Anda di halaman 1dari 352

Apa Penuturan Para Tokoh Terkemuka

Tentang “Kebaikan Tanpa Allah?"

“Kebaikan Tanpa Allah?" adalah sebuah perjalanan yang penuh kuasa melalui
Kitab Suci, yang akan menantang dan mengubah perspektif Anda tentang apa-
kah makna menjalani hidup yang penuh kebajikan.”
—MARK BATTERSON, penulis terlaris “The Circle Maker” dari New York
Times.

“Kebaikan Tanpa Allah? adalah pelajaran menakjubkan tentang kearifan yang


akan menantang Anda agar sungguh-sungguh mencari TUHAN untuk menge-
tahui kehendak-Nya yang sempurna dalam hidup Anda.”
—JOYCE MEYER, pengajar Alkitab dan penulis buku terlaris.

“John Bevere adalah seorang pengajar, pemimpin dan penulis terhormat, dan
terlebih lagi, dia adalah sahabat yang baik dan rekan sekerja kerajaan Allah.
Keinginannya agar setiap manusia hidup bukan sekadar penuh kebajikan
namun penuh dengan kehidupan Allah, akan meneguhkan iman dan menan-
tang Anda agar lebih berani menghadapi segala perkara yang telah Yesus per-
siapkan bagi Anda. Ajaran John dan pernyataan pribadinya akan membuka
wawasan baru tentang kehendak Allah dan rancangan-Nya yang terbaik bagi
masa depan Anda.”
—BRIAN HOUSTON, pendeta senior Hillsong Church.

“Waktu saya membaca kisah tentang orang-orang yang melakukan perbuatan


luar biasa oleh karena kasih mereka kepada Allah, saya ingin sekali seperti me-
reka. Kebaikan Tanpa Allah? berbicara tentang apa yang terjadi dalam pikiran
dan hati semua orang yang sungguh-sungguh menaati kehendak Allah yang
terbaik—dan tidak mudah berpijak pada kepalsuan. Apabila Anda memiliki
keinginan yang sama untuk mengenal dan melayani Allah secara radikal, saya
mendorong Anda untuk membaca buku ini.”
—JOHN MAXWELL, penulis terlaris dan pembicara.
“Buku John Bevere Kebaikan Tanpa Allah? akan menantang Anda agar jangan
pernah menerima segala sesuatu yang palsu selain rancangan Allah yang terbaik.
John sungguh baik mengingatkan kita bahwa kita pasti akan menemukan Allah
apabila kita mencari Dia.”
—JENTEZEN FRANKLIN, pendeta senior Free Chapel dan penulis terlaris New
York Times “Fasting”.

“Kebaikan Tanpa Allah? akan benar-benar mengguncang jiwa Anda. Apabila


Anda ingin hidup biasa-biasa saja, buku ini bukan untuk Anda. Tetapi apabila
Anda ingin mengubah perspektif Anda selamanya, terimalah pesan-pesan ini.
Buku ini akan mengubah hidup Anda!”
—CHRISTINE CAINE, pendiri The A21 Campaign dan penulis buku terlaris
Unstoppable.

“Menantang. Gamblang. Sangat diperlukan. Kebaikan Tanpa Allah? adalah


peringatan penting bahwa bersikap baik bukanlah tujuan kita. Buku ini me-
nyoroti potensi manusia untuk beralih kehidupan ketaatan moral secara du-
niawi, menuju kehidupan menyenangkan yang datangnya dari Yesus saja.”
—LOUIE GIGLIO, pendeta Passion City Church, Atlanta, Georgia dan pendiri
Passion Conferences.

“Seperti nyala korek api yang memecah kegelapan, John Bevere menerangi jalan
menuju manifestasi hadirat Allah sekaligus mengobarkan gairah yang tak kun-
jung padam dalam diri pembaca, yang hanya dapat dipuaskan oleh hubungan
intim dengan-Nya.”
—BISHOP T. D. JAKES, CEO dari TDJ Enterprise dan penulis terlaris New
York Times.

“Kebaikan Allah ada di sekeliling kita, tetapi apakah kita benar-benar mema-
haminya? Dalam Kebaikan Tanpa Allah?, John Bevere membahas apa makna
bersikap baik dan kaitannya dengan Allah. Selagi Anda membaca buku penting
ini, Anda akan tergugah, tertantang, dan termotivasi untuk mencari kehendak
Allah yang terbaik bagi diri Anda sendiri dan membagikannya dengan orang
lain.”
—CRAIG GROESCHEL, pendeta senior LifeChurch.tv dan penulis From This
Day Forward dan Five Commitments to Fail-Proof Your Marriage.

“Sekali lagi, John Bevere menyampaikan seruan yang sangat mengubah hidup
dan mendorong tubuh Kristus agar bertindak. Dalam buku terbarunya Ke-
baikan Tanpa Allah?, dia menunjukkan kepada para pembaca bagaimana cara
memperoleh hasil yang maksimal dalam hubungan mereka dengan Allah dan
menetapkan standar yang lebih tinggi di seluruh aspek kehidupan mereka.”
—MATTHEW BARNETT, pendeta senior Angelus Temple, Los Angeles, Califor-
nia, dan salah satu pendiri The Dream Center.

“Dalam Kebaikan Tanpa Allah?, John Bevere menantang kita untuk mengkaji
ulang pemahaman kita tentang kebaikan Allah dan mengenali di area mana saja
kita berpijak pada standar kita dan bukan standar-Nya. Dengan pemahaman
Kitab Suci yang tajam dan pengalaman pribadinya di masa-masa rentan, John
menginspirasi para pembacanya untuk menolak tawaran-tawaran kebaikan
palsu yang dunia tawarkan dan menundukkan hati mereka kembali kepada
kekudusan Bapa Surgawi kita yang sempurna. Kebaikan Tanpa Allah? harus
dibaca bagi setiap pengikut Yesus yang menolak untuk bertumpu pada segala
sesuatu selain apa yang terbaik dari TUHAN.”
—CHRIS HODGES, pendeta senior Church of the Highlands dan penulis buku
Fresh Air dan Four Cups.
Good or God?, (Bahasa Indonesia), by John P. Bevere Jr.
Copyright © 2017 Messenger International
www.MessengerInternational.org

Originally published in English as Good or God? by John P. Bevere Jr.


Copyright © 2015 Messenger International

Additional resources in Bahasa Indonesia by John & Lisa Bevere are available for
free download at: www.CloudLibrary.org

This resource has been distributed to leaders and emergent leaders FREE OF CHARGE
and is not to be sold. It is a gift from Messenger International, the Ministry of John and Lisa
Bevere.
You are encouraged to duplicate, virally distribute, use extracts or otherwise share
this teaching with others.

To contact the author : JohnBevere@ymail.com

Printed in Indonesia.

Kebaikan Tanpa Allah? oleh John Bevere Jr.


Copyright © 2017 Messenger International
www.MessengerInternational.org

Diterbitkan pertama kali dalam bahasa Inggris dengan judul Good or God? oleh John Bevere Jr.
Copyright © 2015 Messenger International

Bahan-bahan pengajaran tambahan dalam bahasa Indonesia dapat diunduh secara gratis
di: www.CloudLibrary.org

Buku ini disebarkan secara CUMA-CUMA kepada para pemimpin Kristen dan calon pemimpin
Kristen yang akan muncul kemudian dan bukan untuk diperjualbelikan.
Ini adalah hadiah dari Messenger International, lembaga pelayanan John dan Lisa Bevere.

Untuk menghubungi penulis (disarankan dengan Bahasa Inggris): JohnBevere@ymail.com

Penerjemah: Slamat P. Sinambela & Devi Andrianti


Penyunting: Slamat P. Sinambela
Proofreader: Rosida Widyastuti
Layout: Yosua A. Sirait

Dicetak di Indonesia.
Saya mempersembahkan buku ini untuk putra kami ...
Arden Christopher Bevere

Kamu adalah orang yang rajin, tangguh, lemah lembut, dan bijaksana.
Aku takjub akan sensitivitas yang kamu tunjukkan
terhadap orang-orang yang terluka.
Anakku, aku sangat bangga padamu dan mencintaimu selamanya.
D A F TA R I S I

Kata Pengantar xiii

Mengenai Buku Ini xv

Pendahuluan 1

Bab 1: Apakah Kebaikan Itu? 5

Bab 2: Bagaimana Terjadinya? 17

Bab 3: Standar Kebaikan Universal 35

Bab 4: Fondasi 55

Bab 5: Apakah Keinginan Saja Cukup? 75

Bab 6: GPS Internal Kita 95

Bab 7: Cemburu Akan Kita 115

Bab 8: Persahabatan 131

Bab 9: Kebenaran yang Dihindari 153

Bab 10: Bahan Bakar 173

Bab 11: Baik Atau Berguna? 197

Bab 12: Bimbingan Hidup Kudus 213

Bab 13: Motivasi Kita 231

Bab 14: Parameter Kita 253

Bab 15: Pengertian 275

Bab 16: Gambaran Luas 295

Saat Teduh Dan Pertanyaan Diskusi 301

Catatan 327
K ATA P E N G A NTA R

Untuk istri, anak-anak dan cucuku: kalian masing-masing adalah hadiah dari
Allah dan kalian sudah memberikan kekayaan melimpah dalam hidupku.
Aku mencintai kalian selama-lamanya.
Kepada tim, anggota staf dan sesama mitra di Messenger International:
terima kasih atas dukungan kalian bagi saya dan Lisa. Kami tidak dapat me-
minta lebih banyak teman yang setia dan jujur kepada Allah untuk mengi-
ringi perjalanan kami dalam menjangkau bangsa-bangsa di bumi ini dengan
kemuliaan Injil Yesus Kristus.
Kepada Bruce, Jaylynn, Vincent, Allison, Addison dan Loran: terima
kasih atas ketekunannya dalam menyempurnakan pesan ini dengan ke-
trampilan mengedit kalian. Saya takjub menyaksikan karunia Allah dalam
diri kalian.
Untuk Allan: terima kasih untuk desain sampul yang spektakuler pada
pesan ini. Sangat rapi dan berkelas.
Kepada Addison, Colleen, Esther, Tom, Matt, Arden, Allan, Jaylynn dan
David: terima kasih atas kesediaan kalian membaca pesan ini dalam setiap
tahap penulisannya dan juga masukan yang bijaksana dan dapat diandalkan
pada bagian-bagian yang sulit.
Untuk Tom, Esther, Addison, Austin, dan John: terima kasih atas kon-
tribusi pengetahuan kalian yang hebat dalam mempublikasikan dan mema-
sarkan buku ini.
Untuk Rob dan Vanessa: terima kasih atas kerja keras kalian yang tanpa
kenal lelah untuk menyampaikan pesan ini ke seluruh penjuru dunia.
Kepada Bapa kami, Tuhan Yesus Kristus, dan Roh Kudus: puji syukur
kepada-Mu karena telah menyelamatkan kami seutuhnya dari dosa-dosa
kami, mengangkat kami sebagai anak-anak-Mu, dan memberikan pesan ini
kepada umat-Mu yang terkasih. Segala kemuliaan hanya bagi-Mu.
M E N G E N A I B U K U INI

Kebaikan Tanpa Allah? bisa dibaca mulai dari sampul depan hingga sampul
belakang, sama seperti kebanyakan buku lain. Saya mencantumkan isi tam-
bahan pada akhir buku ini bagi mereka yang ingin menggunakan Kebaikan
Tanpa Allah? sebagai bahan belajar interaktif. Anda dapat menyelesaikan
pelajaran ini sendiri atau dalam kelompok. Pelajaran ini sudah dirancang
sedemikian rupa agar dapat diselesaikan dalam waktu enam minggu, tetapi
tentu dapat disesuaikan dengan kebutuhan Anda.
Setiap minggu mencakup:
• Pertanyaan untuk diskusi kelompok atau renungan pribadi
• Renungan mingguan yang digabungkan dengan saat teduh pribadi
Anda dengan Allah
• Refleksi: ayat Alkitab untuk direnungkan selama seminggu
• Aplikasi: cara sederhana untuk menerapkan apa yang sudah Anda pe
lajari dalam kehidupan sehari-hari.
Bab-bab dalam buku ini yang sesuai dengan pembahasan tiap minggu
tercantum di atas pada pertanyaan diskusi mingguan.
Jika Anda membaca buku ini sebagai bagian dari kurikulum pembela-
jaran Kebaikan Tanpa Allah?, kami menganjurkan agar Anda menyaksikan
atau mendengarkan sesi pelajaran tiap minggu dan menjawab pertanyaan
dikusi di bagian belakang buku ini dalam kelompok. Kemudian, setiap ang-
gota kelompok diminta membaca bab-bab dan renungan yang sesuai dalam
buku ini sebelum pertemuan berikutnya. Ada satu sesi kurikulum untuk
masing-masing pelajaran setiap minggu.
Selamat membaca!
PEN DAH ULUA N

B elum lama ini saya berbicara via telepon dengan seorang pemimpin
nasional negeri ini yang sangat disegani. Ketika kami mengucapkan
selamat tinggal, tiba-tiba dia berkata, “John, tunggu sebentar. Saya harus
mengatakan sesuatu padamu. Anda sudah menulis banyak buku selama dua
puluh tahun terakhir ini, tetapi sekarang ada satu hal yang harus Anda tulis.
Ini pesan profetik dan tepat pada waktunya bagi gereja; inilah mandat surga
untukmu.”
Setelah dia selesai berbicara, saya bersujud takjub akan hadirat Allah.
Selama beberapa minggu setelah pembicaraan kami di telepon, hasrat yang
luar biasa untuk menulis buku ini tumbuh dalam diri saya.
Pesan ini berpusat pada satu pertanyaan sederhana: apakah kebaikan saja
cukup?
Akhir-akhir ini, istilah good (kebaikan) dan God (Allah) tampaknya sama
artinya. Kita percaya bahwa apa yang biasanya dianggap sebagai kebaikan
pasti sejalan dengan kehendak Allah. Kemurahan hati, kerendahan hati
dan keadilan semuanya baik. Keegoisan, kecongkakan, dan kekejaman ada-
lah jahat. Perbedaan itu kelihatannya cukup jelas. Tetapi apakah semudah
itu membedakannya? Jika kebaikan itu sangat mudah dipahami, mengapa
Ibrani 5:14 mengajarkan bahwa kita harus memiliki pancaindera yang terla-
tih untuk membedakannya?
Rasul Paulus menulis, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia
ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat
membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan ke-
2 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

pada Allah dan yang sempurna” (Roma 12:2). Kita tidak dapat membe-
dakan mana yang benar-benar baik dalam kehidupan kita sebelum pikiran
kita diperbarui terlebih dahulu. Tanpa adanya transformasi yang menyertai
pembaruan pikiran kita, kita akan kehilangan kehidupan luar biasa yang
dipenuhi oleh Allah, tersedia bagi kita dalam Kristus.
Sebelum alam semesta dijadikan, Allah telah mengatur sebuah rencana
bagi kehidupan Anda, kehidupan yang melimpah dengan tujuan hidup
yang tergenapi, sukacita luar biasa, dan kepuasan besar. Rancangan dan
rencana-Nya bagi Anda sungguh sempurna dan sangat baik. Tetapi ada ke-
baikan palsu yang dapat menghalangi Anda untuk menerima segala hal yang
terbaik dari Allah.
Sayangnya, banyak di antara kita sudah berpijak pada kepalsuan ini.
Tanpa sadar (dan adakalanya secara sadar) kita menyangkal Allah dalam
mengejar sesuatu yang kelihatannya baik.
Para pemimpin gereja mula-mula telah berulang kali memperingatkan
kita akan tipu muslihat ini (disesatkan berarti percaya bahwa kita sudah
sejalan dengan kebenaran, walaupun sesungguhnya tidak). Yesus sendiri
memperingatkan bahwa tipu daya itu begitu terselubung pada zaman kita
sehingga orang-orang yang terpilih pun dapat tertipu. Bisakah kita meng-
anggap enteng peringatan ini? Bisakah kita mengabaikannya dengan asumsi
bahwa kita jauh lebih bijak dan dapat dengan mudah membedakan mana
yang baik dan yang jahat?
Kabar baiknya adalah bahwa Allah tidak berusaha menyembunyikan
semua kebaikan-Nya dari kita. Dia tidak berupaya untuk menyelubungi
mata kita. Dia berjanji bahwa mereka yang mencari pasti akan mendapat.
Jika kita berkomitmen untuk menempuh segala cara demi mencari kebe-
naran, kita tidak akan terkecoh oleh segala tipu daya. Pertanyaannya adalah,
apakah kita akan berpaling kepada Sumber dari segala kebenaran, ataukah
kita hanya akan puas dengan pengetahuan yang dangkal tentang Allah dan
maksud baik-Nya? Harapan saya, dengan membaca buku ini, Anda akan
membulatkan tekad untuk tidak pernah menerima hal lain selain rencana
Allah yang terbaik bagi Anda.
P E N DA H U LUA N | 3

Mari kita berdoa sebelum memulai:


Bapa, dalam nama Yesus, bukalah mata, telinga dan hatiku untuk meli-
hat, mendengar, dan mengerti rencana-Mu bagi hidupku. Roh Kudus, ajari
aku secara lebih dalam dan saksama, jalan-jalan Yesus Kristus saat aku mem-
baca pesan ini. Aku berpaling kepada-Mu sebagai Guruku. Berbicaralah ke-
padaku melalui setiap kalimat dalam buku ini. Kiranya hidupku diubahkan
selamanya. Amin.
1

APAK AH K EBAI K AN I TU?


“Tak seorang pun yang baik selain dari pada
Allah saja.”
—M ARKUS 10:18

“Segala sesuatu di alam semesta ini baik


adanya selama sesuai dengan sifat Allah dan
jahat jika itu tidak sesuai.”
—A. W. T OZER

K ebaikan dan kejahatan. Kita semua tahu perbedaannya, bukan? Bu-


kankah kita lahir ke dunia ini dengan pengetahuan dasar akan mana
yang benar dan yang salah?
Sering saya mendengar orang berkata bahwa manusia secara lahiriah
itu baik. Apakah itu benar? Kita tahu bahwa film, dokumenter dan pro-
gram-program lain menghangatkan jiwa kita karena menonjolkan kebaikan
manusia. Saya sendiri tidak tahu apakah ada cerita, novel atau film yang
meraih popularitas hebat apabila menampilkan kejahatan yang menang atas
kebaikan.
Selama masa pertumbuhan, kita semua menyaksikan bagaimana orang-
orang baik melewati banyak rintangan hidup yang berat. Kemalangan
menimpa mereka dan mereka menghadapi kekalahan demi kekalahan,
kadang kala sampai pada titik darah penghabisan, tetapi tiba-tiba pahlawan
kita mengalami terobosan kemenangan atau beroleh keadilan. Kita menan-
6 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

tikan dan menghargai akhir-akhir kisah seperti ini. Kita mengharapkan ke-
baikan selalu menang karena bukankah Allah berada di pihak yang benar?
Akhir-akhir ini beberapa produser dan jaringan televisi memperkenal-
kan tren baru, yaitu acara realitas yang menayangkan renovasi atau make-
overs. Awalnya dimulai dengan program perbaikan rumah bagi keluarga yang
kurang mampu. Kita duduk terpaku di depan televisi, mengagumi kegem-
biraan dan kemurahan para dermawan yang mengulurkan tangan mereka
bagi orang miskin dan kaum papa. Kita membayangkan keguncangan yang
dirasakan oleh mereka yang menerima bantuan, kemudian terisak di puncak
acara ketika orang-orang tak mampu itu menatap rumah mereka sudah dire-
novasi. Kemudian, muncullah acara lain yang membantu orang-orang “ter-
kucil” yang berjuang melawan obesitas dengan menurunkan berat badan,
dan banyak acara lain yang membantu memperbaiki cara berpakaian, me-
nata rambut, rias wajah, dan lain sebagainya.
Tak lama kemudian, para selebriti juga mengikuti tren ini. Artis-artis
ternama membuka jalan bagi orang-orang yang biasanya tidak memiliki
peluang memamerkan keterampilan vokal atau tarian mereka. Kita berso-
rak-sorai saat menyaksikan kandidat yang sebelumnya tak dikenal menda-
dak mendapat kesempatan menjadi bintang sensasional dalam waktu satu
malam. Alangkah baiknya, sungguh murah hati dan dermawan!
Setiap program yang menonjolkan perbuatan amal, perlindungan ter-
hadap orang-orang tak bersalah, atau pengorbanan waktu demi menolong
mereka yang terkucilkan, makin menumbuhkan popularitas. Termasuk
dalam daftar tontonan realitas ini adalah acara-acara tentang aparat polisi
atau pemburu hadiah yang berhasil membekuk penjahat berbahaya. Semua
ini menjadi acara tontonan yang paling digemari para pemirsa.
Kita bisa menarik kesimpulan bahwa hiburan kita kadang kala berpusat
pada kebaikan umat manusia.
Pelajaran Penjualan dan Pemasaran 101 mengajarkan kepada kita bahwa
sebuah produk harus terasa nyaman, bagus dilihat atau didengar, tercium
atau berbau enak supaya bisa sukses menembus pangsa pasar. Produk terse-
but harus dapat membangkitkan seluruh panca indra atau emosi konsumen
A PA K A H K E BA I K A N I T U? | 7

ke keadaan yang lebih baik atau lebih bahagia. Kita tahu bahwa produk-pro-
duk yang bagus pasti akan laku keras. Lagi pula, siapa yang mau membeli
barang yang jelek? Hanya orang-orang yang abnormal saja yang memiliki
keinginan untuk berbuat jahat.
Kita sering mendengar komentar seperti “pria itu orang baik” atau “wa-
nita itu orang baik,” dan sering kali kita menerima evaluasi ini dari sisi luar
saja. Orang yang lemah segera menanggalkan kewaspadaannya dan mene-
rima setiap komentar atau perbuatan mereka yang dianggap baik itu sebagai
orang-orang yang tidak berbahaya dan dapat dipercaya. Namun apakah pe-
nilaian ini selalu benar?
Mungkinkah terkadang kita terjerumus dalam pemikiran yang meng-
anggap sesuatu yang benar adalah salah atau yang salah adalah benar? Ti-
dakkah semua orang tahu perbedaannya? Dan kita tentu tidak pernah
terjerumus dalam suatu kondisi kepalsuan yang kita menganggap kebenaran
adalah dosa dan dosa adalah kebenaran. Bukankah demikian?
Coba pertimbangkan hal ini. Beberapa abad yang lalu, seorang pemim-
pin muda yang kaya-raya mendatangi Yesus Kristus. Dia adalah orang yang
jujur dan bermoral tinggi. Dia tidak pernah berzina, membunuh, berdusta,
mencuri, atau menipu orang lain dalam transaksi bisnisnya. Dia sangat
menghormati orangtuanya. Dia adalah panutan masyarakat dan bahkan
mungkin dikagumi banyak orang. Dia menghormati Yesus dan menyam-
but-Nya dengan sapaan “Guru yang baik.”
Inilah seorang pemimpin yang berbicara kepada pemimpin lain; seorang
yang baik meminta pertimbangan orang yang baik lainnya. Dia mencari titik
temu dengan seorang Guru terkemuka yang tidak pernah dia jumpai sebe-
lumnya. Mungkin dia berpikir, Jika aku dapat membujuk hati sang Nabi ini
dengan menonjolkan kebaikan-Nya, aku akan meyakinkan Dia agar memberi
jawaban yang memuaskan atas pertanyaanku. Namun, sebelum Yesus men-
dengar pertanyaannya, Dia lebih dulu membalas, “Mengapa kau katakan
aku baik? Tak seorang pun yang baik selain dari pada Allah saja” (Markus
10:18).
8 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Mengapa Yesus mengoreksi orang yang menyebut-Nya baik? Apakah


Yesus tidak baik? Tentu saja Dia baik! Jadi mengapa Dia berkata demikian?
Mungkinkah bahwa “baik” adalah standar penilaian yang salah? Dengan
kata lain, mungkinkah standar yang dipakai manusia untuk menilai ke-
baikan berbeda dari standar Allah?
Jika Anda atau saya berada di posisi sang pemuda ini, apakah kita akan
mendapatkan jawaban yang sama apabila kita menyapa Yesus dengan se-
butan “Guru yang baik”? Saya hanya bisa menjawab bagi diri saya sendiri.
Walaupun sudah menjadi anak Allah selama bertahun-tahun, membaca
seluruh Alkitab lebih dari sekali, mempelajari Kitab Suci selama berjam-jam,
berdoa setiap hari, dan bahkan terlibat dalam pelayanan penuh waktu dan
menulis beberapa buku rohani terlaris; saya pasti akan mendapat jawaban
yang sama seperti pemimpin muda yang kaya-raya itu. Yesus juga akan ber-
kata, “John, mengapa kamu katakan aku baik?” persis dengan cara yang
sama. Bagaimana saya tahu? Roh Allah sudah mengajarkan hal yang sama
kepada saya seperti Yesus mengajar pemimpin itu.

Berita Mengejutkan

Perkenankan saya untuk menjelaskan. Di akhir tahun 1990-an, saya terbang


ke Swedia untuk mengikuti sebuah konferensi. Penerbangan itu menem-
puh waktu satu malam dan tiba di Stockholm dini hari. Setelah mendarat,
mengambil bagasi dan melewati pabean, saya ditemui dan disambut hangat
oleh tuan rumah saya di Swedia. Sebelum kami meninggalkan terminal, dia
memberitahu saya sebuah berita mengejutkan tahun itu bahkan mungkin
sepanjang abad.
Katanya, “John, ada berita tragis yang terjadi semalam ketika Anda be-
rada dalam pesawat yang menuju ke sini, jadi mungkin Anda belum tahu.
Izinkan saya memberitahu berita terbaru ini.”
“Apa yang terjadi?” saya bertanya, dengan khawatir sekaligus penasaran.
Tuan rumah saya menceritakan tentang kecelakaan mobil fatal yang baru
saja terjadi beberapa jam yang lalu. Salah satu korbannya adalah seseorang
A PA K A H K E BA I K A N I T U? | 9

yang mungkin paling dikenal dan disayangi banyak orang di muka bumi
ini. Segala sesuatu yang dia perbuat menjadi bahan berita. Istri saya, Lisa,
dan saya mengagumi kegiatan sosial yang dia lakukan dan senang membaca
berbagai artikel tentang dia di majalah maupun surat kabar. Saya dalam po-
sisi yang agak rentan kali ini, tetapi saya bukan hanya menyukai berita ten-
tang dia, tetapi juga senang melihat foto-foto yang menggambarkan tentang
kehidupannya. Singkat kata, saya adalah salah seorang pengagumnya. Setiap
kali cerita tentang dia muncul di berita, saya akan menghentikan kegiatan
saya dan segera memusatkan perhatian.
Berita tentang kematian wanita ini mengguncang hati saya tidak terperi-
kan. Dia seorang istri yang masih muda dan memiliki anak-anak yang masih
kecil, selain kegiatannya sebagai ibu negara yang penuh semangat dan tidak
hanya pandai namun juga cantik rupawan. Dia menggunakan pengaruhnya
yang mendunia untuk melakukan banyak kebaikan bagi anak-anak yatim
piatu dan korban ranjau darat di negara-negara yang penuh konflik. Itu saja
sudah cukup membuat saya sangat terpesona, tetapi kenyataannya masih
banyak lagi sifat menarik dalam dirinya. Dia menyayangi dan sangat peka
terhadap para pengagumnya, selalu menyapa mereka dengan senyuman
tulus atau sambutan hangat lainnya.
Saya sangat terkejut dan tidak mempercayai berita kematiannya. Mana
mungkin dia meninggal? Bagaimana ini bisa terjadi?
Sang tuan rumah mengantarkan saya sampai ke hotel. Hal pertama
yang saya lakukan begitu masuk kamar hotel adalah menghidupkan tele-
visi. Liputan berita tentang kecelakaan itu ada di setiap saluran. Saya tidak
mengerti karena sebagian besar berita itu menggunakan bahasa Swedia, jadi
saya mencari-cari saluran lain sampai akhirnya menemukan CNN dan BBC
Sky News. Saya duduk di tepi ranjang, koper belum sempat saya bongkar,
rasanya tidak percaya.
Banyak liputan berita menyorot ribuan orang yang berkabung di depan
kediaman wanita itu. Berbagai kalangan masyarakat dari segala usia berkum-
pul dan kamera memperlihatkan mereka meletakkan karangan bunga di
10 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

depan pintu gerbang sambil bercucuran air mata. Banyak yang berpelukan
atau berkelompok sambil berdoa. Dunia sangat terguncang.
Selama empat hari berikutnya, tragedi ini diliput di halaman utama
setiap surat kabar di seluruh dunia. Liputan tentang kecelakaan, penyeli-
dikan, reaksi dari keluarga korban, dan upacara pemakaman mendominasi
seluruh media massa. Kepala negara, para pemimpin dunia, dan ratusan se-
lebriti mendatangi upacara pemakaman, dan menjadikan acara itu salah satu
tayangan yang paling banyak disaksikan sepanjang sejarah pertelevisian.
Hari pertama di Stockholm, saya berkabung selama berjam-jam di
kamar hotel, bahkan sangat sulit bagi saya untuk menyiapkan acara kebak-
tian malam itu. Benak saya selalu mengembara tak tentu arah pada berbagai
pertanyaan yang muncul, dan saya berjuang melawan amarah terhadap ke-
jadian konyol yang menyebabkan wanita itu menemui ajalnya. Tetapi, ber-
samaan dengan kepedihan itu, saya merasa ada pikiran lain yang mencoba
menyembul ke permukaan.
Saya mencoba menyingkirkannya, tetapi tidak bisa. Akhirnya, setelah
berjam-jam merasakan adanya pergumulan antara emosi dan roh saya, saya
bertekuk lutut di kaki tempat tidur dan berdoa. “Bapa, saya sedih atas ke-
matian wanita ini. Tetapi dalam hati, saya merasakan ada sesuatu yang tidak
benar. Apa yang terjadi?”
Tak lama kemudian, saya mendengar dalam lubuk hati saya, “Baca
Wahyu pasal delapan belas.” Saya tidak ingat apa yang tertulis dalam Wahyu
pasal 18 karena hingga saat itu, sayangnya, kitab Wahyu belum pernah saya
pelajari secara mendalam. Saya membuka Alkitab dan mulai membaca. Jan-
tung saya berdegup kencang ketika saya sampai pada ayat ke tujuh:

“Berikanlah kepadanya siksaan dan perkabungan, sebanyak kemuliaan


dan kemewahan, yang telah ia nikmati. Sebab ia berkata di dalam hati-
nya: Aku bertakhta seperti ratu, aku bukan janda, dan aku tidak akan
pernah berkabung. Sebab itu segala malapetakanya akan datang dalam
satu hari, yaitu sampar dan perkabungan dan kelaparan; dan ia akan di-
bakar dengan api, karena TUHAN Allah, yang menghakimi dia, adalah
A PA K A H K E BA I K A N I T U? | 11

kuat. Dan raja-raja di bumi, yang telah berbuat cabul dan hidup dalam
kelimpahan dengan dia, akan menangisi dan meratapinya...” (Wahyu
18:7-9)

Saya merasakan emosi yang campur aduk setelah membaca ayat-ayat


ini. Ada banyak kesamaan antara wanita yang disebutkan dalam perikop ini
dengan wanita yang kematiannya mendominasi tayangan televisi. Rasanya
seperti seember air es telah mengguyur wajah saya. Saya merasa terpukul,
kalut, dan bingung. Bagaimana mungkin firman Allah ini bisa sesuai dengan
wanita selebriti yang sangat baik hati itu?
Perlu diketahui bahwa rasul Yohanes tidak bermaksud menuding siapa
pun dalam ayat-ayat ini. Firman Allah ini menunjukkan adanya sebuah roh
yang merasuki dunia kita yang sudah jatuh dalam dosa. Tetapi ada cukup
banyak kesamaan dengan situasi saat itu dan Roh Allah menggunakan ayat-
ayat Kitab Suci ini untuk merombak cara berpikir saya. Pernahkah Anda
mengalami kejadian di mana Allah menggunakan kisah dalam Kitab Suci
untuk berbicara tentang pengalaman pribadi? Inilah yang terjadi saat itu.
Roh Allah menantang cara saya mengukur kebaikan sama seperti de-
ngan cara Yesus menantang pemimpin muda yang kaya raya itu. Sadar akan
apa yang Allah sampaikan kepada saya, saya memprotes keras di dalam
kamar hotel itu, “Tuhan, bagaimana mungkin ayat-ayat ini ada hubungan-
nya dengan dia? Dia banyak melakukan pekerjaan kemanusiaan kepada kor-
ban-korban ranjau darat dan anak-anak yatim piatu dan —”
“Dia memamerkan pertentangannya terhadap pihak otoritas dan
perzinaannya di seluruh muka bumi,” balas Tuhan, “Dia tidak tunduk
kepada-Ku.”
Masih tidak percaya, saya kembali protes, “Tapi, bagaimana dengan
semua kebaikan yang dia lakukan untuk kemanusiaan?”
Lalu saya mendengar Roh Allah berkata, “Anakku, bukan sisi jahat dari
pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat yang membuat Hawa ter-
pikat, melainkan sisi baiknya.”
12 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Saya terpaku oleh perkataan yang terdengar jelas di hati saya. Setelah
beberapa saat, saya membuka Alkitab di Kejadian 3 untuk memastikan apa
yang baru saja saya dengar. Dan tentu saja, disitu tertulis:

“Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan
dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena mem-
beri pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya”
(Kejadian 3:6).

Saya melihat kata-kata baik, sedap, dan menarik hati dan tercengang.
Lalu saya mendengar Roh Allah berkata, “Ada kebaikan yang tidak berasal
dari Aku. Kebaikan yang tidak tunduk kepada-Ku.”
Saya duduk dan merenungkan apa yang baru saja saya dengar dan baca.
Firman Alalh sudah tersingkap dan mengkoreksi saya. Standar kebaikan
yang saya miliki ternyata berbeda dengan standar kebaikan ilahi.
Allah meneruskan berbicara dalam hati saya. Dia menunjukkan
bagaimana sebagian besar orang “baik”, dan terutama orang-orang Kris-
ten, tidak tertarik pada pesta pora cabul, musik gelap dengan lirik penuh
pemberontakan, penyanyi rock yang memamerkan pemujaan Setan dalam
konser-konser mereka, pembunuhan massal, perampokan besar-besaran,
atau perbuatan apa saja yang jelas-jelas bersifat jahat. Kebanyakan orang ter-
tipu dan terpikat untuk melakukan perbuatan atau hal-hal yang tampaknya
benar, baik dan bijaksana tetapi bertentangan dengan hikmat Allah. Kita
tahu bahwa:

“Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut.”
—Amsal 14:12

Pertama-tama, marilah kita membahas bagian akhir dari ayat ini terlebih
dahulu: “tetapi ujungnya menuju maut.” Banyak orang Kristen tidak mem-
perhatikan kata-kata ini karena mereka berpikir, saya sudah diselamatkan,
menuju surga, dan tidak akan mengecap maut. Dalam benak mereka, per-
A PA K A H K E BA I K A N I T U? | 13

nyataan hanya ini ditujukan kepada orang-orang yang tidak percaya. Tetapi,
marilah kita renungkan lagi tentang apa yang Firman Allah sampaikan di
sini.
Perhatikan kata-kata “menuju maut.” Kitab Suci menulis cukup banyak
tentang jalan kehidupan dan jalan kematian. Allah menyatakan kepada
umat-Nya (bukan kepada orang-orang yang bukan umat kepunyaan-Nya),
“Beginilah firman TUHAN: ‘Sesungguhnya, Aku menghadapkan kepada
kamu jalan kehidupan dan jalan kematian.’” (Yeremia 21:8).
Jalan di sini berarti hikmat yang kita terima. Anda akan melihat banyak
sekali kata ini dalam Kitab Suci. Yesus merangkainya seperti ini: “karena le-
barlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan [maut], dan
banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah
jalan yang menuju kepada kehidupan...” (Matius 7:13-14). Apakah Yesus
hanya menyampaikan tentang kehidupan yang kekal di sini?
Allah menempatkan pohon kehidupan di tengah-tengah taman Eden.
Ini melambangkan jalan kehidupan Allah, hikmat-Nya. Pohon lain yang
ada di tengah-tengah taman itu adalah pohon pengetahuan tentang yang
baik dan yang jahat. Pohon ini merupakan representasi dari jalan kematian;
atau melambangkan hikmat manusia selain dari Allah. Memakan buah itu
tidak hanya memengaruhi kehidupan Adam dan Hawa di kehidupan selan-
jutnya; tetapi memengaruhi kehidupan mereka seketika itu juga. Sebelum
melakukan tindakan bodoh itu, mereka bebas, produktif, sehat, dan ber-
hasil dalam segala hal yang mereka ingin kerjakan. Tetapi setelah mereka
makan dari pohon terlarang itu, hidup mereka menjadi susah. Mereka ter-
timpa penyakit, hidup berkekurangan, pekerjaan yang membuat stress, dan
berbagai kesusahan yang belum pernah mereka alami sebelumnya. Mereka
telah memasuki jalan kematian.
Namun, ingatlah bahwa Allah adalah Penebus. Dia sudah berencana
untuk mengembalikan apa yang telah hilang oleh karena manusia. Dia
membuat suatu perjanjian untuk mengembalikan jalan kehidupan. Hik-
mat-Nya sekali lagi akan mendatangkan kebahagiaan sejati, kehidupan yang
menyenangkan, kedamaian, kelimpahan, dan banyak keuntungan lainnya:
14 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Berbahagialah orang yang mendapat hikmat... apa pun yang kau


inginkan, tidak dapat menyamainya. Umur panjang ada di tangan
kanannya, di tangan kirinya kekayaan dan kehormatan. Jalannya adalah
jalan penuh bahagia, segala jalannya sejahtera semata-mata. Ia menjadi
pohon kehidupan bagi orang yang memegangnya, siapa yang berpegang
padanya akan disebut berbahagia. (Amsal 3:13-18).

Kitab Suci menunjukkan bahwa apabila hikmat Allah diterapkan dalam


hidup kita, hasilnya adalah kehidupan yang berbuah, produktivitas, keber-
hasilan, umur panjang, damai sejahtera, dan kehormatan. Pohon adalah
sesuatu yang dinikmati oleh orang lain. Menurut ayat ini, jika kita mengi-
kuti jalan kehidupan (hikmat), kita menjadi pohon kehidupan—sumber
makanan bagi mereka yang makan dari hasil pekerjaan kita. Kebalikannya
juga tepat. Jika kita hidup dengan mengandalkan hikmat manusia, kita
menjadi pohon yang merusak, dan mereka yang makan dari hasil pekerjaan
kita akan cenderung mengarah pada kerja keras yang penuh susah payah,
tekanan hidup, produktivitas rendah, sakit-penyakit, keegoisan, dan buah-
buah kematian rohani lainnya.
Mari kita kembali ke Amsal 14:12, di sini kita membaca “Ada jalan yang
disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut.” Apabila kita meneliti
bagian pertama dari ayat ini, kita tahu bahwa ini bisa berlaku pada siapa saja,
baik itu orang Kristen maupun orang yang belum percaya. Ada jalan yang
disangka orang lurus—kelihatannya baik, bijaksana, bermanfaat, strategis,
masuk akal, menguntungkan, dan lain sebagainya. Namun peringatan ini
jelas: apa yang kelihatannya baik mungkin sesungguhnya tidak bermanfaat,
berbahaya, dan tidak produktif—jalan menuju maut.
Penulis kitab Ibrani menulis nasihat yang meneguhkan bagi orang
beriman:

... Banyak yang harus kami katakan... karena kamu telah lamban dalam
hal mendengarkan. Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu,
sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan
A PA K A H K E BA I K A N I T U? | 15

asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan


susu, bukan makanan keras... Tetapi makanan keras adalah untuk
orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih
untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat. (Ibrani 5:11-12,
14).

