Anda di halaman 1dari 19

Nama : Vicaya Citta Dhammo

NIM : 2032600039
Teori Akuntansi

Tugas pertemuan ke - 10

Jika berkenan dan ada waktu, silakan dibuat identifikasi jurnal atas article dibawah ini dan
dipresentasikan pada kelas virtual pada hari Sabtu, 27 Nov 2021 serta di share ke
alisandy@outlook.com

1. JANISZEWSKI (2011) HOW TO PERFORM DISCOUNTED CASH FLOW


VALUATION?

2. Uzma (2010) Discounted Cash Flow and Its Implication on Intangible Valuation

1. JANISZEWSKI (2011) HOW TO PERFORM DISCOUNTED CASH FLOW


VALUATION?

NO PERIHAL
1 Judul HOW TO PERFORM DISCOUNTED CASH FLOW
VALUATION?
Artinya:
BAGAIMANA MELAKUKAN PENILAIAN ARUS
KAS DISKON?
2 Nama Penulis Sławomir JANISZEWSKI
3 Nama Jurnal Penerbit & Foundations of Management, Vol. 3, No. 1 (2011),
Tahun Publikasi ISSN 2080-7279 DOI: 10.2478/v10238-012-0037-4
4 Isu yang diteliti Penilaian, arus kas yang didiskontokan, arus kas
bebas ke perusahaan, arus kas bebas ke ekuitas, nilai
residu, tingkat diskonto, beta, premi risiko pasar
5 Hal yang melatarbelakangi Secara teori, nilai pasar wajar suatu perusahaan hanya
dilakukannya penelitian ini dapat dinilai dalam transaksi nyata, di mana saham
berpindah tangan antara pembeli yang bersedia dan
penjual yang bersedia. Dalam transaksi tersebut
pembeli tidak berada di bawah paksaan untuk
membeli, penjual tidak di bawah paksaan untuk
menjual dan kedua belah pihak memiliki pengetahuan
yang wajar dari semua fakta yang relevan. Dalam
prakteknya ada beberapa metodologi penilaian
perusahaan yang diterima secara umum yang sering
digunakan untuk tujuan yang berbeda. Gambar 1
menyajikan metodologi yang paling sering
digunakan. Tiga teknik utama untuk menilai bisnis
yang umum digunakan meliputi:  pendekatan
kelipatan - pendekatan perusahaan yang sebanding
(CCA) dan pendekatan transaksi yang sebanding
(CTA),  pendekatan arus kas yang didiskontokan
(DCF),  pendekatan nilai buku bersih yang
disesuaikan (ANBV) [12].
6 Alasan mengapa topik ini Proses globalisasi yang semakin cepat berkontribusi
penting untuk diteliti pada peningkatan nilai pasar modal global, transaksi
merger dan akuisisi. Hal ini berimplikasi pada
semakin pentingnya metodologi yang memungkinkan
investor menilai perusahaan secara efisien.
7 Masalah yang ingin diteliti Menyajikan pendekatan praktis terhadap metode
penilaian arus kas perusahaan yang didiskontokan,
yang dianggap sebagai salah satu yang paling efektif
tetapi sekaligus salah satu yang paling canggih di
antara yang lain.
8 Tujuan penelitian Tujuan dari artikel ini adalah untuk menjelaskan
bagaimana mempersiapkan penilaian DCF dengan
cara yang paling efektif.
9 Apa yang unik dari Selain itu, penilaian DCF jauh lebih rumit daripada
penelitian ini mengalikan atau penilaian ANBV apa yang mungkin
juga disimpulkan dari artikel ini yang menyajikan
kompleksitas proses penilaian DCF. Valuasi DCF
juga digunakan untuk menyajikan skenario optimis,
pesimis dan realistis berdasarkan set yang berbeda
asumsi. Berdasarkan itu masuk akal untuk mengatur
berbagai penilaian perusahaan.
10 Basis teori yang digunakan Metodologi Arus Kas Diskon
dalam penelitian Metodologi Discounted Cash Flow mengasumsikan
bahwa kisaran nilai perusahaan saat ini pada tanggal
penilaian sama dengan nilai sekarang dari arus kas
masa depan kepada pemegang saham perusahaan.
Karena keterbatasan periode proyeksi keuangan, nilai
perusahaan merupakan penjumlahan dari dua faktor:
 nilai sekarang dari arus kas (jumlah dari nilai
sekarang dari dividen yang dapat dibayarkan
perusahaan kepada pemegang saham dan/ atau
tambahan penyertaan modal yang dilakukan oleh
pemegang saham),  nilai sisa perusahaan, yaitu
nilai diskonto perusahaan yang dihasilkan dari arus
kas yang dihasilkan perusahaan setelah periode
proyeksi. Arus kas tersebut berasal dari proyeksi
keuangan yang disusun sesuai dengan asumsi.
Tergantung apakah perhitungan Free Cash Flow to
Firm (FCFF) atau Free Cash Flow to Equity (FCFE)
digunakan
dalam penilaian DCF biaya modal atau biaya ekuitas
dari perusahaan yang dinilai, digunakan sebagai
tingkat diskonto [10]. Gambar 2 menyajikan
ringkasan grafis dari pendekatan DCF. Tiga faktor
berikut: arus kas bebas, tingkat diskonto dan nilai
residu digunakan dalam menilai nilai aset operasi
(aset penghasil arus kas) perusahaan. Nilai ini
dikombinasikan dengan nilai aset non-operasional
(aset penghasil arus kas - terutama dibagi menjadi
dua kelompok: kelebihan kas, surat berharga dan aset
non-operasional lainnya) merupakan nilai perusahaan
dari suatu perusahaan. Langkah-langkah utama dalam
penilaian menggunakan pendekatan DCF dirangkum
dalam Gambar. 3.
