan salah satu penyakit autoimun sedini mungkin sehingga mampu
berupa inflamasi arthritis pada pasien meningkatkan hasil jangka pendek maupun
dewasa (Singh et al., 2015). Rasa nyeri panjang penderita (Yazici et al., 2005). Hal
pada penderita RA pada bagian sinovial ini dapat diakibatkan oleh stres, merokok,
sendi, sarung tendo, dan bursa akan faktor lingkungan dan dapat pula terjadi
mengalami penebalan akibat radang yang pada anak karena faktor keturunan (Brooke,
diikuti oleh erosi tulang dan destruksi 2014).
tulang disekitar sendi (Syamsuhidajat, Pengobatan saat ini menunjukkan
2010) hingga dapat menyebabkan kecacatan kurang efesiennya terapi, menghasilkan
(Yazici & Simsek, 2010). Namun demikian, efek samping yang cukup besar, dan biaya
kebanyakan penyakit rematik berlangsung cenderung mahal (Aggarwal & Harikumar,
kronis, yaitu sembuh dan kambuh kembali 2009). Perlu alternatif pengobatan yang
secara berulang- ulang sehingga dapat dijadikan salah satu pilihan dalam
menyebabkan kerusakan sendi secara penanganan RA. Alternatif pengobatan
menetap pada penderita RA (Muchid, dapat bersumber dari bahan alam, maupun
2006). turunan dari senyawa bahan alam, salah
Menurut Arthritis Foundation (2015), satunya tanaman yang banyak diteliti yaitu
sebanyak 22% atau lebih dari 50 juta orang kunyit yang mengandung senyawa
dewasa di Amerika Serikat berusia 18 tahun kurkumin.
atau lebih didiagnosa arthritis. Dari data Obat yang digunakan tidak hanya
tersebut, sekitar 3% atau 1,5 juta orang berfokus pada kemampuan kimiawi obat
dewasa mengalami RA (Arthritis tersebut, tetapi secara fisik mampu
Foundation, 2015). RA terjadi pada 0,5-1% mencapai target terapi. Sistem nanopartikel
populasi orang dewasa di negara maju banyak digunakan dalam memodifikasi sifat
(Choy, 2012). Prevalensi RA di Indonesia fisik suatu senyawa. Nanopartikel juga
menurut hasil penelitian yang dilakukan mampu meningkatan efektifitas dalam
oleh Nainggolan (2010), jumlah penderita pengobatan, terutama RA.
RA di Indonedsia tahun 2009 adalah 23,6% II. METODE REVIEW
sampai 31,3%. Metode penulisan review yang
Pemahaman terhadap RA berkaitan digunakan yaitu studi pustaka dengan
dengan komorbiditas dan mortalitas dini
teknik menganalisis isi dari pustaka yang
berkaitan dengan rheumatoid arthritis. B. Manisfestasi Klinis
Pencarian fakta yang mendukung data yang RA pada umumnya sering di tangan,
ditulis dan bahan untuk referensi lainnya sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut.
melalui sarana internet. Penyusun Nyeri dan bengkak pada sendi dapat
mengambil bahan dari berbagai jurnal dan berlangsung dalam waktu terus-menerus
artikel dari berbagai situs website dan semakin lama gejala keluhannya akan
terpercaya. semakin berat. Keadaan tertentu, gejala
III.HASIL DAN PEMBAHASAN hanya berlangsung selama beberapa hari
Rheumatoid arthritis (RA) adalah dan kemudian sembuh dengan melakukan
penyakit autoimun yang menyebabkan pengobatan (Tobon et al., 2010)
peradangan kronis pada sendi. Penyakit Rasa nyeri pada persendian berupa
autoimun adalah penyakit yang terjadi pembengkakan, panas, eritema dan
ketika jaringan-jaringan tubuh diserang gangguan fungsi merupakan gambaran
oleh sistem imunnya sendiri yang keliru klinis yang klasik untuk rheumatoid
(Aletaha et al., 2010). arthritis. Persendian dapat teraba hangat,
A. Patofisiologi bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung
Rheumatoid arthritis akibat reaksi selama lebih dari 30 menit. (Smeltzer &
autoimun dalam jaringan sinovial yang Bare, 2002). Pola karakteristik dari
melibatkan proses fagositosis. Dalam persendian yang terkena adalah : mulai
prosesnya, dihasilkan enzim-enzim dalam pada persendian kecil di tangan,
sendi. Enzim-enzim tersebut selanjutnya pergelangan, dan kaki. Secara progresif
akan memecah kolagen sehingga terjadi mengenai persendian, lutut, bahu, pinggul,
edema, proliferasi membran sinovial dan siku, pergelangan kaki, tulang belakang
akhirnya terjadi pembentukan pannus. serviks, dan temporomandibular.