Jelas dikatakan bahwa kepekaan adalah faktor penting untuk dapat


membedakan mana yang benar-benar baik dan yang benar-benar jahat.
Dengan kata lain, sesuatu yang benar-benar baik tidak selalu jelas menurut
pikiran, logika atau pancaindera biasa.
Anda mungkin bertanya, “Bukankah penulis kitab Ibrani juga menga-
takan bahwa pancaindera kita bisa dilatih untuk membedakannya?” Iya
betul, tetapi apakah yang dia maksud dengan pancaindera di sini? Anda juga
dapat membaca bahwa di awal ayat-ayat tersebut, sang penulis menujukan
surat ini kepada orang-orang Kristen yang telah lamban dalam hal mende-
ngarkan. Apakah yang dimaksud dengan “mendengarkan”? Apakah semua
orang Ibrani adalah orang-orang percaya yang memerlukan alat bantu de-
ngar? Bukan. Dia mengutarakan kemampuan mendengarkan dalam hati
kita. Yesus selalu mengajarkan, “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!”
(Matius 11:15). Hampir semua orang yang mendengar ajaran ini memiliki
telinga fisik yang utuh, namun tidak semuanya memiliki hati yang peka
untuk mendengarkan Firman Allah, yang merupakan hal terbaik bagi hidup
mereka.
Kita akan menggali lebih dalam lagi tentang kepekaan rohani nanti di
buku ini; tetapi, hal penting yang perlu kita pahami saat ini adalah bahwa
kebaikan dan kejahatan itu tidak selalu dapat dibedakan hanya dari per-
mukaan saja. Sebelum perjumpaan saya dengan kebenaran di kamar hotel
di Stokholm saat itu, saya percaya kebaikan dan kejahatan itu terpampang
jelas di depan mata, gamblang dan nyata. Tetapi, pertimbangkan contoh
lain: salah seorang murid utama Yesus, Petrus, pernah berbicara mengenai
perlindungan dan umur panjang kepada Yesus. Kelihatannya dia memberi
nasehat yang baik kepada Tuan-nya. Tetapi Yesus menegurnya dengan keras
16 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

sambil berkata bahwa kepentingannya jelas bukan dari Allah (lihat Matius
16:21-23). Ini hanyalah satu dari sekian banyak contoh dalam Alkitab yang
dapat saya berikan untuk menjelaskan bagaimana kebaikan dan kejahatan
itu tidak jelas terlihat dengan kasat mata.
Salomo pernah berdoa, “Maka berikanlah kepada hamba-Mu ini hati
yang faham menimbang perkara... dengan dapat membedakan antara yang
baik dan yang jahat...” (1 Raja-Raja 3:9). Dibutuhkan hati yang sudah
beroleh hikmat, yang terlatih, agar dapat membedakan mana yang Allah
sebut baik dan jahat. Hawa sangatlah sempurna dalam segala hal, dan di
taman tempat dia tinggal, hadirat Allah begitu kuat dan berkuasa. Namun
apa yang dia sangka baik, sedap dipandang, dan menguntungkan, ternyata
jahat dan berakibat buruk bagi kehidupannya. Dia tertipu dan menderita
karena perbuatannya itu.
Hal tersebut mengantar kita pada tujuan buku ini yaitu: untuk mene-
rangkan, baik melalui Kitab Suci maupun pertolongan Roh Kudus, per-
bedaan antara yang baik dalam kehidupan Anda dan mana yang akhirnya
mencelakakan. Jika Hawa saja mudah tertipu, bagaimana dengan kita yang
berpikiran tidak sempurna dan hidup di dunia yang sudah rusak—dengan
masyarakat yang sudah bobrok—yang akan mudah terkecoh untuk menilai
sesuatu yang merusak namun ternyata baik?
2

BAG AIMAN A T ERJ A DI NYA ?


“Saudara-saudara yang kukasihi, janganlah
sesat! Setiap pemberian yang baik dan setiap
anugerah yang sempurna, datangnya dari atas,
diturunkan dari Bapa segala terang; pada-
Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena
pertukaran.”
—Y AKOBUS 1:16-17

“[Orang Kristen] tidak berpikir bahwa Allah


akan mengasihi kita karena kita baik, tetapi
bahwa Allah akan menjadikan kita baik karena
Dia mengasihi kita.”
—C.S. L EWIS

H ari itu di Swedia, saya duduk terpaku di kamar hotel, emosi saya
bergejolak. Saya tercengang oleh respons ilahi terhadap kesedihan saya
karena kematian selebriti itu, tetapi saya merasa gelisah. Saya bingung dan
pikiran saya dipenuhi tanda tanya. Saya sudah melayani selama bertahun-ta-
hun, sudah menulis banyak buku, dan mengajar banyak orang percaya di
setiap benua (kecuali Antartika), tetapi kebodohan saya tentang kebaikan
sejati baru saja terkuak.
Pertanyaan-pertanyaan paling dominan yang muncul di benak saya ada-
lah: Apa saja yang saya kira baik ternyata tidak baik di mata Allah? dan, yang
tak kalah pentingnya, Apakah konsekuensinya?
18 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Sebelum saya menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, sebaiknya kita kem-


bali lagi ke awal di mana semuanya ini terjadi: di taman Eden. Langkah ini
masuk akal, karena referensi inilah yang Roh Allah gunakan untuk menarik
perhatian saya di kamar hotel saat itu. Ada sebuah pertanyaan yang meng-
usik tentang cerita di taman itu—dan orang lain juga tentunya—yang saya
pergumulkan selama bertahun-tahun: bagaimana cara ular bisa membuat
Hawa menentang Allah?
Mari kita pikirkan dengan saksama. Hawa hidup di sebuah lingkungan
yang sempurna. Tidak ada sosok ayah, suami, sanak-saudara, atasan, atau guru
yang pernah melecehkannya. Dia tinggal dalam kedamaian dan ketenangan
dan melimpah dengan segala kebaikan tanpa mengalami sakit-penyakit atau
berkekurangan. Dan yang terutama, dia hidup harmonis dengan sang Pen-
ciptanya. Hadirat Allah meliputi seluruh atmosfer bumi dan Allah sering
berjalan-jalan di taman bersama Adam dan Hawa. Jadi bagaimana cara ular
memengaruhi wanita serta pria ini untuk menentang Allah?
Apabila kita dapat menemukan jawaban dari misteri ini, kita juga akan
mendapatkan pengetahuan berharga tentang bagaimana musuh kita dapat
menggunakan cara yang sama kepada kita di zaman ini. Jika kita mengenali
taktiknya, kita tidak akan mudah terjerumus ke dalam tipu daya dan pem-
berontakan kepada Pencipta kita.

Taman yang Sangat Indah

Awalnya, Allah menciptakan dunia yang sempurna, indah, tak bercela, dan
melimpah dengan sumber-sumber kekayaan dan segala macam hal yang be-
gitu menyukakan hati. Allah tidak hanya menciptakan beberapa jenis bina-
tang, tanaman atau pemandangan alam. Dia merancang dan menciptakan
lebih dari satu juta makhluk hidup, lebih dari dua ratus lima puluh ribu
jenis tanaman, lebih dari seratus ribu jenis pohon, dan berbagai macam jenis
bebatuan, tanah dan sumber alam. Bumi ini adalah sebuah karya agung.
Beribu-ribu tahun kemudian, para ilmuwan masih saja mempelajarinya dan
terheran-heran akan kerumitannya. Mereka belum dapat menguasai pema-
BAG A I M A N A T E R JA D I N YA? | 19

haman tentang dunia kita sepenuhnya dan bahkan mungkin tak akan per-
nah bisa.
Allah merancang dan menciptakan semuanya ini hanya untuk objek
kasih-Nya: manusia. Dan walaupun planet ini luar biasa memukau, sang
Pencipta masih mengerjakan lebih banyak lagi. Dia membuat—bukan men-
ciptakan—sebuah taman yang menakjubkan di muka bumi ini.
Saya sangat menyukai pemandangan alam dan taman. Sejujurnya, saya
tidak suka berkebun—Anda boleh menanyakan hal ini pada Lisa. Dia akan
cemberut saat menceritakan kebencian saya tentang berkebun. Tetapi saya
senang duduk-duduk atau berjalan-jalan di taman yang tertata rapi, perke-
bunan, ladang anggur, atau di tengah hutan. Saya mengagumi warna-warni,
aroma, tanah, dan berbagai jenis pohon dan tanaman.
Baru-baru ini saya diundang untuk berbicara di Kontanz, Jerman, se-
buah kota di tepi danau yang bernama sama. Danau Konstanz adalah danau
yang terbesar di Jerman karena menerima aliran es dan salju yang mencair
dari pegunungan Alpen. Saya bersama dengan Lisa mengunjungi teman
dekat kami di sana yang juga pendeta, Freimut (nama Jerman yang bagus)
dan istrinya, Joanna.
Kami memiliki waktu luang dua hari selama perjalanan ini, dan tuan
rumah kami dengan senang hati menawarkan berbagai macam kegiatan
mengasyikkan untuk mengisi waktu luang. Kami menemukan banyak sekali
kegiatan yang dapat dilakukan di Konstanz, namun satu hal yang paling saya
inginkan tidak ditawarkan.
Berlokasi di tengah-tengah danau Konstanz terdapat sebuah tempat
yang diberi nama Pulau Bunga. Nama sebenarnya adalah Mainau, tetapi
Pulau Bunga lebih sesuai karena seluruh pulau ini adalah sebuah taman yang
indah. Saya ingin berjalan-jalan menelusuri taman itu tetapi akan makan
waktu sehari penuh untuk melihat-lihat seluruhnya.
Lisa, Joanna dan Freimut awalnya mengira saya hanya bergurau ketika
saya mengajak mereka mengunjungi pulau itu. Lagi pula, siapa yang akan
mengira jika seorang pria yang senang berolah raga dan kegiatan kompetitif
akan menyukai aktivitas yang membosankan seperti berjalan-jalan di taman
20 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

yang luas? Namun setelah saya mengusulkannya beberapa kali, teman-teman


saya berkata, “Kami kira Anda tidak serius. Apakah Anda benar-benar ingin
ke sana?”
“Ya!” jawab saya. Jadi kami merencanakan tamasya itu—walaupun yang
lain tidak begitu antusias.
Hari itu sangat spektakuler. Kami mengendarai mobil menyeberangi
jembatan menuju pulau itu, membayar karcis masuk di gerbang depan dan
memulai tur kami. Tak lama kemudian saya langsung terpukau. Saya takjub
melihat keindahan dan kompleksitas taman yang luas ini. Untungnya saya
tidak sendirian. Senda gurau mereka bertiga terhenti seketika saat mereka
melihat karya agung ini.
Setiap bagian taman yang luas itu sangat sedap dipandang mata. Pe-
tak-petak bunga nan elok tersusun sejajar begitu sempurna, dengan jalan-
jalan setapak di bagian tengah sehingga setiap tanaman dapat terlihat jelas.
Ada peta-peta yang terbuat dari bunga dan juga patung binatang berukuran
sangat besar, juga patung anak-anak, dan bahkan rumah-rumah semuanya
terbuat dari berbagai macam pohon, tumbuhan dan bunga. Desain air man-
cur yang memukau tersebar di seluruh penjuru taman.
Kami semua menikmati keindahan dan kreativitas sebuah tempat yang
membutuhkan waktu lebih dari setengah hari untuk mengelilingi seluruhnya
—dan kami baru melihat separuhnya saja! Siang itu, saya sempat berpikir
beberapa kali, Jika manusia saja bisa mencetuskan ide tentang taman yang
luar biasa itu, sebuah mahakarya yang begitu elok dipandang mata, dengan
berlimpah aroma yang mampu menggugah indra penciuman, seperti apakah
taman yang dibuat Tuhan? Karena yang mendesain taman Eden bukanlah
seorang ahli perkebunan atau arsitek lanskap, melainkan sang Pencipta
Agung itu sendiri.
Allah membuat taman Eden yang subur dan menakjubkan, menempat-
kan Adam di sana, dan membawa semua binatang kepadanya. Sang Maestro
ingin melihat bagaimana Adam memberi nama seluruh binatang di muka
bumi yang berjumlah lebih dari 1,25 juta spesies. Orang ini tentu memi-
liki kecerdasan yang sangat hebat! Lagi pula, Adam tidak hanya memiliki
BAG A I M A N A T E R JA D I N YA? | 21

kemampuan untuk memberi nama seluruh binatang yang berbeda jenis


itu, melainkan juga mempunyai kapasitas untuk mengingat nama mereka
satu-persatu—tanpa bantuan iPad dengan kapasitas Google! Adam memang
seorang yang brilian.
Namun, Allah tidak hanya membawa hewan-hewan itu kepada Adam
untuk diberi nama, Dia juga ingin melihat binatang manakah yang akan
dipilih Adam untuk menjadi penolongnya.
Manusia itu memberi nama semua burung di udara dan seluruh hewan,
tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan
dia. Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia
tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menu-
tup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah
dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya
kepada manusia itu. Kemudian Adam berkata:

“‘Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan
dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.’” (Kejadian 2:23).

Penolong yang sepadan bagi manusia itu adalah perempuan. Mereka sa-
ling melengkapi dan mengisi. Keduanya sama-sama diberi tugas untuk men-
jaga dan merawat planet ini, dan yang lebih utama lagi, merawat taman itu.
Sebelum Hawa dibentuk dari Adam, Allah sudah memberikan perin-
tah yang jelas: “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya
dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat
itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya,
pastilah engkau mati” (Kejadian 2:16-17).
Kita tidak tahu waktu kejadian yang tercatat berikutnya. Bisa saja ini
terjadi setelah beberapa minggu, tahun, dekade, atau bahkan lebih lama lagi.
Tetapi tibalah hari ketika ular yang lebih licik dari semua binatang menjadi-
kan Hawa target dan mempersoalkan perintah Allah.
(Bagaimana ular bisa berbicara? Secara pribadi saya percaya bahwa sebe-
lum kejatuhan manusia, binatang bisa berkomunikasi dengan manusia. Ini
22 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

menjelaskan mengapa kita tidak melihat Hawa merasa takut atau terkejut
saat ular mendekatinya. Pengetahuan akan binatang yang dapat berbicara ini
pasti diwariskan secara turun-temurun, karena waktu keledai Bileam berbi-
cara, kejadian itu juga tidak mengejutkan Bileam; lihat Bilangan 22:21-35.
Dia terus saja berbicara dengan hewan pengangkut bebannya tanpa menun-
jukkan rasa terkejut atau lengah).

Bagaimana Dia Melakukannya?

Saya akan menulis ulang tujuan penelitian kita sehubungan dengan apa yang
terjadi di taman Eden. Kita berusaha mencari tahu bagaimana ular yang
dirasuki iblis itu dapat membujuk Hawa untuk menentang Allah di sebuah
lingkungan yang begitu sempurna. Mari kita mengkaji pendekatan iblis:

Ular itu berkata kepada perempuan itu: “Tentulah Allah berfirman:


Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?”
(Kejadian 3:1).

Dengan pertanyaan ini, si ular mengawali strategi pertamanya. Dia ber-


tujuan untuk menggoyahkan Hawa dari hikmat ilahi. Pertanyaannya sudah
diatur dengan liciknya untuk menjerat perempuan itu sehingga sejenak
Hawa tidak mengindahkan pohon buah-buahan lain yang tak terhitung
jumlahnya dan mengalihkan perhatiannya hanya pada satu-satunya pohon
yang dikhususkan.
Perintah Allah kepada Adam dan Hawa sebetulnya ialah, “Semua pohon
dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi...” Kemu-
rahan Allah ditekankan dalam kalimat “semua pohon dalam taman ini boleh
kaumakan.” Ada ribuan jenis pohon buah-buahan di bumi ini, dan menurut
saya semuanya itu ada di taman Eden. Betapa cerdiknya si ular ini. Hawa
bisa saja memakan buah dari ribuan pohon yang ada di sana, tetapi setelah
mendengarkan pertanyaan ular yang licik, dia tidak bisa mengalihkan pan-
dangannya dari satu-satunya pohon yang terlarang itu.
BAG A I M A N A T E R JA D I N YA? | 23

Tak jauh berbeda di zaman kita sekarang. Allah sudah memberikan


begitu banyak berkat kepada kita secara cuma-cuma—semua berkat dari
surga (lihat Efesus 1:3). Perlu satu buku penuh untuk menulis semua berkat
itu! Kita juga tahu bahwa segala sesuatu telah diberikan kepada kita dalam
Yesus Kristus (lihat 1 Korintus 3:21-23). Tetapi, apakah strategi musuh kita?
Strategi yang dipakainya tidak berbeda dengan strategi yang dia pakai di
taman Eden. Dia berupaya menutupi-nutupi kemurahan Allah supaya kita
hanya melihat pada apa yang “tidak kita terima.” Mengapa Allah menahan
kita dari sesuatu? Kita akan menelaah pertanyaan penting ini di halaman
selanjutnya, tetapi singkat kata, Allah menahannya demi kebaikan kita. Dia
lebih mengetahui apa yang terbaik bagi kita daripada diri kita sendiri.
Menggunakan kebenaran yang diketahuinya, Hawa segera menanggapi
ular yang dapat berbicara ini:

“Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, tetapi ten-
tang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman:
Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati”
(Kejadian 3:2-3).

Sungguh menarik apabila kita memperhatikan jawaban Hawa yang


tidak akurat ini. Allah tidak pernah berkata sebelumnya agar jangan meraba
buah dari pohon itu. Mungkin hal ini tidak begitu signifikan, tetapi dapat
memberi petunjuk mengapa si ular menyerang perempuan itu dan bukan
Adam.
Hawa belum ada saat perintah itu pertama kali diberikan, jadi dia tidak
mendengarnya langsung dari mulut Allah seperti halnya Adam. Secara pri-
badi saya percaya bahwa ada suatu hari sebelum waktu itu ketika Adam dan
Hawa berjalan-jalan di taman yang luas itu dan sampai pada pohon penge-
tahuan tentang yang baik dan yang jahat. Adam menunjuk dan menjelaskan
kepada Hawa perintah Allah tentang pohon istimewa itu. Saya menyebut
jenis interaksi ini sebagai pengetahuan yang diceritakan. Di sisi lain, bagi
Adam, perintah ini adalah pengetahuan yang dinyatakan. Di manakah letak
24 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

perbedaannya? Pengetahuan yang dinyatakan terjadi ketika Allah menjelas-


kan sesuatu secara langsung kepada kita.

Pengetahuan yang Dinyatakan dan yang Diceritakan

Suatu hari Yesus bertanya kepada murid-murid-Nya, “Kata orang, siapakah


Anak Manusia itu?” (Matius 16:13). Satu demi satu, murid-murid memapar-
kan semua sebutan yang mereka dengar dari orang lain: Yohanes Pembaptis,
Elia maupun Yeremia yang sudah bangkit, atau salah satu dari banyak nabi
lain yang pernah ada—inilah laporan yang mereka dengar dari orang lain
melalui Twitter, Facebook, Instagram atau blog versi zaman mereka.
Setelah Yesus selesai membahas apa yang mereka ketahui lewat penge-
tahuan yang disampaikan orang lain, selanjutnya Dia bertanya, “Tetapi apa
katamu, siapakah Aku ini?” (ayat 15).
Murid-murid Yesus berdiri terpaku diam. Apabila Yesus tidak mengaju-
kan pertanyaan pertama terlebih dahulu, mereka mungkin akan dipengaruhi
komentar-komentar orang lain, dan jawaban mereka akan mencerminkan
pengetahuan yang diceritakan orang lain kepada mereka. Tetapi dengan dua
pertanyaan-Nya, Yesus bertujuan untuk menanggalkan semua pengetahuan
yang tidak diterima secara langsung untuk mengetahui apa yang sudah
Allah nyatakan kepada mereka. Hanya Petrus satu-satunya yang memiliki
jawabannya. Tanpa berpikir panjang dia menjawab “Engkau adalah Mesias,
anak Allah yang hidup!” (ayat 16).
Saya dapat membayangkan Yesus tersenyum, meletakkan tangan-Nya
ke bahu Petrus untuk membenarkannya, sambil berkata, “Bukan manusia
yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga” (ayat
17). Petrus tidak asal menirukan informasi yang dia baca online atau melihat
dari artikel majalah! Dia membagikan kebenaran yang dia terima langsung
dari Allah.
Yesus kemudian berkata bahwa pengetahuan yang dinyatakan inilah yang
akan menjadi dasar pendirian gereja dan kekuatan maut tidak akan dapat
menghentikan mereka yang memilikinya. Sebaliknya, alam maut akan de-
BAG A I M A N A T E R JA D I N YA? | 25

ngan mudah menipu mereka yang hanya memiliki pengetahuan yang diceri-
takan orang lain.
Kita mendapat pengetahuan yang dinyatakan ini melalui berbagai
macam cara. Yaitu ketika kita membaca Kitab Suci atau buku inspirasi, saat
menenangkan diri dan berdoa, mendengarkan pendeta kita berkhotbah;
mendapat penglihatan seperti yang terjadi dengan Petrus di atap rumah
(baca Kisah Para Rasul 10:9-16) atau sederhana saja dengan menerima Fir-
man Allah yang dinyatakan oleh Roh Kudus dalam hati kita. Sulit untuk me-
maparkan garis besarnya bagaimana hal itu bisa terjadi. Kadang kala Anda
dapat mendengar bisikan pelan dan tenang dalam hati Anda. Anda bisa saja
tahu karena pernyataan itu tiba-tiba muncul dalam jiwa Anda. Di waktu
lain, jantung Anda berdebar-debar dan Anda dapat merasakan hadirat Allah
ketika sedang membaca Kitab Suci. Bagaimanapun caranya, intinya Anda
tahu bahwa Anda sudah mendengar dari Allah, dan pengetahuan yang di-
nyatakan ini tidak dapat diambil dari Anda.
Di sisi lain, pengetahuan yang diceritakan hanya berasal dari men-
dengarkan atau membaca perkataan orang lain tentang apa yang Allah nya-
takan kepada mereka. Walaupun pengetahuan ini mungkin benar, tetapi
apabila Roh Kudus tidak menyatakannya dalam hati Anda, maka bisa de-
ngan mudah diputarbalikkan.
Contohnya, saya mendengar banyak orang memamerkan pengetahuan
mereka tentang Alkitab: “John, kamu tahu bahwa uang adalah akar dari
segala kejahatan.” Teman-teman yang salah pengertian ini pernah membaca
—atau pernah mendengar kutipan seorang pendeta—dari 1 Timotius 6:10
yang berbunyi “Cinta uang adalah akar dari segala kejahatan.”
Uang hanyalah sekadar alat. Itu saja. Anda bisa menyalahgunakan alat
ini, atau menggunakannya dengan benar. Senapan adalah sebuah alat. Di
tangan seorang pencuri, senapan akan disalahgunakan dalam perampokan.
Namun, di tangan seorang aparat polisi, senapan bisa digunakan untuk
mencegah seseorang untuk memerkosa atau membunuh seorang wanita.
Senapan itu sama, dan tidak ada sifat-sifat baik atau jahat yang melekat
padanya. Sama halnya dengan uang yang sekadar alat, dan bukan akar dari
26 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

segala kejahatan. Kecintaan akan uang yang menjadikannya akar dari segala
kejahatan.
Orang-orang yang berkomentar keliru itu memiliki pengetahuan yang
diceritakan dan bukan pengetahuan yang dinyatakan. Menurut pengalaman
saya, pengetahuan yang diceritakan kadang kala lebih berbahaya daripada
ketidaktahuan.
Perkataan Hawa yang menjelaskan perintah Allah agar jangan meraba
buah dari pohon itu menunjukkan bahwa dia hanya memiliki pengetahuan
yang diceritakan. Kenyataannya hadirat Allah ada di taman itu. Dia ber-
jalan-jalan dengan Adam dan Hawa, kemungkinan besar setiap hari (lihat
Kejadian 3:8). Bisa saja Adam membagikan perintah Allah kepada istrinya,
tetapi hal yang mungkin tidak dilakukan Hawa adalah tidak langsung ber-
tanya kepada Penciptanya tentang hal yang pernah disampaikan itu.
Orang yang mencari Allah sudah seharusnya memiliki karakter yang
berhasrat untuk menggali lebih dalam lagi agar dapat mengenal dan me-
ngerti Allah. Ketahuilah apa yang dilakukan orang-orang Berea ketika Pau-
lus memberitakan kabar baik dari surga:

“Orang-orang Yahudi di kota itu lebih baik hatinya dari pada orang-
orang Yahudi di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu den-
gan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci
untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian” (Kisah Para
Rasul 17:11).

Orang-orang Berea benar-benar dapat diperhitungkan! Mereka men-


dengarkan Paulus dengan saksama, kemudian masing-masing menyelidiki
Kitab Suci. Saya sangat suka dengan kata segala kerelaan hati. Pikiran mereka
terbuka untuk mendengarkan perkataan Roh Kudus. Jalur antara roh dan
pikiran mereka jernih, terbuka lebar untuk menerima pengetahuan yang
dinyatakan.
Tidak seperti halnya banyak orang percaya di zaman ini, orang-orang
Berea tidak sekadar mempercayai informasi dari podcast, tulisan blog, dis-
BAG A I M A N A T E R JA D I N YA? | 27

kusi Twitter atau Facebook. Ketika Yesus membahas identitas-Nya dengan


murid-murid-Nya, Dia juga tidak tertarik dengan apa yang diberitakan di
media sosial pada zaman itu. Dia ingin tahu, “Sobat, apa saja yang sudah
Allah nyatakan kepada kalian?”
Mungkin selama perjalanan, dalam rombongan mereka, Petrus pernah
mendengar orang berkata, “Yesus adalah Kristus.” Saat itulah, kesadaran
timbul dalam pikiran dan hatinya, didorong oleh hadirat Roh Kudus. Ini
dia! Dialah Anak Allah. Dialah Kristus. Wow! Sampai saat ini saya belum be-
nar-benar mengerti semuanya, tapi saya tahu Dialah Kristus! Ini juga sering
kita alami saat Allah menyatakan kebenaran-Nya dalam hati kita.
Atau mungkin yang terjadi dengan Petrus tidak demikian. Pernyataan
ini mungkin muncul dalam hatinya suatu malam ketika dia hendak tidur
terlelap, atau di tengah hari ketika dia sedang berjalan melewati kota-kota,
atau saat dia memperhatikan Yesus berbicara kepada anggota tim yang lain
di tempat perkemahan mereka. Mungkin, di salah satu peristiwa tersebut,
tanpa disadarinya, Allah mengingatkan Petrus akan salah satu kitab dalam
perjanjian lama seperti Yesaya 9:6-7, yang menubuatkan kedatangan Kristus.
Atau mungkin “titik terang” rohani Petrus muncul ketika Yesus
menyembuhkan orang sakit. Tiba-tiba murid ini teringat perkataan salah
seorang Rabi di masa kecilnya yang membacakan nubuat Perjanjian Lama
tentang Mesias yang akan datang: “Dialah yang memikul kelemahan kita
dan menanggung penyakit kita” (Matius 8:17, yang meneguhkan Yesaya
53:4).
Ada banyak sekali cara pernyataan tentang identitas Yesus Kristus yang
dapat terjadi pada Petrus; tetapi yang terpenting adalah Allah sendiri yang
menyatakannya.
Saya rasa cukup tepat jika kita menyimpulkan bahwa hal ini tidak ter-
jadi pada Hawa. Dia tidak memiliki pengetahuan yang dinyatakan; namun
cukup puas dengan pengetahuan yang diceritakan. Mungkin Adam mengi-
rimkan pesan langsung dari Twitter: “Hai sayang, aku melihatmu meman-
dang pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat. Jangan sentuh pohon
itu! Allah berkata kita akan mati apabila memakan buahnya!”
28 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Fase Kedua

Setelah ular berhasil mengalihkan perhatian Hawa pada satu-satunya pohon


yang terlarang itu, dia dapat memulai langkah kedua dalam aksi bujuk
rayunya. Langkah ini merupakan pertentangan langsung terhadap apa yang
sudah Allah nyatakan. Namun aksi itu diselubungi dengan cerdik sehingga
kelihatannya seperti pemikiran yang masuk akal, disertai dengan janji yang
menguntungkan. Iblis menantang:

Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: “Sekali-kali kamu


tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu
memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti
Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.” (Kejadian 3:4-5)

Perhatikan perkataan iblis: “tetapi Allah mengetahui” yang mengan-


dung arti bahwa sesuatu telah disembunyikan—dan bukan sesuatu yang
tidak penting, melainkan sesuatu yang akan membuat hidup Adam dan
Hawa lebih baik. Sesuatu yang akan membawa mereka ke level yang lebih
tinggi! Karena ada kebaikan pada pohon itu, si ular dengan saksama mem-
perhitungkan logikanya supaya kedengaran masuk akal. Dan dia berhasil.

Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan
dan sedap kelihatannya, lagi pula pohon itu menarik hati karena mem-
beri pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya (Ke-
jadian 3:6).

Hawa melihat bahwa pohon itu baik, sedap, dan akan memberinya pe-
ngertian. Semua ini adalah hal-hal yang diidamkan dan menguntungkan.
Saat Hawa memandang pohon itu, pikirannya mulai menuju ke arah
baru: Tunggu sebentar. Ada sesuatu yang baik dan menguntungkan pada
pohon itu, dan Allah melarangnya. Saya dan suami saya bisa mendapatkan
kehidupan yang lebih baik. Kami bisa menjadi lebih bijaksana dan lebih ba-
BAG A I M A N A T E R JA D I N YA? | 29

hagia, tetapi hal itu disembunyikan. Saya kira Sang Pencipta mengasihi kami
dan sangat murah hati, tetapi ternyata Dia pendusta. Dia menyembunyikan
sesuatu yang baik dari kami.
Setiap detik pikiran itu merasuki Hawa, hasratnya untuk memakan
buah itu menjadi semakin kuat. Hasratnya logis semakin dia berpikir bahwa
ada sesuatu yang baik baginya pada pohon itu.
Taktik jitu si ular adalah untuk menodai karakter Allah di mata Hawa.
Jika dia berhasil, dia bisa menghasut Hawa agar melawan Allah. Mengapa?
Karena kuasa Allah dibuktikan dan diteguhkan oleh karakter-Nya.
Raja Daud pernah menulis, “Keadilan dan hukum adalah tumpuan
takhta-Mu, kasih dan kesetiaan berjalan di depan-Mu” (Mazmur 89:14).
Sebagai seorang raja, Daud memahami bahwa sifat-sifat ini adalah dasar ke-
langgengan seorang pemimpin. Jika seorang raja jujur, adil dan bijaksana,
takhtanya tidak akan pernah berakhir. Sebaliknya jika seorang penguasa me-
nipu dan tidak adil, takhtanya tidak akan bertahan lama.
Karakter Allah adalah sempurna, tetapi si ular mencoba untuk membu-
juk Hawa agar berpikir lain. Iblis mencoba merusak bukti itu. Pohon itu ke-
lihatan baik dan sedap dipandang mata. Kelihatannya bisa membuat orang
menjadi bijaksana, tetapi apa yang kelihatannya baik bisa saja memperda-
yakan. Oleh sebab itu, seperti kita tahu, “sebab kami tidak memperhatikan
yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan” (2 Korintus 4:18). Yang tidak
kelihatan adalah Firman Allah. Firman-Nya adil dan benar.

Janganlah Sesat

Sang musuh dapat membuat Hawa melawan Penciptanya dengan cara


merusak perspektif tentang karakter Allah. Sering kali, saya juga harus ber-
perang melawan pola pikir serupa apabila saya tidak mendapat jawaban doa
di waktu yang saya inginkan. Di saat-saat seperti itu, saya mengingatkan diri
saya akan kesetiaan Allah selama ini. Saya melatih diri saya melalui realitas:
Allah bukanlah masalahnya, Dia tidak menyembunyikan sesuatu, Dia adalah
Bapa yang baik dan murah hati.
30 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Ular membuat Hawa percaya bahwa ada sesuatu yang baik baginya yang
Allah sembunyikan. Jika cara ini berhasil dilaksanakan di lingkungan alam
yang sempurna, dengan seorang perempuan yang tidak pernah disiksa, di-
sakiti atau dilecehkan sebelumnya, bukankah musuh kita pasti jauh lebih
mudah untuk melakukan hal ini di dunia yang sudah jatuh dalam dosa,
penuh dengan kekerasan, kebusukan, penyimpangan dan tipu muslihat?
Karena itu, kita sudah diperingatkan dengan tegas oleh Yakobus:

“Saudara-saudara yang kukasihi, janganlah sesat!” (Yakobus 1:16).

Saya sering mengatakan, hanya ada satu perkara dalam tipu muslihat:
yaitu menjerat! Orang yang tertipu percaya sepenuhnya bahwa dia benar,
cermat, dan berada di pihak kebenaran. Namun kenyataannya, dia salah,
tidak cermat, dan tidak berada di pihak kebenaran. Sungguh mengerikan!
Hawa sudah tertipu dan kemudian jatuh dalam dosa. Yakobus tidak
ingin kita terperangkap dalam hal yang sama. Jadi marilah kita meneliti
seluruh kalimatnya:

“Saudara-saudara yang kukasihi, janganlah sesat! Setiap pemberian


yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, di-
turunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau
bayangan karena pertukaran” (Yakobus 1:16-17).

Yakobus tidak bermaksud menulis bahwa sebagian besar pemberian


yang baik datangnya dari Allah. Itu pendapat banyak orang. Bukan, tetapi
kita dengan jelas diberitahu bahwa setiap pemberian yang baik dan setiap
anugerah yang sempurna datangnya dari Allah. Kita dapat juga menulisnya,
“Tak ada hal yang baik bagimu di luar kehendak Allah.” Jangan mengang-
gap kalimat berikut ini remeh atau basa-basi saja, karena maknanya sangat
dalam. Tak peduli apakah sesuatu kelihatan baik, dapat membahagiakan
Anda, membuat Anda bersukacita, kaya raya atau sukses, atau sepertinya memi-
liki makna rohani yang dalam, tampaknya masuk akal, dikenal atau disukai
BAG A I M A N A T E R JA D I N YA? | 31

banyak orang—dan daftar panjang ini terus berlanjut. Jika kebaikan ini berla-
wanan dengan hikmat (atau Firman) Allah, maka akhirnya akan merusak dan
menimbulkan kesengsaraan bagi hidup Anda.
Hawa sangat percaya bahwa dia mengambil keputusan yang bijaksana
—pilihan yang baik, yang akan memperbarui kehidupan dia dan suaminya.
Kenyataannya tidak demikian. Apabila setelah beribu-ribu tahun kemudian,
Anda berpikir bahwa hikmat Anda tentang apa yang kelihatannya baik lebih
bermanfaat daripada hikmat Allah, Anda sama-sama tertipu seperti Hawa,
dan Anda akan jatuh dalam kesengsaraan.
Saya paham, Anda mungkin berpikir bahwa saya berpikiran negatif atau
picik, tetapi saya tidak bermaksud demikian. Saya hanya ingin memper-
ingatkan Anda. Buku ini dipenuhi petunjuk tentang bagaimana Anda dapat
mengenali apa yang benar-benar baik bagi kehidupan, pelayanan, bisnis,
hubungan, dan semua aspek kehidupan Anda lainnya. Namun, untuk me-
nyampaikan pesan Yesus Kristus seutuhnya, saya harus memperingatkan dan
mengajarkan. Paulus menekankan ini dalam tulisannya:

Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan
tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin ti-
ap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus (Kolose 1:28).

Anda dan saya tidak akan bisa menjadi dewasa tanpa menerima berbagai
peringatan dan petunjuk. Saya menggambarkannya seperti ini. Setiap kali
Anda membeli perangkat, peralatan atau perabot elektronik baru, Anda pasti
akan membaca tulisan “Peringatan: Harap Baca Sebelum Menggunakan”
di halaman pertama atau kedua dalam buku petunjuk manual. Produsen
alat tersebut akan memaparkan sejumlah daftar peringatan tentang apa
yang harus Anda lakukan—atau lebih sering, jangan dilakukan—terhadap
perangkat itu. Peringatan ini dicantumkan untuk menjelaskan supaya tidak
membahayakan Anda atau alat yang Anda beli. Anda akan dapat menggu-
nakan alat itu selama bertahun-tahun jika Anda tidak melanggar peringatan
tersebut. Namun jika produsen tidak memberikan peringatan lebih dahulu,
32 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Anda mungkin tanpa sengaja membahayakan atau merusak peralatan yang


sudah Anda beli. Lantas Anda akan menulis email yang mengecam dan me-
negur produsen alat itu karena tidak memperingatkan Anda terlebih dahulu.
Paulus menganjurkan kita agar memperhatikan peringatan-peringatan
yang tertulis di kitab Perjanjian Baru. Jika kita mengindahkannya, kita akan
menikmati tahun-tahun hidup yang sukses dalam keselarasan bersama de-
ngan Pencipta kita. Namun, apabila kita mengabaikan atau melanggar per-
ingatan ini, kita juga akan sengsara sama seperti Adam dan Hawa. Anda
kemudian akan menulis blog, surat atau email tentang kehidupan yang tidak
adil karena kesulitan dan kesengsaraan yang kita hadapi. Namun Allah telah
menulis:

Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renung-


kanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai
dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian per-
jalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung (Yosua 1:8).