Proyeksi Keuangan - asumsi
Proyeksi keuangan untuk entitas yang dinilai harus
didasarkan pada nilai asumsi pendorong utama –
faktor independen yang memiliki dampak material
terhadap kinerja keuangan perusahaan. Analisis
menyeluruh terhadap variabel-variabel yang
mempengaruhi kinerja keuangan dan pemilihan
pendorong utama yang tepat merupakan elemen
penting dari pendekatan DCF yang tepat. Hal ini juga
memungkinkan untuk melakukan analisis sensitivitas
dengan cara yang sederhana dan dapat diandalkan.
Struktur model keuangan
Struktur model keuangan terutama terdiri dari tiga
modul terpisah (lihat Gambar 4). Isi dari masing-
masing modul ini mungkin sangat kasus per kasus
tetapi secara umum harus mengikuti karakteristik
berikut:  Modul input asumsi makroekonomi -
faktor spesifik pasar (pertumbuhan pasar, kejenuhan,
dll.), - PDB dan inflasi, - suku bunga ( T-Bills,
WIBOR, LIBOR, suku bunga deposito, dll.), asumsi
operasional - penjualan (peningkatan volume,
kenaikan harga riil, dll.), - biaya (margin, biaya
satuan bahan, dll.) - belanja modal, - modal kerja
(perputaran piutang, hutang, persediaan dan kas
operasi), - asumsi lain (rasio pembayaran dividen,
dll.), spreadsheet KVD dengan analisis sensitivitas
dan analisis parameter kunci, sel kontrol yang
menunjukkan kebenaran data input dan proses
perhitungan.
Pendekatan FCFE
Arus kas bebas ke ekuitas adalah arus kas yang tersisa
setelah memenuhi semua kewajiban keuangan,
termasuk pembayaran utang dan setelah menutupi
pengeluaran modal dan kebutuhan modal kerja.
Metodologi perhitungan FCFE disajikan pada
Gambar 6. Untuk memperkirakan nilai ekuitas
perusahaan, perlu untuk menghitung perubahan
tahunan pertama dalam kelebihan kas dalam periode
proyeksi keuangan. Perubahan ini dapat diperkirakan
secara sederhana dengan mengurangi peningkatan
modal pemegang saham dan menambahkan kembali
dividen yang dibayarkan setiap tahun dalam periode
proyeksi keuangan. Harus diingat, bahwa dividen
yang diusulkan untuk satu tahun (redistribusi laba
untuk tahun N) biasanya dibayarkan kepada
pemegang saham selama tahun berikutnya (N+1)
(lihat Gambar 7). Penting untuk memperkirakan dan
mendiskontokan arus kas dengan asumsi bahwa arus
kas terjadi secara merata sepanjang tahun-tahun
proyeksi keuangan. Semua arus kas dalam periode
proyeksi diasumsikan jatuh pada tanggal 30 Juni dan
didiskontokan berdasarkan tingkat diskonto setengah
tahun. Misalnya, arus kas antara periode 2 dan 3
harus didiskontokan sebesar (1 + Tingkat diskonto
[%])2,5.
Pendekatan FCFF
Arus kas bebas ke perusahaan adalah arus kas yang
tersedia bagi semua penyedia modal perusahaan, baik
kreditur maupun pemegang saham, setelah menutupi
pengeluaran modal dan kebutuhan modal kerja. Oleh
karena itu, FCFF diproyeksikan dengan basis tanpa
leverage, sebelum dikurangi dengan beban bunga.
Dengan kata lain, FCFF mencerminkan kas yang
dihasilkan oleh semua aset perusahaan, terlepas dari
bagaimana aset tersebut dibiayai (struktur modal
perusahaan). Metodologi perhitungan FCFE yang
digunakan oleh karyawan EYCF disajikan pada
Gambar 8. Pajak yang dibayarkan yang digunakan
dalam perhitungan FCFF harus disesuaikan dengan
pengaruh perlindungan pajak terhadap pengeluaran
keuangan dan pendapatan keuangan.
Nilai sisa
Nilai sisa perusahaan adalah nilai diskonto arus kas
yang dihasilkan perusahaan setelah periode proyeksi.
Bergantung pada apakah FCFE atau FCFF
digunakan, arus kas yang dinormalisasi ke pemegang
saham atau pemegang saham dan pemegang obligasi
(kreditur) akan diterapkan.
Tingkat diskon
Tingkat diskonto adalah fungsi dari risiko yang
melekat pada setiap bisnis dan industri, tingkat
ketidakpastian mengenai arus kas yang
diproyeksikan, dan struktur modal yang diasumsikan.
Secara umum, tingkat diskonto bervariasi di berbagai
bisnis dan industri. Semakin besar ketidakpastian
tentang arus kas yang diproyeksikan, semakin tinggi
tingkat diskonto yang sesuai dan semakin rendah nilai
arus kas saat ini.
Rentang akhir ekuitas/nilai perusahaan
Rentang akhir nilai ekuitas/perusahaan selalu
diturunkan sebagai jumlah dari tiga komponen utama:
Arus kas yang didiskontokan dalam periode proyeksi
Ini adalah jumlah arus kas yang dinormalisasi
dikalikan dengan faktor diskonto kumulatif untuk
setiap tahun proyeksi keuangan Titik.  Nilai sisa
yang didiskontokan Ini adalah jumlah arus kas yang
dinormalisasi dikalikan dengan faktor diskonto
kumulatif untuk setiap tahun dari periode proyeksi
keuangan.
11 Hipotesis penelitian (kalau -
ada)
12 Model Penelitian (kalau -
ada)
13 Jenis penelitian Jenis penelitian analisis deskriptif
14 Metode uji yang digunakan -
15 Hasil Penelitian Dalam beberapa dekade terakhir, proses globalisasi
yang semakin cepat berkontribusi pada peningkatan
pesat dalam nilai pasar modal global, dan transaksi
merger dan akuisisi. Hal ini berimplikasi pada
semakin pentingnya metodologi yang memungkinkan
investor menilai perusahaan secara efisien. Tujuan
dari elaborasi ini adalah untuk menyajikan
pendekatan praktis terhadap metode penilaian arus
kas perusahaan yang didiskontokan, yang dianggap
sebagai salah satu yang paling efektif tetapi sekaligus
salah satu yang paling canggih di antara semuanya.