Pannus akan menghancurkan tulang rawan Adapun tanda dan gejala yang umum
dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya ditemukan atau sangat serius terjadi pada
adalah menghilangnya permukaan sendi lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu:
yang akan mengganggu gerak sendi. Otot sendi terasa kaku pada pagi hari dan
akan merasakan nyeri akibat serabut otot kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku,
mengalami perubahan degeneratif dengan pergelangan tangan dan kaki, juga pada
menghilangnya kemampuan elastisitas pada jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah
otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer
& Bare, 2002).
beberapa bulan, bila diraba akan terasa
mengurangi nyeri sendi dan bengkak, serta
hangat, terjadi kemerahan dan terasa
meringankan kekakuan dan mencegah
sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan dapat
kerusakan sendi sehingga dapat
menyebabkan demam dan terjadi berulang
meningkatkan kualitas hidup pasien
dapat terjadi berulang.
meringankan gejala tetapi juga
memperlambat kemajuan penyakit.
C. Diagnosis
Penderita RA memulai pengobatan mereka
Dagnosis RA di Indonesia mengacu
dengan DMARDs (Disease Modifying Anti
pada kriteria diagnosis menurut American
Rheumatic Drugs) seperti metotreksat,
College of Rheumatology/European
sulfasalazin dan leflunomid (American
League Against Rheumatism 2010 yaitu
College of Rheumatology Subcommittee,
Tabel 1. Kriteria RA ACR/EULAR 2010 2012).
Terapi pengobatan di mulai dengan
pendidikan pasien mengenai penyakitnya
dan penatalaksanaan yang akan dilakukan
sehingga terjalin hubungan baik antara
pasien dan keluarganya dengan dokter atau
tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa
hubungan yang baik akan sukar untuk dapat
memelihara ketaatan pasien untuk tetap
(Perhimpunan Reumatologi Indonesia,
berobat dalam suatu jangka waktu yang
2014).
lama (Schwinghammer & Koehler, 2009).
Pada pasien dengan skor kurang dari 6 dan
tidak diklasifikan sebagai RA kondisinya
1. Disease Modifying Anti Rheumatic
dapat dinilai kembali dan mungkin
Drugs (DMARDs)
krierianya dapat terpenuhi.
Disease Modifying Anti Rheumatic
Drugs (DMARDs) memiliki potensi untuk
D. Terapi Farmakologi
mengurangi kerusakan pada sendi,
Tujuan dari pengobatan rheumatoid
mempertahankan integritas dan fungsi sendi
arthritis tidak hanya mengontrol gejala
dan pada akhirnya mengurangi biaya
penyakit, tetapi juga penekanan aktivitas
perawatan dan meningkatkan produktivitas
penyakit untuk mencegah kerusakan
pasien RA. Obat-obat DMARDs yang
permanen (Nikolas, 2012). Pemberian
sering digunakan pada pengobatan RA
terapi rheumatoid arthritis dilakukan untuk
adalah metotreksat (MTX), sulfasalazin,
(Perhimpunan Reumatologi Indonesia,
leflunomide, klorokuin, siklosporin dan
2014).
azatioprin (Saag et al., 2008).
Penanganan medik kombinasi
Semua DMARDs memiliki beberapa
DMARDs dengan pemberian salsilat atau
ciri yang sama yaitu bersifat relatif slow
Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (OAINS)
acting yang memberikan efek setelah 1-6
dalam dosis terapeutik. Pemberian dalam
bulan pengobatan kecuali agen biologic
dosis terapeutik yang penuh, obat-obat
yang efeknya lebih awal. Setiap DMARDs
tersebut akan memberikan efek anti-
mempunyai toksisitas masing masing yang
inflamasi maupun analgesik. Namun pasien
memerlukan persiapan dan monitor dengan
perlu diberitahukan untuk menggunakan
cermat. Keputusan untuk memulai
obat menurut resep dokter agar kadar obat
pemberian DMARDs harus dibicarakan
yang konsisten dalam darah bisa
terlebih dahulu kepada penderita tentang
dipertahankan sehingga keefektifan obat
risiko dan manfaat dari pemberian obat
anti-inflamasi tersebut dapat mencapai
DMARDs ini (Kremer, et al., 1994).