Allah menjamin kehidupan yang sukses dan makmur apabila kita


menaati dengan saksama setiap perintah yang tertulis dalam kitab perin-
tah-Nya. Namun, buku ini tidak sekadar berisi pengajaran yang memotivasi
atau menghibur Anda, tetapi juga berisi peringatan.
Sayangnya, di masa sekarang, para pendeta dan pengajar sering kali
menghindari peringatan yang penting ini. Bagian dari Kitab Suci ini mun-
gkin berkesan negatif, dan kita tidak ingin menyampaikan pesan yang me-
matahkan semangat dari mimbar karena pendekatan tersebut tidak akan
menarik dan mengurangi kehadiran jemaat ke gereja atau pertemuan kita.
Alhasil, banyak terjadi kerusakan fatal dalam kehidupan orang-orang per-
caya yang sebenarnya dapat dihindari apabila mereka mendapat pengajaran
dan peringatan sebelumnya.
Saya mendorong Anda untuk mengambil keputusan sekarang juga:
Tidak ada hal baik di luar kebijakan Allah dan Firman-Nya, sama sekali
BAG A I M A N A T E R JA D I N YA? | 33

tidak ada. Jika Anda mempercayai hal ini, marilah kita melangkah maju
untuk mempelajari perbedaan antara kebaikan dan kebijakan Allah.
3

STA NDAR K EB AI K AN
UNI VERSA L
“Semua firman Allah adalah murni.”
—A MSAL 30:5

“Lebih baik kita melawan kekeliruan dengan


cara menanamkan pengetahuan yang mendalam
tentang kebenaran...”
—M ATTHEW H ENRY

D alam buku ini, saya akan membahas tiga aspek dari konsep kebaikan.
Yang pertama adalah sasaran utama pada hubungan inti kita dengan
Allah; kedua: karakter dan perilaku kita; ketiga, rencana dan strategi kita.
Semuanya saling terkait karena aspek yang pertama merupakan fondasi kita,
yang kedua mengikat kehidupan kita seluruhnya dan yang ketiga merupa-
kan bangunan kehidupan kita. Jika aspek yang pertama dan kedua kuat,
maka kerja keras kita akan menjadi maksimal dan bertahan lama. Jika salah
satunya bermasalah, kerja keras kita akan mengalami banyak rintangan dan
musnah dalam sekejap.
Saya teringat membangun rumah pertama kami seperti baru saja terjadi
kemarin. Seluruh proses dari awal hingga akhir sangat menakjubkan bagi
saya dan Lisa. Begitu konstruksi dimulai, kami mengunjungi lokasi proyek
untuk memeriksa progresnya setiap hari.
36 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Fondasi awal tidak begitu menarik, jadi kami menghabiskan sedikit


waktu untuk memperhatikannya. Di waktu yang sama, beberapa teman
kami juga tengah membangun rumah pertama mereka yang jauh lebih
bagus. Selang beberapa tahun setelah menempati rumah baru mereka, tem-
bok rumah itu retak lebar mulai dari lantai sampai ke langit-langit. Suatu
saat kami makan malam di rumah mereka dan memperhatikan masalah
besar itu. Kami bertanya: di mana letak kesalahannya? Dengan muak mereka
menceritakan fondasi rumah mereka yang bermasalah. Kontraktor mereka
telah mengorupsi bahan bangunan, dan setiap upaya untuk mendapatkan
retribusi berakhir dengan buruk. Untuk memperbaiki masalah itu akan
memakan biaya besar dan merupakan proses yang menghabiskan banyak
waktu. Pengalaman pribadi mereka menekankan betapa pentingnya untuk
membangun fondasi dengan benar. Meskipun peletakan fondasi bukan-
lah bagian dari proses pembangunan yang paling mengasyikkan bagi kita,
namun inilah proses yang paling penting untuk membangun rumah yang
tahan lama.
Setelah fondasi rumah kami selesai dibuat, pembuatan rangka bangunan
adalah langkah selanjutnya. Tahap konstruksi ini menjadikan kunjungan
kami ke lokasi proyek jauh lebih menarik. Kunjungan kami berlangsung
lebih lama karena sekarang kami bisa menyusuri setiap bagian rumah. Kami
bersemangat setiap kali melihat ruangan-ruangan yang mulai terbentuk,
dan kami mulai mendapatkan gambaran yang lebih realistis tentang bentuk
akhir rumah kami nantinya.
Tahap-tahap akhir pembangunan rumah kami adalah yang paling meng-
gembirakan, dan kami menghabiskan lebih banyak waktu untuk memeriksa
rumah kami dibandingkan dengan tahap-tahap sebelumnya. Setelah rangka
dan dinding selesai, kami mengawasi pemasangan garis-garis hiasan, plafon,
kabinet, lantai, lemari dapur, dan akhirnya, lampu-lampu. Inilah rumah
pertama kami, dan kami dapat menata dan menghiasnya sesuai dengan
keinginan kami. Setiap hari tampak seperti hari Natal bagi kami. Akhirnya
semua mulai terbentuk.
STA N DA R K E BA I K A N U N I V E R S A L | 37

Inilah yang ingin saya tekankan: apabila dua fase awal pembangunan
rumah kami—fase fondasi dan rangka bangunan—tidak dikerjakan de-
ngan benar, fase berikutnya akan bermasalah, bisa segera terjadi, atau se-
perti halnya rumah teman kami, baru akan muncul selang beberapa waktu
kemudian.
Sama halnya dengan buku ini. Aspek terakhir dari buku ini—yaitu
tentang rencana dan strategi masa depan—adalah topik pembicaraan yang
paling menarik. Hal ini berkaitan dengan semua keputusan yang kita buat
dalam bisnis, pelayanan maupun rencana hidup kita.
Ada banyak pilihan yang kita hadapi dalam semua aspek tersebut yang
sekilas kelihatannya baik; namun kemungkinan besar, bukanlah pilihan
Allah yang terbaik. Apabila kita memilih jalan ini, kita tidak akan dapat
mencapai potensi maksimal. Inilah satu kebenaran yang tidak dapat di-
pungkiri: “[Tuhan] tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak
bercela” (Mazmur 84:12). Allah menghendaki kebaikan bagi Anda dan ke-
baikan-Nya selalu luar biasa.
Kita akan membahas hal ini nanti, tetapi sama halnya dengan pekerja
bangunan yang harus berkonsentrasi penuh saat mengerjakan tahap-tahap
awal konstruksi rumah kami, di awal buku ini kita harus meletakkan fondasi
dan mendirikan rangka terlebih dahulu.

Mendefinisikan Kebaikan

Mari kita mencermati kata baik. Kata Ibrani untuk baik adalah tob. Be-
berapa definisi yang ditemukan dalam The Complete Word Study Dictionary
yaitu: “menjadi bahagia, berkenan, melakukan yang baik, benar.” The New
International Encyclopedia of Bible Words menjelaskannya lebih mendalam
dengan menyatakan:

“Kata yang sederhana ini menjelaskan arti “baik” dalam arti seluas
mungkin. Termasuk di dalamnya adalah sesuatu yang indah, sesuatu
38 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

yang menarik, berguna, menguntungkan, diinginkan, dan bermoral


tinggi.
Konsep yang menghubungkan semua pemakaian kata “baik” ini
adalah konsep evaluasi. Untuk memastikan seperti apakah kebaikan itu,
kita harus mengevaluasi dengan cara membandingkan benda, sifat, dan
perbuatan dengan benda, sifat, dan perbuatan lain...
Kisah Penciptaan alam semesta memperkenalkan tob secara al-
kitabiah, ketika Allah melihat pekerjaan setiap hari dan menyebut
semuanya itu baik. Allah juga mengevaluasi. Justru karena Allah memi-
liki kesamaan gambar dan rupa-Nya dengan manusia maka manusia
memiliki kemampuan untuk membuat penilaian yang bijaksana. Sa-
yangnya dosa telah membelokkan persepsi manusia. Karena itu, hanya
Allah saja yang dapat memberikan penilaian yang sempurna. Para
penulis kitab Perjanjian Lama yakin bahwa Allah bukan hanya Sang
Pemberi dan ukuran kebaikan itu sendiri, tetapi Dialah satu-satunya
yang mengetahui apa yang sungguh-sungguh berguna bagi kita dan
apa yang benar secara moral. Hanya karena Allah sudah memberikan
penilaian-Nya tentang apa yang baik dalam firman-Nya, maka kita
bergantung kepada-Nya agar dapat memiliki keberanian untuk menya-
takan sesuatu, sifat atau tindakan mana yang berguna.”1

Kata kuncinya adalah evaluasi atau penilaian. Adam dan Hawa memi-
lih untuk menilai apa yang baik dan berkenan selain dari kebijaksanaan
Allah. Mereka membuat penilaian menurut standar yang berbeda: standar
mereka sendiri. Inilah yang menjadi akar kejahatan antara manusia dengan
Penciptanya sejak itu. Walaupun bentuk dan wujudnya berbeda, namun se-
lalu berujung pada motif yang melandasi: “Saya lebih tahu apa yang benar
bagi hidup saya dan saya tidak perlu pendapat orang lain.” Tetapi Allah me-
nyatakan, “Ada jalan yang disangka lurus, tetapi ujungnya menuju maut”
(Amsal 16:25).
Di pasal pertama, saya mengutip perkataan yang sama juga, tetapi ayat
tersebut diambil dari Amsal 14:12. Bukan sebuah kebetulan kalau per-
STA N DA R K E BA I K A N U N I V E R S A L | 39

nyataan ini diulangi. Tiap kali ada pernyataan yang diulang dalam Firman
Allah, itu berarti penekanan. Kita harus selalu ingat bahwa ada hal-hal yang
lebih penting bagi Allah daripada yang lain (lihat Matius 23:23). Ketika
pengulangan suatu pernyataan terjadi, kita harus memperhatikannya de-
ngan lebih saksama lagi. Dalam hal ini, pernyataan tersebut merupakan pe-
ringatan yang lebih keras.
Allah tahu betapa mudahnya perbedaan antara kebaikan dan kejahatan
dapat tersamarkan. Jika ini bisa terjadi di Taman Eden, bukankah akan lebih
mudah lagi terjadi di zaman sekarang? Allah memperingatkan bahwa ada
beberapa cara—pola perilaku, cara berpikir, kepercayaan, kebiasaan, bahkan
tradisi—yang kelihatannya masuk akal menurut penilaian kita namun ak-
hirnya terbukti salah dalam struktur kehidupan kita, dan dengan berjalan-
nya waktu, berakibat fatal. Akibatnya mungkin baru akan terlihat selang
beberapa bulan atau bertahun-tahun kemudian, bahkan mungkin tidak
akan muncul sampai hari penghakiman. Paulus berkata, “Dosa beberapa
orang mencolok, seakan-akan mendahului mereka ke pengadilan, tetapi
dosa beberapa orang lagi baru menjadi nyata kemudian” (1 Timotius 5:24).
Saya tidak tahu bagaimana dengan saudara, tetapi bagian kedua ayat itu
membuat saya gemetar. Bukan berarti pernyataan itu membuat saya keta-
kutan akan Allah, tetapi membuat saya takut menjauh dari-Nya.
Pertanyaan intinya adalah: apakah saya sungguh-sungguh meyakini
bahwa hikmat Allah adalah sempurna dan mempercayai Dia atas segala se-
suatu yang terbaik bagi kehidupan saya? Semua manusia harus menentukan
jawaban atas pertanyaan ini dalam hati mereka masing-masing. Keyakinan
mendasar ini tidak dapat berubah dari satu hal ke hal lain. Apakah hikmat
Allah benar-benar yang terbaik dalam segala hal, ataukah bercacat, maka kita
lebih baik membuat keputusan kita sendiri tanpa bergantung kepada-Nya.
Jadi apakah standar kebaikan yang seharusnya kita percayai? Manakah
yang menuntun kepada jalan kehidupan? Rasul Paulus mengatakan:
40 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

“Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk


mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan
dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2 Timotius 3:16).

Marilah kita meneliti beberapa bagian penting dalam pernyataan Paulus.


Segala tulisan, bukan beberapa. Bukan hanya bagian yang kita senangi
atau setujui. Bukan hanya ayat-ayat Kitab Suci yang sesuai dengan cara
kita berpikir atau meyakini. Namun segala tulisan. Jujurlah pada diri Anda
sendiri: apakah Anda menganggap hikmat Allah benar di beberapa aspek
tetapi ketinggalan zaman atau tidak lagi relevan dalam beberapa hal lain?
Hawa tahu bahwa Allah adalah Sang Pencipta, dan dia menikmati
kelimpahan kebaikan-Nya dan keajaiban hadirat-Nya. Dia ditempatkan
di lingkungan yang indah, damai sejahtera, kehidupan harmonis, kese-
hatan dan kelimpahan makanan lezat dari bermacam-macam pohon buah.
Namun setelah diyakinkan bahwa salah satu aspek dari hikmat Allah tidak
benar, dia terseret ke jalan maut. Jika Hawa dapat dipengaruhi dalam kondisi
lingkungan yang masih sempurna, apakah perlindungan kita di tengah-te-
ngah kebusukan ini? Perlindungan itu tak lain hanyalah Kitab Suci.
Kitab Suci memang bermanfaat untuk mengajarkan kita apa yang benar
dan apa yang baik. Ada hal yang kelihatannya baik tetapi kenyataannya jus-
tru sebaliknya. Ada konsep, asumsi, pendapat, sifat, cara pemikiran, dan pola
pikir yang tampaknya baik dan benar namun justru tidak. Karena adanya
bahaya yang terselubung ini, Allah memberikan kepada kita panduan in-
struksi kehidupan agar kita tidak pelan-pelan menyimpang jauh dari jalan
kebenaran dan jatuh ke dalam jalan maut. Panduan ini adalah Alkitab.
Anda dan saya harus bertanya pada diri kita sendiri (dan menjawab
dengan jujur), apakah saya membaca Alkitab secara teratur? Apakah saya
mempelajarinya? Apakah saya menghabiskan waktu untuk mencari hikmat
Allah dalam hidup saya? Ataukah sama seperti Hawa, saya menganggap
sudah mengenal firman-Nya dengan baik? Apakah saya—selama hidup di
planet yang korup ini dan juga berjuang melawan si penggoda—lebih baik
STA N DA R K E BA I K A N U N I V E R S A L | 41

daripada Hawa dalam hal memahami kebenaran dan tetap berada di jalan
kebenaran?
Segala tulisan yang diilhamkan Allah. Tidak ada perkecualian atau makna
yang tersembunyi dalam pernyataan ini; artinya semua atau kemungkinan
tidak sama sekali. Jika semua Kitab Suci tidak diilhami, kita memiliki pan-
duan yang bercacat.

Kepastian Kitab Suci

Marilah kita mengulas beberapa fakta tentang Alkitab. Alkitab terdiri dari 66
kitab, ditulis dalam beberapa bahasa selama kurun waktu kurang lebih 1500
tahun oleh lebih dari 40 orang dari tiga benua (Afrika, Asia dan Eropa).
Orang-orang yang menulis kitab ini memiliki latar belakang, pekerjaan
dan perspektif yang sangat berbeda. Mereka adalah para nelayan, gembala,
tentara, raja, juru minuman raja, dokter medis, pemungut cukai, pembuat
tenda, dan lain sebagainya. Beberapa orang menulis dari dalam penjara, se-
mentara yang lain menulis dalam istana.
Meskipun tulisan orang-orang ini mencakup banyak sekali topik, ada
kesatuan yang sungguh menakjubkan dapat ditemukan dalam kitab yang
berbeda-beda ini—tetapi tentunya bukan suatu kebetulan. Tema sentral
dari semua tulisan ini adalah: penderitaan akibat dosa manusia, akibat ter-
pisahnya manusia dengan Penciptanya; ketidakmampuan manusia untuk
memperbaiki hubungan mereka dengan Allah, dan jawaban ilahi akan per-
lunya seorang Juru Selamat, yaitu Tuhan kita Yesus Kristus. Tema ini terjalin
secara konsisten mulai dari kitab Kejadian hingga Wahyu.
Sungguh kenyataan yang sangat luar biasa karena penulis-penulis Al-
kitab itu tidak mungkin (dan tidak dapat) berkumpul bersama untuk me-
rundingkan apa yang akan mereka tulis! Tidak ada orang ataupun komite
yang mengawasi atau mengarahkan proses penulisannya. Hanya Allah saja
yang mengaturnya. Karena Kitab Suci ditulis dalam jangka waktu yang
lama, kebanyakan penulisnya tidak mengenal satu sama lain dan bahkan
tidak hidup di era yang sama. Kitab-kitab baru ditambahkan ke dalam
42 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

koleksi yang sudah ada selama periode 1500 tahun. (Berhentilah sejenak
dan pikirkanlah kejadian 1500 tahun silam. Jangka waktunya melampaui
masa terbentuknya kerajaan Inggris. Sungguh mengejutkan!)
Sekarang, setelah beberapa generasi kemudian, sulit membayangkan
bahwa Alkitab yang kita baca dalam bentuk sebuah kitab, ditulis oleh orang-
orang yang tidak memiliki pengetahuan secara eksplisit akan struktur secara
keseluruhan. Tugas mereka dapat diumpamakan seperti orang-orang yang
berbeda dari berbagai generasi dan budaya yang menulis bab-bab yang ber-
beda dalam sebuah novel, dan tak seorang pun dari mereka dapat mengeta-
hui garis besar atau alur ceritanya. Adanya kesatuan yang terjalin dalam kitab
ini membuktikan benih ilahinya. Seperti halnya sebuah simponi, setiap ba-
gian dari Alkitab memberikan kontribusi harmonis secara keseluruhan de-
ngan musik orkestra hasil gubahan Allah.
Hanya dengan memahami ini saja sudah cukup untuk membuktikan
inspirasi ilahi dari Kitab Suci. Tetapi, marilah kita meninjau lebih dalam
lagi dengan membahas kebenaran yang ditulis oleh berbagai penulis yang
berbeda ini.
Banyak nubuat yang memprediksi kedatangan Mesias ditulis dalam
beberapa kitab Perjanjian Lama selama ratusan atau bahkan ribuan tahun
sebelum kelahiran Yesus. Banyak pakar Alkitab sependapat bahwa ada lebih
dari tiga ratus nubuat dalam Perjanjian Lama. Setelah Yesus Kristus datang
ke dunia, Dia menyatakan kepada Bapa-Nya, “Sungguh, Aku datang; dalam
gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendak-Mu, ya
Allah-Ku” (Ibrani 10:7). Dan kepada orang-orang Yesus berkata, “Kitab-ki-
tab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku” (Yohanes 5:39).
Penggenapan semua tulisan nubuat tentang Yesus ini adalah bukti
menakjubkan akan inspirasi ilahi dalam Kitab Suci. Penolakan terhadap ke-
simpulan ini sering kali adalah menyatakan bahwa Anda dapat menemukan
sosok bersejarah lain yang bisa menggenapi nubuat tentang Mesias. Hal ini
benar, orang lain mungkin bisa menggenapi satu, dua atau bahkan bebe-
rapa nubuat. Namun, untuk menemukan seseorang yang dapat menggenapi
semuanya sangatlah mustahil.
STA N DA R K E BA I K A N U N I V E R S A L | 43

Saya akan menjelaskannya. Di halaman-halaman berikutnya, penjelasan


akan bersifat lebih teknis dan ilmiah tetapi saya memastikan bahwa infor-
masi ini penting dan sangat baik untuk direnungkan.

Keakuratan Kitab Suci

Pada pertengahan tahun 1900-an, seorang profesor sains yang bernama Peter
Stoner mempublikasikan sebuah buku berjudul Science Speaks (Sains Berbi-
cara). Dalam tulisannya, dia membahas beberapa nubuatan tentang Kristus
dari segi ilmu probabilitas. Mengenai temuannya, H. Harold Hatzler, PhD,
menulis Kata Pengantar berikut ini dalam Science Speaks:

“Semua manuskrip dalam Science Speaks sudah ditinjau secara saksama


oleh anggota Komite Afiliasi Ilmuwan Amerika dan oleh Dewan
Eksekutif dari komite ini dan dipastikan, secara umum, dapat diper-
tanggungjawabkan dan akurat kaitannya dengan materi ilmiah yang
disajikan dalam buku ini. Analisis matematis yang digunakan berdasar-
kan pada beberapa prinsip probabilitas yang sepenuhnya logis dan
Profesor Stoner telah menerapkan prinsip-prinsip ini dengan tepat dan
meyakinkan.”2

Stoner tidak sendirian dalam mengerjakan penelitiannya tetapi dia juga


menarik kesimpulan dari enam ratus murid sains atau lebih, dari dua belas
kelas yang berbeda. Dia mempertimbangkan temuan mereka dengan cermat
dan mengedit sebagian data mereka supaya hasilnya lebih sederhana. Terma-
suk dalam hasil penilaian awal adalah delapan nubuat tentang Yesus Kristus
yang tertera di bawah ini:
1. Kristus akan lahir di Betlehem (dinubuatkan dalam Mikha 5:2 dan
tergenapi dalam Matius 2:1-7; Yohanes 7:42; Lukas 2:4-7)
2. Kristus akan didahului oleh seorang utusan (dinubuatkan dalam
Yesaya 40:3 dan Maleakhi 3:1; tergenapi dalam Matius 3:1–3;
11:10; Yohanes 1:23; Lukas 1:13–17)
44 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

3. Kristus akan masuk Yerusalem dengan mengendarai seekor keledai


(dinubuatkan dalam Zakharia 9:9; tergenapi dalam Lukas 19:28–
37; Matius 21:1–11)
4. Kristus akan dikhianati oleh seorang teman (dinubuatkan dalam
Mazmur 41:9 dan 55:12–14; tergenapi dalam Matius 10:4;
26:47–50; Yohanes 13:21–27)
5. Kristus akan dijual seharga tiga puluh keping perak (dinubuatkan
dalam Zakharia 11:12; tergenapi dalam Matius 26:15; 27:3)
6. Uang yang digunakan untuk menjual Yesus akan dilemparkan ke
“Penuang Logam” di rumah Tuhan (dinubuatkan dalam Zakharia
11:13; tergenapi dalam Matius 27:5–7)
7. Kristus akan diam di hadapan para pendakwa-Nya (dinubuatkan
dalam Yesaya 53:7; tergenapi dalam Matius 27:12; Markus 14:60–
61; 15:3–5)
8. Kristus akan dihukum dengan cara penyaliban seperti seorang
pencuri (dinubuatkan dalam Mazmur 22:16; Zakharia 12:10 dan
Yesaya 53:5, 12; tergenapi dalam Lukas 23:33; Yohanes 20:25; Ma-
tius 27:38; Markus 15:24–27)
Sebelum melanjutkan, saya akan memberikan sebuah contoh sederhana
tentang ilmu probabilitas. Bayangkan kita mengambil sembilan bola tenis
berwarna kuning dan satu berwarna putih, letakkan bola-bola itu ke dalam
ember dengan kapasitas lima galon, dan guncangkan sekuat tenaga. Kemu-
dian kita menutup mata seseorang dan meminta dia mengambil satu bola
dari ember tersebut. Peluang orang itu mengambil bola berwarna putih ada-
lah satu dari sepuluh. Inilah contoh probabilitas yang sederhana.
Selain itu, Profesor Stoner menyatakan hal berikut ini kaitannya dengan
delapan nubuat tentang Yesus dari halaman sebelumnya:

... Kami menemukan bahwa peluang seseorang yang pernah hidup


sampai saat ini dan menggenapi delapan nubuat seluruhnya adalah 1
dalam [100.000.000.000.000.000].3
STA N DA R K E BA I K A N U N I V E R S A L | 45

Hasil statistik ini sungguh mencengangkan, namun apabila Anda bukan


seorang ahli matematika atau ilmuwan, hal ini akan sulit sekali dipahami.
Stoner meggambarkannya dengan sebuah contoh yang mudah dipahami,
yang akan saya uraikan secara singkat di sini. Jika memungkinkan bagi kita
untuk mengumpulkan 100.000.000.000.000.000 keping uang dolar perak,
kita akan menghadapi masalah: bagaimana cara menyimpan semua koin itu.
Tidak ada bangunan atau gudang yang cukup besar di seluruh dunia ini
untuk menampungnya. Karena volumenya begitu besar, koin-koin itu akan
menutupi seluruh negara bagian Texas dengan kedalaman dua kaki. Sung-
guh luar biasa banyaknya koin itu.
Anggap saja kita bisa mengumpulkan koin sebanyak itu. Sekarang mari
kita tandai satu keping koin dolar perak, kemudian campur aduk tumpu-
kan koin itu dan distribusikan ulang ke seluruh negara bagian Texas. Kemu-
dian tutup mata seorang pria, bawa dia terbang dengan helikopter melintasi
negara bagian ini dan menunggu aba-aba darinya untuk mendarat. Begitu
mendarat, biarkan dia keluar dari helikopter dengan mata masih tertutup
rapat dan mengambil sekeping koin. Peluang orang itu untuk mengambil
koin yang sudah ditandai di seluruh negara bagian Texas itu sama dengan
peluang seseorang dari zaman nabi-nabi hingga zaman modern ini untuk
menggenapi delapan nubuat tentang Mesias tersebut.
Stoner menulis:

Ini berarti bahwa penggenapan delapan nubuat tentang Mesias ini


saja membuktikan bahwa Allah menginspirasi penulisan nubuat itu
sampai pada kepastiannya yang hanya kurang satu peluang dalam
[100.000.000.000.000.000] supaya mencapai titik absolut.4

Sungguh luar biasa bila merenungkan keanehan ini. Namun, Stoner


tidak berhenti hanya pada delapan nubuat awal itu. Dia menyebutkan dela-
pan nubuat lain dalam Perjanjian Lama (total enam belas) yang meramalkan
kehidupan Yesus sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut. Dia menyatakan:
46 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Peluang bagi satu orang untuk menggenapi enam belas nubuat tersebut
adalah ... 1 dalam 1045.5

Angka seperti apakah ini? Yaitu angka 1 dengan 45 nol di belakangnya.


Atau:

1.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000

Stoner memberikan ilustrasi probabilitas ini dan sekali lagi saya akan
menguraikannya. Jika kita menggantikan angka ini dengan uang dolar
perak, bumi akan terlalu kecil untuk menampungnya. Kita harus mencam-
pur aduk semuanya sehingga menjadi satu bola padat. Bola atau bulatan ini
memiliki diameter enam puluh kali lebih besar dari jarak antara bumi dan
matahari—yaitu 5,5 triliun mil!
Saya akan membantu menjelaskan agar Anda lebih memahami seberapa
besar bulatan ini. Saya sering naik pesawat terbang ke negara-negara lain
untuk memberitakan Firman Allah. Yang mencengangkan, sekarang kita
bisa terbang nonstop ke belahan dunia lain hanya dalam waktu dua puluh
empat jam. Murid-murid Yesus akan sangat senang jika hidup di zaman ini!
Namun, seandainya kita ingin terbang mengelilingi bulatan uang logam kita
dengan pesawat jet, kita tidak akan dapat melakukannya, karena belum ada
seorang pun di zaman sekarang yang dapat hidup selama itu. Dibutuhkan
waktu lebih dari empat ratus tahun untuk terbang nonstop mengelilingi
bola dolar perak itu! Seandainya kita mulai terbang pada hari ketika para
Peziarah pertama kali mendarat di Plymouth, Massachusetts, pada tahun
1620 M, kita masih belum selesai mengelilingi bola uang dolar perak itu!
Kita juga harus ingat bahwa ini berbeda dari contoh sebelumnya—uang
dolar perak yang menutupi negara bagian Texas dengan kedalaman dua
kaki. Tidak, seluruh bulatan itu terdiri dari uang perak.
Bayangkan apabila kita menandai salah satu uang logam itu, menaruhnya
kembali dan kemudian mencampur baur seluruh bola raksasa itu, kemudian
menutup mata seseorang dan memintanya mengambil satu koin. Apakah
STA N DA R K E BA I K A N U N I V E R S A L | 47

Anda mengharapkan uang yang ditandai? Sekarang Anda dapat memahami


betapa kecil peluang seseorang untuk menggenapi enam belas nubuat ten-
tang Yesus, beratus-ratus tahun sebelum kelahiran-Nya.
Tetapi ada hal lain! Stoner tidak hanya berhenti pada enam belas nubuat
yang tergenapi, tetapi juga menyebutkan empat puluh delapan nubuat lain.
Sungguh mengejutkan, tetapi cobalah memahami apa yang dia tulis berikut
ini:

Agar kita dapat menerima pemikiran ini di luar batas pemahaman


manusia, marilah kita meneliti empat puluh delapan nubuat ini, sama
halnya peluang manusia dalam penggenapan delapan nubuat yang kita
tinjau sebelumnya, dengan menggunakan angka yang lebih sederhana
lagi ... Menggunakan prinsip probabilitas yang sama seperti yang di-
gunakan sejauh ini, kita mendapatkan bahwa peluang bagi seseorang
untuk menggenapi empat puluh delapan nubuat tersebut adalah 1
dalam 10157.6

Angka itu adalah 1 dengan 157 nol di belakangnya. Angka tersebut tidak
perlu dituliskan di sini karena akan menghabiskan banyak ruang. Sekali lagi
Stoner menolong kita untuk memahami angka tersebut dengan memberi-
kan ilustrasi lain. Kali ini koin perak terlalu besar. Kita harus menggunakan
objek yang lebih kecil.
Seperti yang kita ketahui elektron adalah objek paling kecil di dunia.
Karena begitu kecilnya, apabila kita meletakkan elektron secara lurus ber-
jajar sepanjang 1 inci, membutuhkan waktu lebih dari sembilan belas juta
tahun untuk menghitung satu per satu dengan kecepatan 250 per menit.
Jadi elektron sangatlah kecil. Jangan lupa, ini hanya segaris kecil yang pan-
jangnya hanya 1 inci. Saya tidak ingin membuat Anda lebih bingung lagi
dengan banyaknya waktu yang diperlukan untuk menghitung satu inci
persegi, dan tentu bukan satu inci kubik elektron. Pasti akan membutuhkan
waktu lebih lama lagi.
48 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Dengan dasar ini, marilah kita memperhitungkan seberapa besar bola


yang berisi 10.157 elektron. Untuk lebih mudahnya, bola itu memiliki ra-
dius lebih besar dari titik terjauh yang pernah dilihat manusia di luar ang-
kasa, yaitu tiga belas triliun tahun cahaya. (Tahun cahaya adalah jarak yang
ditempuh cahaya dalam satu tahun dengan kecepatan 186.282 mil atau
299.792.458 meter per detik—bukan per jam). Jika kita memiliki sebuah
bola elektron dengan radius tiga belas triliun tahun cahaya, kita tetap tidak
akan memiliki 10.157 elektron. Bahkan, kita masih kurang jauh.
Probabilitas seseorang yang ditutup matanya, kemudian ditempatkan ke
dalam bola elektron raksasa tersebut, dan dengan tepat mengambil elektron
yang sudah ditandai, adalah sama dengan peluang siapa pun dalam sejarah
yang dapat menggenapi empat puluh delapan nubuat tentang Kristus yang
ditulis oleh beberapa orang dalam Perjanjian Lama.
Perlukah saya melanjutkan bahasan kita pada lebih dari total tiga ratus
nubuat? Anda mungkin berpikir, Tidak perlu! Saya harap Anda berpikir de-
mikian karena sangatlah mustahil memberikan ilustrasi yang dapat ditang-
kap oleh pikiran kita.
Jadi saya akan meringkasnya. Kita memiliki lebih dari tiga ratus nubuat
yang ditulis oleh orang-orang yang berbeda, dalam beraneka ragam bahasa,
dari berbagai negara, ditulis selama lebih dari ratusan tahun, dan semuanya
itu tergenapi dalam seorang Manusia! Bagaimana mungkin orang dapat me-
mungkiri bahwa penulis Kitab Suci sebenarnya adalah Allah sendiri? Apakah
pernyataan dari sabda Allah di bawah ini memiliki makna yang lebih besar?

Semua firman Allah adalah murni (Amsal 30:5).

Dialah yang berfirman, “Baik penglihatanmu, sebab Aku siap sedia


untuk melaksanakan firman-Ku” (Yeremia 1:12). Karena itu, “tidak ada satu
pun [janji-Nya] yang tidak dipenuhi’ (1 Raja-raja 8:56).
Firman Allah dapat dipercaya melebihi matahari yang terbit di pagi hari,
dan Yesus menegaskannya dengan berkata, “Langit dan bumi akan berlalu,
tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu” (Matius 24:35). Sang Pencipta kita
STA N DA R K E BA I K A N U N I V E R S A L | 49

telah meninggalkan cap jari-Nya bagi kita semua yang tak dapat dipungkiri
lagi, supaya kita tahu bahwa Dialah Allah dan kehendak-Nya dinyatakan
dalam Kitab Suci.

Camkanlah Baik-baik

Mengulangi perkataan rasul Paulus dalam 2 Timotius 3:16, “Segala tulisan


yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menya-
takan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang
dalam kebenaran.” Ini bukanlah ide yang kompleks; malah sebaliknyacukup
sederhana. Alkitab adalah sabda Allah dan dapat dipercaya sebagai standar
universal dalam menilai dan menentukan yang benar-benar baik. Jika Anda
mengira bahwa hikmat Anda sendiri, atau hikmat seorang teman, pakar dan
masyarakat lebih bermanfaat daripada hikmat Allah, harap pertimbangkan
kembali. Alkitab mengatakan:

Allah memandang ke bawah dari sorga kepada anak-anak manusia,


untuk melihat apakah ada yang berakal budi dan yang mencari Allah.
Mereka semua telah menyimpang, sekaliannya telah bejat; tidak ada
yang berbuat baik, seorang pun tidak. (Mazmur 53:2-3).

Sebagaimana telah kita bahas dalam bab ini, Allah telah memberikan
bukti yang tidak dapat disangkal lagi tentang kebenaran Kitab Suci. Ayat-
ayat Pemazmur di atas menekankan bahwa bagaimana hikmat lain yang ber-
tentangan dengan Firman Allah, walaupun kelihatannya baik, sebenarnya
sudah menyimpang dan membahayakan kehidupan kita.
Marilah kita menelaah kalimat seputar pernyataan Paulus kepada
Timotius:

Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah


engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang
telah mengajarkannya kepadamu. Ingatlah juga bahwa dari kecil eng-
50 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

kau sudah mengenal Kitab Suci... Segala tulisan yang diilhamkan Allah
memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan,
untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebe-
naran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperleng-
kapi untuk setiap perbuatan baik (2 Timotius 3:14-17).

Kita harus tetap berpegang pada kebenaran yang telah diajarkan kepada
kita. Paulus tidak merujuk pada pendapat orang, psikologi, sosiologi, atau
hikmat lain yang dibuat oleh sistem dunia ini; dia merujuk kepada Kitab
Suci. Rasul menghimbau agar anak rohaninya tetap berpegang kepada Kitab
Suci. Dia menekankan pentingnya untuk senantiasa menyimpan tulisan itu
dalam hati. Kita akan hidup dalam dunia yang berbeda seandainya Adam
dan Hawa melakukan hal ini.
Pertimbangkan skenario hipotesis ini. Anda menempuh sebuah per-
jalanan yang mengharuskan Anda melewati ladang ranjau darat yang luas .
Bukan saja ada alat-alat peledak yang tersembunyi, tetapi juga ada lubang-
lubang pasir hisap, jebakan yang mematikan, tanaman beracun, dan lubang-
lubang runtuhan atau sinkholes.
Sebelum Anda memulai, Anda diberi sebuah peta yang mencantum-
kan lokasi semua ranjau darat dan lubang runtuhan, serta beberapa petun-
juk yang harus diperhatikan untuk menghindari jebakan, pasir hisap dan
tanaman beracun. Bagaimana Anda menanggapi peta ini? Akankah Anda
menyisipkannya ke dalam tas ransel beserta bekal makanan dan air minum,
namun karena berbagai tantangan dalam perjalanan, Anda lalai mem-
bacanya? Apakah Anda akan mempelajarinya hanya jika situasi yang baik
muncul dengan sendirinya? Apakah Anda menganggapnya sebagai bacaan
selingan? Apakah Anda akan mempelajarinya di awal perjalanan, dan kemu-
dian menyimpannya karena Anda yakin sudah menghafal seluruh informa-
sinya di luar kepala? Apakah sikap-sikap ini yang mencerminkan tindakan
Anda? Jika benar demikian, Anda mungkin akan melewati ladang ini de-
ngan terluka parah atau bahkan berakhir dalam kantung mayat.
STA N DA R K E BA I K A N U N I V E R S A L | 51

Saya akan membeberkan kenyataannya. Orang yang bijaksana pasti akan


membaca peta itu dengan teliti, mempelajarinya, mempertimbangkan in-
formasi yang ada, kemudian akan menyimpannya sedemikian rupa sehingga
mudah dijangkau. Selama perjalanan, dia akan sering merujuk pada peta itu
dan berhati-hati memilih jalur yang akan ditempuh sesuai dengan apa yang
dia pelajari. Apabila Anda menghadapi perjalanan seperti ini, tidakkah Anda
akan melakukan hal yang sama?
Kenyataannya, kita semua menghadapi perjalanan seperti ini setiap hari
dan peta kita adalah Alkitab. Dengan mengingat kebenaran ini, dengar-
kanlah setiap nasihat Allah dalam Kitab Suci. Saya akan menuliskan be-
berapa ayat penting. Saya harap Anda tidak sekadar membacanya sepintas
lalu, namun membaca kata demi kata dengan konsentrasi penuh. Tujuan-
nya adalah untuk mendorong dan memperingatkan kita tentang bagaimana
cara menggunakan “Peta Kitab Suci” selama perjalanan kita melewati ladang
ranjau duniayang mematikan. Sewaktu Anda membaca, perhatikan setiap
perkataan yang dengan cermat atau teliti.

“Maka lakukanlah semuanya itu dengan setia, seperti yang diperintah-


kan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu. Janganlah menyimpang ke
kanan atau ke kiri.” (Ulangan 5:32).

Bukan sebagian tetapi seluruh perintah Allah. Kita harus mencamkan


dan melakukan setiap detail perintah-Nya. Dia sangat mengasihi kita dan
tidak ingin kita terluka parah atau tewas dalam perjalanan kita. Sekali lagi:

Maka dengarlah ... Lakukanlah itu dengan setia, supaya baik


keadaanmu... (Ulangan 6:3).

Apabila kita mendengarkan dan melakukan perintah-Nya dengan cer-


mat, semuanya akan bejalan baik. Allah sendiri menjanjikan hal ini! Kita
dapat membaca beberapa perintah yang sama dalam kitab Ulangan 8:1;
12:28, 32; dan 28:13. Jika Anda memperhatikannya, Anda akan menemu-
52 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

kan bahwa jika kita memperhatikan perintah-Nya, kita akan menikmati ke-
hidupan sempurna, pekerjaan kita akan berlipat ganda dalam hal efektivitas,
dan dalam masyarakat kita akan selalu menjadi yang teratas, tidak pernah di
bawah atau di belakang. Apakah Anda menyadari pentingnya untuk mem-
baca, mendengarkan, dan menaati firman-Nya?
Anda mungkin akan membalas, “Tetapi John, semua perintah ini diberi-
kan di bawah hukum Taurat, ini adalah aturan Perjanjian Lama. Kita seka-
rang berada di bawah perjanjian baru yaitu kasih karunia. Bukankah Yesus
telah membebaskan kita dari perbudakan aturan yang rumit ini?” Yesus
memang telah membebaskan kita dari hukum Taurat, tetapi tidak berarti
kita berhenti memperhatikan Firman Tuhan dengan saksama; hal ini sangat
penting bagi kita. Perhatikan beberapa perintah dari Perjanjian Baru ini:

“Bukankah telah dikatakan Musa: Tuhan Allah akan membangkitkan


bagimu seorang nabi dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku:
Dengarkanlah dia dalam segala sesuatu yang akan dikatakannya ke-
padamu” (Kisah Para Rasul 3:22).

Sekali lagi kita diperintahkan untuk mendengarkan segala sesuatu de-


ngan cermat—bukan sebagian besar saja—yang Yesus ajarkan kepada kita.
Perhatikan apa yang dikatakan oleh Rasul Yakobus:

“Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang


memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya
mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukan-
nya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya” (Yakobus 1:25).

Kemudian, kita diperintahkan untuk:

“Peliharalah harta yang indah, yang telah dipercayakan-Nya kepada


kita, oleh Roh Kudus yang diam di dalam kita” (2 Timotius 1:14)
STA N DA R K E BA I K A N U N I V E R S A L | 53

“Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita
dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus” (Ibrani 2:1).