Artikel ini terdiri dari pengetahuan teoritis dan praktis
murni, berdasarkan pengalaman profesional penulis
yang luas.
16 Implikasi penelitian Hal ini berimplikasi pada semakin pentingnya
metodologi yang memungkinkan investor menilai
perusahaan secara efisien. Tujuan dari elaborasi ini
adalah untuk menyajikan pendekatan praktis terhadap
metode penilaian arus kas perusahaan yang
didiskontokan, yang dianggap sebagai salah satu yang
paling efektif tetapi sekaligus salah satu yang paling
canggih di antara semuanya. Artikel ini terdiri dari
pengetahuan teoritis dan praktis murni, berdasarkan
pengalaman profesional penulis yang luas.
17 Kesimpulan penelitian Penilaian Arus Kas yang Didiskontokan
mencerminkan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan kas di masa depan. Metodologi ini,
dengan cara terbaik, menyajikan nilai sebenarnya
perusahaan namun sangat sensitif terhadap asumsi
yang menjadi dasar proyeksi keuangan. Selain itu,
penilaian DCF jauh lebih rumit daripada mengalikan
atau penilaian ANBV apa yang mungkin juga
disimpulkan dari artikel ini yang menyajikan
kompleksitas proses penilaian DCF. Valuasi DCF
juga digunakan untuk menyajikan skenario optimis,
pesimis dan realistis berdasarkan set yang berbeda
asumsi. Berdasarkan itu masuk akal untuk mengatur
berbagai penilaian perusahaan.
18 Keterbatasan penelitian keterbatasan tanggal dan kurangnya kriteria yang
transparan, penerapan kelipatan historis dapat
diterima.
19 Rekomendasi penelitian Melanjutkan direkomendasikan untuk menggunakan
kelipatan EBIT atau EBITDA dalam pendekatan
FCFF dan FCFE. Kelipatan BV hanya dapat
digunakan dalam hal nilai buku pada tahun terakhir
periode proyeksi keuangan disesuaikan (dikurangi)
dengan semua kelebihan kas dibagikan kepada para
pemegang saham [5].
20 Kritik anda terhadap jurnal Kritik saya terhadap jurnal tersebut harus
dikembangkan dengan baik lagi, agar supaya peneliti
lainnya tertarik untuk membaca atau memakai judul
jurnal tersebut.

2. Uzma (2010) Discounted Cash Flow and Its Implication on Intangible Valuation

NO PERIHAL
1 Judul Discounted Cash Flow and Its Implication on
Intangible Valuation
Artinya:
Diskon Arus Kas dan Implikasinya pada Penilaian
Tak Berwujud
2 Nama Penulis Shigufta Hena Uzma, J.P. Singh, Naveen Kumar
3 Nama Jurnal Penerbit & Global Business Review 11(3) 365–377 © 2010 IMI
Tahun Publikasi SAGE Publications Los Angeles, London, New
Delhi, Singapore, Washington DC
DOI: 10.1177/097215091001100304
http://gbr.sagepub.com
4 Isu yang diteliti Isu-isu sesuai dengan pendekatan DCF adalah risiko
DCF atau tingkat diskonto mana yang digunakan
untuk menentukan arus kas masa depan yang
didiskontokan (Stegink et al. 2007). Stegink dkk.
(2007) mendefinisikan tingkat diskonto sebagai
'persyaratan pengembalian minimum bagi investor
dan sama dengan pengembalian minimum yang
diperlukan atas aset'. Banyak metodologi arus kas
yang dapat diterima untuk menentukan pengembalian
aset tidak berwujud seperti pendekatan CAPM dan
WACC. Isu lain yang menjadi pertimbangan adalah
proksi perhitungan beta sebagai indeks risiko
sistematis perusahaan (Kaplan dan Ruback 1995).
5 Hal yang melatarbelakangi Pernyataan FAS 142 dalam berbagai kesempatan
dilakukannya penelitian ini telah menggariskan pendekatan nilai sekarang sebagai
alternatif terbaik untuk menentukan nilai wajar aset
tidak berwujud setelah diakuisisi. Arus kas yang
diestimasi berdasarkan kombinasi bisnis harus
konsisten dengan nilai pasar wajar. Eksposur Draft
1999 menganggap pendekatan tidak terdiskonto tidak
tepat dalam mengukur goodwill dan, selanjutnya
menyatakan penurunan nilai aset tidak berwujud
secara tahunan, di mana nilai tercatat lebih besar dari
nilai wajar dan kerugian penurunan nilai akan diakui.
Dengan ini, Pernyataan 121 'Akuntansi Penurunan
Nilai Harta Berumur Panjang' telah diganti dengan
Pernyataan 144 'Akuntansi Penurunan Nilai atau
Pelepasan Aktiva Berumur Panjang'. Eksposur Draft
2001 menetapkan bahwa model nilai wajar untuk
pengujian penurunan nilai harus konsisten dengan
nilai wajar goodwill. Draft 2001 mempertimbangkan
berbagai metode estimasi untuk menguji goodwill
untuk penurunan nilai. Dalam preview ini, alternatif
yang disarankan adalah kapitalisasi pasar, discounted
cash flow (DCF), penilaian pendapatan residual, arus
kas atas investasi dan nilai tambah ekonomi (EVA).
Draf tersebut mengeluarkan panduan untuk
menggunakan arus kas untuk mengestimasi nilai
wajar suatu unit pelaporan dan menegaskan bahwa
teknik nilai kini adalah pengukuran terbaik dalam
penentuan nilai wajar; namun, sebaliknya, tidak boleh
mengabaikan pendekatan pengukuran lainnya.