tingkat yang optimal (Smeltzer & Bare,
Pemberian DMARDs bisa diberikan
2002).
tunggal atau kombinasi. Pada penderita
yang tidak merespon pengobatan DMARDs
2. Agen Biologik
dengan dosis dan waktu yang optimal,
Beberapa DMARDs biologik dapat
diberikan pengobatan DMARDs tambahan
diberikan dengan infeksi bakterial yang
atau diganti dengan DMARDs jenis yang
serius aktif seperti aktivasi hepatitis B dan
lain. Berikut adalah tabel DMARDs yang
aktivasi TB. Berikut adalah pengobatan
digunakan pada pengobatan RA (Saag et
famakologi RA dengan agen biologik dapat
al., 2008).
dilihat pada tabel 3.
Tabel 2. DMARDs yang digunakan pada
Tabel 3. DMARDs Biologik yang
pengobatan rheumatoid arthritis dipergunakan prngobatan farmakologi
rheumatoid arthritis

(Perhimpunan Reumatologi Indonesia,


2014).
3. Kortikosteroid
E. Potensi Kurkumin dan Analognya
Pengobatan farmakologi dengan
dalam Penanganan Rhemautoid
kortikosteroid oral dalam dosis
Arthritis
rendah/sedang bisa menjadi bagian dari
Sejumlah penelitian menunjukkan
pengobatan RA, namun sebaiknya dihindari
kurkumin memiliki potensi besar dalam
pemberian bersama OAINS selagi
penanganan RA. Pemberian kurkumin
menunggu efek terapi dari DMARDs (Innes
menyebabkan penurunan indeks peradangan
et al., 2009). Kortikosteroid diberikan
pada hewan uji (Aggarwal & Harikumar,
dalam jangka waktu sesingkat mungkin dan
2009). Pemberian kurkumin mampu
dosis rendah yang dapat mencapai efek
menghambat perburukan keadaan RA.
klinis. Perlu diingatkan bahwa OAINS tidak
Kurkumin juga mampu
mempengaruhi perjalanan penyakit ataupun
meningkatkanrespon kekebalan tubuh
mencegah kerusakan sendi. Pemilihan
selama peradangan. Kurkumin mampu
OAINS yang dipergunakan tergantung pada
menekan TNF sehingga menurunkan
pencegahan efek samping Kombinasi 2 atau
kerusakan tulang rawan (Aggarwal &
lebih OAINS harus dihindari karena tidak
Harikumar, 2009). Pasien RA yang
menambah efektivitas tetapi meningkatkan
diberikan kurkumin selama 2 minggu
efek samping (Petri, 2007).
menunjukkan perbaikan keadaan, dapat
Dikatakan dosis rendah jika
ditoleransi tubuh, dan tidak menimbulkan
diberikan kortiksteroid setara prednison <
efek samping. Pada penelitian lain yang
7,5 mg sehari dan dosis sedang jika
dilakukan pada 50 pasien menunjukkan
diberikan 7,5 mg-30 mg sehari (Dipiro,
pemberian kurkumin mampu menurnkan
2010). Selama penggunaan kortikosteroid
nilai IL-1β, IL-6, CD40, dan laju endap
harus diperhatikan efek samping yang dapat
darah. Efek samping yang terjadi dapat
ditimbulkannya seperti hipertensi, retensi
ditekan dibandingkan penggunaan OAINS
cairan, hiperglikemi, osteoporosis, katarak
(Gupta et al., 2012)
dan kemungkinan terjadinya aterosklerosis
Gamavuton-0 (GVT-0) merupakan
dini. (Alldredge, et al., 2003).
analog kurkumin yang banyak dilaporkan
memiliki aktivitas antiinflamasi termasuk
dalam penanganan RA. Hasil penelitian
yang dilakukan pada hewan uji dengan
berbagai dosis selama 21 hari diketahui
mampu menekan progres RA. Pasca
pemberian GVT-0 terjadi penurunan
rematik indeks, peradangan pada kaki tikus,
membentuk nanoemulsi pada
nilai TNF, dan IL-1β. Kerusakan tulang
pencampuran dengan air. Proses self-nano-
rawan juga menurun secara signifikan. Pada
emulsifikasi terjadi secara spontan karena
uji toksisitas menunjukkan senyawa ini
tidak memerlukan tambahan perlakukan
aman (Ikawati et al., 2014).
atau energy dari luar (Villar et al., 2012).