Terhanyut dalam arus kehidupan biasanya tidak terjadi karena pilihan


secara sadar, namun terjadi di luar kesadaran. Ketika masih kecil saya
memancing di tengah danau, karena begitu menggebu-gebu ingin segera
memulai, saya sampai lupa melemparkan sauh kapal sebelumnya. Begitu
asyiknya saya memancing sampai ketika saya menengadah tiga puluh menit
kemudian, saya tidak lagi mengenali tepian danau. Tanpa sadar saya telah
terhanyut.
Kita terhanyut dari kebenaran ketika kita tidak memperhatikannya de-
ngan cermat. Ini terjadi apabila kita tidak membaca, mendengarkan, mere-
nungkan dan menaati Kitab Suci. Segala sesuatu yang tidak kita perhatikan
dengan cermat lambat laun akan memudar. Kita akan mudah terbawa arus,
dan kehendak Allah akan tergantikan oleh pengaruh orang-orang di sekitar
kita dan gegap gempita suara dunia. Kita kemudian menganut apa yang
kelihatannya baik menurut penilaian kita sendiri yang sudah terpengaruh.
Dalam bab sebelumnya kita sudah menetapkan satu kebenaran penting:
tidak ada yang baik bagi kita di luar kehendak Allah. Setujukah Anda bahwa
kehendak Allah sudah dinyatakan dalam Kitab Suci? Jika Anda setuju, seka-
ranglah waktunya untuk membangun fondasi kita.
4

FON DAS I
Orang benar adalah alas yang abadi.
—A MSAL 10:25

Jika Anda percaya pada Injil atas apa yang


Anda sukai, dan menolak apa yang tidak Anda
sukai, itu bukan Injil yang Anda percayai
melainkan diri Anda sendiri.
—S ANTO A GUSTINUS DARI H IPPO

S aya akan mengulas kembali ketiga aspek pesan dari buku ini: yang per-
tama berbicara tentang fondasi, yang kedua membahas tentang apa
yang menyatukan hidup kita, dan yang ketiga melambangkan bangunan
hidup kita. Ketiga aspek ini akan menjadi fokus bahasan kita sampai pada
akhir buku ini.
Fondasi adalah dasar yang sangat penting untuk membina hubungan
yang benar dengan Allah. Jika Anda sudah lama menjadi orang percaya, saya
menyarankan Anda tidak melewatkan bahasan ringkas berikut ini. Bahasan
ini tidak hanya berguna untuk menopang landasan Anda, tetapi juga akan
membantu orang-orang yang Anda bimbing atau pengaruhi untuk menjalin
hubungan dengan Sang Pencipta.
Kita sudah membaca:
56 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Seperti ada tertulis: “Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Tidak
ada seorang pun yang berakal budi ... semua orang telah menyeleweng,
mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorang pun
tidak.” (Roma 3:10-12).

Tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak. Selain dari Yesus Kristus,
tidak seorang pun yang pernah hidup atau yang akan hidup, yang secara
konsisten berbuat baik sesuai dengan penilaian Allah. Alasannya demikian:
karena setiap manusia terlahir sebagai budak. Benar, Anda terlahir sebagai
budak dan demikian juga saya. “Budak siapakah?” Anda mungkin bertanya.
Dosa. Paulus menulis kepada mereka yang sudah dibebaskan, “Dahulu me-
mang kamu hamba dosa ...” (Roma 6:17).
Adam dan Hawa mati seketika saat mereka jatuh dalam dosa. Allah
sudah memperingatkan mereka akan hal ini sebelum mereka memakan
buah yang terlarang. Namun mereka baru merasakan kematian fisik berta-
hun-tahun kemudian.
Muncullah pertanyaan, bagaimana Adam dan Hawa mati pada hari ke-
tika mereka memakan buah itu? Kematian terjadi pada sifat dasar mereka
—roh mereka. Mereka terpisah dari Allah, sang Pemberi Kehidupan, dan
mulai saat itu mereka memiliki sifat dasar bawaan yang bertentangan de-
ngan Allah. Alhasil, keturunan mereka akan terlahir dengan sifat bawaan ini,
yang kemudian diturunkan dari generasi ke generasi sampai saat ini. Keja-
dian 5:3 menegaskan kenyataan ini: “Setelah Adam hidup seratus tiga puluh
tahun, ia memperanakkan seorang laki-laki menurut rupa dan gambarnya.”
Umat manusia sejak itu tidak dapat sepenuhnya memahami atau ber-
buat baik; kompas moral batin mereka telah ternodai. Alhasil, hanya pe-
ngaruh Allah dalam dunia yang dapat mengarahkan manusia kembali pada
apa yang sungguh benar dan baik, karena sejak itu manusia dikuasai oleh
dosa. Tanpa adanya tuntunan ilahi, kebaikan dan kejahatan tersamarkan.
Sejak itu ilah dan pengaruh baru terhadap manusia adalah dia yang telah
merasuki ular—yaitu Iblis, si raja pembangkang.
F O N DA S I | 57

Dunia ini telah diserahkan kepada umat manusia oleh Allah. Dialah
yang mengutus manusia untuk menguasainya, tetapi manusia telah mem-
berikan kuasa itu kepada Iblis. Ribuan tahun kemudian, Iblis membawa
Yesus ke puncak gunung yang tinggi, menunjukkan seisi dunia dan berkata
kepada-Nya, “Segala kuasa itu serta kemuliaannya akan kuberikan kepa-
da-Mu, sebab semuanya itu telah diserahkan kepadaku dan aku memberi-
kannya kepada siapa saja yang kukehendaki” (Lukas 4:6). Iblis dapat berkata
demikian karena kuasa ini telah diserahkan kepadanya di taman Eden.
Allah tidak mungkin datang ke dunia ini dalam wujudnya sebagai
Tuhan untuk menyelamatkan kita karena bumi ini sudah diberikan kepada
manusia. Manusia telah menyerahkan kuasa itu dan hanya manusia saja
yang dapat merebutnya kembali. Allah menyusun rencana ini jauh sebe-
lum Adam jatuh ke dalam dosa, karena Dia sudah tahu pilihan Adam lebih
dahulu sebelum dia dibentuk. Dia menyusun strategi untuk datang sebagai
manusia dan menebus kebebasan manusia dari perbudakan. Allah mengi-
rimkan Putra-Nya—Yesus Kristus—yang lahir dari seorang perempuan,
yang menjadikan Dia manusia 100 persen, tetapi dikandung oleh Allah Roh
Kudus, yang menjadikan Dia Allah 100 persen. Dengan demikian, Yesus
terbebas dari kutuk perbudakan yang ada pada diri Anda dan saya sejak kita
lahir.
Yesus hidup tak bercela semasa di bumi. Dia tidak pernah melakukan
perlanggaran apa pun. Sebagai satu-satunya manusia tak berdosa yang pernah
hidup di muka bumi, Dia mengorbankan nyawa-Nya untuk membebaskan
seluruh umat manusia. Di atas kayu salib, Dia menanggung penghakiman
atas semua pria dan perempuan yang pernah, yang masih dan yang akan
hidup di masa mendatang. Dia menumpahkan darah-Nya yang mahal demi
membebaskan kita dari perbudakan.
Dia mati dan dikuburkan. Sebab Dia telah hidup tak bercela di hadapan
Allah, Roh Allah membangkitkan Dia dari kematian tiga hari kemudian.
Sekarang Dia duduk di sebelah kanan takhta Allah yang Maha Kuasa, yang
telah berfirman:
58 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah


Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan
Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena
dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang
mengaku dan diselamatkan (Roma 10:9-10).

Di saat kita menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan kita, mujizat yang
luar biasa terjadi. Sifat dosa dan kematian kita serta-merta berlalu dan lahir-
lah seorang manusia baru, yang tercipta serupa dengan gambar Yesus. Kela-
hiran baru ini terjadi dalam jiwa kita (pribadi kita sebenarnya), bukan pada
tubuh jasmani kita. Tubuh jasmani kita masih kotor dan suatu hari nanti
akan lenyap. Seluruh kehidupan baru ini ada oleh karena kasih karunia
Allah semata dan sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan tingkah
laku atau perbuatan baik yang pernah kita lakukan. Titik.
Penting untuk ditekankan bahwa ayat dari kitab Roma tersebut di atas
menyebutkan bahwa Anda harus mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan, dan
bukan Yesus Sang Juruselamat. Di sinilah letak kesalahan fundamental yang
lazim di gereja-gereja Barat. Kata Tuhan dalam bahasa Yunani adalah kurios,
yang berarti “tuan, pemilik, penguasa tertinggi.”
Jika Anda mengaku bahwa Yesus hanya Juruselamat saja, ini tidak akan
mendatangkan pembebasan atau kehidupan baru. Saya menyadari bahwa
pernyataan ini keras dan berlawanan dari seruan kita pada umumnya kepada
jiwa yang terhilang, tetapi ini sesuai dengan Kitab Suci.
Kata juruselamat dapat ditemukan 36 kali dalam Alkitab. Kata Tuhan
dapat ditemukan sebanyak 7.800 kali. Menurut Anda, Allah lebih me-
nekankan yang mana? Tuhan menyatakan kedudukan yang Dia miliki dalam
kehidupan kita, sebaliknya Juruselamat menyatakan pekerjaan yang telah Dia
perbuat bagi kita. Kita tidak dapat menerima kebaikan dari perbuatan-Nya
kecuali kita memposisikan diri kita berada di bawah kedudukan-Nya sebagai
Tuhan dan Raja.
Kita terlahir sebagai budak. Singkat kata, dosalah yang menguasai kita.
Tetapi kita diciptakan dengan kehendak bebas; oleh sebab itu kita harus
F O N DA S I | 59

mengambil keputusan dan pernyataan yang tegas bahwa kita akan berpin-
dah tuan yang lain. Keselamatan telah tersedia bagi seluruh umat manusia,
tetapi secara pribadi, kita harus memilih untuk menerimanya sesuai aturan
Allah.

Kamp Penjara di Pulau

Saya akan menggunakan cerita fiksi untuk menjelaskan kebenaran ini.


Di sebuah pulau, seluruh keluarga Anda ditawan di sebuah kamp pen-
jara milik seorang penguasa yang kejam. Awalnya pulau ini telah diberi-
kan kepada kakek Anda oleh seorang raja yang baik hati dari sebuah negeri
nan jauh. Tetapi, kakek Anda melakukan kesalahan besar; dia tidak menga-
wasinya. Si penguasa jahat bersama dengan gerombolan pemberontaknya
datang dengan diam-diam dan mengambil alih pulau ini, menjadikan kakek
beserta seluruh keturunan kakek Anda sebagai budaknya. Si penguasa kejam
bersama dengan pengikutnya lalu membangun sebuah kamp penjara dan
menjebloskan seluruh keluarga Anda di balik jeruji besi.
Kehidupan di pulau ini berangsur rusak mengikuti kebiasaan penguasa
kejam ini berikut anakbuahnya, karena banyaknya kebobrokan dan kebe-
jatan. Akibatnya, raja yang baik hati itu juga mengutuk pulau ini. Namun,
oleh karena kasih raja ini kepada keluarga Anda, sebelum pulau ini dihan-
curkan, dia datang dan berperang melawan pasukan si penguasa jahat ini
dan berhasil mengalahkan mereka.
Raja ini kemudian membuka pintu penjara lebar-lebar dan menyatakan,
“Semua tawanan sekarang sudah bebas. Setiap orang boleh keluar dari ta-
wanan ini jika kalian bersedia meninggalkan aturan si penguasa jahat itu dan
menyatakan kesetiaan kalian kepadaku.”
Oleh karena kebaikan raja, kebebasan keluarga Anda yang sudah lama
dinanti-nantikan akhirnya tiba juga. Tetapi, raja yang baik ini tidak akan
memaksa Anda untuk mengikutinya. Setiap tawanan harus mengambil tin-
dakan. (Apabila raja mengharuskan semua tawanan dan tidak memberikan
pilihan bagi setiap orang, ini sama saja dengan bentuk pemerintahan tirani
60 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

lainnya). Jika Anda memutuskan untuk menerima tawaran kebebasan, pi-


lihan itu mengharuskan Anda untuk berjalan keluar dari penjara, mengikuti
raja itu kembali ke kapalnya, berlayar kembali ke negeri sang raja, men-
jadi salah satu pengikutnya dan tunduk pada pemerintahan negerinya yang
besar itu. Peluang ini diletakkan di hadapan Anda, tetapi Anda juga harus
menyetujui persyaratannya.
Raja yang baik itu bisa dipandang sebagai juruselamat keluarga Anda.
Namun, untuk mendapatkan kebaikan dari karya keselamatannya, setiap
anggota keluarga Anda harus tunduk kepadanya dengan segenap hati, ter-
masuk tunduk kepada undang-undang negeri yang dipimpinnya. Setiap
anggota keluarga Anda dalam tahanan tidak boleh semata-mata mengharap-
kan keselamatan yang diberikan oleh raja tetapi menolak tunduk kepada
kekuasaannya.
Jika Anda memutuskan untuk tidak mengikuti raja yang baik ini, Anda
akan tetap tinggal di tempat itu. Namun, kapal perang raja ini sudah be-
rada di posisi tepi pantai, siap untuk mengebom dan menghancurkan pulau
terkutuk ini begitu raja meninggalkan pulau. Anggota keluarga Anda yang
memilih untuk tidak tunduk kepada kekuasaan raja yang baik ini, akan
menerima ganjaran yang serupa dengan penguasa yang jahat dan gerom-
bolannya, meskipun raja ini sudah bersusah-payah berperang untuk mem-
bebaskan Anda semua dan membuka pintu-pintu tahanan.
Dengarkan saya, para pembaca. Allah tidak menciptakan neraka bagi
Anda atau umat manusia lainnya. Dia menciptakan neraka bagi iblis dan
pengikutnya.Yesus akan berkata di hari penghakiman nanti kepada orang-
orang yang tidak mau menundukkan diri mereka kepada kedaulatan-Nya:

“Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah


ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-ma-
laikatnya” (Matius 25:41).

Neraka adalah tempat yang benar-benar nyata. Yesus bahkan lebih se-
ring berbicara tentang neraka daripada surga. Dia tidak menganggap bahwa
F O N DA S I | 61

gambaran-Nya—termasuk kesengsaraan serta siksaan yang tidak berkesu-


dahan—sebagai tanda tidak adanya belas kasihan. Neraka adalah tempat
tinggal yang kekal bagi orang-orang mati yang menolak pemerintahan-Nya
yang penuh kasih.
Menurut Yesus, tempat hukuman dan siksaan yang mengerikan itu
sebenarnya tidak disiapkan untuk umat manusia, namun sayangnya, oleh
karena ketidaktaatan, bapa kita Adam melibatkan kita ke dalam kutuk peng-
hakiman ini. Sekarang, nasib iblis menjadi nasib kita kecuali kita beralih
kepada tuan yang berbeda. Walaupun Yesus sudah menyelamatkan seluruh
umat manusia dari murka Allah, banyak orang yang akan diadili bersama
dengan iblis karena mereka masih memiliki sifat dasarnya. Intinya, mereka
memutuskan untuk tetap tinggal di pulau itu.
Anda mungkin bertanya, “Mengapa Allah tidak bermurah hati saja dan
membiarkan orang-orang masuk ke kerajaan-Nya sebagaimana adanya?”
Mereka yang tidak menyerahkan hidup mereka menjadi kepunyaan Yesus
masih memiliki sifat rohani yang bejat dan jahat. Setelah mereka mening-
galkan bumi ini, sifat itu akan melekat dalam diri mereka selamanya. Jika
diizinkan masuk ke kerajaan Allah yang kekal, mereka akan mencemari dan
melukai banyak orang yang tak berdosa.
Karena alasan inilah maka Allah mengusir Adam dan Hawa jauh dari
pohon kehidupan di taman Eden:

Berfirmanlah TUHAN Allah: “Sesungguhnya manusia itu telah men-


jadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat;
maka sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengam-
bil pula dari buah pohon kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia
hidup untuk selama-lamanya.” Lalu TUHAN Allah mengusir dia dari
taman Eden... (Kejadian 3:22-23)

Kasih Allah melindungi kita agar kita tidak tinggal dalam kondisi kema-
tian selama-lamanya.
62 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Ketuhanan

Karena gereja-gereja Barat banyak menekankan karya Yesus sebagai Juruse-


lamat dan bukan posisi-Nya sebagai Tuhan, kurangnya ketaatan terhadap
posisi otoritas Allah menjadikan kesalahan yang sangat signifikan dalam fon-
dasi iman kita. Mari kita simak pernyataan Paulus:

“Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendak-
lah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam
Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh
dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu
melimpah dengan syukur” (Kolose 2:6-7).

Paulus tidak menyatakan, “Kamu telah menerima Kristus Yesus sebagai


Juruselamat kita.” Hidup kita harus diserahkan dan dibangun di atas lan-
dasan posisi Ketuhanan-Nya, dan bukan berdasarkan karya-Nya sebagai
sang Juruselamat. Dengan kata lain, kita harus berserah kepada-Nya sebagai
satu-satunya Raja yang berkuasa atas kita, kemudian barulah kita dapat me-
nerima kebaikan dari keselamatanNya. Tindakan praktisnya adalah dengan
ketundukan kepada Firman Allah, hikmat, nasihat, petunjuk, koreksi, dan
perintah-Nya, baik di saat kita dapat memahami alasannya maupun tidak.
Kita tidak lagi makan dari pohon pengetahuan kita sendiri tentang apa yang
benar dan salah. Kita hidup di dalam Dia; hidup-Nya menjadi milik kita.
Perhatikanlah hal berikut ini. Lebih dari tiga dekade sejak pernikahan
saya dengan Lisa, saya menikmati manfaat tinggal bersama seorang koki
yang hebat. Lisa sungguh mahir dalam memasak makanan lezat. Banyak
teman saya yang meminta Lisa untuk mengajari istri-istri mereka membuat
saus pesto, saus salad dan banyak santapan lezat lainnya.
Kadang saya menjuluki Lisa sebagai “koki kecil” saya. Saya mungkin
memanggilnya dengan julukan ini lebih dari selusin kali sejak kami me-
nikah, tetapi lebih tepatnya lagi, dalam kurun waktu tiga puluh tahun tera-
khir saya memanggilnya sebagai istri saya. Mengapa? Karena ini menyatakan
F O N DA S I | 63

kedudukan yang dia miliki dalam hidup saya. Julukannya sebagai koki hanya
menyatakan kebaikan yang saya terima dari dia sebagai istri saya.
Hanya karena Lisa bersedia memasak untuk saya bukan berarti secara
otomatis saya menjadi miliknya. Sewaktu saya masih lajang, pada salah satu
hari ulang tahun saya, dia memasak makanan yang sungguh lezat. Momen
itu saja tidak akan menciptakan hubungan yang langgeng. Namun ikrar
janji saya untuk mengabaikan wanita-wanita lain dan menyerahkan hati
saya sepenuhnya menjadi suaminya yang menguatkan hubungan perni-
kahan kami.
Hubungan kita dengan Yesus juga sama seperti ini. Agar kita dapat
menerima karya keselamatan-Nya, kita harus tunduk kepada Ketuhanan,
kepemilikan dan pemerintahan-Nya. Kita menyerahkan seluruh hidup kita
sepenuhnya karena kita percaya akan pimpinan, karakter, dan kasih-Nya
yang sempurna, dan karena Dia tahu yang terbaik. Walaupun Dia sangat
menginginkan kebebasan kita dan Dia mengasihi kita dengan sempurna,
Dia adalah Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuhan dan tidak
akan datang dalam hidup kita sebagai yang kedua di bawah orang lain atau
apa pun juga.
Sering kali di gereja-gereja Amerika dan negara Barat lainnya, saya me-
nyaksikan para pendeta menawarkan keselamatan kepada manusia tanpa
menyebutkan pentingnya Ketuhanan. “Yang perlu Anda lakukan hanyalah
mengaku bahwa Yesus adalah Juruselamat dan Anda akan menjadi anak
Allah,” kata pendeta. Atau, “Mengapa Anda tidak menjadikan Yesus sebagai
Juruselamat Anda hari ini juga?” Atau, “Marilah kita sama-sama memanjat-
kan doa ini: Yesus, masuklah dalam hatiku dan selamatkan diriku hari ini.
Puji syukur karena Engkau telah menjadikan aku anak-Mu. Amin.” Semua
seruan mereka untuk bergabung ke dalam keluarga Allah ditawarkan tanpa
menyertakan sepatah kata pun tentang pentingnya meninggalkan pola-pola
duniawi dan cara hidup bebas, untuk mengikut Dia.
Pesan ini tampaknya bagus dan berkaitan dengan beberapa ayat terpisah
dalam Perjanjian Baru. Namun, apakah ini sejalan dengan ajaran seluruh
Perjanjian Baru? Apakah ini hikmat Allah? Ataukah kita sudah meringkas
64 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

dan mengedit pesan keselamatan yang sebenarnya, untuk menciptakan se-


suatu yang kedengarannya bagus dan menarik minat orang-orang yang se-
dang mencari kebenaran? Apakah kita “makan” dari pohon pengetahuan
kita sendiri?

Menyangkal Diri

Mari kita melihat pesan Tuhan kita. Yesus menyatakan dengan jelas ke-
pada orang-orang yang orang banyak:

“Lalu Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya dan


berkata kepada mereka: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia
harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.
Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan
nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan
karena Injil, ia akan menyelamatkannya” (Markus 8:34-35).

Kita harus menyangkal diri jika kita hendak mengikut Dia. Titik. Apa-
kah maksudnya? Singkatnya, Anda tidak dapat mengabdi kepada dua tuan,
karena Anda hanya dapat setia terhadap seorang saja apabila memerlukan
tindakan atau respons yang berbeda. Apabila daging kita yang masih belum
diselamatkan menginginkan satu hal dan firman Allah menuntun kita ke
jalan yang berbeda, jika kita belum memutuskan untuk mengikut Yesus se-
bagai satu-satunya Pemimpin kita yang paling berkuasa, maka kita dapat
dengan mudah memilih jalan kita sendiri dan tetap memandang dan me-
ngaku bahwa Dialah Juruselamat kita. Adakah kemungkinan kita disesatkan
dan menganut kepercayaan ini?
Barangkali inilah sebabnya Yesus berkata, “Mengapa kamu berseru ke-
pada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku ka-
takan?” (Luke 6:46). Dengan kata lain, kata Tuhan menjadi sebutan yang
hampa tanpa makna. Jika kita tidak benar-benar tulus memanggil-Nya
“Tuhan”, Yesus akan lebih senang jika kita memanggil Dia dengan sebutan
F O N DA S I | 65

“Guru Agung.” Paling tidak kita akan dapat mengambil manfaat dari pe-
ngajaran-Nya dan tidak menipu diri kita sendiri dengan menganggap bahwa
kita sudah menjadi milik-Nya padahal kenyataannya belum.
Menurut Markus 8:34-35 dan banyak kitab lain dalam Perjanjian Baru,
penyangkalan diri sendiri bukanlah pilihan jika terkait dengan mengikut Dia
untuk “meninggalkan pulau” dunia yang terkutuk ini. Ini suatu keharusan,
agar Anda dapat diselamatkan dari murka Allah di masa mendatang. Saya
menyadari bahwa ini adalah konsep yang sulit dipahami dalam pemikiran
orang barat. Saya yakin alasannya adalah bahwa kita manusia mencoba me-
mahami prinsip-prinsip kerajaan Allah dengan konsep pemikiran demokratis.
Demokrasi memang sudah berjalan di Amerika dan banyak negara Barat
lainnya, tetapi apabila kita mencoba memahami Allah dengan konsep pe-
mikiran demokrasi, kita tidak akan dapat mengerti. Dia adalah Raja—Raja
yang sejati, bukan sekadar figur kepala negara seperti yang ada di Inggris.
Definisi demokrasi adalah “pemerintahan oleh rakyat; sebuah bentuk
pemerintahan dengan kekuasaan penuh ada di tangan rakyat dan langsung
dijalankan oleh rakyat atau wakil rakyat yang terpilih.” Di Amerika dan ne-
gara-negara Barat lainnya, kami dididik dengan mentalitas seperti ini sejak
kecil. Prinsip ini sudah terprogram jauh ke dalam benak pikiran dan logika
kita. Alhasil, apabila kami tidak menyukai sesuatu, kami percaya bahwa
kami dapat menentang atau mengubahnya karena kami memiliki hak pri-
badi “mutlak” dan kebebasan untuk mengutarakan pendapat.
Saya tekankan kembali. Bentuk pemerintahan seperti ini sangat berha-
sil di Amerika Serikat karena sistem ini dirancang bagi orang-orang yang
hidup dalam sebuah masyarakat majemuk. Tetapi, pemikiran ini tidak dapat
diterapkan ke dalam kerajaan Allah. Mungkin prinsip ini akan membuat
kami orang-orang Barat mengerutkan kening, tetapi Allah bukan seorang
diktator yang memiliki kekuasaan mutlak—syukurlah, Dia adalah Allah
yang penuh dengan kebajikan, namun Dialah yang memiliki “kata terakhir”
dalam seluruh aspek kehidupan. Jika kita membawa pemikiran demokratis
ini dalam perjalanan kita dengan Allah, maka kita memiliki hubungan yang
tak lebih dari sekadar khayalan belaka.
66 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Hidup akan berbeda di bawah pemerintahan Raja yang benar. Di satu


sisi, Tuhan dan Raja memiliki arti sama yang berarti kekuasaan tertinggi. Jika
kita benar-benar ingin mengikut Allah, kita tidak dapat menggunakan pe-
mikiran demokratis dalam merespons terhadap kepemimpinan-Nya. Ini tak
jauh berbeda seperti ketika Adam dan Hawa memilih pohon pengetahuan
yang baik dan yang jahat. Kita tetap ingin duduk di belakang kemudi dan
memutuskan sendiri apa yang menurut kita paling baik bagi hidup kita.

Pikul Salibmu

Selanjutnya Yesus menyatakan bahwa kita harus memikul salib. Apa maksud
pernyataan ini? Tidak mungkin berarti menyangkal diri sendiri, lalu mengapa
tidak semestinya Yesus mengulangi perkataan-Nya lagi? Kita mendapat-
kan kuncinya dalam surat Paulus kepada jemaat di Galilea, di mana dia
menyatakan:

Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan
lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam
aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah
hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan
menyerahkan diri-Nya untuk aku. (Galatia 2:20)

Paulus tidak berbicara tentang penyaliban fisik, karena jika memang de-
mikian, dia tidak mungkin masih hidup saat menulis surat ini. Dia mengacu
kepada keputusannya untuk mengikuti sang Guru beberapa tahun sebe-
lumnya. Paulus sudah memikul salibnya. Rahasia apa saja yang termasuk di
sini, ditemukan dalam perkataannya, “bukan lagi aku sendiri yang hidup,
melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” Pernyataan ini seharusnya
menjadi deklarasi setiap anak Tuhan yang sejati. Tidak lagi kita hidup bebas
dengan memakan buah pemikiran kita sendiri dari pohon pengetahuan yang
baik dan yang jahat. Tidak,sekarang kita hidup di dalam Dia, seluruh hidup
lama kita dijauhkan dari Dia . Kita bergantung pada segala penyediaan oleh
F O N DA S I | 67

salib: yaitu kebebasan dari perbudakan sehingga kini kita dapat menjalani
kehidupan yang taat dengan kekuatan Allah.
Salib menawarkan kehidupan yang sama sekali baru. Seperti pernyataan
Paulus dalam surat yang berbeda, “sama seperti Kristus telah dibangkitkan
dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup
dalam hidup yang baru” (Roma 6:4). Kehidupan yang baru ini memberi-
kan kita kemampuan untuk menjauhi segala sesuatu yang sebelumnya tidak
dapat kita hindari. Kekuatan tirani dosa atas kita sudah dipatahkan, tetapi
kita tetap harus memilih untuk menjauhinya. Kita harus memutuskan
untuk menyerahkan hidup kita sepenuhnya pada kehendak-Nya.
Paulus melanjutkan penjelasannya secara praktis, “Barangsiapa menjadi
milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu
dan keinginannya” (Galatia 5:24). Dan kemudian, “Tetapi aku sekali-kali
tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab
olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia” (Galatia 6:14).
Salib Kristus memberi kita kekuatan untuk menjauhi dosa kedagingan kita
dan kekuatan pengaruh sistem duniawi.
Ketika saya masih muda, sebelum saya berjumpa dengan Yesus, ada
pola-pola perilaku dalam hidup saya yang tidak bisa saya tinggalkan. Saya
menyesali perbuatan yang menyakitkan, penuh kesombongan, dan per-
buatan nafsu yang terus terulang, tetapi semakin saya mencoba membebas-
kan diri saya sendiri, saya menjadi semakin frustrasi. Saya tidak berkutik
melawan keterikatan dan dominasi dosa. Namun, setelah saya menyalibkan
diri dengan Kristus, saya mulai dapat hidup bebas.

Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan,
supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita mengham-
bakan diri lagi kepada dosa. Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas
dari dosa. (Roma 6:6-7)

Saya harap Anda tidak sekadar membaca ayat ini sepintas lalu! Re-
sapilah dalam-dalam, karena kata-kata ini sangat nyata dan memiliki kuasa
68 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

untuk membebaskan Anda. Kebenaran ini bahkan menjadi lebih menarik.


Menerima salib bukan sekadar membebaskan diri dari dosa; tetapi meno-
long kita untuk hidup taat kepada-Nya. Seperti yang kita baca, “Sebab pem-
beritaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan
binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan
Allah” (1 Korintus 1:18). Apa yang sebelumnya tidak mungkin kita lakukan
dengan kekuatan kita sendiri, sekarang dapat kita lakukan: yaitu berjalan
menurut jalan-jalan-Nya. Sekarang kita dapat menuruti Allah. Kini kita
dapat mengikut Yesus.
Ringkasnya, tidak mungkin mengikut Yesus tanpa menyangkal diri
(menjauhkan cara-cara kita sendiri dan mematuhi otoritas tertinggi-Nya)
dan memikul salib (menggabungkan kekuatan untuk menjauh dari dosa
dan sistem dunia). Kehidupan yang sekarang kita jalani adalah dengan
iman pada kemampuan-Nya untuk bekerja di dalam dan melalui kita. Kita
menyucikan diri bagi-Nya. Sungguh besar paket keselamatan mulia yang
telah Allah sediakan bagi kita!

Peringatan Serius

Yesus memperingatkan bahwa setelah kepergian-Nya, kabar baik akan dibe-


ritakan dan banyak orang menerima keselamatan tanpa perlu menyatakan
kekuasaan-Nya. Para rasul lebih spesifik lagi dan menyatakan bahwa hari itu
akan terjadi menjelang waktu kedatangan Yesus kembali ke bumi—yaitu,
zaman kita sekarang ini. Pesan yang makin meluas dan menyesatkan ini
akan mengurangi makna Tuhan menjadi sebuah sebutan belaka dan bukan
posisi Yesus dalam kehidupan manusia. Orang-orang akan memanggil Dia
Tuhan tetapi tidak mau menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Dia.
Bacalah perkataan Yesus ini dengan saksama:

“Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan


masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan ke-
hendak Bapa-Ku yang di sorga.” (Matius 7:21)
F O N DA S I | 69

Yesus mengenali orang-orang yang memanggil-Nya Tuhan—bukan


Muhammad, Joseph Smith, Buddha, Krishna, Konfusius atau banyak nabi
palsu lainnya dalam era kita. Bukan. Orang-orang ini benar-benar menyebut
Yesus sebagai Tuhan mereka dan menyatakannya dengan penuh kegigihan.
Mengapa Yesus menggunakan kata Tuhan dua kali dalam ayat ini? Kita
mengerti bahwa apabila ada kata atau kalimat yang diulang dalam Alkitab,
itu bukanlah suatu kebetulan. Sang Penulis ingin menekankan sesuatu.
Namun, dalam hal ini, pengulangan terjadi bukan saja untuk menekankan
sesuatu, tetapi juga menunjukkan kekuatan emosi. Contohnya, dalam Per-
janjian Lama, ketika Raja Daud mendengar berita bahwa Absalom telah di-
bunuh oleh tentara Yoab, reaksinya sangat emosional: “Raja menyelubungi
mukanya, dan dengan suara nyaring merataplah raja: ‘Anakku Absalom, Ab-
salom, anakku, anakku!’” (2 Samuel 19:4). Saya rasa Daud sebenarnya tidak
menyebutkan kata “anakku” dua kali tetapi si penulis mencatatnya dua kali
agar pembaca memahami sungguh hebat tangis kepedihan yang dirasakan
Daud.
Pola yang sama juga ada dalam kitab Wahyu: “Lalu aku melihat: aku
mendengar seekor burung nasar terbang di tengah langit dan berkata dengan
suara nyaring: ‘Celaka, celaka, celakalah mereka yang diam di atas bumi
oleh karena bunyi sangkakala ketiga malaikat lain, yang masih akan meniup
sangkakalanya’” (Wahyu 8:13). Terjemahan lain menyebutkan bahwa ma-
laikat “berseru nyaring.” Sekali lagi penulis mengulang kata celaka untuk
menekankan intensitas emosi yang hebat.
Sama halnya,Tuhan ingin menjelaskan betapa kuatnya perasaan orang-
orang ini terhadap-Nya. Mereka tidak hanya sepaham dengan ajaran bahwa
Yesus Kristus adalah Anak Allah; mereka juga secara emosional memberikan
waktu mereka dan sangat gigih dalam kepercayaan mereka. Kita membahas
tentang orang-orang gigih sebagai orang Kristen, kemungkinan besar me-
reka sangat emosional ketika berbicara tentang iman mereka dan mencucur-
kan air mata selama kebaktian.
Tidak hanya sangat mendalami misi Kristus, tetapi mereka juga terlibat
dalam pelayanan-Nya:
70 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

“Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan,


Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan
demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu
juga?” (Matius 7:22).

Saya menggunakan Alkitab The Message yang jelas menunjukkan fakta


bahwa orang-orang ini bukanlah orang non-Kristen. Mereka aktif terlibat
atau bahkan banyak mendukung pekerjaan gereja mereka. Mereka juga
terang-terangan memberitakan iman mereka terhadap kebenaran Injil:
“Kami memberitakan pesan Injil.” Mereka turut ambil bagian dalam meng-
ubah kehidupan orang-orang menjadi lebih baik.
Versi parafrasa Alkitab ini menggunakan kata ribuan. Namun sebagian
besar terjemahan Alkitab menggunakan kata banyak. Kata Yunaninya adalah
polus, yang berarti “banyak angka, kuantitas, jumlah.”7 Sering kali kata ini
digunakan dalam arti “sebagian besar.” Bagaimanapun, Yesus tidak mengacu
pada sekelompok kecil orang tetapi kelompok yang sangat besar jumlahnya
—bahkan mungkin, mayoritas seluruhnya.
Jadi mari kita merangkumnya: Yesus berbicara tentang orang-orang
yang percaya akan ajaran Injil. Mereka yang memanggil Dia Tuhan, secara
emosional memberikan banyak waktu mereka, memberikan suara mereka
untuk mewartakan pesan Injil dan sangat aktif dalam pelayanan Kristen.
Kita dengan mudah dapat mengidentifikasi mereka sebagai orang Kristen
sejati. Jadi faktor apakah yang membedakan? Di manakah letak perbedaan
mereka dari orang percaya yang sesungguhnya? Yesus mengatakan:

“Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan ber-
kata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu
sekalian pembuat kejahatan!” (Matius 7:23)

Pernyataan kuncinya adalah “pembuat kejahatan” yang dalam bahasa


Yunaninya adalah anomia. Greek-English Lexicon of the New Testament yang
disusun oleh Thayer menjabarkannya sebagai kondisi hidup tanpa adanya
F O N DA S I | 71

aturan, karena ketidaktahuan atau karena pelanggaran. Encyclopedia of Bible


Words memberikan penjelasan tambahan bahwa kata anomia bisa berarti
“tindakan-tindakan yang ... secara aktif melanggar hukum ilahi atau prin-
sip-prinsip dasar moral.” Singkatnya, seseorang yang melanggar hukum
tidak patuh pada otoritas Firman Allah.
Para pria atau wanita ini tidak tersandung pada waktu-waktu tertentu;
tetapi, mereka sudah terbiasa mengabaikan, melalaikan, atau melanggar Fir-
man Allah. Apabila mereka benar-benar diselamatkan oleh kasih karunia,
mereka tidak hanya akan membenci keinginan untuk berdosa tetapi juga
memilih untuk menjauhi perbuatan dosa yang berulang-ulang. Mereka
menyalibkan kedagingan dengan segenap hasrat hidup dan keinginan me-
reka dan mengejar karakter-karakter ilahi dan buah-buah Roh.
Yang menarik untuk dicatat adalah Yesus suatu saat nanti akan ber-
kata kepada mereka, “Aku tidak pernah mengenal kamu!” Kata mengenal
dalam bahasa Yunani adalah ginosko, yang berarti “mengenal dengan intim.”
Orang-orang ini tidak pernah memiliki hubungan yang sejati dengan Yesus.
Walaupun mereka memanggil Dia Tuan dan Tuhan , itu hanya sebatas nama
panggilan saja, karena mereka tidak melakukan apa yang Dia ajarkan. Bukti
apabila seseorang benar-benar memiliki hubungan yang sejati dengan Dia
adalah mereka benar-benar mematuhi perintah-Nya:

Dan inilah tandanya, bahwa kita mengenal Allah, yaitu jikalau kita
menuruti perintah-perintah-Nya. Barangsiapa berkata: Aku mengenal
Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta
dan di dalamnya tidak ada kebenaran. (1 Yohanes 2:3-4)

Inilah yang dimaksud oleh Yakobus ketika dia menulis, “Tunjukkan-


lah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan
kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku” (Yakobus 2:18). Dan per-
nyataan ini benar-benar sesuai dengan apa yang diajarkan Yesus dari per-
mulaan bahasan ini, “Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka”
(Matius 7:20). Perbuatan yang Yesus maksudkan bukanlah pelayanan Kris-
72 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

ten, memberitakan Injil, atau menghadiri kebaktian, karena mereka yang


ditolak dari kerajaan surga akan memiliki ciri-ciri ini.
Tim Keller menyebut kata-kata Yesus tersebut ketika menyatakan:

Ini perkataan yang keras. Orang-orang ini memiliki iman yang mem-
bangkitkan semangat secara intelektual dan iman yang memberi
kepuasan secara emosional dan iman akan penebusan dosa yang secara
umum dapat diterima oleh masyarakat. Kita semua menginginkan itu.
Kita semua perlu dibangkitkan secara intelektual, terlibat secara emo-
sional, dan berguna bagi masyarakat. Sangat memungkinkan bagi kita
untuk menginginkan stimulasi secara intelektual, kepuasan secara emo-
sional dan dapat berguna bagi masyarakat tetapi tidak menginginkan
Allah... karena apabila Anda benar-benar memiliki Allah dalam hidup
Anda, maka Anda harus menyangkal kehendak pribadi Anda, dan itu-
lah yang akan menunjukkan perbedaan antara orang yang sebenarnya
ingin memanfaatkan Allah dengan orang yang sungguh-sungguh ingin
melayani Allah.8

Memanfaatkan Allah berarti mencari Dia untuk mendapatkan sesuatu


dari-Nya, bahkan mungkin demi mendapatkan jalan ke surga. Melayani
Allah terdorong oleh kasih kita kepada-Nya, dan jika kita mengasihi Dia,
kita akan mematuhi firman-Nya.
Di zaman sekarang, banyak yang mengira bahwa apabila seseorang
menyebut Yesus sebagai Tuhan, percaya kepada ajaran-Nya, terlibat secara
emosional, dan aktif dalam pelayanan Kristen, orang ini pasti anak Tuhan.
Namun, seperti kita tahu dari perkataan Yesus, bahwa ciri-ciri ini bukanlah
faktor yang menentukan dalam mengidentifikasi orang
Saya akan menjelaskannya demikian. Anda pasti akan menemukan ci-
ri-ciri ini pada orang percaya sejati; bahkan seseorang tidak bisa menjadi
orang percaya sejati tanpa ciri-ciri ini. Tetapi, memiliki ciri-ciri ini bukan
berarti mereka adalah anak Tuhan sejati. Faktor yang menentukan adalah:
sudahkah mereka menyangkal diri dan memikul salib mereka, dan apakah
F O N DA S I | 73

mereka mengikut Dia? Intinya, apakah mereka taat kepada firman-Nya?