Pendekatan nilai kini konsisten dengan tujuan nilai
wajar. Ketentuan tersebut juga menggarisbawahi
bahwa pendekatan penilaian berdasarkan 'kelipatan
pendapatan' atau 'pendapatan' tidak boleh
dikecualikan, melainkan harus dirujuk, jika konsisten
dengan tujuan nilai wajar. Pernyataan 141 dan 142
menguraikan Pernyataan Konsep 7 (FASB 2000),
'Menggunakan Informasi Arus Kas dan Nilai
Sekarang dalam Pengukuran Akuntansi' yang
mengacu pada metode DCF untuk penentuan nilai
wajar tak berwujud dan goodwill. Pernyataan 7
menyoroti bahwa komponen pendekatan nilai
sekarang berikut ini dapat menjadi penghubung
antara aset dan kewajiban (Lampiran E, paragraf 39).
Pertama, arus kas muncul selama periode waktu
tertentu, dan kedua, mungkin ada perbedaan jumlah
atau periode arus kas. Ketiga, nilai waktu uang
menggabungkan tingkat bunga bebas risiko.
Keempat, ketidakpastian yang mungkin terjadi pada
aset atau kewajiban dan kelima, faktor lain terdiri dari
likuiditas dan ketidaksempurnaan pasar. Pernyataan 7
memberikan garis besar yang komprehensif dari
prinsip-prinsip umum, pendekatan arus kas
tradisional dan yang diharapkan untuk nilai sekarang,
pendekatan nilai sekarang dalam pengukuran
kewajiban. FASB pada bulan Desember 2007 secara
penting mengubah akuntansi untuk kombinasi bisnis
dengan mengeluarkan pernyataan yang direvisi, FAS
141(R) Business Combination. Ketentuan tersebut
secara komprehensif memasukkan model nilai wajar.
FAS 142(R) merupakan prasyarat untuk mengukur
aset yang diperoleh, kewajiban yang diambil alih dan
kepentingan nonpengendali yang tidak ditentukan
pada nilai wajar. Oleh karena itu, model nilai wajar
menciptakan akuntansi aset tidak berwujud yang
lebih menantang. Metodologi penilaian untuk unit
yang mengakuisisi bersifat subjektif dan lebih
bertanggung jawab untuk mewakili risiko manajemen
laba bagi auditor di masa mendatang (Crane dan
Dyson 2009).
6 Alasan mengapa topik ini Sejak beberapa tahun, perusahaan seperti Infosys
penting untuk diteliti telah menggunakan pendekatan ini untuk menilai
merek mereka dan mewakili hal yang sama di neraca
mereka. US GAAP FASB 142 menguraikan
pengukuran nilai wajar aset tak berwujud dan
penurunan nilai goodwill dengan menggunakan
pendekatan diskon. Hal ini selanjutnya dijelaskan
dalam ketentuan Pernyataan Konsep Akuntansi
Keuangan No. 7. Konsep tersebut memberikan
pedoman untuk menganalisis masalah akuntansi dan
pelaporan keuangan baru atau yang akan datang.
Metodologi DCF bukannya tanpa kekurangan, namun
menjadi alat yang populer untuk pengukuran proyek
di bawah penganggaran modal dan dalam penilaian
bisnis skala besar. Akhir-akhir ini, untuk pengukuran
penurunan nilai aset tak berwujud dan goodwill telah
digunakan pendekatan DCF. Aset tidak berwujud
diakui sesuai dengan pernyataan FAS 142 selama
periode dimana aset diharapkan memberikan
kontribusi langsung atau tidak langsung terhadap arus
kas masa depan. Oleh karena itu, menjadi lebih
menantang untuk memahami ruang lingkup standar
akuntansi dan implikasi arus kas pada penilaian aset
tidak berwujud.
7 Masalah yang ingin diteliti Isu-isu mengenai masalah kebijakan lingkungan dan
ekonomi perilaku telah mengambil dimensi
komprehensif pada pendekatan DCF, di mana artikel
ini mengungkapkan psikologi dan filosofi untuk
menyelaraskan perhatian ekonomi mereka.
8 Tujuan penelitian Pendekatan nilai kini konsisten dengan tujuan nilai
wajar. Ketentuan tersebut juga menggarisbawahi
bahwa pendekatan penilaian berdasarkan 'kelipatan
pendapatan' atau 'pendapatan' tidak boleh
dikecualikan, melainkan harus dirujuk, jika konsisten
dengan tujuan nilai wajar. Pernyataan 141 dan 142
menguraikan Pernyataan Konsep 7 (FASB 2000),
'Menggunakan Informasi Arus Kas dan Nilai
Sekarang dalam Pengukuran Akuntansi' yang
mengacu pada metode DCF untuk penentuan nilai
wajar tak berwujud dan goodwill. Pernyataan 7
menyoroti bahwa komponen pendekatan nilai
sekarang berikut ini dapat menjadi penghubung
antara aset dan kewajiban (Lampiran E, paragraf 39).
Pertama, arus kas muncul selama periode waktu
tertentu, dan kedua, mungkin ada perbedaan jumlah
atau periode arus kas. Ketiga, nilai waktu uang
menggabungkan tingkat bunga bebas risiko.
Keempat, ketidakpastian yang mungkin terjadi pada
aset atau kewajiban dan kelima, faktor lain terdiri dari
likuiditas dan ketidaksempurnaan pasar.
9 Apa yang unik dari Keengganan akuntan untuk mengakui aset tidak
penelitian ini berwujud ini disebabkan oleh kurangnya transaksi
atau peristiwa yang mengabaikan nilai ekonomisnya
(Tollington 2000). Namun, kapitalisasi merek yang
dibeli selalu menggunakan pendekatan DCF
sebaliknya dengan mempertimbangkan bahwa jumlah
goodwill tidak dilanggar (Tollington 2000). Banyak
perusahaan berbasis Internet telah menggunakan
pendekatan DCF untuk penilaian mereka.