Sistem penghantaran yang berdasar
F. Pendekatan Sistem Nanopartikel
nanoemulsi memiliki potensi untuk
Pada Penghantaran Obat
memperbaiki kestabilan obat, meningkatkan
Rhemautoid Arthritis
durasi efek terapi dan memungkinkan
Obat konvensional maupun senyawa
pemberian enteral dan parenteral, yang
bahan alam dan turunannya umumnya
dapat mencegah, atau meminimalkan
memiliki permasalahan dalam kelarutan.
degradasi dan metabolism obat dan juga
Sistem nanopartikel mampu memperbaiki
efflux seluler (Mohanraj & Chen, 2006).
kelarutan dari suatu senyawa, sehingga
SNEDDs mampu meningkatkan
meningkatkan penetrasi untuk mencapai
penyerapan dan bioavailabilitas oral nya
target aksi. Nanopartikel didefinisikan
dari senyawa aktif. Sebagai tujuan akhir,
sebagai partikel terdispersi atau partikel
formulasi SNEDDs mampu meningkatkan
padat dengan ukuran 10-1000 nm. Obat
efektivitas sebagai pengobatan anti RA
dilarutkan, terjebak, dikapsulasi atau dijerat
(Patel et al., 2011).
dalam matriks nanopartikel (Mohanraj &
Chen, 2006).
IV. KESIMPULAN
Sistem nanopartikel dirancang untuk
Penderita rheumatoid arthritis
mampu membuat obat mencapai target
memulai pengobatan mereka dengan
terapi, terutama pada keadaan RA. Hal
DMARDs (Disease Modifying Anti-
tersebut dapat menurunkan kejadian efek
Rheumatic Drugs) seperti metotreksat,
samping karena kerja spesifik dari sistem
sulfasalazin dan leflunomid. Alternatif
nanopartikel (Pham, 2011).
pengobatan yang dapat dijadikan salah satu
Salah satu sistem nanopartikel
pilihan dalam penanganan rheumatoid
yang banyak dikembangkan yaitu Self-
arthritis yaitu senyawa kurkumin dan
Nano Emulsifying Drug Delivery Systems
analognya. Sistem nanopartikel mampu
(SNEDDs) didefinisikan sebagai campuran
meningkatan efektifitas dalam pengobatan
isotropik minyak, surfaktan dan terutama keadaan rheumatoid arthritis.
kosurfaktan yang dengan cepat
DAFTAR PUSTAKA DiPiro, Robert L. Talbert, Gary, C. Yee,
Gary, R. Matzke, Barbara G. Wells,
Aggarwal, B., and Harikumar, K., 2009, Michael, P. 2010. Pharmacotherapy
Potential Therapeutic Effects of
: A
Curcumin, the Anti-inflammatory
Agent, Against Neurodegenerative, Pathophysiologic Approach. The
Cardiovascular, Pulmonary, Mc. Graw Hill Company. USA.
Metabolic, Autoimmune and
Neoplastic Diseases, Int J Biochem Gupta, S., Patchva, S., Aggarwal, B.,
Cell Biol. 2009 ; 41(1): 40–59 2012, Therapeutic Roles of
Aletaha D, Neogi, Silman J, Funovits, Curcumin: Lessons Learned from
Felson T. 2010. Rhematoid Clinical Trials, The AAPS Journal,
Arthritis Collaborative Initiative. Vol. 15, No. 1.
Arthritis Rheum. 62: 2569 – 2581 Ikawati, Z., Yuniarti, N., Marnono, A.,
Alldredge, B.K., Corelli, R.L, Ernst, M.E, 2014, Acute Toxicity and
Suppressive Effects of a Curcumin
Guglielmo, B.J, Jacobson, P.A, &
Analogue Gamavuton-0 (Gvt-0)
Kradjan, W.A. 2013, Koda-Kimble On CFA-Induced Arthritis in rats,
& Young’s Applied Therapeutics Journal of Applied Pharmaceutical
The Clinical Use of Drugs. Science, Vol. 4 (11), pp. 019-023.
Innes I.B., Jacobs J.W.G, Woodnurn J, van
Lippincott Williams & Wilkins Laar J.M. Treatment of Rematoid
Pennsylvania, United States of Arthritis 2009. Dalam: Bijlsma
America. JWJ, Buermester GR, da Silva
American College of Rheumatology JAP. Eular Coompedium on
Subcommittee Reumatoid Rheumatic Diseases. London. 20:
Arthritis. 2012. Guidelines for the 81-91.