Bahasan ini merupakan kalimat penutup Yesus dalam khotbah-Nya
yang terkenal di bukit. Sebagai penutup ajaran-Nya yang menggemparkan
itu, Dia menyimpulkannya dengan:

“[Tetapi] Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melaku-


kannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan ru-
mahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir,
lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab
didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkata-
an-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh,
yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan
dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah
rumah itu dan hebatlah kerusakannya.” (Matius 7:24-27)

Perumpamaan ini ada kaitannya dengan peringatan Yesus tentang


orang-orang yang akan ditolak masuk ke dalam kerajaan surga karena Dia
menghubungkannya dengan kata “tetapi.”
Jika Anda menelaah dua kelompok orang yang diidentifikasi dalam
perumpamaan ini, semuanya berasal dari satu perbedaan tipis. Kedua
kelompok ini sama-sama mendengarkan ajaran-Nya, tetapi kelompok
yang pertama “melakukannya.” Kelompok yang kedua “tidak melakukan-
nya.” Kedua rumah itu terbuat dari bahan yang sama—ajaran yang sama.
Keduanya kelihatan identik dalam hal berdoa dan beribadah. Perbedaan
penting ada pada dasar atau fondasinya. Rumah yang pertama berlandaskan
pada Ketuhanan Yesus Kristus. Rumah yang lain tetap melekat pada penge-
tahuan akan apa yang dianggap baik dan jahat—yaitu “pohon” filosofi yang
sama seperti yang dipilih oleh Adam dan Hawa.
Sungguh sangat menyedihkan bahwa kebodohan yang sama masih ter-
jadi berulangkali, mulai dari taman Eden sampai sekarang. Walaupun wu-
judnya berbeda, tetapi akarnya tetap sama. Sekali lagi, intinya adalah: apakah
74 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

kita berpikir kita lebih tahu tentang kehidupan yang paling baik, ataukah kita
percaya bahwa Allah tahu yang terbaik bagi kita?
5

APAKAH K EI N G I NA N
SAJA CU K UP ?
Maka sekarang, selesaikan jugalah
pelaksanaannya itu! Hendaklah pelaksanaannya
sepadan dengan kerelaanmu, dan lakukanlah itu
dengan apa yang ada padamu
—2 K ORINTUS 8:11

Aturan Emas dalam memahami hal-hal rohani


bukanlah akal budi, melainkan ketaatan.
—O SWALD C HAMBERS

C oba bayangkan kejadian ini: ada pemuda yang berkencan dengan


seorang pemudi. Pemudi ini menarik, sehat jasmani dan rohani,
hidupnya teratur, seorang koki yang andal, menyukai anak-anak—dan yang
lebih baiknya lagi—dia memiliki kepribadian yang menyenangkan. Pria ini
jatuh hati dan memutuskan bahwa dialah gadis yang tepat untuk menjadi
pendamping hidupnya. Dia merencanakan hari spesial, di mana dia berlu-
tut di hadapan sang gadis, membuka kotak kecil berisi cincin berlian yang
berkilauan dan melamarnya.
Yang menggembirakan, gadis ini tersenyum lebar, memekik sukacita,
berlinang air mata, dan setelah menenangkan diri sejenak, dia menjawab
dengan bersemangat, “Iya! Iya! Iya! Aku sungguh tidak percaya! Aku terkejut
76 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

dan sungguh tidak menyangka. Inilah hari yang paling indah bagiku! Aku
sangat mencintaimu! Ya, aku akan menikah denganmu!”
Mereka berpelukan dalam suasana penuh kegembiraan. Dengan emosi
yang masih meluap-luap, dia menatap pemuda itu dan berjanji dengan
sepenuh hati, “Kita akan hidup sangat bahagia. Aku akan menjadi istri yang
terbaik, menciptakan suasana rumah yang indah, menjaganya agar selalu
bersih, memasak makanan yang lezat untukmu dan anak-anak, menjaga
kesehatan, berpakaian modis, dan bercumbu mesra denganmu kapan saja
kamu mau.”
Pemuda ini berpikir, Wow! Luar biasa! Aku pasti orang yang paling be-
runtung sedunia!
Gadis itu kemudian membuat pernyataan yang tidak kalah mence-
ngangkan, “Tentu saja ada cowok-cowok lain yang masih kusukai, jadi
kadang-kadang aku ingin pergi berkencan dengan mereka.”
Tercengang, pria itu menjawab dengan terbata-bata, “Tidak bisa!”
“Mengapa tidak bisa, Sayang?”
Pria itu terperangah. Momen spesial itu sirnalah sudah. Kegembiraan-
nya lenyap seketika. Pikirannya bercampur aduk. Apakah gadis itu bercanda?
Tetapi mengapa dia bercanda tentang hal seperti ini, apalagi setelah aku baru
saja melamarnya?
Setelah keheningan mencekam yang terasa seperti tak berkesudahan,
gadis itu mencoba mengembalikan suasana gembira sebelumnya dengan an-
tusias berkompromi. “Baiklah, bagaimana kalau aku hanya menghabiskan
waktu sehari saja dalam setahun bersama pacarku yang lain? Aku akan mem-
berikan diriku sepenuhnya untukmu selama 364 hari dalam setahun. Hanya
saja berikanlah aku waktu sehari saja bersama mereka.”
Pemuda itu masih tidak memercayai pendengarannya. Jelas-jelas se-
karang gadis itu tidak bercanda; dia serius. Sekali lagi pria itu menjawab,
“Tidak. Itu juga tidak boleh.”
Gadis itu bingung, namun karena dia sangat mencintai pria itu, dia
memberikan tawaran yang lebih menarik lagi. “Baiklah. Bagaimana kalau
hanya empat jam saja dalam setahun? Beri aku waktu empat jam saja dalam
A PA K A H K E I N G I N A N S A JA C U K U P ? | 77

satu tahun kalender untuk bersenang-senang dengan kekasihku yang lain.”


“Tidak bisa!” kata pria itu, bahkan kali ini lebih tegas lagi.
Sekali lagi, gadis itu membalas, “Bagaimana kalau hanya dua puluh
menit saja dalam setahun. Aku hanya akan berselingkuh sekali saja di ran-
jang kekasihku yang lain!”
“Tidak!”
Dalam upayanya untuk mencapai kesepakatan, sekali lagi gadis itu
memohon, “Sayang, aku benar-benar mencintaimu; bahkan, sangat tergi-
la-gila kepadamu. Aku mencintaimu lebih dari pria-pria lain. Tetapi aku
memiliki kebutuhan ini. Aku perlu bersama pria lain. Aku tidak bisa hanya
bersama dengan satu pria saja. Sejujurnya aku ingin setia kepadamu, dan aku
tahu memang seharusnya aku meninggalkan hubungan dengan pria lain,
tetapi kita juga harus realistis. Ada banyak sekali pria idaman, dan aku suka
perhatian mereka. Kenapa aku harus meninggalkan semua ini? Kenapa aku
tidak bisa memiliki kedua kehidupan itu?”
Pemuda itu sangat kecewa dan akhirnya dia tidak bisa berkata apa-
apa; dia hanya menundukkan kepalanya. Selang beberapa saat setelah sua-
sana canggung, gadis itu perlahan mengutarakan, “Aku harus jujur; kurasa
kamu terlalu banyak meminta. Aku ingin menikmati hidupku semaksimal
mungkin.”
Pemuda itu akhirnya muak mendengarkan semuanya. “Ini tidak masuk
akal. Kita tidak jadi menikah. Sebenarnya, aku sudah tidak mau berkencan
denganmu lagi.”
Mereka berpisah menurut jalan masing-masing.
Marilah kita merenungkan kisah ini. Pemuda ini mendapatkan seorang
gadis rupawan yang memiliki kepribadian menarik. Gadis ini sangat mahir
dalam seluruh aspek kehidupan rumah tangga, sangat mencintainya, berse-
dia melayaninya, dan ingin memberikan semua yang terbaik baginya. Gadis
ini sangat gembira menikah dengannya. Semuanya menjadi begitu indah.
Satu-satunya hal yang pria ini harus lakukan hanyalah memberi gadis itu
waktu dua puluh menit dalam setahun untuk bercumbu dengan pria lain!
Mengapa dia tidak mau menyetujui usul gadis itu?
78 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Jawabannya tentu cukup gamblang: gadis ini tidak mau memberikan


seluruh hati dan hidupnya kepada sang pria. Gadis ini tahu tindakan tepat
apakah yang seharusnya dia lakukan, dan bahkan dia ingin melakukannya
sampai pada titik tertentu; tetapi kenyataannya dia masih terlalu terikat de-
ngan pria-pria lain. Ada perbedaan antara menginginkan; hal yang berbeda
dengan berbuat sesuatu.
Tidak ada pria waras yang akan menikahi gadis seperti ini, jadi mengapa
kita percaya bahwa Yesus akan datang bagi pengantin wanitanya yang ber-
tingkah laku seperti ini? Mari kita tinjau perkataan-Nya lagi:

“Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya,


memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena siapa yang mau menye-
lamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa
kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menye-
lamatkannya.” (Markus 8:34-35)

Perhatikan di sini bahwa keinginan untuk menyelamatkan nyawa kita


saja akan membayar harga dengan seluruh hidup kita. Yesus tidak berkata,
“Barangsiapa yang ingin kehilangan nyawanya karena Aku akan menye-
lamatkan nyawanya.” Hanya ingin kehilangan nyawa saja tidaklah cukup.
Ini tidak jauh berbeda dengan kisah gadis yang dilamar tersebut.
Jika ingin memasuki sebuah hubungan perjanjian dengan Pribadi yang
paling mengagumkan sejagat raya ini, Anda harus memberikan seluruh diri
Anda kepada-Nya, tentunya termasuk seluruh aspek kepemimpinan-Nya.
Menariknya lagi, Alkitab membandingkan hubungan kita dengan Allah se-
perti hubungan seorang istri dengan suaminya. Paulus menulis:

Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu
dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia
ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan je-
maat. (Efesus 5:31-32).
A PA K A H K E I N G I N A N S A JA C U K U P ? | 79

Walaupun Paulus menulis ini untuk memberi perintah kepada suami


dan istri dalam hubungan pernikahan mereka, dia juga mengutarakan de-
ngan jelas bahwa hal ini sebenarnya juga ditulis untuk memberikan gam-
baran tentang hubungan kita dengan Yesus. Tidak ada pria yang mau
menikah dengan gadis yang hanya memiliki keinginan untuk memberikan
seluruh hidupnya kepada dia, tetapi kenyataannya tidak demikian. Apakah
menurut Anda kita dapat melakukan hal yang sama terhadap Yesus? Barang-
kali atas dasar inilah Yakobus menulis:

Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa
persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi
barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya
musuh Allah. (Yakobus 4:4)

Sekali lagi, dia menekankan hal itu dengan tegas , karena dia menyebut-
kannya dua kali. Ini bukan hal yang sepele; tetapi bagian inti dari hubungan
yang benar dengan Allah.
Pezina atau orang-orang yang tidak setia adalah orang yang memiliki
perjanjian dengan seseorang, tetapi mengingkari perjanjian itu untuk men-
jalin hubungan dengan orang lain. Orang ini tidak taat kepada perjanjian
pernikahan yang mengikat hubungan tersebut.
Janji yang kita buat untuk mengikut Yesus adalah dengan menyangkal
diri dan menjauhi sistem duniawi yang ada di sekitar kita. Kita tidak bisa
berbuat apa pun selain memberikan kesetiaan dan ketaatan kita sepenuhnya
kepada Dia . Artinya kita mengikuti kehendak dan keinginan-Nya daripada
kehendak dan keinginan kitasendiri . Sebagai ganti dari penyerahan hidup
kita kepada-Nya, akhirnya kita akan mendapatkan seluruh hidup-Nya. Ini
seperti hubungan yang sehat antara suami dan istri.
80 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Aku Masih Menginginkan Hidupku

Ada banyak orang yang dengan senang hati menerima karunia keselamatan
hanya jika mereka tetap memiliki kehidupan lama mereka. Yang lebih
menarik, kebanyakan orang menyadari bahwa ada hal-hal yang harus me-
reka tinggalkan apabila mereka ingin mengikut Allah, tetapi mereka belum
siap untuk membayar harganya. Mereka harus jujur terhadap Allah dan diri
mereka sendiri.
Saya pernah memiliki seorang tetangga (sebut saja namanya “Kevin”)
yang merupakan salah satu tipe orang ini. Dia adalah salah seorang superstar
pegulat WWF. Dia dan keluarganya tinggal selisih tiga rumah dari rumah
kami. Ketika mereka baru saja pindah ke daerah kami, istrinya sudah mem-
peringatkan dia agar menjauhi kami. “Mereka orang yang terobsesi dengan
Yesus!” katanya.
Beberapa bulan kemudian, saat mengalami serangan panik yang hebat,
wanita itu roboh dan menangis dalam pelukan Lisa. Kejadian ini membuka
peluang bagi Lisa untuk membagikan tentang Yesus kepadanya, dan istri
pegulat itu akhirnya diselamatkan secara luar biasa. Tak lama kemudian,
kedua anak laki-laki mereka juga menyerahkan hidup mereka kepada Yesus.
Kami makin lama menjadi semakin akrab, dan Kevin dan saya lam-
bat laun menjadi teman baik. Banyak waktu yang kami lewatkan bersama.
Kami sering pergi bersama dan bermain basket, street hockey, dan golf ber-
sama anak-anak kami.
Suatu malam, Allah memperlihatkan beberapa peristiwa yang akan ter-
jadi dalam kehidupan Kevin kepada saya. Walaupun saat itu sudah cukup
larut, sekitar jam sepuluh malam, namun saya merasa terdorong untuk
langsung berbicara dengannya. Ketika dia membuka pintu, saya langsung
membagikan tiga hal yang akan terjadi dalam hidupnya selama sembilan
bulan berikutnya.
Tentu saja ketiga hal tersebut benar-benar terjadi. Saya berpikir, Pasti
Kevin sekarang akan menyerahkan hidupnya kepada Yesus Kristus. Namun sa-
yangnya tidak ada perubahan.
A PA K A H K E I N G I N A N S A JA C U K U P ? | 81

Beberapa bulan kemudian, Allah kembali memperlihatkan kepada saya


peristiwa lain yang akan terjadi dalam hidup Kevin. Sekali lagi saya membi-
carakan hal ini dengannya. Kali ini, saya bertanya lebih jauh. “Kevin, kamu
telah menyaksikan sendiri bagaimana Allah menubuatkan tiga peristiwa
yang telah terjadi dalam hidupmu. Kamu dapat melihat bahwa Dia men-
coba menjangkaumu. Mengapa engkau tidak mau menyerahkan hidupmu
kepada Yesus?”
Kevin adalah seorang yang tingginya 6 kaki 4 inci, dengan berat 240
pon, dan hanya memiliki 4 persen lemak tubuh. Dari penampilan luarnya,
dia kelihatan menakutkan. Dia menunduk kepala memandang ke arah saya
dan berkata, “Karena aku tahu ada harga yang harus dibayar. Aku tahu
bahwa kamu harus memberikan hidupmu kepada Yesus dan tunduk kepa-
da-Nya dan aku tidak mau meninggalkan gaya hidupku.”
Lalu dia berkata, “John, ada seorang pegulat terkenal dalam organisasi
kita. Dia mengatakan kalau dia adalah orang Kristen yang sudah lahir baru,
dan dia bicara tentang Allah di acara televisi yang sama di mana kamu juga
pernah diwawancarai. Namun aku tahu dia menggunakan narkoba dan
melakukan seks bebas. Ayolah, Bung, sekarang apa bedanya dia dengan aku?
Aku hanya tidak mau menjadi seorang munafik seperti dia. Lebih baik aku
menikmati hidup di bawah lampu sorot ketenaranku berikut segala bonus
dan fasilitas yang ada, daripada hidup dengan mengenakan kedok.”
Saya terhenyak mendengar laporan Kevin, tetapi saya sadar bahwa ce-
ritanya tidak asing lagi. Ada banyak orang yang datang ke gereja, menyebut
nama Yesus sebagai Juruselamat mereka, dan menyatakan bahwa mereka ada-
lah anak-anak Allah tetapi belum menyerahkan hidup mereka sepenuhnya
kepada ketuhanan-Nya. Apakah mereka benar-benar sudah diselamatkan?
Adakah kemungkinan untuk “melahirkan” orang-orang Kristen baru
dalam lingkungan Kristen yang ternyata bukan anak-anak Allah? Kepada
para pemimpin agama pada zaman-Nya, Yesus menyatakan, “...kamu me-
ngarungi lautan dan menjelajah daratan, untuk mentobatkan satu orang saja
menjadi penganut agamamu dan sesudah ia bertobat, kamu menjadikan dia
orang neraka, yang dua kali lebih jahat dari pada kamu sendiri!” (Matius
82 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

23:15). Saya tidak mengatakan bahwa para pemimpin gereja adalah anak-
anak neraka. Namun yang saya tanyakan adalah, orang-orang Kristen baru
seperti apakah yang kita lahirkan?
Konsekuensi dari tidak adanya seruan kepada orang-orang yang men-
cari Allah agar menyerahkan hidup mereka sepenuhnya kepada Dia adalah:
munculnya orang-orang bertobat yang memiliki gaya hidup yang lebih baik
berikut janji akan kehidupan kekal. Setelah “doa pertobatan” yang sering
kita dengar itu diucapkan, hati nurani orang-orang yang bertobat ini seo-
lah-olah menjadi tenteram. Secara teori, dia memang tidak lagi jauh dari
Allah. Orang-orang bertobat seperti ini menjadi bagian dari komunitas
orang percaya dan memiliki ikatan yang sama. Dari segi kebaikan, mereka
sangat peduli—bahkan terkadang ikut berpartisipasi dalam aksi kepedulian
—terhadap para korban ketidakadilan masyarakat, kaum miskin dan orang
yang membutuhkan. Ditambah lagi adanya keuntungan yang didapat dari
mendengarkan ajaran-ajaran yang memotivasi dan janji kehidupan surgawi,
dan Anda memiliki sebuah paket menarik yang diidamkan oleh banyak
orang.
Tetapi apakah orang-orang bertobat ini benar-benar sudah diselamatkan
ataukah mereka sudah tertipu, sehingga lebih sulit lagi bagi mereka untuk
mendengarkan kebenaran sejati? Bisakah ajaran seperti ini yang melahir-
kan pengikut-pengikut sesat yang suatu hari akan mendengar Yesus berkata,
“Enyahlah daripada-Ku, Aku tidak pernah mengenalmu” seperti tertulis
dalam Matius 7?

Samakah Ajaran Kita dengan Ajaran-Nya

Apakah ini cara Yesus menjangkau orang-orang yang terhilang? Marilah


kita kembali pada kisah tentang pemimpin muda yang kaya raya atau sering
disebut sebagai orang muda yang kaya.
Beberapa tahun silam, saya menyampaikan ceramah dalam sebuah kon-
ferensi yang dihadiri oleh ratusan pendeta yang menggembalakan beberapa
gereja besar di Amerika Serikat. Saya bertanya kepada kelompok ini, “Mari
A PA K A H K E I N G I N A N S A JA C U K U P ? | 83

kita membayangkan saat orang muda yang kaya ini mendatangi Yesus. Bi-
sakah Anda melihat dia keluar dari mobil Rolls-Royce dengan memakai
jaket Armani dan mengenakan arloji merk Rolex? Beberapa asisten pribadi
mengikutinya dari belakang saat dia berjalan melenggang ke arah Yesus.
Dengan nada dingin, tidak ramah, dan nada sedikit congkak, dia bertanya,
“Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang
kekal?”
“Menurut Anda, apakah kejadiannya seperti itu apabila terjadi di zaman
ini?” tanya saya kepada para pendeta. Sayangnya, beberapa dari mereka
mengangkat tangan menyetujuinya.
“Tetapi menurut catatan Kitab Suci bukan demikian kejadiannya!” saya
berkata. Langsung saya bacakan bagaimana kejadian itu ditulis:

Pada waktu Yesus berangkat untuk meneruskan perjalanan-Nya,


datanglah seorang berlari-lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut di
hadapan-Nya ia bertanya: “Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat
untuk memperoleh hidup yang kekal?” (Markus 10:17)

Di depan orang banyak, pemuda ini berlari-lari mendapatkan Yesus


dan bertelut di hadapan-Nya dan bertanya apa yang harus dia perbuat
untuk mendapatkan hidup yang kekal. Tidak ada kesombongan dalam diri
pemuda ini.
Saya pikir mungkin ada baiknya saya menggambarkan bagaimana ke-
jadian itu berlangsung. Saya meminta salah seorang pemimpin yang hadir
untuk berdiri di sisi panggung yang berlawanan dari tempat saya berada.
Kemudian saya berlari kencang ke arahnya dan ketika hanya sejauh bebe-
rapa kaki darinya, saya berlutut, memegang ujung kemejanya dan dengan
lantang dan penuh emosi bertanya, “Apa yang harus kuperbuat untuk
mendapatkan keselamatan? Apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh
hidup yang kekal?”
Sampai sejauh ini, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam pe-
layanan gereja, belum pernah saya mendapati orang, baik kaya maupun mis-
84 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

kin, yang mengejar saya, berlutut di depan saya sambil berseru, “Apa yang
harus kuperbuat supaya dapat dilahirkan kembali?” Tidak bisa disangkal
lagi, pemimpin muda ini memang bertanya dengan penuh semangat dan
tulus hati!
Jadi Yesus bertanya kepadanya, “Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak
seorang pun yang baik selain dari pada Allah saja” (Markus 10:18).
Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, pemuda ini mengharap-
kan jawaban yang menyenangkan ketika dia menyapa Yesus dengan sebutan,
“Guru yang baik.” Tetapi Yesus tidak mengizinkan sanjungan itu membu-
takan penilaian-Nya. Keselamatan tidak dapat “disederhanakan” menurut
pemahaman pemuda yang kaya raya itu akan hal yang baik dan yang jahat.
Di sisi lain, pemuda itu juga memiliki integritas yang cukup tinggi. Dia
tidak memanggil Yesus dengan sebutan Tuhan atau Raja. Dia paham apabila
dia menyebut Yesus sebagai Tuhan, dia harus melakukan apa saja seperti
yang Yesus perintahkan! Ada berapa banyak orang yang memiliki karakter
seperti ini sekarang? Mereka mungkin memanggil Yesus sebagai Tuhan dan
mengaku percaya akan Alkitab. Namun mereka menilai berbagai pilihan
hidup dengan pemahaman mereka sendiri akan yang baik dan yang jahat,
dan tidak mengikuti ajaran Allah yang tertulis dalam Alkitab dengan cermat.
Mereka akan tersenyum dan mengatakan amin pada ajaran Alkitab, tetapi
jika ada yang tidak sesuai dengan kehendak mereka, dengan gampangnya
mereka akan memblokir ajaran itu seolah-olah tidak berguna lagi bagi ke-
hidupan mereka. Mereka mendengarkan tetapi tidak menjalankan apa yang
diajarkan oleh Roh Kudus. Sering kali mereka berpikir bahwa ajaran terse-
but lebih cocok untuk orang-orang yang sepertinya “berada dalam kondisi
lebih buruk” dari mereka.
Dengarkan bagaimana Yesus menjawab pemuda yang penuh semangat
menginginkan kehidupan yang kekal ini:

“Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh,


jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta,
jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!”
A PA K A H K E I N G I N A N S A JA C U K U P ? | 85

Lalu kata orang itu kepada-Nya: “Guru, semuanya itu telah ku-
turuti sejak masa mudaku.” (Markus 10:19-20)

Yesus mengutip enam perintah terakhir dalam Sepuluh Perintah Allah,


yang semuanya berkaitan dengan hubungan antar sesama manusia. Pemuda
yang kaya raya ini dengan antusias menjawab bahwa dia sudah menuruti
semuanya itu di sepanjang hidupnya. Saya juga percaya pada perkataannya.
Dengan standar ini, kita dapat melihat bahwa dia adalah orang yang baik,
jujur dan benar. Dia bersandar pada ciri-ciri karakter yang baik ini, dan ber-
harap suatu hari nanti pengertian itu akan cukup baginya untuk mendapat-
kan kemurahan hati Allah.
Namun Yesus sengaja menghindari empat hukum pertama. Hukum
tersebut berkisar seputar hubungan manusia dengan Allah, yang pertama
adalah jangan menyembah ilah lain atau berhala selain Allah yang Ma-
hakuasa. Dengan kata lain, tidak ada satu pun dalam hidup kita yang dapat
menghalangi kasih dan kecintaan, komitmen dan ketundukan kita kepada
Dia. Pemuda ini belum melakukan seluruh hukum ini, dan belum siap
untuk melakukannya saat itu. Yesus hendak menyingkapkan sesuatu dalam
hidupnya yang akhirnya akan menghalangi dia untuk menyelesaikan garis
akhir dalam kemenangan.

Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya, lalu ber-
kata kepadanya: “Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa
yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka
engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan
ikutlah Aku.” (Markus 10:21)

Perhatikan, Yesus mengasihinya! Tetapi bagaimanakah Dia menunjuk-


kan kasih-Nya kepada pemuda itu? Dia memperingatkan orang yang sedang
mencari kebenaran itu. Yesus mengetahui bahwa suatu hari nanti kekayaan
orang itu akan menjauhkan dia dari ketaatan kepada otoritas (Ketuhanan)
Yesus. Yesus lebih peduli pada kelangsungan hidupnya, dan bukan hanya
86 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

awal yang baik saja.


Rintangan bagi pria itu adalah uangnya. Rintangan bagi orang lain
mungkin adalah kekasihnya, olah raga, berbelanja, bisnis, filosofi, pendi-
dikan, kecanduan makanan, atau preferensi seksual. Kenyataannya, batu
sandungan bisa berwujud apa saja, di mana kita mencurahkan seluruh kasih
dan kekuatan kita melebihi kasih kita kepada Yesus.
Apakah Yesus mengasihi pemuda itu dengan cara mengembangkan
ajaran-Nya agar dapat memenuhi kebutuhan akan kasih yang berbeda?
Apakah Dia menggampangkan kebenaran-Nya agar tidak menyakiti hati
pemuda ini? Mengapa Yesus tidak menganjurkan dia untuk mengucapkan
doa pertobatan, berharap dia akan meninggalkan kecintaannya terhadap
uangnya suatu hari nanti? Bagaimanapun, dia adalah kandidat terbaik yang
menunjukkan minat besar untuk diselamatkan. Lagi pula Yesus hanya perlu
menariknya ke dalam jaring dan Dia akan mendapatkan seorang Kristen
yang kaya raya, yang rajin melayani dan terpandang!
Tetapi Yesus benar-benar mengasihi pria itu. Yesus menjelaskan kebe-
naran kepadanya—perkataan yang sangat berkuasa—dan mengambill
risiko kehilangan pemuda yang penuh semangat dan berkuasa ini. Yesus me-
natap matanya dan berkata bahwa dia kekurangansesuatu, dan itu bukanlah
hasrat yang besar tetapi kesiapan hati dan pikiran untuk menaati Raja di atas
segala raja berapa pun harga yang harus dibayar.
Saya percaya pria ini hanya menganggap Yesus sebagai Juruselamat, dan
ketaatan adalah masalah pilihan. Jika menurut dia ajaran Yesus baik, dia
akan menjalankannya. Namun jika dia menganggap ajaran Yesus tidak baik,
dia dapat meninggalkannya.
Bisakah Anda membayangkan Anda memberitahu seseorang yang ingin
sekali mencari kebenaran bahwa dia masih kekurangan sesuatu dan hal ini
akan menghalanginya dari hidup yang kekal? Jika Anda benar-benar me-
ngasihi seseorang, Anda harus jujur walaupun terkadang Anda tahu bahwa
itu bahkan berarti penolakan.
Banyak orang Kristen dan pendeta menyanjung-nyanjung karena takut
ditolak oleh pendengar mereka. Mereka haus akan penerimaan. Jujur, ta-
A PA K A H K E I N G I N A N S A JA C U K U P ? | 87

dinya saya juga seperti ini. Semua orang yang saya jumpai menyukai saya
karena saya selalu mengatakan apa saja yang ingin mereka dengarkan. Saya
benci konfrontasi dan penolakan dan ingin semua orang bahagia. Hingga
kemudian Allah menyingkapkan semua motif saya yang egois dan rasa tidak
aman. Allah mengungkapkan fokus dari kasih saya. Fokus itu adalah ke-
cintaan pada diri saya sendiri dan bukan pada orang-orang yang berbicara
dengan saya.
Lebih baik menyatakan kebenaran daripada berkompromi dengan ke-
benaran dan membuat orang memercayai kebohongan. Akan jauh lebih
baik jika mereka mendengarkan kebenaran itu sekarang daripada mereka
percaya bahwa mereka boleh menyimpan “berhala” lain dalam hidup me-
reka—dan kemudian suatu hari nanti, ketika waktunya sudah terlambat,
mereka terkejut saat mendengar Tuhan berkata, “Enyahlah; Aku tidak per-
nah mengenalmu, kamu telah tersesat!”
Sekarang perhatikan reaksi dari sang pencari kebenaran itu terhadap
jawaban Yesus:

Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih,


sebab banyak hartanya. Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya di
sekeliling-Nya dan berkata kepada mereka: “Alangkah sukarnya orang
yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah.” (Markus 10:22-23)

Pria yang awalnya sungguh bersemangat ini pergi dengan penuh rasa
kecewa!
“Oh Yesus, mengapa Engkau berbuat seperti itu? Pria itu datang dengan
penuh semangat, dan setelah mendengarkan ajaran-Mu, dia pergi dengan
hati yang sedih! Tak tahukah Engkau bahwa Engkau seharusnya memberi-
kan ajaran-ajaran yang positif kepada para pencari kebenaran ini? Perkataan
dan khotbah-Mu seharusnya menyanjung orang dan membuat mereka
merasa senang, bukannya membuat mereka sedih. Pendeta Yesus, kehadiran
jemaat di gereja-Mu akan berkurang jika Engkau terus-menerus memper-
lakukan orang-orang yang mencari kebenaran seperti ini, terutama mereka
88 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

yang kaya raya dan berpengaruh dalam masyarakat. Kejarlah dia dan lem-
butkanlah perkataan-Mu; dia pasti juga akan memahami seluruh kebenaran
itu suatu saat nanti!”
Itulah perkataan yang mungkin akan didengar Yesus sekarang ini, jika
diutarakan oleh tim pemimpin atau anggota dewan gereja-gereja Barat!
Yesus akan disidang dan diminta menyerahkan surat pengunduran diri-Nya.
Betapa beraninya Dia menyakiti hati orang yang berpotensi untuk mem-
berikan dana besar, dengan sekali goresan pena saja dia bisa menandatangani
cek untuk membiayai seluruh program penjangkauan gereja selama setahun!
Bisa jadi dialah orang yang akan membayar hutang pembangunan gereja
yang jumlahnya mencapai beberapa juta dolar. Pastor Yesus tidak hanya
mengerti dinamika dalam membangun sebuah program pelayanan gereja
yang besar dan efektif. Mungkin Dia bahkan sudah lupa bagaimana cara
mempengaruhi orang secara positif. Seharusnya Dia melembutkan perkata-
an-Nya dan mengajarkan ajaran-ajaran motivasi—menyampaikan khot-
bah-khotbah menggembirakan yang membangun rasa percaya diri.
Apakah ini yang mungkin terjadi di gereja-gereja Barat? Kita telah masuk
ke dalam jebakan untuk menghalalkan hampir segala cara dalam menjaring
orang-orang yang bertobat dan mendapatkan pengikut. Kita menggunakan
teknik-teknik penyesuaian untuk meningkatkan jumlah kehadiran jemaat
gereja, memperoleh banyak pengikut akun Twitter, menambah jumlah
penggemar kita di Facebook, atau untuk membaca blog kita. Ini sama saja
dengan mengatakan kepada Allah bahwa hikmat kita lebih baik dari hik-
mat-Nya. Ini sama halnya seperti memilih kebaikan melebihi Allah.
Memang benar: ajakan kepada orang-orang agar memilih Kristus me-
mang perlu—tetapi harus tetap berlandaskan kepada kebenaran. Kita harus
sadar bahwa Allah tidak pernah memanggil kita untuk menyebarkan ajaran
Perjanjian Baru supaya mempermudah orang-orang yang masih ingin hidup
bebas dari jalan-jalan-Nya agar dapat diselamatkan. Keselamatan tidak
ditemukan dalam pohon pengetahuan akan apa yang kita anggap baik dan
jahat. Keselamatan hanya dapat ditemukan pada pohon kehidupan, sesuai
dengan Firman-Nya. Setiap kekasih dan berhala lain harus ditinggalkan,
A PA K A H K E I N G I N A N S A JA C U K U P ? | 89

sama halnya dengan kisah gadis yang setuju untuk menikah tersebut di atas
harus meninggalkan hubungan dengan pria-pria lain. Yesus harus juga dite-
rima sebagai Tuhan, bukan hanya Juruselamat. Inilah Pohon Kehidupan!
Sekarang perhatikan apa yang Yesus katakan setelah pemuda kaya raya
ini pergi:

Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya di sekeliling-Nya dan ber-


kata kepada mereka: “Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk
ke dalam Kerajaan Allah.” Murid-murid-Nya tercengang mendengar
perkataan-Nya itu. Tetapi Yesus menyambung lagi: “Anak-anak-Ku, al-
angkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah.”
(Markus 10:23-24)

Suatu hari ketika saya sedang merenungkan peristiwa ini, Roh Kudus
mengarahkan perhatian saya pada satu poin yang signifikan. Saya mem-
bayangkan orang kaya itu, yang disegani dalam komunitasnya, perlahan
pergi meninggalkan Yesus dengan sedih, kepalanya tertunduk lesu dan wa-
jahnya menyiratkan kekecewaan mendalam. Saya sadar bahwa Tuhan tidak
berlari mengejarnya, meraih bahunya dan berkata, “Tunggu sebentar, so-
bat-Ku. Izinkan Aku mengingatkanmu tentang hikmat Salomo. Dia menu-
lis dalam Amsal 19:17 “Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang
lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu.” Aku
mengatakan bahwa kamu harus menjual seluruh hartamu dan memberi-
kannya kepada orang miskin; tetapi ingatlah, menurut Amsal, apa saja yang
kamu berikan kepada orang miskin, Tuhan akan membalasmu. Dan bukan
hanya akan dibalas, tetapi Dia akan memberikanmu seratus kali lipat lebih
banyak dari apa yang kamu berikan!”
Pria kaya itu kemungkinan besar adalah seorang pedagang yang cakap.
Jadi seandainya Yesus menghampiri dia untuk memenangkan hatinya
dengan tawaran seperti ini, dia mungkin akan kembali bersemangat dan
menanggapi, “Benarkah?”
Yesus dapat juga berkata, “Benar! Bisakah engkau melihat bahwa Aku
90 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

sebenarnya akan mengarahkan kamu pada posisi di mana engkau akan me-
nerima berkat yang sungguh luar biasa, hasil panen finansial? Engkau akan
menjadi orang paling kaya di negeri ini, dan bukan hanya di komunitas ini
saja.” Sampai saat itu, kemungkinan besar dia akan setuju untuk mengikut
Yesus.
Memang benar Firman Allah berkata bahwa ketika kita memberi, kita
akan menerima balasannya, sama seperti benih yang ditanam oleh petani
akan membuahkan hasil yang jauh lebih banyak dibandingkan saat dia
memulainya. Kebenaran ini langsung diteguhkan setelah pria itu berjalan
pergi, karena Petrus—setengah protes, setengah bertanya—berkata tanpa
berpikir panjang:
Berkatalah Petrus kepada Yesus: “Kami ini telah meninggalkan segala
sesuatu dan mengikut Engkau!”

Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang


karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya
laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anak-
nya atau ladangnya, orang itu sekarang pada masa ini juga akan me-
nerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara
perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penga-
niayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup
yang kekal.” (Markus 10:28-30)

Saat ini, Yesus memandang murid-murid-Nya yang sudah meninggal-


kan semuanya demi mengikut Dia dan berkata, “Engkau akan menerima
kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu,
anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman
yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal.”
Mengapa Yesus tidak mengucapkan kalimat ini atau ayat dari Amsal
Salomo kepada pria kaya raya yang bersemangat ingin mencari kehidupan
kekal itu? Mengapa Yesus seperti menutup-nutupi informasi ini darinya?
Jawabannya sederhana: Yesus tidak pernah menggunakan berkat, bonus,
A PA K A H K E I N G I N A N S A JA C U K U P ? | 91

upah, atau keuntungan dari kerajaan Allah untuk membujuk orang-orang


agar mengikut Dia. Ketika Dia memanggil Petrus, Yakobus, Yohanes dan
murid-murid-Nya yang lain, Dia hanya berkata, “Ikutlah Aku” dan bu-
kannya “Ikutlah Aku, dan Aku akan memberimu berkat, damai sejahtera,
kekayaan, hidup yang lebih baik, dan lain sebagainya.” Bukan pula, “Ikut-
lah Aku karena apa yang bisa Aku kerjakan dalam hidupmu” tetapi hanya,
“Ikutlah Aku oleh karena diri-Ku. Akulah Yesus Kristus, Penciptamu, Tuhan
dan Raja alam semesta.”
Jika uang adalah motivasi bagi Petrus, Yakobus, Yohanes dan Andreas
untuk mengikut Yesus, mereka tidak mungkin meninggalkan usaha mereka.
Hari ketika mereka meninggalkan usaha mereka adalah hari yang paling me-
nguntungkan dalam riwayat kerja mereka sebagai penjala ikan. Karena Yesus,
mereka membawa pulang kembali dua kapal penuh dengan tangkapan ikan!
Mereka tidak sadar akan janji “seratus kali lipat.” Saat ini adalah pertama
kali mereka mendengarnya. Yang mereka ketahui hanyalah bahwa Yesuslah
yang memiliki Firman Hidup, jadi mereka meninggalkan seluruhnya. Uang
bukanlah faktor yang menentukan.
Allah tidak pernah menuntut orang menjadi sempurna untuk mengikut
Yesus. Dia hanya menghendaki kerelaan dan komitmen untuk mengikut
Dia! Pemimpin muda ini mungkin memiliki karakter yang lebih terpoles
dibandingkan Petrus. Namun, Petrus bersedia melakukan semua yang Allah
kehendaki. Ini sama halnya dengan apa yang dimaksud Yesus ketika Dia
memanggil kita untuk meninggalkan semua dan mengikut Dia.