10 Basis teori yang digunakan Aset Tak Berwujud
dalam penelitian Ada berbagai metodologi dalam menilai aset tidak
berwujud: pendapatan, pasar dan pendekatan biaya.
Bagian ini, bagaimanapun, hanya berfokus pada
tantangan pendekatan pendapatan dengan penekanan
pada metode DCF karena memungkinkan standar
akuntansi untuk nilai aset tidak berwujud. Aset tidak
berwujud yang menghasilkan arus kas masa depan
tidak dapat dimasukkan ke dalam neraca. Merek,
periklanan, R&D, dan sumber daya manusia adalah
aset tak berwujud yang penting yang dapat
menciptakan nilai bagi suatu entitas, tetapi
ketidakberwujudannya mempersulit penilaian mereka
bagi perusahaan. Keengganan akuntan untuk
mengakui aset tidak berwujud ini disebabkan oleh
kurangnya transaksi atau peristiwa yang mengabaikan
nilai ekonomisnya (Tollington 2000). Namun,
kapitalisasi merek yang dibeli selalu menggunakan
pendekatan DCF sebaliknya dengan
mempertimbangkan bahwa jumlah goodwill tidak
dilanggar (Tollington 2000). Banyak perusahaan
berbasis Internet telah menggunakan pendekatan DCF
untuk penilaian mereka. Karakteristik tidak berwujud
aset mereka cenderung berdampak ketidakpastian
pada keputusan investasi mereka. Dalam penentuan
nilai wajar, metodologi penilaian dimulai dengan
pendekatan pendapatan, di mana menggunakan
metodologi DCF untuk melakukan penilaian aset
tidak berwujud. FAS 142 menguraikan nilai wajar
untuk mengukur goodwill dan aset tak berwujud
lainnya untuk penurunan nilai. Nilai wajar dapat
didefinisikan sebagai jumlah/premi yang bersedia
dinegosiasikan oleh kedua belah pihak pada harga
pasar. FAS 142 menganggap bahwa arus kas masa
depan dari unit pelaporan telah diramalkan
menggunakan pendekatan nilai sekarang. Ini
menggabungkan aset tidak berwujud yang terkait
pemasaran, terkait pelanggan, terkait artistik, terkait
kontrak, dan terkait teknologi. Aset tak berwujud ini
mengkonsolidasikan sejumlah besar unit pelaporan.
Estimasi nilai wajar adalah jumlah yang bersifat
subjektif. Pernyataan tersebut menetapkan bahwa
pengukuran aset tidak berwujud yang diperoleh
dalam kombinasi bisnis harus mengikuti ketentuan
yang digariskan oleh FAS 157 'Pengukuran Nilai
Wajar' yang akan diterapkan pada November 2008.
Aset tidak berwujud, sebagai alternatif, juga dinilai
dengan pendekatan biaya atau pasar. mendekati.
Biasanya, pendekatan biaya atau pasar dilakukan
sebelum aset ini dinilai dengan pendekatan
pendapatan. Masalah 'pengembalian yang adil' atas
aset dipertimbangkan saat menentukan aset tidak
berwujud oleh praktisi akuntansi (Reilly dan
Schweihs 1990). Selain itu, terlepas dari pendekatan
residual yang memberikan estimasi yang kredibel
tentang penilaian aset tidak berwujud, pendekatan
pendapatan merupakan indikasi nilai yang lebih baik
dibandingkan dengan pendekatan biaya dan pasar
(Smith dan Parr 2000: 282). Berbeda dengan
pendekatan pasar, perusahaan menggunakan
pendekatan pendapatan dengan menerapkan
pendekatan DCF dan juga berguna sebagai alat
penilaian pada tahap awal teknologi (Smith dan Parr
2000: 509). Beberapa isu yang perlu dibahas adalah
bagaimana arus kas masa depan mempengaruhi
penilaian aset tidak berwujud dengan metode
pendapatan, yang sebagian besar dibawa oleh Cohen
(2005: 82-84). Ini adalah: pertama, arus kas masa
depan yang diharapkan tidak bias; kedua,
membandingkan risiko proyek dan risiko tidak
berwujud yang dapat memiliki perbedaan dari risiko
perusahaan secara keseluruhan; ketiga, komplikasi
dalam mengukur beta risiko aset tidak berwujud
dengan menggunakan pendekatan model penetapan
harga aset modal (CAPM); keempat, risiko aset tidak
berwujud dapat berubah dari waktu ke waktu. Semua
ini adalah tantangan utama menggunakan pendekatan
DCF. Pentingnya aset tidak berwujud telah
melampaui perspektif aset. Budaya dan ekonomi
tidak berwujud selalu tumbuh sementara akuntansi
tidak berwujud relatif kecil (Basu dan Waymire
2008). Aset tak berwujud yang dibeli tetap diakui di
neraca sebagai bagian dari kombinasi bisnis; oleh
karena itu, tidak berwujud ini memiliki kehidupan
yang tidak terbatas dan menghasilkan arus kas. Basu
dan Waymire (2008) mendefinisikan budaya tak
berwujud sebagai 'ide atau konstruksi mental yang
dilestarikan dan ditransmisikan sepanjang waktu, dan
meningkatkan kebugaran kelangsungan hidup orang-
orang dalam budaya'. Sedangkan aset tidak berwujud
ekonomi didefinisikan sebagai 'gagasan yang pada
akhirnya membantu menghasilkan barang dan jasa
yang berharga untuk konsumsi baik secara langsung
maupun tidak langsung'. Aset tak berwujud datang
dalam ranah tak berwujud ekonomi untuk dilindungi
secara hukum dan yang dapat menghasilkan ide-ide
budaya. Dengan demikian, akuntansi aset tidak
berwujud terkait dengan penilaian perusahaan dan
menjadi penting untuk memperhitungkan aset tidak
berwujud.