Management of Rematoid Kim J. M & Weian MH. 2007. When does
Arthritis. 46: 328-46 Rhematoid Artritis Begin and Why
Do We Need to Know ?. Arthtrits
Arthritis Foundation, 2015, Arthritis Rheum. 23: 143-156.
Foundation Scientific Strategy Kremer J.M., Alarcon GS, Lightfoot RW.
2015-2020, 1994. Methotrexate for Rematoid
http://www.arthritis.org Arthritis: Suggested Guidelines for
Monitoring Liver Toxicity.
/Documents/arthritis-foundation- Arthritis Rheum 37:316-328
scientific-strategy.pdf Mohanraj, V.J., and Y. Chen. 2006.
Brooke MP. 2014. Rheumalology. Med J Nanoparticles-A Review. Tropical
Australia.160: 374-377. Journal of Pharmaceutical
Research 5 (1): 561-573.
Choy, E., 2012, Understanding the
dynamics: pathways involved in Muchid A. 2006. Pharmaceutical Care
the pathogenesis of rheumatoid untuk Pasien Penyakit Arthiritis
arthritis, Rheumatology, 2012
Rematik. Izkafiz. Direkloral Bina
;51:v3-v11. doi:10.1093
/rheumatology/kes113 Farmasi Komunitas dan Klinik,
Darmawan J.1988. Rheumatic condition in Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
the northern part of Central Java. Kesehatan, Jakarta.
An epidemiological survey. 97- Nainggolan, O. 2009. Prevalensi dan
111. Determinan Penyakit Rheumatik di
Indonesia. Majalah Kedokteran Management. Rheum Dis Clin North
Indonesia 59: 587-594. Am. 33: 227-34
Nikolas, S. 2012. Fatigue in Rheumatoid Saag K.G., Teng G.G, Patkar N.M,
Arthritis: from Patient Experience Anuntiyo J, Finney C, & Curtis.
to Measurement. Thesis, 2008. American College of
Rheumatology Recommendations
University of Twente.
for the Use of Nonbiologic and
Pham, C., 2011, Nanotherapeutic Biologic Disease-Modifying
approaches for the treatment of Antirheumatic Drugs in Rematoid
Arthritis. Arthritis Rheum. 59: 762-
rheumatoid arthritis, Wiley
784.
Interdiscip Rev Nanomed Smeltzer, Suzanne. dan Bare, Brenda,
Nanobiotechnol. 2011 ; 3(6): 607– 2002. Buku Ajar Keperawatan
619
Medikal Bedah Brunner dan
Schwinghammer, T.L., & Koehler, J.M. Suddarth Ed.8. EGC, Jakarta.
2009. Pharmacotherapy Casebook
: A Patient-Focused Approach. The
Mc. Graw Hill Company. USA.
Singh, J., Saag, K., Bridges, L., Aki, E.,
Bannuru, R., 2015, 2015 American
College of Rheumatology
Guideline for the Treatment of
Rheumatoid Arthritis, Arthritis
Care & Research, DOI
10.1002/acr.22783, VC 2015,
American College of
Rheumatology.
Sokka T, B. Abelson, & T. Pincus. 2008.
Mortality in Rematoid Arthitis.
Clin Exp Rheumatol. 26: 35-36
Tobon G.J., P. Youinou, A. Saraux. 2010,
The Environment, Geo-
Epidemiology, and Autoimmune
Disease: Rematoid arthritis. J
Autoimmun 35: 10-4
Patel J, Patel A, Raval M, and Sheth N,
2011, Formulation and
development of a self-
nanoemulsifying drug delivery
system of irbesartan, J Adv Pharm
Techno Res, 2(1): 9-16
Perhimpunan Rematologi Indonesia, 2014.
Diagnosis dan Pengelolaan Artritis
Reumatoid.

Perhimpunan Reumaologi
Indonesia, Bandung.
Petri M. 2007. Hopkins Lupus Pregnancy
Centre: Ten Key Issues in
Villar, A. M., Naveros, B. C., Campmany,
A. C., Trenchs, M. A., Rocabert, C.
B. & bellowa, L. H. 2012. Design
and optimization of self
nanoemulsifying drug delivery
systems (SNEDDs) for enhanced
dissolution of gemfibrozil. Int J
Pharm.