Rencanaku dan Rencana-Nya

Ketika saya menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan pada tahun 1979, Allah
segera mengarahkan saya tentang pelayanan gereja. Mata kuliah pokok
saya adalah Teknik Mesin di Universitas Purdue di mana saya masuk dalam
daftar Dekan, memulai pada regu tenis universitas, dan berencana masuk
ke Universitas Harvard untuk mengambil gelar MBA. Rencana pribadi saya
adalah menikah dengan gadis yang luar biasa dan akhirnya masuk ke dunia
92 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

corporate sales atau manajemen. Saya tidak berpikir sama sekali ingin masuk
ke pelayanan. Waktu itu, semua pendeta yang pernah saya temui adalah
orang-orang yang saya pikir tidak dapat melakukan pekerjaan lain. Mereka
tinggal di rumah-rumah yang berbau apak dan anak-anak mereka aneh.
Saya tumbuh besar di sebuah kota yang memiliki populasi 3.000 orang, dan
contoh terbatas inilah yang saya miliki tentang pelayanan gereja. Waktu itu
saya belum pernah bertemu dan menyempatkan diri untuk berbincang-bin-
cang dengan pendeta hebat, namun sejak itu saya tahu ada banyak pendeta
hebat).
Kemudian Roh Allah menghampiri saya dalam sebuah kebaktian gereja
dan berkata, “John, Aku sudah memanggilmu untuk melayani Aku. Tin-
dakan apa yang akan Engkau lakukan selanjutnya?”
Saya berpikir, Keluargaku akan mengusirku; mereka semua Katholik.
Aku akan menjadi seperti para pendeta lain yang hidup miskin dan kotor.
Namun menaati Tuhan sangat penting bagi saya, jadi saya menundukkan
kepala dan berdoa, “Ya Tuhan. Aku akan taat kepada-Mu dan mewartakan
Injil berapa pun harga yang harus aku bayar! Aku akan pergi ke mana Engkau
mengutusku pergi dan berbicara apa saja yang Engkau ingin aku beritakan.”
Kenyataan yang terjadi setelah keputusan itu tidak seperti apa yang saya
bayangkan sebelumnya, tetapi Allah tidak menunjukkannya dari awal. Dia
hanya ingin tahu apakah saya akan meninggalkan semuanya demi mengikut
Dia.
Jika Anda mempelajari pelayanan Petrus, Paulus, dan para rasul lain-
nya dalam Kitab Kisah Para Rasul atau surat-surat lainnya, Anda akan men-
jumpai bahwa ajaran mereka tepat sejalan dengan apa yang Yesus ajarkan
kepada pemuda kaya raya itu! Saat ini, kita sudah jauh menyimpang dari
jalan ini. Inilah alasan pokok dari merosotnya kondisi rohani di Amerika.
Inilah alasan mengapa banyak sekali orang yang berpikir bahwa mereka
adalah milik Yesus padahal kenyataannya tidak. Kita harus kembali kepada
Ketuhanan Yesus sehingga kita akan memiliki fondasi yang baik. Saat ini
kita masih makan dari pohon yang salah. Yang kita anggap baik telah meng-
gerogoti kita dari apa yang terbaik bagi hidup kita.
A PA K A H K E I N G I N A N S A JA C U K U P ? | 93

Kita telah kehilangan banyak berkat besar yang Allah inginkan bagi kita
karena kita telah menggantikan ajaran yang akurat sesuai Kitab Suci dengan
khotbah-khotbah yang digemari banyak orang. Jujur saja, jika pemuda kaya
raya itu datang ke gereja-gereja modern di zaman sekarang ini, dia pasti akan
“diselamatkan” dan tak lama kemudian dia pasti dianggap sebagai jemaat
terpandang dan bahkan mungkin diundang menjadi anggota dewan gereja.
Sering kali gereja-gereja di zaman sekarang menyampaikan ajaranyang
bagus tentang keselamatan tanpa disertai tentang Ketuhanan. Agar kita
tidak memperdaya orang-orang, agar tidak banyak orang yang suatu hari
nanti akan mendengar, “Enyahlah daripadaKu,” demi kekokohan gereja dan
demi mereka yang sungguh-sungguh berjalan dalam berkat Allah, marilah
kita meninggalkan ajaran Injil yang “baik” namun tidak benar dan kembali
kepada pohon kehidupan—ajaran Alkitabiah tentang keselamatan.
6

G PS I N T ER NA L K I TA
Saya berusaha mencapai akhir perlombaan untuk
menerima pahala yang telah disediakan Allah
bagi kita di surga, karena apa yang dilakukan
Kristus bagi kita.
—F ILIPI 3:14 (FAYH)

Jatuh cinta dengan Allah adalah kisah


romantis yang terhebat; mencari Dia adalah
kisah petualangan yang paling hebat;
menemukan Dia adalah keberhasilan manusia
yang paling istimewa.
—S T . A UGUSTINE DARI H IPPO

F ondasi kita adalah Tuhan Yesus Kristus. Seluruh aspek kehidupan kita
haruslah dibangun di atas dasar yang kokoh ini. Jika demikian halnya,
maka hidup kita akan bertahan lama. Jika tidak, maka lambat laun akan
terkikis atau lenyap.
Tahap berikutnya dalam membangun sebuah rumah adalah kerangka
bangunan, dan setiap aspek dari fase ini dibangun di atas fondasi. Bagian
dari proses konstruksi inilah yang menyatukan semuanya. Lantai, dinding,
langit-langit, lemari kabinet, lampu, lis, jendela, bak mandi, dan bahan-ba-
han bangunan untuk tahap final lainnya membutuhkan rangka yang kuat
agar dapat bertahan lama. Dengan fondasi yang kokoh dan rangka yang
96 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

kuat, kita akan dapat membangun rumah yang tahan lama dan berhasil
baik: yaitu kehidupan kita.

GPS Internal Kita

Untuk memperkenalkan aspek kedua dari kehidupan iman yang terus


berkembang, kita akan mengalihkan ilustrasi bangunan rumah ke analogi
yang berbeda.
Marilah kita memulainya dengan sebuah pertanyaan. Apakah tujuan
utama Anda? Dengan kata lain, keinginan apa saja yang lebih penting
dari setiap keinginan lainnya? Dapatkah Anda menjawab dengan jujur?
Karena jika demikian, Anda tidak akan berakhir di tempat yang tidak Anda
kehendaki.
Cobalah untuk menggambarkannya seperti ini. Jika GPS pada smart-
phone Anda diatur ke arah bandara padahal Anda ingin pergi ke pusat per-
belanjaan, Anda akan mengeluh kecewa saat GPS Anda memberitahukan:
“Anda sudah tiba di tempat tujuan Anda,” ketika Anda mendekati terminal
bandara dan melihat deretan logo-logo maskapai penerbangan dan bukan
pusat perbelanjaan.
Dengan perasaan tidak percaya, Anda akan protes, “Apa yang telah ter-
jadi? Bagaimana aku bisa sampai di sini?” Sederhana saja. GPS membawa
Anda ke arah tujuan yang sudah terprogram sebelumnya.
Rasul Paulus menyatakan tentang “pengaturan GPS-nya”: “[Aku] ber-
lari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi
dari Allah dalam Kristus Yesus” (Filipi 3:14). Dia tahu apa yang dia kejar
dan GPS-nya sudah terprogram ke arah itu. Meskipun dia mengalami peno-
lakan, aral melintang, atau kesukaran hebat, dia akan terus berlari-lari mele-
wati semua itu dan tidak akan menyimpang ke tujuan akhir yang berbeda.
Ke arah manakah pengaturan GPS internal Anda? Apakah tujuan untuk
memiliki banyak teman? Apakah supaya menjadi orang terkenal? Apakah
untuk menikmati gaya hidup tertentu? Apakah untuk menjadi yang terbaik
dalam bidang pekerjaan? Apakah kesehatan dan kebahagiaan?
G P S I N T E R N A L K I TA | 97

Anda mungkin akan menjawab, “Saya menginginkan seluruhnya.” Se-


bagian besar dari kita menginginkan semua ini, tetapi adakah satu keinginan
yang lebih utama dariyang lain? Penting sekali untuk memastikan perbe-
daan ini karena pada akhirnya inilah yang akan menentukan tujuanakhir
Anda. Jalan menuju beberapa tujuan akhir yang berbeda mungkin awalnya
akan sama, tetapi yang pasti perjalanan Anda akan sampai pada suatu waktu
ketika jalur itu terpecah dua dan Anda harus memilih antara jalan yang satu
dengan yang lain.
Jadi apakah tujuan Anda yang paling utama? Jika tujuan utama Anda
adalah untuk menjadi murni secara moral, beradab, menjadi orang yang
baik, sehat dan aman secara finansial, maka Anda mungkin akan berakhir di
tempat yang sama dengan pemimpin muda yang kaya raya di bab sebelum-
nya: memiliki semua sifat ini tetapi masih kekurangan satu hal yang paling
penting.
Apabila tujuan utama Anda adalah untuk memiliki banyak teman,
maka Anda akan menjadi seperti Harun, kakak Musa: tinggal di bawah kaki
gunung, sibuk dengan berbagai macam kegiatan sosial—bahkan menjadi
pusat perhatian dan menjadi fasilitator dalam komunitas Anda—tetapi se-
lain itu terseret menjauhi hati Allah. Patung lembu emas yang Anda buat
mungkin akan memuaskan teman dan kenalan Anda, tetapi sayangnya
Anda akan mendapati bahwa akhirnya semua itu justru menjauhkan mereka
dan Anda dari segala hal yang terbaik.
Jika keinginan Anda adalah untuk menjadi seorang pembicara, artis
atau pemimpin terkenal, atau mungkin lebih sederhana lagi, memiliki
sekian banyak pengikut di akun Twitter atau Facebook, Anda mungkin bisa
mendapatkan status ini dalam kehidupan Kekristenan Anda tetapi berakhir
seperti pria yang bernama Uzia, seorang raja bangsa Israel yang terkenal di
negaranya tetapi meninggal dalam pengasingan (lihat 2 Tawarikh 26).
Pengaturan GPS internal Anda mungkin bertujuan untuk lebih berbudi
mulia dan penuh kebajikan. Anda mungkin ingin fokus untuk memberi se-
dekah dengan murah hati kepada kaum miskin dan yang membutuhkan.
Tujuan hidup seperti ini sangat diminati banyak orang saat ini dan memang
98 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

sudah seharusnya. Orang-orang terkesima saat kita melaporkan upaya-upa-


ya yang dilakukan oleh Messenger International guna membantu orang
miskin, orang yang membutuhkan dan korban ketidakadilan sosial. Tetapi
Paulus juga menulis kepada gereja di Korintus bahwa dia bisa memberikan
seluruh harta miliknya dan masih menginginkan sesuatu (lihat 1 Korintus
13:3).
Anda mungkin berusaha untuk menjadi dermawan yang paling murah
hati dalam komunitas Anda—suatu tujuan yang mulia. Namun, pria yang
bernama Ananias beserta istrinya Safira adalah anggota yang cukup terpan-
dang di sebuah gereja di Yerusalem. Suatu hari mereka memberikan sum-
bangan yang cukup besar dari hasil penjualan sebidang tanah yang berharga.
Mereka ingin menunjukkan komitmen mereka untuk membangun Bait
Allah. Mereka mengharapkan banyak pujian, tetapi sebaliknya malah jatuh
ke dalam penghakiman (lihat Kisah Para Rasul 5). Kehidupan mereka ber-
akhir sangat tragis.
Ada saat ketika saya menganggap diri saya sendiri terhormat dan suci.
Setiap hari selama delapan belas bulan lamanya, saya bangun jam 5 pagi dan
berdoa hingga jam 7. Sebagian besar waktu ini dihabiskan dengan menyeru-
kan doa permohonan seperti: “Tuhan, pakailah diriku untuk membimbing
banyak orang kepada keselamatan, memberitakan firman Allah dengan
penuh kuasa, membawa bangsa-bangsa masuk kerajaan-Mu, menyembuh-
kan yang sakit dan membebaskan orang-orang dari belenggu dosa.” Saya
memanjatkan doa-doa ini tanpa henti dan dengan gigih setiap pagi.
Beberapa bulan berlalu dan suatu hari Allah berbicara dalam hati saya:
“Anakku, tujuan doa-doamu salah.”
Saya terkejut! Apakah ada yang lebih baik, lebih mulia dan lebih
menyenangkan hati sang Maha Pencipta daripada doa-doa yang saya pan-
jatkan? Saya bertanya-tanya apakah saya salah mengerti apa yang diutarakan
dalam hati saya. Bagaimana mungkin semua keinginan rohani yang bagus
itu bertujuan salah?
Tiba-tiba saya mendengar Roh Allah berkata lagi: “Yudas meninggalkan
semua miliknya untuk mengikuti Aku. Dia adalah salah seorang dari kedua
G P S I N T E R N A L K I TA | 99

belas rasul terkemuka. Dia memberitakan kerajaan Allah. Dia menyembuh-


kan orang sakit, memberi sedekah kepada orang miskin dan membebaskan
orang-orang dari belenggu dosa. Yudas sekarang ada di neraka.”
Saya gemetar, kaget, dan tercengang. Saya menyadari Yudas memper-
oleh semua yang saya pinta tetapi masih juga tersesat. Mungkin jika dia
meninjau GPS internalnya lebih teliti lagi, akhir hidupnya tidak akan begitu
mengenaskan.
Saya menyadari bahwa tanpa sadar, saya bisa berada dalam kategori yang
sama dengan Yudas. Dengan sepenuh hati saya bertanya, “Apakah yang se-
harusnya menjadi tujuan hidup saya?”

Pemuda Kaya Raya yang Lain

Kali ini Allah menunjukkan seorang pemuda kaya raya yang lain—bukan
orang yang berlari-lari menghampiri Yesus, tetapi yang dibesarkan sebagai
pangeran di Mesir, yang di zaman itu merupakan negara terkuat di muka
bumi ini. Namanya Musa.
Perhatikanlah kehidupan Musa. Dia dibesarkan dengan kondisi tanpa
kekurangan uang, pangan, pakaian, harta kekayaan, ataupun pendidikan.
Kedudukannya selalu diincar banyak orang karena dia memiliki segala yang
terbaik. Tidak ada orang lain yang sekaya dia di dunia ini. Musa selalu me-
ngenakan baju rancangan terbaru, dia dapat berbelanja kapan saja dengan
dana tak terbatas, dan mungkin bahkan memiliki semua “mainan” yang ter-
sedia saat itu. Dia memiliki kereta yang hari ini sekelas dengan Maserati,
Lamborghini atau Ferrari, serta semua model Harley-Davidson. Dan jika
dia enggan mengendarainya sendiri, ada supir limo yang siap sedia kapan
saja.
Musa tidak pernah membersihkan toilet, menggosok bak kamar mandi,
memotong rumput halaman, mencuci mobil, membereskan kamar, mencuci
piring, mencuci pakaian, atau melakukan pekerjaan rumah lainnya karena
dia memiliki pembantu dan asisten untuk mengerjakan semua pekerjaan
itu.
10 0 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Dia memiliki koki kerajaan yang dapat menyiapkan masakan apa saja
sesuai seleranya. Masakan paling lezat di negerinya selalu dia nikmati.
Pekerjaannya sangat menyenangkan. Jika dia mau, dia dapat memimpin
pasukan, merancang bangunan, atau mempersiapkan pesta-pesta besar. Jika
dia ingin bersenang-senang, dia akan menikmati hari pertandingan dan
hiburan malam yang terbaik. Dia bisa mengisi hari-harinya sesuka hatinya.
Dia juga seorang pemuda lajang idaman di negeri itu. Dia bisa berken-
can dan menikahi gadis mana pun yang memikat hatinya—dan bahkan
mengajukan permintaan untuk bertemu dengan wanita-wanita dari negara
lain. Sebenarnya, apabila Musa mau, dia dapat memiliki sejumlah istri dan
selir.
Jika Musa sedang bermurah hati, dia dapat memberikan hadiah-hadiah
yang besar. Dia dapat memanggil Agen Rahasia, polisi atau tentara untuk
melindungi teman-temannya. Dia dapat membantu kaum miskin atau
mengabaikan mereka. Dia dapat memengaruhi industri hiburan di negara-
nya dengan meminta pemain dan aktor terbaik untuk menyenangkan ha-
tinya. Tidak ada sesuatu pun di luar jangkauannya kecuali takhta sang raja.
Kehidupannya seperti sebuah utopia yang dirindukan oleh banyak orang,
namun dia masih belum puas. Kita membaca:

Karena iman maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri
Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari
pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa...
(Ibrani 11:24-25)

Musa memilih untuk menjauhkan diri dari apa yang dapat ditawarkan
oleh negeri yang paling makmur di bumi ini. Mengapa dia meninggalkan
gaya hidup seperti itu? Tidak bisakah dia menemukan kepuasan dalam
melayani Allah sambil tinggal di dalam istana Firaun? Tidak. GPS internal
Musa memerintahkan bahwa keinginan dirinya tidak dapat tercapai di tem-
pat dia berada saat itu, karena penulis kitab Ibrani mencatat hal berikut ini
tentang dia:
G P S I N T E R N A L K I TA | 10 1

Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih


besar dari pada semua harta Mesir, sebab pandangannya ia arahkan ke-
pada upah. (Ibrani 11:26)

Apakah upah yang lebih besar itu? Saat saya melontarkan pertanyaan ini
kepada para pendengar, kebanyakan mereka menjawab Tanah Perjanjian.
Tetapi jika memang demikian jawabannya, maka kita harus bertanya, apa
yang ditawarkan oleh tanah yang penuh dengan susu dan madunya yang
tidak dapat ditemukan di tanah Mesir yang subur? Pada era itu, Mesir kaya
akan hasil bumi dan pertanian. Apakah Tanah Perjanjian lebih baik dari ini?
Bisakah Musa membangun rumah yang lebih indah di negeri yang baru
ini daripada di istana tempat dia tinggal? Saya pikir kita bisa dengan yakin
menjawab “tidak” pada semua pertanyaan ini.
Jadi upah apakah yang dicari Musa? Dia sebenarnya tidak mengetahuinya
pada hari ketika dia meninggalkan istana kerajaan, tetapi dia tahu bahwa ada
hal yang lebih besar—bahkan lebih besar lagi. Dia sedang berjalan menuju
tujuannya dan nantinya akan menemukan apa yang sebenarnya dia cari.
Cobalah melihatnya dengan cara seperti ini. Anda menyukai cuaca
hangat dan suasana pantai dan membenci salju dan cuaca dingin. Saat ini
pertengahan musim dingin dan Anda tinggal di Vermont. Suhu di luar
menunjukkan 20 derajat Fahrenheit di bawah nol, dan Anda mendam-
bakan cuaca yang Anda sukai. Jadi Anda naik mobil ke arah Selatan lewat
Interstate 95, menuju daerah yang hangat. Anda sebenarnya tidak tahu ke
mana tujuan Anda, tetapi Anda tahu bahwa ini jauh lebih baik daripada
membeku dalam kedinginan salju. Di tengah perjalanan, di pompa bensin,
Anda memperhatikan selembar pamflet dengan gambar Palm Beach di Flor-
ida. Anda tersenyum dan berkata, “Ini dia!” Langsung Anda memprogram
alamat yang tertera di pamflet itu ke GPS Anda. Anda sekarang menuju
pantai istimewa sesuai dengan impian Anda.
Hal yang sama terjadi terhadap Musa. Dia meninggalkan istana, sadar
bahwa ada sesuatu yang lebih besar, tetapi dia tidak menemukan upahnya
sampai empat puluh tahun kemudian saat berada di seberang padang gurun
10 2 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

di dekat semak duri tempat dia berjumpa dengan Allah dan mengalami ha-
dirat-Nya. Setelah kejadian ini, GPS internal Musa sudah ditetapkan dengan
pasti. Hadirat Allah adalah upahnya, dan buktinya akan datang menyusul,
setelah dia memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir.

Menolak Tawaran Allah

Bagi Musa, saat itu adalah masa-masa yang sukar dan penuh tekanan. Padang
gurun yang dia lewati bersama bangsa Israel penuh dengan tantangan besar
yang hanya dapat menjadi ringan oleh campur tangan ilahi, namun sering
kali tampak seperti tertunda. Yang membuat situasi menjadi lebih buruk,
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap dia sangat rendah. Di saat yang
penuh gejolak ini, Allah berfirman kepada Musa:

“Pergilah, berjalanlah dari sini, engkau dan bangsa itu yang telah
kaupimpin keluar dari tanah Mesir, ke negeri yang telah Kujanjikan
dengan sumpah kepada Abraham, Ishak dan Yakub... Aku akan meng-
utus seorang malaikat berjalan di depanmu dan akan menghalau orang
Kanaan, orang Amori, orang Het, orang Feris, orang Hewi dan orang
Yebus—yakni ke suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madu.
Sebab Aku tidak akan berjalan di tengah-tengahmu ...”
(Keluaran 33:1-3)

Pikirkanlah kondisi yang dihadapi Musa dan bangsa itu setiap hari.
Mereka tidak mengalami berbagai kondisi yang berbeda—tidak ada lembah
hijau, sungai, hutan, pohon buah-buahan, sumber mata air bersih, tanah
subur atau padang rumput untuk menggembalakan ternak mereka. Sudah
lama sekali mereka tidak melihat pasar, pusat perbelanjaan atau baju baru.
Makanan mereka tidak berubah-ubah: roti aneh yang muncul di atas per-
mukaan tanah enam hari seminggu, dan secara rutin, daging dari burung
puyuh . Untuk membayangkannya, cobalah makan roti yang sama persis,
tanpa makanan lain, selama beberapa bulan. Anda akan memahami kondisi
G P S I N T E R N A L K I TA | 10 3

saat itu.
Kehidupan sangat sulit saat itu. Perbudakan di Mesir memang mengeri-
kan, tetapi berputar-putar di padang gurun juga tampaknya tidak lebih baik.
Namun, bangsa itu memiliki setitik harapan: tanah mereka sendiri, tanah
perjanjian—tanah Kanaan. Allah sudah befirman kepada mereka selama
bertahun-tahun bahwa tanah itu sangat kaya dan subur, berkelimpahan
dengan hasil bumi. Selama ini yang mereka ketahui hanyalah mengerah-
kan seluruh tenaga dan kemampuan terbaik mereka untuk membangun ko-
ta-kota bagi bangsa Mesir dan menerima sisa-sisa yang tidak diinginkan. Tak
lama lagi, mereka akan memiliki kesempatan untuk membangun banyak
rumah, desa, dan kota yang indah milik mereka sendiri—sebuah peradaban
baru yang unik sesuai dengan warisan budaya mereka, memberikan sebuah
peninggalan berharga yang dapat diturunkan ke anak cucu mereka.
Allah telah memberikan perintah kepada pemimpin mereka, Musa,
untuk membawa mereka ke tanah perjanjian. Dia menyatakan akan ada ma-
laikat pilihan Allah yang perkasa untuk menuntun dan melindungi mereka.
Malaikat pejuang ini akan menyingkirkan semua musuh. Tetapi ada syarat-
nya: Allah sendiri tidak akan berjalan di tengah-tengah mereka.
Bisakah Anda membayangkan bagaimana kata-kata ini terdengar di
telinga Anda? Apa yang Anda dan nenek moyang Anda nantikan selama
berabad-abad akhirnya ditawarkan oleh Allah sendiri. Setelah empat ratus
tiga puluh tahun tanpa tempat tinggal, perjuangan keras, memperta-
hankan kelangsungan hidup dan berkekurangan, sekarang berakhir dengan
tawaran ini. Tentu saja Musa akan menerimanya, segera turun gunung, dan
memberitakan kabar luar biasa ini kepada seluruh umatnya. Bangsa Israel
akhirnya akan mengelu-elukan dia sebagai seorang pemimpin besar, dan
tingkat kepercayaannya akan naik ke level tertinggi. Mereka akan meraya-
kannya dan memulai perjalanan menuju tanah perjanjian yang sudah lama
mereka nanti-nantikan.
Hal seperti inilah yang akan terjadi saat itu apabila kebaikan yang “dite-
rima” itu adalah tujuan utamanya. Tetapi, dengarkanlah jawaban Musa
untuk menanggapi tawaran Allah:
10 4 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah suruh kami


berangkat dari sini. (Keluaran 33:15)

Perlu diingat kembali, di manakah dari sini? Tempat itupenuh keku-


rangan, kesengsaraan, tekanan, dan kesusahan—di padang gurun. Musa
memberikan jawaban yang membingungkan, bahkan mungkin tidak masuk
akal bagi orang kebanyakan. Intinya dia mengatakan, “Jika Aku harus memi-
lih antara hadirat-Mu atau berkat-Mu, aku akan memilih hadirat-Mu—bah-
kan di tempat yang serba kekurangan dan kesusahan sekalipun—daripada
berkat-Mu di tengah-tengah lingkungan yang baik.”
Apakah Musa sedang bermimpi? Apakah matahari panas di padang
gurun telah mengacaukan pikiran rasionalnya? Tidak. GPS internalnya
sudah diarahkan kepada hal yang terbaik. Inilah yang mengarahkan dia
untuk mengambil pilihan yang terbaik bahkan ketika Allah sedang me-
nawarkan pilihan yang baik—yang secara logika dan dalam situasi yang
tidak menyenangkan pasti akan mendorong Musa untuk menerimanya.
Tujuan utama Musa—upahnya—adalah untuk mengenal Allah secara
intim. Anda tidak akan pernah sungguh-sungguh mengenal seseorang ke-
cuali Anda menghabiskan waktu bersamanya. Anda dapat tahu tentang se-
seorang tanpa perlu kehadiran mereka, tetapi jika Anda tidak menghabiskan
waktu dalam kehadiran seseorang, Anda tidak dapat sungguh-sungguh me-
ngenal orang itu dengan akrab. Inilah penghargaan tertinggi menurut Musa.
Baginya, tidak ada yang lebih berharga dan tidak ada yang dapat mengha-
langinya, sekalipun itu adalah tawaran baik dari Allah sendiri. Dapatkah
Anda membayangkan betapa senangnya Allah mendengarkan hal ini?
Anda mungkin bertanya, “Mengapa Allah akan bersukacita jika
tawaran-Nya ditolak?” Saya akan menjawabnya dengan sebuah ilustrasi dari
kehidupan saya sendiri.
Lisa dan saya sedang bepergian dan menghabiskan beberapa hari libur
berdua. Ada sebuah lapangan golf yang sangat mengagumkan tidak jauh
dari tempat itu. Saya suka sekali bermain golf dan mengalami bermain di be-
berapa lapangan bagus. Beberapa teman mengajak saya bermain di lapangan
G P S I N T E R N A L K I TA | 10 5

itu, tetapi saya hanya memiliki waktu beberapa hari saja bersama Lisa.
Dengan tulus hati, istri saya yang hebat mengatakan, “John, pergilah
bermain.”
Saya menjawab, “Tidak, Sayang, lebih baik saya menghabiskan waktu
bersamamu.”
Hari-hari itu berakhir dengan indah. Kegembiraan Lisa membuat saya
lebih memilih dia dan bukan bermain golf, dia tahu kecintaan saya terhadap
olah raga itu dan bersenang-senang bersama teman-teman. Lisa memberikan
tawarannya, dia juga tulus, dan dia tidak akan mengubah pikirannya apa-
bila saya menerima tawaran tersebut. Walaupun demikian, di lubuk hatinya
yang dalam, Lisa diam-diam berharap agar saya memilih dia daripada golf.
Inilah prinsip sama yang diungkapkan olehMusa. Allah memberinya
sebuah tawaran, yang pasti juga akan Dia kabulkan. Dia akan mengirimkan
malaikat-Nya yang akan membawa Musa dan bangsa-Nya dengan aman ke
tanah perjanjian. Namun, perjalanan ini tanpa hadirat Allah. Saya percaya
Allah memberikan tawaran yang tulus ini dengan keinginan tak terucapkan
bahwa Musa akan memilih Dia daripada pembebasan langsung dari padang
gurun dan kehidupan yang lebih mudah di negeri yang kaya raya nan elok.
Musa menyatakan dua hal saat menolak tawaran Allah. Yang pertama
dan paling utama, adalah tinggal dalam hadirat Allah jauh lebih berharga
daripada tinggal hanya untuk menikmati berkat-Nya tetapi berada di luar
hadirat-Nya. Yang kedua: Musa percaya akan integritas Allah yang sem-
purna. Walaupun rencana memasuki tanah perjanjian akan tertunda, Musa
tahu bahwa suatu hari Allah pasti akan membawa bangsa Israel ke sana. Dia
tahu bahwa Allah akan menepati janji-Nya. Jika GPS internal Musa tidak
disetel dengan benar, mengingat kondisi saat itu, dia pasti akan menentukan
pilihan yang berbeda.

Pemrograman GPS

Apakah yang awalnya mendorong Musa untuk mengatur GPS internalnya


10 6 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

sedemikian rupa, walaupun bangsa Israel memiliki motif yang sama sekali
berbeda?
Pertanyaan yang sering saya lontarkan kepada para pendengar adalah,
“Ke manakah tujuan Musa ketika dia menuntun bangsa Israel keluar dari
Mesir?”
Setiap kali mayoritas orang menjawab, “Tanah Perjanjian.”
Apakah ini benar? Berkali-kali saat Musa pergi menjumpai Firaun, dia
mengutarakan perkataan Allah kepada raja Mesir itu, “Biarkan umat-Ku
pergi supaya mereka bisa menyembah-Ku di padang gurun.” (Keluaran 7:16;
lihat juga Keluaran 5:1; 8:1, 20; 9:1, 13; 10:3). Tujuh kali, ketika dia mem-
beritahu Firaun ke mana bangsa Israel akan pergi, Musa merangkaikan kata
“menyembah” dan “padang gurun”. Tidak pernah sekali pun dia menyebut-
kan Tanah Perjanjian.
Tujuan Musa adalah untuk memimpin bangsa Israel berjumpa dan
menyembah Allah di padang gurun Sinai. Mengapa dia ingin membawa
mereka keluar dari Mesir langsung menuju Tanah Perjanjian sebelum mem-
bimbing mereka kepada Sang Pemberi Perjanjian terlebih dahulu? Ini berarti
mengutamakan janji-janji melebihi hadirat Allah, dan menuntun mereka
pada pengaturan GPS yang salah.
Sayangnya, para pendeta dan guru di zaman kita sekarang sudah terlalu
sering mempromosikan pilihan janji-janji ini. Saya ingat di tahun 1980 dan
1990-an, saya banyak mendengar tentang apa yang akan Yesus perbuat bagi
kita daripada tentang siapakah Dia sesungguhnya. Jenis pengajaran seperti
ini menghasilkan pengikut-pengikut yang mengatur GPS internal mereka
kepada berkat-berkat Allah melebihi hadirat-Nya. Ini tidak jauh berbeda
dari seorang wanita yang menikahi seorang pria oleh karena hartanya. Wa-
nita itu mungkin mencintai dia, tetapi untuk alasan yang keliru.
Saya menemukan perbedaan yang menarik antara bangsa Israel dan
Musa. Jika Anda mengingat kehidupan bangsa Israel di Mesir, mereka
diperlakukan sangat kejam. Mereka tinggal di gubuk-gubuk reyot, menyan-
tap makanan yang sudah basi dan berpakaian compang-camping. Seluruh
hidup mereka dihabiskan untuk menumpuk harta warisan milik orang lain.
G P S I N T E R N A L K I TA | 107

Punggung mereka penuh dengan bekas luka cambuk para pengawas dan
anak-anak mereka dibunuh oleh tentara Mesir.
Bangsa Israel secara ajaib dibebaskan dari perbudakan Mesir, tetapi tak
lama setelah ekspedisi mereka di padang gurun, mereka sering bersungut-
sungut dan menyatakan keinginan mereka untuk kembali ke tanah Mesir.
Mereka berkomentar seperti, “Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?”
(Bilangan 14:3) dan, “lebih baik bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir
dari pada mati di padang gurun ini” (Keluaran 14:12).
Sekarang pertimbangkan gaya hidup Musa di Mesir yang nyaman dan
kaya raya, seperti yang sudah saya gambarkan sebelumnya. Dia juga mening-
galkan Mesir dan mengalami kehidupan keras di padang gurun, tetapi dia
tidak pernah bersungut-sungut atau mengatakan ingin kembali ke Mesir!
Mengapa? Jawabannya mudah. Musa mengalami perjumpaan dengan ha-
dirat Allah di tengah semak duri yang terbakar. Dia memiliki hak istimewa
untuk mendengar Firman Allah langsung dari mulut Sang Pencipta sendiri.
Bangsa Israel juga memiliki kesempatan yang sama tetapi mereka menjauh-
kan diri dari kesempatan itu. Saya akan menjelaskannya.

Membawamu Kepada-Ku

Setelah keluar dari Mesir, Musa membawa bangsa itu ke gunung Sinai, ke
lokasi yang sama di mana dia telah berjumpa dengan Allah di semak duri.
Ketika mereka tiba, Allah memerintahkah agar Musa memberitahu bangsa
itu:

Kamu sendiri telah melihat apa yang Kulakukan kepada orang Mesir,
dan bagaimana Aku telah mendukung kamu di atas sayap rajawali dan
membawa kamu kepada-Ku. (Keluaran 19:4)

Perhatikanlah perkataan-Nya “membawa kamu kepada-Ku.” Renung-


kanlah kalimat ini. Sungguh luar biasa dahsyatnya apabila Anda memikir-
kan makna yang sebenarnya. Allah, sang Pencipta alam semesta, menjelaskan
10 8 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

tujuan utama untuk membawa bangsa Israel keluar dari perbudakan Mesir
adalah dengan membawa mereka semua kepada-Nya. Dia menginginkan
hubungan yang pribadi dan intim dengan mereka.
Kita harus ingat bahwa Allah menyukai hubungan pribadi dan Dia
memiliki hati Bapa—selalu dan selama-lamanya. Dia ingin sekali mengenal
anak-anak-Nya sama seperti seorang ayah atau ibu rindu menjalin hubungan
dengan bayinya yang baru saja lahir.
Allah telah menampakkan diri-Nya kepada Musa di semak duri. Dia
memberikan hak istimewa kepada dia untuk mengalami hadirat-Nya. Pe-
ngalaman sekali itu saja telah menimbulkan kehausan yang mendalam pada
diri Musa sehingga dia tidak ingin kembali lagi ke Mesir, walaupun gaya
hidupnya di sana jauh lebih baik. Perjumpaan ini mempengaruhi dia secara
signifikan dan mengatur GPS internal Musa dengan mantap.
Musa ingin bangsa Israel juga memiliki pengalaman yang sama seperti
yang dia alami, tetapi yang lebih mengejutkan lagi, Allah juga mengingin-
kan hal ini. Karena Dia sudah menghabiskan waktu bersama Musa di semak
duri itu, maka Musa dapat memperkenalkan Allah kepada bangsa Israel agar
bangsa Israel juga dapat mengenal-Nya.
Bayangkanlah kejadian ini. Ada tiga orang bernama Jordan, Abigail dan
Susan. Jika Jordan dan Abigail sudah pernah bertemu, kemudian Jordan dan
Susan sudah saling kenal, Jordan adalah orang yang tepat untuk memperke-
nalkan Abigail kepada Susan. Musa sudah pernah berjumpa dan melewatkan
waktu bersama dengan Allah. Dia juga sudah menghabiskan waktu dengan
bangsa Israel. Jadi dialah yang memudahkan perjumpaan antara Allah dan
umat-Nya. Allah memerintahkan Musa agar mempersiapkan perjumpaan
mereka dengan pesan ini:

... maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara
segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi. Kamu
akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Inilah
semuanya firman yang harus kaukatakan kepada orang Israel.
(Keluaran 19:5-6)
G P S I N T E R N A L K I TA | 10 9

Mereka adalah bangsa yang istimewa bagi Allah, dan Dia menginginkan
seluruh umat Israel menjadi kerajaan imam—bangsa yang dapat langsung
menghampiri Dia, demi kepentingan mereka sendiri atau orang lain. Intinya
Allah menawarkan persahabatan yang erat. Sungguh hak istimewa yang luar
biasa! Kemudian Allah berfirman:

Pergilah kepada bangsa itu; suruhlah mereka menguduskan diri pada


hari ini dan besok, dan mereka harus mencuci pakaiannya. Menjelang
hari ketiga mereka harus bersiap, sebab pada hari ketiga TUHAN akan
turun di depan mata seluruh bangsa itu di gunung Sinai.
(Keluaran 19:10-11)

Allah memang turun ke gunung pada hari ketiga, akan tetapi respons
bangsa Israel sangat mengecewakan. Mereka menjauh dari Dia dan bukan
datang mendekat kepada-Nya. Mereka berseru kepada Musa, “Engkaulah
berbicara dengan kami, maka kami akan mendengarkan; tetapi janganlah
Allah berbicara dengan kami, nanti kami mati” (Keluaran 20:19).
Bangsa Israel tidak dapat menerima hadirat Allah karena mereka masih
menyimpan Mesir di lubuk hati mereka. Mereka masih mencintai keinginan
mereka sendiri melebihi keinginan-Nya. Mengenal Dia secara pribadi
bukanlah prioritas bagi mereka. Manifestasi hadirat Allah semata-mata
menunjukkan pengaturan GPS internal mereka, tetapi mereka tidak mau
mengubahnya.
Perhatikan kembali perintah Allah, termasuk perintah untuk mencuci
pakaian mereka. Apakah arti pernyataan ini sebenarnya? Apakah Allah ter-
lalu menuntut kebersihan fisik? Untuk mendapatkan jawabannya, kita harus
ingat bahwa dalam Perjanjian Lama, tindakan yang tampak dari luar dimak-
sudkan untuk menyatakan realitas rohani. Kotoran Mesir masih menempel
pada pakaian bangsa Israel. Semua kotoran itu harus disingkirkan sebelum
masuk ke hadirat Allah yang kudus.
Mesir adalah simbol tatanan duniawi yang sudah bejat. Orang-orang
dari dunia itu, hidup untuk memanjakan kedagingan mereka, memuaskan
110 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

keinginan mata, untuk status, reputasi, dan kedudukan tinggi—“keang-


kuhan hidup” (lihat 1 Yohanes 2:16). Di dunia itu, mengenal Allah bukan
fokus utama. Namun, “Bagaimana aku bisa mendapat keuntungan?” adalah
penekanannya.