Diskon Pendekatan Arus Kas
Nilai intrinsik perusahaan dapat ditentukan dengan
meramalkan arus kas masa depan. Oleh karena itu,
nilai sekarang dari manfaat ekonomi merupakan nilai
kumulatif perusahaan yang mencakup nilai aset yang
terkait, termasuk yang tidak berwujud. Pendekatan
DCF telah menjadi metode untuk menilai perusahaan,
proyek dan aset, dengan mempertimbangkan nilai
waktu dari uang. Tingkat diskonto diantisipasi
dengan biaya modal dan risiko arus kas masa depan
terhadap nilai dana saat ini. Manfaat ekonomi yang
didiskontokan ditentukan oleh arus kas masa depan
yang akan dihasilkan oleh perusahaan atas dasar
bebas utang setelah penyisihan pajak penghasilan.
Struktur modal perusahaan biasanya dipengaruhi oleh
rasio hutang dan ekuitas. Biaya modal hutang
umumnya dapat ditentukan sebagai tingkat bunga
yang dibebankan untuk hutang jangka panjang. Ada
banyak teori tentang penilaian perusahaan dengan
menggunakan pendekatan DCF. Pendekatan tersebut
berevolusi dengan karya Modigliani dan Miller (MM)
(1958) yang mengkaji nilai sekarang dari struktur
modal suatu perusahaan dengan mengacu pada biaya
modal. Sekali lagi pada tahun 1963, Modigliani dan
Miller membuat amandemen dalam konteks
menghitung laba kena pajak yang mempertimbangkan
keuntungan pajak dari pembiayaan utang. Konsep
biaya modal tertimbang (WACC) ditingkatkan
menjadi nilai sekarang yang disesuaikan (APV)
(Myers 1974). Selanjutnya, pendekatan tersebut
diimprovisasi oleh Miles dan Ezzell (1980) di mana
leverage perusahaan akan menjadi model penilaian
MM-APV. Model tingkat diskonto yang disesuaikan
dengan risiko dikemukakan oleh Harris dan Pringle
(1985), di mana risiko proyek dianalisis dari
pendekatan WACC standar. Kemudian, generalisasi
WACC oleh CAPM dilakukan oleh Weston (1973),
di atas teori neoklasik tradisional. CAPM
dikemukakan oleh Sharpe (1964) dan Linter (1965).
Proyek investasi modal berumur panjang dianalisis di
bawah beta menggunakan CAPM untuk menentukan
biaya modal (Myers dan Turnbull 1977). Fernandez
(2007) membuat studi komprehensif menggunakan
metode DCF untuk menilai perusahaan dengan
mengadopsi pendekatan yang berbeda dan
menyimpulkan bahwa semua ini sampai pada nilai
yang sama. Berbagai pendekatan yang dimasukkan
olehnya adalah arus kas ekuitas, arus kas modal, nilai
sekarang yang disesuaikan, arus kas bebas yang
disesuaikan dengan risiko bisnis dan arus kas ekuitas,
arus kas bebas yang disesuaikan dengan tarif bebas
risiko dan arus kas ekuitas, keuntungan ekonomi, dan
nilai ekonomi. ditambahkan (EVA). Dalam skenario
kontemporer, banyak peneliti telah mengembangkan
dan mengimprovisasi model DCF sesuai dengan
kebutuhan mereka. Berasal dari Model Diskon
Dividen (DDM), pendapatan akrual, yang dipelajari
di bawah penilaian waktu terbatas, kemudian disebut
sebagai Residual Income Model (RIM) oleh Penman
dan Sougiannis (1998). Sejumlah penelitian telah
dilakukan pada penilaian perusahaan dengan
mempertimbangkan perbandingan antara pendekatan
DCF dan RIM. Dalam kasus-ke-kasus, pendekatan
RIM (Lundholm 2001) cocok untuk penilaian
perusahaan dalam beberapa situasi, sementara model
DCF lebih tepat dalam keadaan lain (Plenborg 2002).
Dalam penentuan biaya ekuitas, Lundholm (2001)
menggambarkan inkonsistensi saat menerapkan
kedua model (RIM dan DCF). Hasilnya adalah variasi
yang sangat besar dalam penilaian perusahaan.
Sedangkan Penman (1992) menekankan bahwa
pemilihan model penilaian tergantung pada proforma
akuntansi perusahaan yang dapat berupa model DCF,
model kapitalisasi laba atau model laba residual.
Studi model akuntansi komprehensif yang dilakukan
oleh Anand dan Faseruk (2008) mengungkapkan
bahwa banyak peneliti telah memasukkan prinsip
akrual dalam model berbasis penilaian akuntansi
relatif terhadap pendekatan DCF.
Banyak perusahaan berbasis Internet menggunakan
pendekatan DCF dengan memasukkan penetapan
harga opsi di mana kita dapat menilai peluang dan
risiko proyek pada saat yang sama dan pengambilan
keputusan tentang investasi modal. Banyak proyek
tampaknya menguntungkan bagi manajer tetapi
mereka meremehkan investasi dari peluang yang
tidak pasti tetapi menguntungkan dengan
menggunakan pendekatan DCF. Model penetapan
harga opsi harus memasukkan variabel yang dapat
berisi informasi yang berkaitan dengan dana, waktu
dan risiko untuk pengambilan keputusan dan
kontinjensi (Luehram 1997). Oleh karena itu,
penetapan harga opsi diintegrasikan dengan analisis
DCF, dan inovasinya adalah model penetapan harga
opsi Black Scholes. Analisis DCF dan model
penetapan harga opsi menjadi penting untuk
melengkapi dalam bekerja di lingkungan yang tidak
pasti. Teknologi berbantuan komputer telah
diterapkan oleh perusahaan untuk menggunakan
model penetapan harga opsi oleh Monte Carlo dan
pendekatan simulasi lainnya. Banyak perusahaan dot
com (Internet) menggunakan pendekatan ini karena
aset mereka tidak berwujud. Karakteristik dasar dari
perusahaan-perusahaan Internet ini adalah bahwa
perusahaan-perusahaan ini mengalami kerugian besar
dan sedikit keuntungan. Kedua, pertumbuhan
perusahaan-perusahaan ini sangat tinggi dan ketiga,
mereka berada dalam lingkungan yang tidak pasti
(Desmet et al. 2000). Dengan demikian, DCF
digunakan untuk penilaian perusahaan untuk
menentukan ketidakpastian arus kas masa depan.