Yazici, Y & Simsek I. 2005. Traetment
Options for Rhematoid Arthritis
Beyond TNF-Alpha Inhibitors.
Expert Rev Clin Phamrcol. 3: 663-
666.
Yazici Y., T. Sokka, H. Kautiainen,
Swearingen, I. Kulman, Pincus.
2005. Longterm Safety of
Methotrexate in Routine Clinical
Care: Discontinuation Is Unusual
and Rarely Due to Laboratory
Abnormalities. Ann Rheum Dis.
64: 207-211
BAB V
PENUTUP

a. Kesimpulan
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun progresif denganinflamasi
kronik yang menyerang sistem muskuloskeletal namun dapat melibatkan organ dan
sistem tubuh secara keseluruhan, yang ditandai dengan pembengkakan, nyeri sendi
serta destruksi jaringan sinovial yang disertai gangguan pergerakan diikuti dengan
kematian prematur. Terdapat banyak faktorrisiko terjadinya RA diantaranya ada
yang bersifat tidak dapat dimodifikasi (genetik, ras, jenis kelamin, dan usia) dan
yang dapat dimodifikasi (gaya hidup, infeksi, dan bentuk tubuh). Manifestasi klinis
RA dapat berupa keluhan umum, kelainan sendi, dan kelainan diluar sendi. Dengan
penegakkan diagnosis berdasarkan kriteria ARA tahun 1987 ataupun ACR tahun
2010 dimana meliputi dari hasil anamnes.

b. Saran
1. Bagi Keluarga Klien
Disarankan keluarga mampu memberikan perawatan yang baikdirumah, juga
untuk terus mempraktekan tindak lanjut yang telahdiberikan, serta mampu
memberikan dukungan moril dan pemulihankesehatan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan kepada institusi pendidikan agar menambah referensitentang buku
keperawatan Artritis Rheumatoid, keperawatankeluarga, dan asuhan
keperawatan keluarga secara teoritis.
3. Bagi Institusi Kesehatan
Disarankan bagi pihak puskesmas untuk melakukan kunjunganrumah dan
memberikan penyuluhan secara terstruktur mengenaiArtritis Rheumatoid kepada
keluarga dan klien di wilayah kerja Puskesmas Gulai Bancah, sehingga klien
mempunyai pengetahuantinggi dan motivasi tinggi dalam mencegah penyakit.
4. Bagi Mahasiswa
Dapat memberikan pengetahuan dan memperkaya pengalaman,memberikan dan
menyusun asuhan keperawatan pada klien ArtritisRheumatoid.
DAFTAR PUSTAKA

1. Muchid A. 2006. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Arthiritis Rematik. Izkafiz.
Direkloral Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, Jakarta.
2. Nainggolan, O. 2009. Prevalensi dan Determinan Penyakit Rheumatik di Indonesia.
Majalah Kedokteran Indonesia 59: 587-594.
3. Perhimpunan Rematologi Indonesia, 2014. Diagnosis dan Pengelolaan Artritis
Reumatoid. Perhimpunan Reumaologi Indonesia, Bandung
4. Smeltzer, Suzanne. dan Bare, Brenda, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth Ed.8. EGC, Jakarta
5. Johns Hopkins Arthritis Center [Internet]. USA: Johns Hopkins Medicine; 2017.
Rheumatoid Arthritis Signs and Symptoms [revised Aug 16th 2017]; [6 p.]. Available
from https://www.hopkinsarthritis.org/arthritis-info/rheumatoid-arthritis/ra-symptoms/
6. Kimball HL, Terrono AL, Feldon P, Zelouf DS. Intstr Course Lect. 2003; 52: 163-74
7. Aletaha D, Neogi T, Silman AJ, et al. 2010 Rheumatoid arthritis classification criteria:
an American College of Rheumatology/European League Against Rheumatism
collaborative initiative. Arthritis Rheum. 2010 Sep. 62(9): 2569-81
8. Rheumatoid Arthritis [Internet]. Spanyol: Atos Healthcare; 2015. Rheumatoid Arthrits
[revised Aug 15th 2016]; [55p.]. Available from
http://www.welfare.ie/en/downloads/protocol14.pdf
9. http://repo.stikesperintis.ac.id/936/1/39%20YULIA%20PUTRIANI.pdf
10. http://eprints.ums.ac.id/60204/1/BAB%20I.pdf

Anda mungkin juga menyukai