Allah Tidak Mencari Para Pencari Emas

Sering kali saat saya bepergian, saya menjumpai pria dewasa kaya raya yang
berjalan bersama wanita muda yang cantik jelita dan berusia kira-kira lima
belas sampai dua puluh lima tahun lebih muda darinya. Kerap kali penam-
pilan pria itu sudah terlihat tidak menarik lagi dan bisa disangka ayah dari
wanita itu. Mengapa wanita itu mau hidup atau menikah dengannya?
Dalam hal-hal tertentu yang jarang terjadi, mereka memang saling jatuh
cinta. Namun, sering kali bukan demikian halnya—wanita seperti itulah
yang sering disebut “pencari emas.” Istilah ini adalah sebutan populer atau
ejekan yang kerap digunakan untuk wanita muda yang tidak tertarik pada
pria oleh karena kepribadiannya, melainkan oleh karena gaya hidup yang
bisa dipenuhi pria itu. Wanita itu menginginkan akses ke seluruh kekayaan
dan pengaruhnya. Namun, ini juga bukan sepihak saja, karena keinginan
utama pria itu juga bukanlah semata-mata wanita itu tetapi apa yang wanita
itu dapat perbuat untukmemuaskan sifat egosentris pria itu. Dia ingin me-
mancarkan pribadi yang kelihatannya masih muda dan perkasa, dan tentu
saja, mendapatkan kenikmatan seks.
Pendek kata, masing-masing secara egois mencari apa yang bisa didapat-
kan dari orang lain dan bukannya mengasihi orang itu dengan tulus. Pada
titik tertentu, masing-masing tahu tujuan dari perbuatan masing-masing,
tetapi membiarkannya demi tetap memuaskan nafsu dan keangkuhan diri
mereka. Hubungan yang langgeng bukanlah faktor yang mendorongnya;
namun, motifnya adalah kepuasan egosentris.
Baru-baru ini, saya dan istri berada di sebuah toko mebel dan perleng-
kapan rumah tangga. Selain pramuniaga, pasangan lain yang ada di toko
itu adalah seorang pria paruh baya bersama dengan seorang wanita muda.
G P S I N T E R N A L K I TA | 111

Awalnya saya pikir mereka adalah ayah dan putrinya, tetapi setelah men-
dengarkan percakapan mereka dengan si pramuniaga, saya menyadari kalau
ternyata bukan. Mereka adalah pasangan suami istri yang sedang berbelanja
untuk keperluan rumah baru mereka.
Kami berada di toko itu bersama mereka lebih dari dua puluh menit,
yang memberi saya banyak waktu untuk memperhatikan mereka. Perhatian
saya tertuju pada percakapan mereka yang agak dipaksakan dan penuh ba-
sa-basi. Tampak jelas mereka memiliki sedikit kecocokan dan minat yang
sangat jauh berbeda. Jelas kelihatan tidak ada kasih sayang dan suka cita
dalam hidup mereka. Wanita itu hampir tidak sanggup menatap pasangan-
nya dan raut mukanya kelihatan murung. Dia mengenakan pakaian serba
ketat dan riasan wajah tebal. Sementara itu sang pria tampak seperti anak
muda modern dan bertingkah laku seperti orang kaya yang senang ber-
foya-foya. Dari caranya berbicara, pria itu memastikan si pramuniaga kalau
uang bukanlah masalah baginya.
Setelah melihat pasangan ini, saya menyadari betapa spesialnya hu-
bungan saya dengan Lisa. Saya sangat menyayanginya, bukan karena
penampilan fisiknya saja, walaupun Lisa memang cantik. Lisa juga sangat
menyayangi saya. Kami adalah sahabat karib dan senang menghabiskan
waktu berdua. Saya merasa sedih melihat pasangan di toko itu karena
jelas terlihat kurangnya kasih sayang dalam hubungan mereka. Saya tidak
menceritakan pasangan itu untuk menghakimi mereka; harapan saya agar
mereka akan bertumbuh dalam kasih sayang mereka dan mulai menikmati
kebersamaan mereka. Namun, biasanya ini tidak terjadi karena hubungan
mereka berpijak pada fondasi yang salah.
Bangsa Israel membawa jenis hubungan yang najis seperti ini dari Mesir,
dan Allah tidak menghendaki hubungan yang bersifat dangkal. Dia meng-
hendaki hubungan yang tulus, bukan mencari berkat. Motif duniawi, yang
masih melekat di hati bangsa Israel, tidak dapat membuahkan hubungan
yang sejati karena bersifat mementingkan diri sendiri. Bangsa Israel hanya
dapat mengenal Allah jika mereka menyucikan diri mereka dari kenajisan
ini.
112 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Tetapi bangsa Israel tidak sanggup melepaskan keinginan mereka sendiri


seperti yang Musa perbuat. Hasrat pribadi Musa adalah untuk memiliki
hubungan yang benar dengan Allah. Bangsa Israel hanya menghendaki
manfaat yang didapat dari Allah. Sederhana saja.

Bagaimana dengan Zaman Sekarang?

Sekarang kita hidup di zaman Perjanjian Baru, apakah segala sesuatu sudah
berubah? Bisakah seseorang membawa kenajisan duniawi dalam hati me-
reka dan masih memiliki hubungan yang benar dengan Allah? Apakah kasih
karunia Yesus Kristus telah menghapuskan pentingnya menyucikan diri kita
dari kenajisan dunia? Beberapa ayat Alkitab yang jarang sekali ditekankan
akhir-akhir ini secara khusus berbicara tentang hal ini:

Karena kita adalah bait dari Allah yang hidup menurut firman Allah
ini: “Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di ten-
gah-tengah mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka
akan menjadi umat-Ku. Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka,
dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah
menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu. Dan Aku
akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anak-Ku laki-laki
dan anak-anak-Ku perempuan demikianlah firman Tuhan, Yang Ma-
hakuasa.
Saudara-saudaraku yang kekasih, karena kita sekarang memiliki
janji-janji itu, marilah kita menyucikan diri kita dari semua pence-
maran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan
kekudusan kita dalam takut akan Allah. (2 Korintus 6:16-7:1)

Banyak hal yang dapat disingkapkan dari ayat-ayat di atas. Yang per-
tama, perhatikan kata “menurut firman Allah.” Kapankah Allah pertama
kali menyebutkan kata-kata ini dan apakah konteksnya? Paulus meng-
G P S I N T E R N A L K I TA | 113

utip pernyataan Allah kepada Musa ketika berada di atas gunung dalam
hadirat-Nya:

“Aku akan diam di tengah-tengah orang Israel dan Aku akan men-
jadi Allah mereka. Maka mereka akan mengetahui, bahwa Akulah,
TUHAN, Allah mereka, yang telah membawa mereka keluar dari
tanah Mesir, supaya Aku diam di tengah-tengah mereka; Akulah
TUHAN, Allah mereka. (Keluaran 29:45-46)

Allah mengulangi pernyataan yang Dia sebutkan dalam kitab Keluaran


19: kerinduan-Nya akan hubungan yang tulus. Inilah maksud-Nya, tetapi
bangsa Israel tidak membalas-Nya. Hanya beberapa orang saja seperti Musa,
Daud, Daniel, Yesaya dan beberapa lainnya, yang memiliki hubungan intim
dengan Allah karena mereka memilih untuk melepaskan motif-motif du-
niawi yang mementingkan diri sendiri. Sekarang Paulus menggunakan per-
kataan yang sama untuk mengimbau kita, yaitu orang-orang yang sudah
dibasuh oleh darah Yesus Kristus dan diselamatkan oleh kasih karunia Allah.
Sekali lagi, seperti kita ketahui bahwa, “Aku akan diam di tengah-ten-
gah mereka. Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi
bangsaKu ... jangan menyentuh kekotoran mereka, dan Aku akan menerima
engkau.” Kata-kata ini tidak jauh berbeda dengan apa yang disampaikan
Allah kepada bangsa Israel, tetapi sekarang Dia menyatakannya kepada
bangsa yang baru—kita. Kerinduan-Nya akan keintiman tidak berubah,
tetapi hal itu tidak mungkin bisa terjadi apabila kita masih menyimpan ke-
najisan dunia ini pada pakaian kita. Dia mengundang kita masuk ke dalam
sebuah hubungan yang akrab, tetapi bukan berarti tanpa syarat. Sekali lagi
Dia menjelaskan penghinaan-Nya terhadap hubungan yang hanya mem-
buru berkat.
Allah tidak buta terhadap motif batiniah kita. Dia memerintahkan kita
agar menyucikan diri kita dari semua kenajisan, bukan hanya kedagingan,
tetapi bahkan yang ada dalam hati dan roh kita. Dia tahu apakah kita memi-
liki kenajisan bangsa Mesir pada pakaian kita (kehidupan yang mementing-
114 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

kan diri sendiri) atau seperti Musa, kita mencari kehendak-Nya melebihi
kehendak kita sendiri. Jadi sama seperti Musa memerintahkan bangsa Israel
untuk menyucikan pakaian mereka sebelum berjumpa dan memulai hu-
bungan akrab dengan Allah, kita juga diberitahu oleh rasul Paulus, “Marilah
kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan
dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan
Allah.” Menyucikan diri kita dari kenajisan pola duniawi akan memastikan
GPS internal kita tidak akan tercemar atau memilih yang baik melebihi apa
yang terbaik.
Untuk menjaga agar pengaturan internal GPS kita menuju ke arah yang
paling bermanfaat—yaitu hubungan yang akrab dengan Allah—jelas kesu-
cian adalah faktor utamanya. Di bab-bab berikutnya, kita akan mengung-
kapkan realitas yang menggembirakan ini.
7

C EMBUR U AKAN K I TA
“Dengan siapa hendak kamu samakan Aku,
seakan-akan Aku seperti dia?” firman Yang
Mahakudus. “Arahkanlah matamu ke langit
dan lihatlah: siapa yang menciptakan semua
bintang itu... sambil memanggil nama mereka
sekaliannya? Satu pun tiada yang tak hadir,
oleh sebab Ia maha kuasa dan maha kuat.”
—Y ESAYA 40:25-26

Allahmu sangat cemburu akan kasihmu, hai


orang-orang percaya. Bukankah Dia telah
memilih kamu? Dia tidak tahan apabila kamu
memilih yang lain.
—C HARLES S PURGEON

T idak ada yang lebih memuaskan dan bermanfaat selain berdiam dalam
hadirat Allah. Renungkanlah sejenak: kita bukanlah sekadar berada ber-
sama olahragawan terkemuka, ilmuwan terpandang, artis terkenal, selebriti
populer atau pemimpin dunia yang berkuasa, tetapi Sang Pencipta segala
sesuatu yang dapat dilihat maupun yang tidak. Dialah yang merancangkan
dan menciptakan alam semesta yang sangat luas ini sehingga akal manusia
pun tidak dapat memahami betapa luasnya, namun juga sangat detail se-
hingga atom-atom yang sangat kecil dan kompleks menjadi dasar dari semua
116 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

kehidupan fisik dan materi. Atom-atom ini begitu kecil sehingga, seperti
yang sudah dijelaskan dalam bab sebelumnya, diperlukan sejumlah miliar
atom untuk membentuk garis sepanjang satu inci. Bahkan setelah riset yang
terperinci, para ilmuwan tetap belum dapat memahami seluruhnya.
Tidak ada hikmat, pengetahuan atau pengertian yang bermanfaat dalam
bentuk apa pun yang melebihi Allah. Tidak ada yang harus Dia pelajari,
karena memang Dia sungguh-sungguh mengetahui segalanya—bahkan awal
dan akhir segala sesuatu. Malaikat perkasa selalu berdiri di hadapan-Nya
dengan menutupi wajah mereka dan berseru dalam kekaguman akan per-
nyataan tentang siapakah Diri-Nya. Tidak heran apabila para pria dan wa-
nita bijaksana dari generasi yang telah lampau selalu berupaya memperoleh
hak istimewa untuk menikmati hadirat-Nya.
Sungguh mengejutkan apabila manusia bisa berada dalam hadirat satu
Pribadi yang begitu istimewa. Yang lebih menakjubkan lagi adalah bahwa
Dia menginginkan kehadiran kita jauh melebihi kita sendiri menginginkan
hadirat-Nya. Rasul Yakobus menuliskan:

Janganlah kamu menyangka, bahwa Kitab Suci tanpa alasan berkata:


“Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, diingini-Nya dengan
cemburu!” (Yakobus 4:5)

Merindukan berarti memiliki keinginan atau kerinduan yang sangat


besar akan sesuatu. Ketika saya memikirkan tentang betapa Pribadi yang
mulia ini sangat merindukan saya, saya sangat setuju dengan apa yang Daud
katakan: “Dan bagiku, betapa sulitnya pikiran-Mu, ya Allah! Betapa besar
jumlahnya! Jika aku mau menghitungnya, itu lebih banyak dari pada pasir!”
(Mazmur 139:17-18). Daud berbicara tentang perhatian Allah terhadap
Anda dan saya secara pribadi, dan bukan seluruh umat-Nya secara umum.
Pikiran-Nya tentang Anda melebihi jumlah butiran pasir di atas bumi ini!
Pikirkanlah seluruh pasir yang ada di semua pantai, padang gurun, la-
pangan golf dan taman bermain. Tak terhitung jumlahnya—itulah seluruh
pikiran-Nya.
C E M B U R U A K A N K I TA | 117

Saya akan menunjukkan sebuah perspektif lain. Saya sangat jatuh cinta
kepada istri saya. Kami sudah menikah lebih dari tiga puluh tahun. Saya
punya banyak kenangan indah tentang istri saya—bahkan tak terhitung
jumlahnya. Namun, jika saya dapat menghitung setiap kenangan yang saya
miliki dalam tiga dekade terakhir, tidak mungkin dapat memenuhi satu
kotak sepatu dengan pasir, karena para ilmuwan memperkirakan bahwa ra-
ta-rata ada sekitar 1,8 milyar butiran pasir dalam tiap satu kaki kubik vo-
lume pantai!
Marilah kita memikirkan hal ini lebih jauh lagi. Pernahkah Anda ber-
jumpa dengan orang yang suka membual? Mungkin dia seorang nelayan.
Anda tahu kebiasaannya. Dia mengatakan, “Saya menangkap ikan yang
besarnya sekian!” sambil merentangkan tangannya untuk menunjukkan
betapa besar tangkapannya. Tetapi jika Anda pernah melihat ikan itu, Anda
akan tahu kalau sebenarnya ikan itu berukuran jauh lebih kecil.
Atau bagaimana dengan seorang pria yang suka mengutip statistik
seenaknya saja, melebih-lebihkan data untuk menjelaskan sesuatu. Dia de-
ngan tegas mengumumkan, “Sembilan puluh sembilan persen pria tidak
suka film-film wanita.” Dia belum pernah melihat hasil survey atau statistik
sebenarnya tetapi membual untuk membenarkan penghinaannya terhadap
jenis film seperti ini.
Bagaimana dengan orang yang berkata, “Saya mendoakan Anda,” tetapi
jika boleh jujur, dia mungkin berdoa sekali saja—dan mungkin juga de-
ngan setengah hati. Saya kira semua orang kadang-kadang membual, tetapi
marilah kita bersikap jujur: membual adalah dusta. Namun ada suatu kebe-
naran yang luar biasa: Allah tidak mungkin berdusta! (lihat Bilangan 23:19
dan Titus 1:2). Jika Dia berdusta, itu berarti Dia harus tunduk kepada “bapa
segala pendusta” yaitu Iblis—dan itu tak mungkin terjadi.
Jika Allah mengatakan bahwa pikiran-Nya tentang Anda melebihi bu-
tiran pasir di bumi ini, Anda dapat percaya sepenuhnya.
Dapatkan Anda memahami betapa Dia sangat memikirkan Anda? Co-
balah Anda mempertimbangkan pikiran Anda sendiri tentang kehidupan
ini. Apakah Anda banyak berpikir tentang seseorang yang tidak Anda sukai
118 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

atau dekat dengan Anda? Dia juga demikian! Roh Allah yang tinggal di
dalam kita sangat merindukan—menginginkan dan mendambakan keha-
diran kita. Singkatnya, Allah ingin mengenal Anda lebih intim, seperti seo-
rang sahabat karib.

Kecemburuan Allah

Marilah kita meninjau kembali perkataan Yakobus: “Janganlah kamu men-


yangka, bahwa Kitab Suci tanpa alasan berkata: ‘Roh yang ditempatkan Allah
di dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu!’?” Kata kuncinya adalah
cemburu. Apakah implikasinya di sini? Saya akan menjelaskannya demikian.
Maukah istri saya lebih intim dengan saya—berbagi rahasia, keinginan dan
hasrat hatinya—jika saya sedang memiliki hubungan dengan wanita lain?
Tidak mungkin! Jika kita merenungkan ayat ini dalam hal konteksnya, kali-
mat sebelum ayat ini berkata:

Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa
persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah?
(Yakobus 4:4)

Inti dari kalimat ini adalah, “Apakah Anda mencari hubungan dengan
dunia? Jika demikian, maka Anda adalah orang yang tidak setia!”
Yakobus menulis hanya kepada orang-orang Kristen, karena lima belas
kali dalam kitab ini dia mengatakan “saudara-saudaraku.” Kalimatnya jelas
ditujukan kepada mereka yang memiliki hubungan dengan Allah, yang
sudah menerima Yesus Kristus dalam hidup mereka. Inilah kebenarannya:
kita melakukan perzinaan terhadap Allah apabila kita masih bermain-main
dengan dunia.
Melanjutkan ilustrasi saya, jika saya sedang memiliki hubungan dengan
wanita lain, Lisa bukan saja tidak ingin berbagi hal-hal yang bersifat intim
dengan saya, tetapi dia juga akan marah dan cemburu—dan memang seha-
rusnya demikian. Saya sudah membuat komitmen untuk menjadi miliknya
C E M B U R U A K A N K I TA | 119

dan hanya miliknya seorang. Saya mengingkari janji saya dan masih juga
berdusta.
Yakobus mengawali pernyataannya dengan, “Janganlah kamu me-
nyangka, bahwa Kitab Suci tanpa alasan berkata...?” Dia sebenarnya meng-
gunakan referensi beberapa ayat Kitab Suci, dan bukan hanya satu. Allah
berulang kali menyatakan diri-Nya:

“...Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu...”


(Keluaran 20:5)

“...TUHAN, yang nama-Nya Cemburuan, adalah Allah yang cem-


buru.” (Keluaran 34:14)

“Sebab TUHAN, Allahmu, adalah api yang menghanguskan, Allah


yang cemburu.” (Ulangan 4:24)

Ada banyak ayat lain yang menyebutkan kecemburuan Allah. Pada


dasarnya, ayat-ayat tersebut berkaitan dengan hubungan kita dengan Dia.
Sebelum melangkah lebih jauh, saya akan menerangkannya: Allah tidak
mengatakan bahwa Dia cemburu karena Anda; namun, Dia cemburu ke-
pada Anda. Ada perbedaan besar. Dia menginginkan kesuksesan Anda, Dia
ingin agar Anda menjadi hebat, Dia senang agar Anda beroleh kelimpahan,
dan kehendak-Nya adalah supaya Anda menjadi produktif (lihat Yosua
1:8; Amsal 4:8; Matius 25:29; dan Yohanes 15:8). Kecemburuan-Nya se-
mata-mata berkaitan dengan kerinduan-Nya untuk dekat dengan Anda.
Dia tidak bersedia membagikan Anda dengan kekasih yang lain, terutama
dunia ini. Yakobus hanya ingin mengingatkan orang-orang percaya tentang
bagaimana Allah memandang ketidaksetiaan mereka. Jika kita berlaku tidak
setia terhadap Allah, kemarahan-Nya akan berkobar dalam kecemburuan.
Ini bukanlah persoalan sepele.
120 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Kemarahan bukanlah satu-satunya emosi yang disebabkan oleh ketidak-


setiaan dalam sebuah hubungan ikat janji. Sudah sering saya mendengar
pasangan yang patah hati menceritakan kepada saya tentang keguncangan,
kekecewaan, kebingungan, kesedihan, dan kemarahan yang timbul dalam
diri mereka. Mereka akhirnya ditinggalkan dan dikhianati oleh orang yang
mereka anggap layak menerima seluruh hidup mereka, dan berbagai macam
perasaan berkecamuk di sanubari yang paling dalam. Saya mendengarkan
seorang istri yang penuh kebingungan berseru, “Mengapa suamiku tega
melakukan hal ini walaupun aku sudah mengandung anak-anaknya dan
memberinya seluruh kehidupanku yang terbaik?”
Dapatkah Anda bagaimana membayangkan perasaan Allah? Dapatkan
Anda membayangkan emosi yang berkecamuk dalam sanubari-Nya ketika
kita berlaku tidak setia? Paulus menulis, “Sebab aku cemburu kepada kamu
dengan cemburu ilahi” (2 Korintus 11:2).
Paulus, berbicara atas nama Allah, menggambarkan perasaan Allah ke-
pada kita saat kita mengejar seseorang atau sesuatu untuk menggantikan
kedudukan-Nya. Yeremia juga mengutarakan hal yang sama: “Tidak tersem-
buhkan kedukaan yang menimpa diriku, hatiku sakit pedih” (Yeremia 8:18).
Kita harus ingat bahwa kita diciptakan menurut gambar Allah, jadi sama
seperti perasaan kita, Allah juga dapat merasakannya!
Allah cemburu karena Dia telah memberikan hidup-Nya bagi kita. Dia
telah mengorbankan segalanya untuk menjadikan hubungan yang kekal
mungkin terjadi. Hati dan roh-Nya sangat marah dan sedih ketika kita tidak
setia kepada-Nya. Dengarkanlah perkataan-Nya:

“...Tetapi umat-Ku melupakan Aku, sejak waktu yang tidak terbilang


lamanya. Alangkah baiknya engkau mengatur jalanmu untuk mencari
percintaan! Sebab itu juga engkau membiasakan segala jalanmu kepada
kejahatan. Engkau berkata: ‘Aku tidak bersalah!’ Memang, murka-Nya
telah meninggalkan aku! Sesungguhnya Aku akan membawa engkau ke
pengadilan, oleh karena engkau berkata: ‘Aku tidak berdosa!’” (Yeremia
2:32-33, 35)
C E M B U R U A K A N K I TA | 12 1

Sering kali, kita tidak sadar bahwa kita telah berlaku tidak setia terha-
dap Allah, apalagi menyadari sungguh besar ketidaksetiaan kita. Diperlukan
kebenaran untuk membukakan mata kita. Hati kita semakin tidak peka ter-
hadap hati-Nya yang hancur dan roh-Nya yang berduka. Allah bertanya,
“Seharusnya mereka merasa malu, sebab mereka melakukan kejijikan; tetapi
mereka sama sekali tidak merasa malu dan tidak kenal noda mereka” (Yere-
mia 6:15). Sama seperti Yeremia dan nabi-nabi lain telah menunjukkan keti-
daksetiaan bangsa Israel, Paulus dan Yakobus juga melakukan hal yang sama
dalam kitab Perjanjian Baru.

Duniawi

Dalam upaya mengupas perkataan Yakobus yang penting itu, kata Yunani
untuk sahabat dan persahabatan adalah philos dan philia. Beberapa kata
yang digunakan untuk menjelaskan philos adalah suka¸bersahabat, dan “ber-
teman”; dan philia didefinisikan sebagai “sahabat” atau “bersahabat.” Ten-
tang kata philia, W.E. Vines menjelaskan dalam kamus lengkapnya, “Artinya
termasuk ‘tujuan untuk mencintai dan dicintai.’” Pikirkanlah hal ini dengan
mengacu pada perkataan Yesus:

“Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai


miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah
memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu.”
(Yohanes 15:19)

Anda tidak lagi menjadi bagian dari dunia, walaupun sebelumnya per-
nah. Anda sekarang menjadi milik Allah. Orang yang sebelumnya tinggal
dalam tubuh Anda sudah mati ketika Anda menyerahkan diri kepada Yesus.
Ciptaan yang baru telah muncul. Anda lahir baru sebagai orang yang memi-
liki hubungan ikat janji dengan Allah.
Yesus mengatakan bahwa tanda sesungguhnya jika seseorang benar-be-
nar menjadi milik Allah adalah dia akan dibenci oleh dunia. Bertanyalah
122 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

dengan jujur kepada diri Anda sendiri, “Apakah saya dibenci oleh dunia?”
Apakah orang-orang Kristen yang Anda kenal dibenci oleh dunia? Jika
benar, jadi bagaimana kita dapat hidup, bertindak dan berbuah dalam
dunia? Bagaimana kita dapat menjangkau dunia? Apakah kita tidak akan
dapat menjangkau jiwa-jiwa yang terhilang dengan lebih efektif apabila
dunia mencintai kita? Pertanyaan-pertanyaan sulit ini perlu dibahas, dan
kita akan membahasnya di bab-bab berikutnya.
Rasul Yohanes mengulas sisi lain dari pernyataan Yesus. Dia memerin-
tahkan kita dengan tegas, “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang
ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa
tidak ada di dalam orang itu” (1 Yohanes 2:15).
Yesus, Yakobus, dan Yohanes semuanya menggunakan pernyataan keras
saat berbicara tentang orang yang memiliki hubungan pribadi dengan Allah
dan dengan dunia, demikian juga sebaliknya. Mereka menghubungkan
konsep persahabatan, mencintai dunia ini, dan dunia yang mencintai kita
dengan gambaran seperti perzinaan, kebencian, perseteruan, dan kasih Allah
yang tidak ada di dalam kita. Sebelum memberi komentar akan pernyataan
yang kontroversial ini dan apa implikasi dari persahabatan dengan dunia,
kita harus lebih dahulu mengetahui apakah dunia itu.
Bahasa Yunani untuk dunia adalah kosmos. Artinya adalah “dunia di
masa sekarang, tatanan segala sesuatu yang ada saat ini, yang berlawanan
dengan kerajaan Allah; dan termasuk di dalamnya sesuatu yang transient,
tidak berharga, dan... keinginan yang berubah-ubah.” 9 Marilah kita mem-
bahas definisi ini satu demi satu.
Transient adalah akar kata dari transience yang berarti “sesuatu yang tidak
kekal, tidak dapat bertahan lama, atau permanen.” Jika kita melihat ke be-
lakang dan seirinh berjalannya waktu, masyarakat kita selalu berubah. Peru-
bahan, kebanyakan bersifat baik; berarti ada kemajuan, perkembangan, dan
pertumbuhan. Tetapi, perubahan moral sering kali menyimpang jauh dari
hal-hal yang awalnya baik bagi Allah.
Dalam masyarakat kita, sesuatu yang dapat diterima secara moral dan
lumrah terjadi saat ini sering kali tidak lazim dan dianggap salah di masa
C E M B U R U A K A N K I TA | 123

lampau apabila dilihat dari segi moral dan sosial. Sebagai ilustrasi, mari kita
melihat sebuah pola yang paling mudah. Misalnya sebuah film tertentu-
berkualitas PG-13. Ada banyak sekali film yang berjajar di deretan film-
film laris terbaru. Namun sering kali, kesuksesan besar film ini terlihat jelas
dipenuhi dengan pelanggaran susila. Jenis film ini menayangkan perca-
bulan, homoseksualitas, atau perzinaan yang diminati banyak orang. Sering
kali film ini juga memuat perilaku yang tidak senonoh, pencurian, pem-
bunuhan, dan bahkan ilmu sihir. Namun bukan karakter-karakter “jahat”
dalam cerita itu yang terlibat dalam pola perilaku ini tetapi justru para tokoh
dan rekan-rekannya. Sering kali dialognya dipenuhi dengan berbagai macam
bahasa kotor, termasuk menyebut nama Allah dengan sembarangan.
Kita belajar untuk menerima, bahkan sudah menduga hal seperti ini
terdapat dalam film-film. Tetapi, jika film-film yang sama itu ditayangkan
dalam bioskop di tahun 1950-an, maka para penonton awam akan gempar!
Orang-orang Amerika akan geram oleh karena bahasa kotor, ketelanjangan,
dan tontonan perbuatan asusila. Protes keras bangsa ini yaitu, “Mengapa
film ini menunjukkan dua orang yang belum menikah tetapi tinggal ber-
sama—bahkan memperlihatkan mereka tidur bersama—seolah-olah tin-
dakan mereka dapat diterima? Mengapa ini digambarkan sebagai gaya hidup
yang lumrah? Sulit dipercaya! Sangat memalukan! Tidak tahu adat!” Dan
masyarakat umum akan memboikot film tersebut.
Jadi apa yang telah terjadi? Apakah Allah telah memperkenalkan stan-
dar baru tentang apa yang wajar, dapat diterima dan baik? Apakah jalurnya
sudah bergeser? Apakah kita sudah bertumbuh menjadi lebih dewasa? Apa-
kah kita terlalu kaku di tahun lima puluhan silam? Apakah ini yang disebut
progres?
Apabila kita meninjau hasil statistik yang sebenarnya, kita akan mene-
mukan bahwa perubahan drastis dalam dunia perfilman adalah semata-mata
cerminandari perubahan standar moral yang ada dalam masyarakat. Pene-
litian terakhir menunjukkan bahwa jumlah wanita muda yang tinggal ber-
sama kekasih mereka telah meningkat lebih dari tiga kali lipat sejak tahun
1982. 10 US News & World Report melaporkan bahwa antara tahun 2006
124 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

dan 2010, hampir separuh wanita (48 persen) yang berusia antara lima belas
sampai empat puluh empat tahun tinggal bersama pasangan mereka sebe-
lum menikah, naik 11 persen sejak tahun 2002 dan melonjak 41 persen
sejak tahun 1995.11 Saya dapat memberikan data statistik selanjutnya ten-
tang budaya kita yang terus berubah, tetapi itu bukanlah fokus saya di sini.
Dunia juga memelihara hal-hal yang tidak berarti. Ada beberapa perkem-
bangan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat kita sekarang ini yang
memang berharga. Kemajuan yang kita alami di bidang ilmu pengetahuan,
teknologi, komunikasi, kedokteran, dan lain-lain sangat berguna bagi umat
manusia karena meningkatkan kemampuan produktivitas kita. Ini sejalan
dengan perintah Allah yang pertama untuk “berkembang biak dan bertam-
bah banyak” (Kejadian 1:22).
Tetapi, apakah perubahan moral kita menambahkan nilainya? Ataukah
perubahan itu berlandaskan keserakahan, hawa nafsu, atau status? Apakah
kita telah meningkatkan cara membesarkan anak dengan memaksa mereka
untuk dibesarkan oleh sepasang wanita atau sepasang pria yang mengaku
sudah menikah? Apakah susunan keluarga seperti ini lebih baik bagi si anak
dibandingkan dengan pemeliharan seorang ibu yang penuh kasih sayang
dan ayah yang maskulin, ataukah perubahan ini dibuat untuk memuaskan
keinginan yang berubah-ubah (karakteristik terakhir dalam definisi kosmos)?
Apakah seorang pria dan wanita yang hidup bersama, dibandingkan
dengan yang berkomitmen pada pernikahan, memberikan rasa aman ke-
pada anak-anak mereka, ataukah susunan keluarga ini hanya demi memuas-
kan keinginan kedua orangtua tersebut yang mementingkan diri sendiri dan
tanpa komitmen? Apakah menyelewengkan kebenaran dan menggunakan
teknik-teknik tipu muslihat demi meningkatkan penjualan akan mengun-
tungkan pelanggan atau hanya demi memuaskan keserakahan si penjual?
Apakah mariyuana yang dilegalkan meningkatkan aktivitas sel otak? Bu-
kankah penelitian sains yang diterbitkan sering melaporkan berkurangnya
sel-sel otak akibat penggunaan narkoba ini? Apakah ada keinginan yang
tidak menentu ini yang membawa kita lebih dekat kepada Sang Khalik.
C E M B U R U A K A N K I TA | 125

Kitab Suci mengatakan bahwa jalan dunia ini sudah diatur oleh roh-roh
durhaka yang dengan licik bekerja di tengah-tengah masyarakat generasi ini
(lihat Efesus 2:2). Sederhananya, kosmos adalah peradaban yang diciptakan
oleh pikiran-pikiran yang telah dibutakan. Rasul Yohanes tanpa ragu-ragu
menuliskan, “seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat” (1 Yohanes
5:19). Secara progresif, dunia ini lambat laun terhanyut menjauhi kehendak
dan otoritas Allah. Sebagian besar bentuknya tidak secara terang-terangan
bertentangan atau jahat; namun, perubahannya diselubungi kedok progres
atau kebaikan. Namun kenyataan yang sebenarnya adalah dunia ini telah
memikat hati penghuninya untuk menjauh dari kehendak Sang Pencipta.
New International Encyclopedia of Bible Words mendefinisikan kata ini
lebih dalam lagi. Dinyatakan bahwa, “Keduniawian bukan saja berarti ter-
libat dalam praktik-praktik yang dipertanyakan banyak orang. Mengadopsi
perspektif, nilai-nilai dan sikap budaya kita, tanpa menelitinya terlebih da-
hulu dengan Firman Allah adalah tindakan membabi buta.” 12 Secara sing-
kat, dalam hal keduniawian, kita adalah sumber yang mengatur standar apa
saja yang dianggap baik dan jahat. Perspektif, nilai dan sikap yang men-
dasarinya berakar dalam kenikmatan daging, kepuasan mata, dan kehausan
akan status, reputasi dan kedudukan:

Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jika-
lau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam
orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan da-
ging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal
dari Bapa, melainkan dari dunia. (1 Yohanes 2:15-16)

Perhatikan kalimat “semua yang ada di dalam dunia.” Inilah cara sing-
kat untuk mendeteksi pengaruh duniawi—atau seperti perkataan Yakobus,
bagaimana cara mengenali para pezina yang sedang mengincar Anda.
Tolong dengarkan saya, para pengikut Kristus: dunia ini sedang mengin-
car Anda. Ajakan dunia ke dalam sebuah hubungan sering kali disertai
dengan bujuk rayu yang memikat hati, logika, sanjungan, kesempatan,
126 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

kekuasaan, pengaruh, dan—biasanya—janji-janji keuntungan pribadi dan/


atau kepuasan pribadi. Tidak jauh berbeda dengan cara pendekatan ular ter-
hadap Hawa. Tidak jauh berbeda dengan wanita pezina yang mengincar
pria idamannya. Dia akan berbuat seolah-olah semuanya dilakukan demi
kepentingan pria itu, padahal kenyataannya semuanya adalah bagian dari
perangkapnya. Perangkap itu pelan-pelan menjebak sasaran korbannya se-
hingga wanita itu dapat mewujudkan semua keinginannya pada pria itu.
Perangkap duniawi secara diam-diam akan menjebak para korbannya—
orang-orang yang mengaku Kristen—agar dapat memenuhi hasratnya untuk
memikat orang-orang percaya agar menjauh dari hadirat, hidup dan berkat
Allah. Penulis kitab Amsal dengan tegas menyatakan bahwa rumah dunia ini
adalah jalan ke dunia orang mati, yang menurun ke ruangan-ruangan maut.
Dia memperingatkan bahwa karena banyaklah orang yang gugur ditewaskan-
nya, sangat besarlah jumlah orang yang dibunuhnya (lihat Amsal 7:21-27).