Oleh karena itu, muncul masalah apakah akan
memiliki tingkat diskonto tunggal selama satu tahun
atau serangkaian tarif diskon yang bervariasi dengan
jumlah tahun. Akibatnya, para peneliti telah
menggunakan penilaian berbasis probabilitas untuk
memasukkan unsur ketidakpastian dalam studi
mereka (Schumann 2006). Simulasi pendekatan DCF
tradisional telah melengkapi praktik akuntansi
perusahaan Internet, bertentangan dengan kegagalan
mewakili elemen ketidakpastian arus kas mereka
(Booth 2000).
Metode WACC untuk Pembiayaan Perusahaan
dan Proyek
Ada banyak pendekatan untuk mengevaluasi
pembiayaan proyek dengan menggunakan pendekatan
DCF. WACC, Net Present Value (NPV), Internal
Rate of Return (IRR) dan Pay back (PB) adalah
beberapa pendekatan yang populer.
DCF dan Tantangan Akuntansi Masa Depan
Isu-isu sesuai dengan pendekatan DCF adalah risiko
DCF atau tingkat diskonto mana yang digunakan
untuk menentukan arus kas masa depan yang
didiskontokan (Stegink et al. 2007). Stegink dkk.
(2007) mendefinisikan tingkat diskonto sebagai
'persyaratan pengembalian minimum bagi investor
dan sama dengan pengembalian minimum yang
diperlukan atas aset'. Banyak metodologi arus kas
yang dapat diterima untuk menentukan pengembalian
aset tidak berwujud seperti pendekatan CAPM dan
WACC. Isu lain yang menjadi pertimbangan adalah
proksi perhitungan beta sebagai indeks risiko
sistematis perusahaan (Kaplan dan Ruback 1995).
Pendekatan DCF bukan tanpa batasan. Penekanan
pada rasionalitas tingkat diskonto yang digunakan
oleh banyak analis, bagaimanapun, juga tidak banyak
dipertimbangkan. Studi-studi tersebut belum dapat
secara statistik menghitung banyak elemen risiko
dalam tingkat diskonto (Walker 1989). Selain itu,
penyalahgunaan pendekatan DCF ditunjukkan oleh
Sol dan Ghemawat (1999) sebagai perhatian untuk
persaudaraan akuntansi. Pertama, penggunaan suku
bunga nominal untuk DCF; kedua, pendekatan DCF
tidak mempertimbangkan untuk menghitung semua
biaya dan manfaat; ketiga, nilai opsi tidak disertakan
saat mempertimbangkan kembali investasi dalam
proyek dan ketidakpastiannya; dan keempat,
pendekatan DCF cenderung memperhitungkan
skenario persaingan. Terdapat perbedaan pendapat
terkait praktik tax shield yang digunakan oleh
perusahaan. Ada konsensus di antara perusahaan
mengenai teori yang paling cocok (dibahas
sebelumnya) yang dapat diadopsi secara universal.
Peneliti yang berbeda telah menyajikan parameter
yang berbeda untuk nilai perisai pajak akuntansi pada
pembiayaan utang. Para peneliti dan akademisi
seperti Modigliani dan Miller (1963), Myers (1974),
Miles dan Ezzell (1980), Harris dan Pringle (1985)
dan Kaplan dan Ruback (1995) semuanya
menawarkan aliran pemikiran yang berbeda. MM
(1963) menghitung nilai pelindung pajak dengan
mendiskontokan nilai sekarang dari penghematan
pajak karena pembayaran bunga atas hutang bebas
pajak. Myers (1974) memperkirakan nilai pelindung
pajak dengan mendiskontokan penghematan pajak
pada biaya utang. Miles dan Ezzell (1980)
merekomendasikan bahwa tax shield harus dinilai
sesuai dengan tingkat debt equity ratio. Secara relatif,
Harris dan Pringle (1985) meresepkan perhitungan
nilai pelindung pajak dengan mendiskontokan
penghematan pajak karena hutang pada tingkat
pengembalian aset. Sedangkan Kaplan dan Ruback
(1995) menyarankan diskon nilai pelindung pajak
pada tingkat diskonto yang ditentukan oleh risiko aset
perusahaan dari semua perusahaan ekuitas. Manfaat
pendekatan DCF adalah membuat penilaian lebih
transparan. French dan Gabrielli (2004) dalam studi
mereka tentang manajemen ketidakpastian dan
penilaian aset telah menunjukkan bahwa asumsi
dalam pendekatan DCF didasarkan pada variabel
ekspektasi pasar seperti 'pertumbuhan sewa masa
depan, periode penahanan, depresiasi, perbaikan,
pembangunan kembali, biaya manajemen. dan
transfer, perpajakan dan pengaturan pembiayaan'.
Asumsi-asumsi tersebut memungkinkan peneliti
untuk menentukan kepastian dari variabel-variabel
tersebut. 'Discounting Dilema', edisi khusus yang
dibawakan oleh Journal of Risk and Uncertainty
(April 2008), berfokus pada beberapa isu yang
berkaitan dengan aspek sosial dan ekonomi yang
berkaitan dengan risiko dan ketidakpastian. Isu-isu
mengenai masalah kebijakan lingkungan dan
ekonomi perilaku telah mengambil dimensi
komprehensif pada pendekatan DCF, di mana artikel
ini mengungkapkan psikologi dan filosofi untuk
menyelaraskan perhatian ekonomi mereka. Preferensi
waktu kelompok demokrasi yang berbeda dan
pendekatan diskon dipelajari oleh Frederick et al.
(2002) dan Frederick dan Loewenstein (2008)
menyimpulkan fakta menarik bahwa preferensi,
terlepas dari konsumsi saat ini dan konsumsi masa
depan, memunculkan perbedaan di antara mereka
dengan mengusulkan pendekatan pengukuran yang
berbeda. Dasgupta (2007) menyajikan fokus
perhatian dunia toady, diskon dengan perubahan
iklim dibandingkan dengan Stern's Review (2007).
Kebijakan tersebut menyangkut konsumsi masa
depan dan kepedulian lingkungan dari perubahan
iklim dan mengembangkan model linier, yang
menganalisis ekonominya dalam kaitannya dengan
kerugian dan ketidakpastian.
11 Hipotesis penelitian (kalau -
ada)
12 Model Penelitian (kalau Model Weighted Average Cost of Capital (WACC),
ada) Model penetapan harga aset modal (CAPM)
13 Jenis penelitian Jenis penelitian analisis deskriptif
14 Metode uji yang digunakan -
15 Hasil Penelitian Diskon arus kas (DCF) telah menjadi metode
tradisional dalam penilaian bisnis. Metode ini paling
berguna dalam menilai risiko dan ketidakpastian
suatu proyek. Sejak beberapa tahun, perusahaan
seperti Infosys telah menggunakan pendekatan ini
untuk menilai merek mereka dan mewakili hal yang
sama di neraca mereka. US GAAP FASB 142
menguraikan pengukuran nilai wajar aset tak
berwujud dan penurunan nilai goodwill dengan
menggunakan pendekatan diskon. Hal ini selanjutnya
dijelaskan dalam ketentuan Pernyataan Konsep
Akuntansi Keuangan No. 7. Konsep tersebut
memberikan pedoman untuk menganalisis masalah
akuntansi dan pelaporan keuangan baru atau yang
akan datang. Metodologi DCF bukannya tanpa
kekurangan, namun menjadi alat yang populer untuk
pengukuran proyek di bawah penganggaran modal
dan dalam penilaian bisnis skala besar. Akhir-akhir
ini, untuk pengukuran penurunan nilai aset tak
berwujud dan goodwill telah digunakan pendekatan
DCF. Aset tidak berwujud diakui sesuai dengan
pernyataan FAS 142 selama periode dimana aset
diharapkan memberikan kontribusi langsung atau
tidak langsung terhadap arus kas masa depan. Oleh
karena itu, menjadi lebih menantang untuk
memahami ruang lingkup standar akuntansi dan
implikasi arus kas pada penilaian aset tidak berwujud.
16 Implikasi penelitian Penelitian telah membuktikan pentingnya pendekatan
DCF bagi akuntan. Namun, di masa lalu, telah terjadi
perbedaan dalam pendekatan untuk penilaian pasar
perusahaan. Oleh karena itu, menjadi keharusan bagi
akuntan untuk memasukkan DCF termasuk kelayakan
perusahaan dan kelangsungan pasar (Cater dan Ejara
2008).
17 Kesimpulan penelitian Pendekatan DCF lebih disukai karena merupakan
salah satu metodologi penilaian yang paling
berwawasan ke depan. Sudah menjadi fakta yang
mapan bahwa nilai perusahaan adalah nilai sekarang
dari pendapatan ekonomi masa depan yang
ditentukan oleh para pemegang saham suatu
perusahaan. Penelitian telah membuktikan pentingnya
pendekatan DCF bagi akuntan. Namun, di masa lalu,
telah terjadi perbedaan dalam pendekatan untuk
penilaian pasar perusahaan. Oleh karena itu, menjadi
keharusan bagi akuntan untuk memasukkan DCF
termasuk kelayakan perusahaan dan kelangsungan
pasar (Cater dan Ejara 2008). Dalam dunia akuntansi
kontemporer, metode DCF telah menjadi standar
untuk analisis penilaian sekuritas (Penman 1998).
Namun, meskipun ada banyak teknik penilaian yang
tersedia untuk para peneliti, analis dan akuntan,
metode DCF telah menjadi pendekatan yang paling
diterima untuk menentukan nilai intrinsik untuk
penilaian keamanan (Rutterford 2004). Saat ini,
metode DCF umumnya digunakan dalam penilaian
aset tidak berwujud untuk menganalisis pengembalian
aset di masa depan. 'Pengembalian wajar' ini dapat
dengan mudah ditampilkan di neraca. Perusahaan
seperti Infosys telah menggunakan pendekatan DCF
dalam penilaian aset tidak berwujud dan
mengkapitalisasinya di neraca. Namun, ada jalan
panjang yang harus dilalui dalam representasi dan
kapitalisasi aset tak berwujud yang diciptakan secara
internal seperti merek.
18 Keterbatasan penelitian Penelitian ini hanya membahas diskon arus kas dan
implikasinya pada penilaian tak berwujud.
19 Rekomendasi penelitian Saat ini, metode DCF umumnya digunakan dalam
penilaian aset tidak berwujud untuk menganalisis
pengembalian aset di masa depan. 'Pengembalian
wajar' ini dapat dengan mudah ditampilkan di neraca.
Perusahaan seperti Infosys telah menggunakan
pendekatan DCF dalam penilaian aset tidak berwujud
dan mengkapitalisasinya di neraca. Namun, ada jalan
panjang yang harus dilalui dalam representasi dan
kapitalisasi aset tak berwujud yang diciptakan secara
internal seperti merek.
20 Kritik anda terhadap jurnal Kritik saya terhadap jurnal tersebut harus
dikembangkan dengan baik lagi, agar supaya peneliti
lainnya tertarik untuk membaca atau memakai judul
jurnal tersebut.

Anda mungkin juga menyukai