Hal-Hal yang Bukan Duniawi

Mengenai definisi dunia, banyak yang menekankan pada bentuk dan bukan-
lah motif dibaliknya. Hati saya sedih apabila mendengar bagaimana proses
berpikir orang-orang percaya yang dibesarkan atau saat ini terperangkap
dalam legalisme. Legalisme sering diutarakan, dan kata ini kerap diartikan
sesuka hati. Oleh karena itu, sebelum kita melanjutkan, marilah kita men-
definisikannya. Kamus mendefinisikan legalisme sebagai “kepatuhan yang
sangat ketat...terhadap undang-undang atau ketentuan, terlebih kepada de-
tail sekecil-kecilnya dan bukan pada maksud yang sebenarnya.” Lebih jauh
lagi, definisinya adalah, “menghakimi perbuatan dalam hal kepatuhan ter-
hadap undang-undang yang tepat.”
Banyak dari kita telah mendengar cerita-cerita mengerikan sehubungan
dengan bentuk Kekristenan yang tidak berjiwa ini. Para pendeta memukul-
kan Alkitab pada mimbar mereka, mengumumkan aturan dan peraturan
yang harus diperhatikan dan dipatuhi dengan saksama. Mereka memberi-
kan cap “duniawi” kepada para wanita yang mengenakan celana panjang,
C E M B U R U A K A N K I TA | 127

pakaian modis, perhiasan, rias wajah, tindik, atau rambut pendek, modern
atau dicat warna. Kaum pria juga tidak terlewatkan dari khotbah dari mim-
bar mereka: mode mutakhir dicibir, demikian juga tindik dan panjangnya
rambut.
Tidak berhenti di situ saja. Hukuman langsung dijalankan begitu ada
orang yang terlihat berpesta dengan orang-orang berdosa. Mereka yang me-
nonton bioskop atau bentuk hiburan lainnya dikritik. Pertemanan di luar
lingkungan orang-orang yang “layak diterima” dicibir, dan upaya apa pun
untuk menjangkau jiwa-jiwa yang terhilang dengan cara-cara kreatif sering
kali dicap durhaka. Termasuk dalam daftar yang tidak diperbolehkan adalah
berdansa, menghadiri acara-acara sosial tertentu, segala bentuk musik seku-
ler, menonton televisi, peralatan untuk mengubah suasana seperti lampu
sorot dan kabut asap—dan ini hanyalah daftar pendek dari berbagai pera-
turan yang untuk “mengikut Yesus dan menjauhkan diri dari dunia.”
Saya baru saja menuliskan daftar tujuan yang jelas dari kaum legalis;
tetapi ada bentuk-bentuk legalisme yang lebih terselubung yang sama ba-
hayanya. Jenis ini adalah kriteria yang dipaksakan—sering kali dipaksakan
oleh diri sendiri—oleh orang-orang untuk mendapatkan keselamatan, ber-
tumbuh secara rohani, atau menghakimi penampilan luar orang lain. Be-
berapa contoh mengenai hal ini adalah berdoa berjam-jam, berpuasa, atau
membaca beberapa bagian Alkitab setiap hari. Tentu saja semua ini pada
dasarnya adalah kebiasaan yang banyak manfaatnya, namun tidak boleh
dilakukan dengan maksud untuk meraih tingkat kerohanian yang lebih
unggul.
Bisa saja kita sedang bergumul untuk menerima pengampunan, jadi
kita tidak tahan pada dorongan untuk menghukum diri sendiri dengan cara
tertentu untuk menebus kesalahan yang telah kita perbuat. Hal ini menga-
lihkan fokus kita dari darah Yesus dan membawa kita kembali kepada hasil
perbuatan kita.
Legalisme dapat berwujud kepercayaan bahwa kita memiliki akses yang
lebih besar kepada Allah karena kita telah melayani dengan tekun dalam
pelayanan atau gereja. Atau kita percaya bahwa doa kita lebih cepat di-
128 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

dengar karena kita belum melakukan dosa-dosa yang signifikan akhir-akhir


ini. Cara berpikir yang tidak terungkapkan ini, adalah bahwa kita dapat
mengisi laporan bank kerohanian kita dengan perbuatan baik, amal atau
hasil usaha. Legalisme tidak mengizinkan orang untuk beristirahat atau me-
nikmati hidup karena adanya tekanan yang mendorong untuk selalu sibuk
“melayani Allah,” baik dalam administrasi gereja, bekerja sebagai sukarela-
wan, atau memberikan kekayaan kita kepada orang miskin. Kasih bukanlah
motivasinya; tetapi berupaya untuk mendapatkan perkenanan Allah.
Contoh klasik dari tipe legalisme seperti ini adalah orang Farisi yang
menghakimi orang berdosa yang terkenal di kotanya dengan membanding-
kan gaya hidupnya sendiri dengan gaya hidup pemungut cukai (sama de-
ngan anggota mafia di zaman sekarang). Orang Farisi ini secara berlebihan
mengucap syukur kepada Allah atas perilakunya yang baik: dia tidak ber-
buat dosa, tidak menipu orang lain seperti si mafia, tidak berbuat zina, rutin
berpuasa dan berdoa, dan memberi banyak sedekah kepada rumah ibadah.
Ironisnya, saat pemimpin rohani ini menyombongkan perbuatannya dan
menuding kekurangan sang pemimpin sindikat, orang berdosa yang terke-
nal itu sedang berada di belakang rumah ibadah berdoa memohon ampun
kepada Allah. Yesus berkata bahwa orang kedualah yang dibenarkan oleh
Allah, dan bukan pemimpin “sempurna” yang mematuhi semua peraturan.
Tipe legalisme seperti ini berakar pada roh-roh duniawi karena ber-
fokuspada status, kecongkakan, atau kepuasan diri karena telah mengikuti
sejumlah peraturan yang ditetapkan oleh diri sendiri atau orang lain. Per-
buatan ini menyimpang jauh dari ketergantungan akan kuasa Allah, karena
membalikkan fokus kita kepada diri kita sendiri. Hal ini juga menjauhkan
kita dari sukacita yang menyertai hadirat Allah.
Ada teman saya seorang pengusaha yang sangat efektif dalam menjang-
kau jiwa-jiwa. Dia dibesarkan dalam prinsip legalisme tetapi telah dibebaskan
dari belenggu tersebut. Pernah dia mengatakan, “John, saya pernah berpikir
bahwa segala sesuatu yang menyenangkan atau memancing tawa atau suk-
acita adalah hal-hal duniawi, dan dipandang sebagai sesuatu yang terlarang.”
Pendeta dan para pemimpinnya hanya terfokus pada penampilan luar se-
C E M B U R U A K A N K I TA | 129

seorang, dan bukan watak hati mereka. Gerejanya tidak memiliki banyak
pengaruh terhadap orang-orang di luar kelompok mereka. Sayangnya para
pemimpin gereja ini tidak sungguh-sungguh mendengarkan perkataan Pau-
lus: “Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal
kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus” (Roma 14:17).
Ada sukacita besar dan abadi ketika kita berada dalam Roh. Sukacita itu
akan menarik orang-orang yang terhilang, karena dunia ini tidak memiliki-
nya. Yesus juga menarik bagi mereka yang tulus hatinya, bahkan bagi para
pendosa yang terkenal dalam masyarakat. Barangsiapa yang mencoba mem-
peroleh keselamatan atau bertumbuh dalam Kristus melalui ajaran-ajaran
atau kepercayaan yang bersifat legalistik tidak akan memiliki sukacita yang
sejati. Mereka hidup dalam dunia yang kecil karena orang-orang yang tidak
sepaham dengan mereka akan tersisihkan.
Alangkah lebih baik jika para pemimpin gereja dari pengusaha ini dapat
merenungkan kembali pernyataan Paulus dalam suratnya yang lain:

Apabila kamu telah mati bersama-sama dengan Kristus dan bebas


dari roh-roh dunia, mengapakah kamu menaklukkan dirimu pada
rupa-rupa peraturan, seolah-olah kamu masih hidup di dunia: jangan
jamah ini, jangan kecap itu, jangan sentuh ini; semuanya itu hanya
mengenai barang yang binasa oleh pemakaian dan hanya menurut
perintah-perintah dan ajaran-ajaran manusia. Peraturan-peraturan ini,
walaupun nampaknya penuh hikmat dengan ibadah buatan sendiri,
seperti merendahkan diri, menyiksa diri, tidak ada gunanya selain untuk
memuaskan hidup duniawi. (Kolose 2:20-23)

Menariknya, Paulus menghubungkan aturan-aturan legalistik seperti


ketaatan, penyangkalan diri dan penyiksaan diri, dengan kuasa roh-roh dunia
ini. Bukan berarti bahwa tindakan percabulan, perzinahan, pembunuhan,
pencurian, mabuk-mabukan dan lain-lain tidak berdosa. Itu hanya bentuk
lain dari hal-hal duniawi. Mereka yang terbelenggu oleh legalisme sering kali
tidak menyadari bahwa hal-hal duniawi yang mereka kecam begitu keras
13 0 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

dalam khotbah-khotbah mereka sebenarnya sama dengan prinsip yang telah


membelenggu mereka.
Kunci dari perkataan Paulus dapat ditemukan dalam kalimat berikut
“dapat menaklukkan keinginan jahat manusia.” Legalisme tidak menyucikan
hati manusia—dan hati manusia adalah sasaran dunia ini. Oleh karena ini,
seperti kita ketahui, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena
dari situlah terpancar kehidupan” (Amsal 4:23).
Yesus menyatakan, “Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik
dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-
hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat” (Matius 12:35). Semua
ini mengacu pada apa yang kita simpan dalam hati kita dan kita anggap ber-
harga. Kuduskanlah hati, maka kehidupan lahiriah akan mengikuti, sejalan
dengan apa yang Allah pandang baik.
Intinya adalah, cengkeraman duniawi bukanlah dari luar tetapi dari
dalam. Berasal dari keinginan, maksud, dan motif dari hati dan pikiran.
Inilah medan peperangan; inilah tempat jaringan itu terjalin. Inilah tempat
persahabatan atau perzinahan dengan dunia dimulai dan akhirnya dilaku-
kan. Dan ini mudah terjadi pada orang yang jarang datang ke gereja maupun
yang tidak pernah absen ibadah dan sangat aktif dalam pelayanan gereja.
Dengan pemahaman yang lebih akan perbedaan antara hal-hal yang
bersifat duniawi dan yang bukan, marilah kita mengalihkan perhatian kita
kepada persahabatan. Bagaimana kita bisa masuk ke dalam hubungan per-
sahabatan dengan dunia? Bagaimana kita melakukan perzinahan dengan
dunia ini? Inilah yang akan menjadi fokus kita di bab selanjutnya.
8

PERSAHABATA N
Sebab jikalau kita, ketika masih seteru,
diperdamaikan dengan Allah oleh kematian
Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang
telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan
oleh hidup-Nya!
—R OMA 5:10

Di mana hatimu bertaut dan dicurahkan, di


situlah sebenarnya Allahmu
—M ARTIN L UTHER

S ahabat. Kita semua memiliki dan menyukai mereka. Waktu saya masih
muda, dua orang sahabat akrab saya adalah Danny dan Glenn. Saya
banyak menghabiskan waktu luang bersama mereka. Kami bermain olah
raga, naik sepeda, bereksplorasi, permainan ciptaan sendiri, jalan-jalan ke
kota, atau duduk-duduk saja dan mengobrol santai. Obrolan kami berki-
sar seputar hal-hal yang penting bagi kami: teman-teman lain, perempuan,
sekolah, kegiatan sosial, atletik, rencana karier, dan berbagai macam topik
lainnya. Persahabatan kami umumnya cukup sehat. Kami mendorong satu
sama lain supaya bisa menjadi lebih baik, lebih tangguh, dan lebih dewasa
dan meraih cita-cita kami. Kami saling melindungi, saling menolong dan
membantu di saat-saat susah. Singkatnya, saya suka menghabiskan waktu
bersama teman-teman kesayangan saya.
132 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Bagaimana dengan Anda? Pikirkanlah teman-teman Anda di masa lalu.


Tanyakan kepada diri Anda sendiri, apakah kunci utama sebuah persa-
habatan? Saya yakin Anda setuju bahwa melewatkan waktu bersama-sama,
berhubungan dan memahami satu sama lain, dan berbagi minat yang sama
adalah yang utama. Kasih, kepercayaan, hormat, selera humor dan keco-
cokan juga sangat penting. Memang ada beberapa komponen lain, tergan-
tung pada tiap individu; tetapi, hal terpenting bagi kita semua adalah bahwa
kita menikmati kebersamaan kita.
Kitab Suci menyatakan hal-hal positif tentang persahabatan. Salah satu
ayat kesukaan saya adalah, “[Seperti] minyak dan wangi-wangian menyu-
kakan hati, [persahabatan yang indah menyegarkan jiwa]” (Amsal 27:9
The Message). Kita tidak diciptakan untuk hidup sendirian; kebersamaan
menyegarkan kita. Elemen penting inilah yang tidak ada di awal pencip-
taan Allah. Dia berfirman, “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja”
(Kejadian 2:18). Kita diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya, termasuk
menginginkan dan menikmati persahabatan.
Tetapi ada juga sisi lainnya. Yesus, Yakobus dan Yohanes berkata tentang
persahabatan tertentu yang tidak baik. Dengarkan lagi perkataan rasul ini:
“Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa per-
sahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa
hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah” (Ya-
kobus 4:4). Nadanya bukan hanya kritis, tetapi juga tegas, gamblang, dan
keras! Jadi marilah kita bertanya, apa saja indikator dari terlibat persahabatan
dengan dunia?

Perselingkuhan Secara Umum

Dalam bab sebelumnya, kita belajar kata philia yang berarti “menjadi saha-
bat” atau “bersahabat” dan juga memiliki arti “mengasihi dan juga dikasihi.”
Encyclopedia of Bible Words menyatakan lebih lanjut, “Dalam dunia Yunani,
arti persahabatan dikembangkan lebih jauh lagi. Philia... digunakan dalam
pengertian umum ‘kenalan,’ dan juga dalam pengertian yang lebih akrab
P E R S A H A BATA N | 13 3

yaitu ikatan kasih sayang sejati yang mendalam dan bersifat pribadi.” Intinya,
kata yang digunakan oleh Yakobus ini berlaku pada gambaran umum ten-
tang persahabatan. Kita semua tahu ada beberapa tingkat hubungan, dan
persahabatan yang dimaksud oleh Yakobus ini berbicara tentang makna
secara keseluruhan. Selanjutnya, persahabatan dalam arti luas ini langsung
dikaitkan dengan ketidaktaatan.
Berlaku tidak setia terhadap Allah tidak jauh berbeda dari skenario
khas perselingkuhan seorang suami, jadi marilah kita meninjau tahap-tahap
dalam perselingkuhan yang lazim. Dalam kebanyakan kasus, sang suami
dan kekasihnya tidak langsung berakhir di tempat tidur saat pertemuan per-
tama. Ada tahap pacaran yang terjalin; baik sengaja maupun tidak sengaja.
Dimulai dengan perjumpaan biasa dan saling berkenalan. Ini bisa terjadi
lewat media sosial atau perjumpaan langsung. Ada gejolak dalam hati yang
ditimbulkan oleh perkenalan ini. Kerap kali ketertarikan pria tersebut mun-
cul karena keintiman yang tidak terpenuhi dengan istrinya. Dalam beberapa
kasus tertentu yang jarang terjadi, ketertarikan semata-mata terdorong oleh
keinginan akan hubungan yang lebih bersifat fisik dan emosional. Interaksi
awal tampaknya tidak berbahaya, tetapi di setiap kontak selanjutnya, keter-
tarikan masing-masing bertambah. Akhirnya mereka saling bertukar nomor
ponsel dan e-mail.
Ketertarikan tersebut makin lama makin meningkat ketika sang pria
berinteraksi dengan si wanita melalui SMS, e-mail, percakapan telepon,
atau sekadar “berpapasan” dengannya. Kontak ini memperdalam kual-
itas pembicaraan mereka. Mereka saling merindukan, tetapi tidak pernah
mengakuinya. Daya tarik yang tak terungkapkan menambah sensasi dalam
kelanjutan hubungan ini. Mereka sudah jauh melampaui batas-batas persa-
habatan yang seharusnya.
Akhirnya rencana dibuat untuk tahap berikutnya—minum kopi, makan
siang atau bertemu di tempat sepi. Biasanya di saat inilah perasaan satu sama
lain diungkapkan.
Wanita itu sekarang terus memenuhi pikirannya dan sang pria rindu
ingin bersamanya. Dia mengangankan dan merencanakan bagaimana me-
13 4 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

reka bisa pergi bersama tanpa sepengetahuan istri dan teman-temannya.


Hati pria ini tidak lagi merindukan istrinya, tetapi justru wanita ini. Ke-
tika sedang bersama-sama istrinya, pria ini tidak sepenuhnya menaruh per-
hatian, karena pikiran dan angan-angannya berada bersama kekasihnya.
Hanya tinggal menghitung waktu sebelum pria dan kekasihnya itu berakhir
di atas ranjang.
Bagaimana awalnya? Dimulai dari pikiran dan percakapan yang tidak
sepantasnya pada tahap perkenalan. Sampai pada tahap manakah hubungan
ini akhirnya menjadi perselingkuhan? Apakah terjadi waktu mereka bertukar
informasi kontak atau saat mereka berdua saling bertemu? Ataukah terjadi
ketika pria itu menyentuh sang wanita pertama kali? Ciuman pertama me-
reka? Ataukah terjadi waktu mereka melepaskan pakaian dan bersetubuh?
Sebenarnya perselingkuhan terjadi sebelum adanya tanda-tanda ini.
Yesus menjelaskan hal ini ketika Dia dengan tegas menyatakan, “Tetapi Aku
berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta meng-
inginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya” (Matius 5:28)
atau jika diterjemahkan secara harfiah dari Alkitab versi The Message: “Tetapi
janganlah kamu mengira bahwa kamu telah mempertahankan kegagahamu
hanya karena menjauh dari pembaringan. Hatimu bahkan lebih cepat terce-
mar oleh nafsu birahi daripada tubuhmu.” Hati tempat kita hidup; per-
buatan kita akan mengikutinya. Perselingkuhan dimulai ketika kasih sayang
pria itu beralih ke wanita lain—kira-kira pada tahap perkenalan.

Persahabatan dengan Dunia

Dunia ingin memikat kita untuk meninggalkan “cinta pertama” kita dengan
cara yang sama. Awalnya dimulai dengan membangkitkan ketertarikan kita.
Yang membangkitkan bisa saja humor, kesenangan, kenyamanan, kegembi-
raan, intrik, kesuksesan, atau apa saja yang menarik. Tidak berbeda dengan
contoh yang saya berikan, tahap perkenalan bisa saja terjadi lewat media
atau perjumpaan langsung. Ini kerap terjadi karena ketidakpuasan dalam
hubungan kita dengan Allah. Kita telah kehilangan gairah dari persahabatan
P E R S A H A BATA N | 135

kita dengan-Nya. Saat-saat persekutuan kita dengan Dia terasa kering dan
membosankan. Kebutuhan kita akan persahabatan menarik kita ke arah lain.
Daya tarik dunia bertambah seiring berjalannya waktu. Dalam waktu
singkat, seluruh pikiran dan perasaan kita terikat. Jika kita meneliti perkataan
Paulus kepada dua jemaat yang berbeda, kita akan menemukan peringatan
yang, jika didengarkan, akan melindungi kita supaya tidak tergelincir ke
dalam perselingkuhan dengan dunia:

Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah


perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan
Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.
(Kolose 3:1-2)

Sudahkah Anda membacanya dengan teliti? Jika belum, bacalah sekali


lagi dan perhatikan baik-baik dua kata yang ditulis miring, carilah dan pikir-
kanlah. Pikiran kita tertuju pada apa yang kita cari. Sebelum saya melanjut-
kan, marilah kita meninjau lebih cermat kata-kata Paulus kepada jemaat di
Roma. Sekali lagi, perhatikanlah kata pikirkanlah:

Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang


dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal
yang dari Roh. Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan
Roh adalah hidup dan damai sejahtera. Sebab keinginan daging adalah
perseteruan terhadap Allah... (Roma 8:5-7)

Hal yang menarik, perhatikanlah kata perseteruan. Inilah kata Yunani


yang juga digunakan dalam Yakobus 4:4 yaitu echtra. Strong mendefinisikan-
nya sebagai “permusuhan...alasan untuk pertentangan.” Sekali lagi Paulus
berbicara kepada orang-orang percaya yang berhubungan dengan dunia.
Bukan hanya cinta saya terhadap Lisa yang menghalangi saya untuk
berselingkuh dengan wanita lain. Tetapi juga karena saya tidak ingin meng-
hadapi kemarahannya. Tentu saya akan menjadi sasaran kebenciannya. Saya
136 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

tidak ingin orang yang saya cintai menjadi benci, marah, dan kecewa ter-
hadap saya. Namun, ini adalah contoh kecil dibandingkan dengan apa yang
diutarakan oleh Paulus dan Yakobus, karena tidak ada orang Kristen ber-
pikiran waras yang mau menghadapi murka Allah. (Ingatlah, Yakobus dan
Paulus sedang berbicara kepada orang-orang percaya).
Yunus mengalami murka Allah, dan dia berakhir dalam muntahan ikan
besar. Samson juga mengalaminya, dan dia jatuh ke dalam perbudakan dan
kehilangan penglihatannya. Eli mengalaminya, dan dia mati di hari yang
sama ketika kedua anaknya tewas. Ada contoh-contoh lain seperti Saul,
Bileam, Yoab, Aleksander si tukang besi, dan banyak lagi yang lain. Mem-
buat Allah murka adalah gagasan yang buruk.
Jika Anda ingin contoh yang lain, dalam Perjanjian Baru, perhatikan-
lah komentar Yesus terhadap jemaat-jemaat di kitab Wahyu. Jemaat ini
benar-benar ada dengan orang-orang percaya yang sudah lahir baru. Ke-
pada salah satu jemaat yang berkompromi dengan hubungan mereka, Allah
memperingatkan akan mengambil kaki dian mereka—terang mereka (lihat
Wahyu 2:5). Jemaat lain diperingatkan bahwa Allah akan “memerangi me-
reka” (lihat Wahyu 2:16). Jemaat lainnya diancam Allah dengan “ranjang
orang sakit” dan “kesukaran besar” (lihat Wahyu 2:22). Yang lainnya dipe-
ringatkan bahwa Dia akan “datang seperti pencuri” (lihat Wahyu 3:3), dan
yang lainnya lagi diperingatkan bahwa Dia akan “memuntahkan” mereka
dari mulut-Nya (lihat Wahyu 3:16). Pokoknya: Anda tidak mau mengha-
dapi murka Allah!
Dalam Roma 8:5, perhatikan kata “set their minds” atau “memikirkan”.
Kata kuncinya adalah set (tertuju). Marilah kita merenungkan kata ini. An-
daikan saat ini musim dingin dan suhu di rumah Anda diatur pada 70 de-
rajat Fahrenheit. Suhu udara di luar adalah -5 derajat Fahrenheit. Karena
terburu-buru, seorang anggota keluarga Anda pergi dan tidak menutup
rapat pintu depan. Dia pergi begitu saja, dan beberapa menit kemudian
angin kencang mendorong pintu depan terbuka. Anda sedang berada di ba-
gian rumah yang lain, dan tak lama kemudian Anda merasakan suhu udara
dalam rumah Anda turun drastis. Anda ingin tahu mengapa hal ini terjadi
P E R S A H A BATA N | 137

dan menemukan pintu depan terbuka lebar dan angin dingin berembus
masuk. Anda segera menutup pintu, tetapi sekarang suhu di dalam rumah
Anda di bawah 60 derajat. Lalu apa yang terjadi? Ketika suhu menurun,
termostat (alat pengatur suhu secara otomatis yang bekerja karena peru-
bahan suhu) memberi sinyal kepada perapian untuk menyala sampai suhu
dalam rumah Anda kembali pada suhu yang telah diatur sebelumnya. Tanpa
adanya campur tangan Anda, suhu kembali ke 70 derajat.
Marilah kita kembali ke contoh pria yang berselingkuh tadi. Beberapa
tahun sebelumnya, saat berpacaran dengan istrinya, seluruh cinta dan ha-
sratnya tertuju kepadanya. Pria itu mendambakan berada bersamanya, sa-
ngat akrab dengannya, dan akhirnya bagaimana dia akan meminangnya.
Wanita itu selalu ada dalam pikirannya saat dia bangun tidur, ketika sedang
bekerja, waktu terjebak macet di jalan, dan terutama saat dia sedang berba-
ring di ranjang pada malam hari. Pendek kata, di saat pria itu sedang tidak
menggunakan pikirannya untuk hal-hal tertentu, angan-angannya tertuju
kepada apa yang sudah diatur sebelumnya: kepada calon istrinya.
Teman-temannya terkadang mendapati dia sedang melamun ketika me-
reka sedang mengobrol. Mereka bahkan bertanya, “Hai, Bung, pikiranmu
sedang ke mana?”
Dengan tersipu malu dia akan menjawab sambil lalu, “Maaf, kawan-
kawan, saya sedang banyak pikiran.” Dia memungkiri yang sebenarnya
supaya teman-temannya tidak kecewa apabila mengakui bahwa dia sedang
memikirkan calon istrinya. Pikirannya sudah terpatri.
Tetapi selang beberapa tahun kemudian, setelah mereka bertunangan,
menikah, memiliki anak, dia mendapati dirinya berada dalam sebuah perse-
lingkuhan dengan wanita lain. Pola yang sama telah berkembang. Wanita
itu selalu ada dalam benaknya. Saat dia sedang tidak menggunakan otak-
nya, pikirannya kembali kepada pengaturan awal. Bahkan ketika bersama
dengan istrinya, cintanya tertuju kepada kekasih gelapnya. Dia mencari
dan merindukan wanita itu karena pikirannya telah terpatri padanya. Sama
seperti termostat yang secara otomatis mengembalikan suhu ruangan ke
138 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

pengaturan suhu sebelumnya, pikiran kita juga akan kembali kepada penga-
turan sebelumnya.
Apa hubungan kisah ini dengan orang-orang percaya? Saat kita pertama
kali diselamatkan, kita diliputi dengan cinta. Kita memikirkan tentang Yesus
saat bangun tidur, sarapan, di dalam mobil, di tempat kerja, waktu makan
siang, selesai bekerja, ketika sedang sendirian dan terutama waktu sedang
berbaring di ranjang pada malam hari. Kita merindukan saat persekutuan
dengan Roh-Nya. Kita dengan antusias menantikan kebaktian berikutnya,
ingin menjangkau dan menceritakan Yesus kepada orang lain, atau berbicara
dengan teman-teman seiman tentang jalan-jalan Allah. Pendek kata, Dia
memenuhi seluruh pikiran kita; cinta kita tertuju kepada-Nya.
Waktu terus berlalu. Tadinya kita tidak sabar menantikan kebaktian,
mengalami hadirat-Nya, memuji Dia, dan mendengarkan firman-Nya. Se-
karang kita memang hadir secara fisik, tetapi sebenarnya tidak demikian.
Pikiran kita dengan mudah beralih kepada tim olah raga favorit kita, obral
murah di pusat perbelanjaan terdekat, kencan berikutnya, transaksi bisnis
yang masih menggantung, pesta di tempat kita diundang, dan banyak lagi
hal lainnya. Apa yang telah terjadi? Apakah pikiran kita benar-benar sudah
melantur ataukah benak kita beralih ke arah yang sudah diatur sebelumnya,
kepada hal-hal yang kita cari dengan sepenuh hati? Apakah kita memiliki
kekasih lain tanpa kita sadari?

Kisah Saya

Saya akan menceritakan sebuah kisah. Saya kuliah di Universitas Purdue dan
di tahun kedua, ada dua orang saudara dari kelompok persaudaraan datang
ke kamar saya dan membagikan Empat Hukum Rohani dari Campus Cru-
sade. Mata rohani saya terbuka, dan saya memberikan hidup saya kepada
Yesus. Dalam waktu singkat, saya berapi-api dengan gairah bagi Allah. Dia
begitu nyata, dan saya sangat jatuh cinta kepada Yesus dan sungguh ber-
syukur akan kebebasan yang Dia berikan. Saya membagikan tentang Dia ke-
pada siapa saja yang mau mendengarkan, dan bahkan kepada mereka yang
P E R S A H A BATA N | 139

tidak mau mendengarkan! Saudara-saudara dari kelompok persaudaraan itu


mencegah saya (mengeluarkan saya dari kelompok) karena saya selalu mem-
bahas tentang Yesus kepada semua orang di setiap pesta kami.
Ada beberapa gadis yang bergabung dengan kelompok kami yang
kami sebut “little sisters” atau adik-adik. Dua dari mereka memang saudari
kandung, dan di antara mereka ada yang telah tidur dengan kurang lebih
separuh dari enam puluh lelaki dalam kelompok kami. Jika ada dari kami
yang ingin berhubungan seks, mereka tahu bahwa gadis-gadis itu adalah
pilihan yang cepat dan mudah.
Beberapa orang dari kami membimbing salah seorang wanita itu kepada
Yesus, dan dalam waktu dua puluh empat jam dia menuntun saudarinya
kepada Tuhan. Tanpa kami berkata apa pun tentang tabiat buruk mereka,
mereka segera berhenti berhubungan seks dengan kawan-kawan dari kelom-
pok kami. Namun, mereka mulai bersaksi kepada pria-pria yang pernah
tidur dengan mereka. Orang-orang dalam kelompok kami menjadi jengkel.
Saya dianggap sebagai biang keladinya, karena saat itu saya yang memimpin
pendalaman Alkitab untuk seluruh mahasiswa kampus di asrama kelompok
kami.
Akhirnya, wakil presiden kelompok ini datang ke kamar saya dan ber-
kata, “John, kami akan mengeluarkan kamu dari sini.” Kemudian dia ber-
kata—inilah tepatnya—“Mengapa kamu tidak bisa seperti orang Kristen
lainnya yang ada dalam kelompok kita?” Dia berbicara tentang pria-pria lain
yang datang ke gereja pada hari Minggu tetapi berzina dengan pacar mereka,
mabuk-mabukan dalam pesta kami, dan ikut serta dalam tindakan tidak
senonoh lainnya yang dianggap normal dalam asrama.
Waktu itu adalah masa yang sulit, tetapi walaupun pimpinan kedua
dalam kelompok kami itu sudah berjanji untuk mengeluarkan saya, namun
hal itu tidak pernah terjadi. Menariknya lagi, mereka tidak mendapatkan
cukup banyak suara untuk mengeluarkan saya. Kami telah membimbing
banyak orang kepada Kristus dan mereka semua mendukung saya.
Beberapa bulan setelah berjumpa dan jatuh cinta dengan Yesus, tibalah
musim football. Saat itu saya sudah mahasiswa tahun ketiga, dan seperti
14 0 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

tahun-tahun sebelumnya, saya memegang tiket tahunan untuk menon-


ton pertandingan. Pada dua tahun pertama, saya tidak pernah melewatkan
pertandingan walau hanya sekali, tetapi kali ini saya begitu bergairah akan
Yesus sehingga saya menggunakan waktu selama pertandingan football untuk
mempelajari Alkitab. Asrama kelompok persaudaraan menjadi sedang sepi
karena semua orang sedang menonton pertandingan. Itulah kesempatan
untuk berdoa dan bersekutu dengan Allah. Tak seorang pun yang pernah
berkata kepada saya, “Kamu seharusnya tidak pergi ke pertandingan foot-
ball,” dan saya juga tidak pernah berpikir bahwa menonton pertandingan
itu salah. Sebenarnya, di tahun berikutnya saya justru menonton banyak
pertandingan. Saya tidak pergi menonton di tahun ketiga karena waktu itu
adalah kesempatan untuk bersama-sama dengan Allah. Saya benar-benar
bergairah untuk mengenal Dia. Pikiran saya tertuju pada perkara yang di
atas.
Saat saya lulus dari universitas Purdue dengan gelar sarjana teknik mesin,
banyak teman dari kelompok persaudaraan dan mahasiswa lain yang sudah
menerima Tuhan Yesus—termasuk calon istri saya, Lisa, yang saat itu diang-
gap sebagai salah satu wanita yang paling liar di kampus. Kesungguhan cinta
saya terhadap Yesus sangat menular, dan orang-orang biasanya menyukai
atau membenci saya. Tidak ada yang setengah-setengah: jika Anda berjumpa
John Bevere, Anda akan segera tahu ke mana pikiran dan hatinya tertuju
karena gairah itu tercurah keluar dari dalam diri saya. Saya tidak jauh ber-
beda dari seorang penggemar setia tim olah raga atau pria yang sedang dima-
buk cinta dengan seorang wanita.
Lalu saya pindah ke Dallas, Texas. Enam bulan kemudian Lisa juga
pindah ke Dallas dan tak lama kemudian kami menikah. Saya bekerja di
Rockwell International sebagai insinyur. Sekali lagi saya berjumpa dengan
orang-orang yang tidak menyukai gairah saya akan Yesus. Mereka berpikir
saya terlalu blak-blakan dan mereka tidak memahami mengapa saya tidak
menyukai lelucon jorok mereka, diskusi yang tidak pantas dan pergi mi-
num-minum usai kerja. Tetapi karena berada di lingkungan profesional,
P E R S A H A BATA N | 141

pandangan dan tingkah laku saya lebih dapat diterima dibanding di kelom-
pok persaudaraan.
Dua puluh dua bulan kemudian saya diajak untuk bergabung menjadi
staf gereja kami, salah satu gereja terbesar dan paling dikenal di Amerika
yang memiliki banyak pengaruh internasional. Gereja itu memiliki lebih
dari empat ratus pegawai untuk mendukung pelayanan penjangkauan, dan
diundang untuk masuk ke tim mereka adalah hal yang sungguh luar biasa
bagi saya. Rasanya seperti cara terbaik untuk masuk ke surga! Saya berpikir
penganiayaan saya akan berakhir sekarang karena saya bekerja dengan orang-
orang Kristen. Saya tidak lagi akan mengalami pertempuran sengit seperti
yang terjadi sewaktu kuliah dan di Rockwell International.
Waktu itu, Dallas Cowboys adalah salah satu tim terbaik dalam Liga
Football Nasional. Saya bukanlah penggemar mereka karena saya dibesar-
kan di Michigan, tetapi saya mendengarkan para staf berbicara tentang
tim Cowboys setiap Senin. Mereka akan berkumpul sambil menikmati
kopi mereka dan mengobrol dengan penuh semangat tentang data statistik
pertandingan sehari sebelumnya, permainan yang hebat, kemenangan dan
kekalahan mereka.
Karena penasaran, saya mulai menonton tim Cowboys di televisi. Awal-
nya saya hanya menonton seperempat atau dua pertandingan saja. Saya suka
menonton tim Cowboys karena mereka mengesankan. Ada manfaat lain
juga: saya memiliki kesempatan untuk berdiskusi dengan cerdas mengenai
pertandingan-pertandingan ini dengan orang lain di kantor gereja.
Awalnya kelihatan tidak merugikan ataupun berbahaya. Namun selang
beberapa waktu kemudian, kesukaan saya terhadap tim Cowboys menjadi
semakin kuat, dan saya mulai menonton seluruh pertandingan. Saya bahkan
berbicara dengan TV dengan penuh gairah, bersorak, dan kadang-kadang
berteriak kepada para pemain. Akhirnya ada saat di mana saya tidak pernah
melewatkan waktu untuk menonton setiap pertandingan atau bagian seke-
cil apa pun. Bahkan di luar musim pertandingan, saya dan rekan kerja saya
melanjutkan percakapan tentang cara mereka merekrut pemain dan betapa
hebatnya tim Cowboys tahun depan. Saya sering memikirkan tim ini, bah-
142 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

kan ketika saya tidak sedang membicarakan statistik tim dengan rekan-rekan
kerja, saya sudah menjadi penggemar berat mereka!
Ketika musim pertandingan berikutnya tiba, saya diliputi kegairahan.
Tiap minggu selesai kebaktian, saya buru-buru pulang dan menghidupkan
TV bahkan sebelum mengganti pakaian gereja. Kadang kala saya hanya
duduk terpaku di depan televisi walaupun rasanya tidak nyaman dengan
pakaian yang saya kenakan (setelan jas dan berdasi) dan apalagi jika perlu ke
kamar mandi. Saya benar-benar tidak ingin ketinggalan setiap pertandingan.
Waktu istirahat separuh permainan, barulah saya pergi ke kamar dan
berganti pakaian. Jika Lisa memerlukan bantuan, lupakan saja. “Sayang,
tim Cowboys sedang bertanding.” Kami makan saat istirahat separuh per-
mainan, atau bahkan lebih baik lagi, seusai pertandingan—tidak pernah saat
pertandingan sedang berlangsung.
Saat itu saya sudah tahu semua statistiknya. Saya akan menganalisisnya
dengan cermat dan memikirkan bagaimana tim Cowboys bisa bertanding
lebih baik lagi. Sayalah yang memimpin percakapan di kantor. Saya akan
membanggakan performa para pemain yang berbeda saat pertandingan.
Obrolan kami tidak hanya pada hari Senin tetapi selama seminggu penuh.
Ada beberapa orang di gereja saya yang memiliki tiket tahunan, dan saya
selalu siap apabila ada yang mengajak saya menonton pertandingan.
Marilah kita bergerak maju ke musim pertandingan berikutnya, yaitu
setahun kemudian. Beberapa saat sebelumnya saya sedang mendoakan se-
suatu yang saya pikir cukup sederhana dan tampaknya sepele. Namun, saya
tidak menyadari kalau doa itu akan merubah hidup saya. Doa saya adalah,
“Tuhan, aku mohon agar Engkau menyucikan hatiku. Aku ingin hidup
suci dan dikuduskan bagi-Mu, jadi apabila ada sesuatu dalam hidupku yang
tidak berkenan di hati-Mu, ungkapkanlah dan singkirkanlah.” Saya tidak
mengira betapa dalamnya doa ini dan apa yang akan segera terungkap.
Musim pertandingan akan segera berakhir dan pertandingan penentuan
akan segera tiba. Hari itu adalah waktu pertandingan yang sangat penting.
Tim Cowboys bermain melawan Philadelphia Eagles. Pemenang pertan-
dingan akan melanjutkan ke pertandingan penentuan berikutnya dan yang
P E R S A H A BATA N | 14 3

kalah akan keluar. Saya terpaku di depan televisi, tidak lagi duduk di atas sofa
tetapi berdiri. Pertandingan itu terlalu seru untuk disaksikan sambil duduk.
Waktu itu seperempat final dengan waktu kurang dari delapan menit yang
tersisa sebelum pertandingan berakhir. Tim Cowboys ketinggalan empat
poin dan pemain gelandang utama mereka membawa timnya bergerak ke
tengah lapangan. Saya berjalan mondar-mandir di sela-sela pertandingan,
berteriak frustrasi karena permainan yang jelek atau bereaksi dengan kegi-
rangan pada permainan yang bagus. Ketegangan itu begitu menyenangkan.
Tiba-tiba, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, Roh Allah mendesak
saya untuk berdoa. Ada dorongan mendadak yang meliputi saya: Berdoa,
berdoa, berdoa! Rasanya seperti ada sebuah beban yang kuat dan berat me-
nekan di lubuk hati saya. Saya sudah mulai mengenali bahwa dorongan
seperti ini terjadi apabila Roh Allah ingin Anda menyendiri dan berdoa.
Lisa tidak ada di dekat saya, jadi saya berteriak, “Tuhan, pertandingan-
nya tinggal delapan menit lagi. Aku akan berdoa setelah ini selesai.” Do-
rongan itu berlanjut dan tidak mau berhenti.
Beberapa menit berlalu. Masih mencari-cari bantuan, saya berteriak,
“Tuhan, aku akan berdoa lima jam penuh setelah pertandingan ini berakhir.
Tinggal enam menit lagi!”
Tim tersebut membawa bola ke tengah-tengah lapangan. Saya tahu pasti
mereka akan kembali dan memenangkan pertandingan penting ini. Tetapi,
dorongan untuk berdoa tetap tidak mau pergi dari diri saya. Malah, la-
ma-lama semakin kuat. Saya menjadi kecewa. Saya tidak mau menjauh dari
pertandingan ini. Saya berkata lagi dengan lantang, “Tuhan, saya akan ber-
doa seharian—kalau perlu sampai malam jika itu yang Engkau kehendaki!”
Saya menonton pertandingan itu sampai selesai. Tim Cowboys menang
dan seluruh lapangan gempar oleh luapan sukacita. Saya juga ikut bergabung
dengan sorak kegirangan para penonton. Tetapi, saya sudah berjanji kepada
Allah. Saya segera mematikan televisi. Saya langsung pergi ke kantor saya di
lantai atas, menutup pintu, dan berlutut di atas karpet untuk berdoa. Tetapi
dorongan untuk berdoa sudah tidak ada lagi. Tidak ada lagi beban, bahkan
perasaan sedikit pun. Semuanya lenyap.
14 4 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Saya mencoba membangkitkannya. Saya berusaha untuk berdoa tetapi


perkataan saya hambar dan datar. Tidak butuh waktu lama sebelum saya
menyadari apa yang terjadi. Saya telah memilih pertandingan Dallas Cow-
boys di atas kehendak Allah. Saya jatuh tersungkur di atas karpet dan
mengerang, “Allah, jika ada orang yang bertanya kepadaku, ‘Siapakah yang
lebih penting dalam hidupmu, Allah atau Dallas Cowboys?’ Tanpa ragu-
ragu aku akan menjawab, ‘Allah, tentu saja!’ Tetapi aku baru saja menunjuk-
kan siapa yang lebih penting. Engkau membutuhkanku, tetapi aku memilih
pertandingan football daripada Engkau. Mohon ampuni aku!”
Saat itu juga saya mendengar dalam hati saya, “Anakku, Aku tidak
menginginkan pengorbananmu untuk berdoa selama lima jam. Aku meng-
inginkan ketaatan.”

Kesetiaan yang Terbagi

Saya diliputi kesedihan karena tidak setia terhadap Dia yang telah memberi-
kan hidup-Nya bagi saya. Semua itu hanya demi sesuatu yang berasal dari
dunia ini—segala sesuatu yang menyita hati, jiwa, dan pikiran mereka yang
tidak memiliki sumber hidup lainnya. Kecintaan saya jelas-jelas tertuju pada
tim football.
Berdasarkan kejadian ini, perhatikan baik-baik perkataan Yakobus:

Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa
persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi
barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya
musuh Allah. Janganlah kamu menyangka, bahwa Kitab Suci tanpa
alasan berkata: “Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, di-
ingini-Nya dengan cemburu! Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan
mendekat kepadamu. Tahirkanlah tanganmu, hai kamu orang-orang
berdosa! dan sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua hati!
(Yakobus 4:4-5, 8)
P E R S A H A BATA N | 14 5

Kesetiaan saya terbagi. Kesetiaan akan terlihat dari keputusan yang kita
ambil dan semata-mata bukan dari perkataan yang kita ucapkan. Ada ba-
nyak orang yang mengaku setia, tetapi perbuatan mereka terbukti lain. Apa-
kah ini sebabnua Firman Tuhan berkata, “Banyak orang menyebut diri baik
hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?” (Amsal 20:6)
Saat itu saya mengatakan dengan sungguh-sungguh, “Yesus adalah
yang terpenting dalam hidup saya, melebihi segala sesuatu atau orang lain!”
Tetapi, pilihan saya terbukti lain. Perbuatan kita adalah level komunikasi
yang lebih tinggi daripada perkataan kita.
Rasul Yohanes memberikan versi Perjanjian Baru dari Amsal 20:6: “...
marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan ...tetapi dengan perbuatan
...” (1 Yohanes 3:18). Sejujurnya tim Dallas Cowboys telah merebut posisi
cinta pertama saya. Saya telah menyebabkan Roh yang hidup di dalam saya
menjadi cemburu. Bahkan setelah saya membaca peringatan dalam Kitab
Suci, saya masih buta terhadap pernyataan itu. Allah bermurah hati dan
menunjukkan kesalahan saya.
Yohanes juga menulis:

Anak-anakku, waspadalah terhadap segala berhala. (1 Yohanes 5:21)

Ini bukan lagi Yakobus yang memperingatkan kita, tetapi Yohanes yang
dikasihi Yesus. Perlu diperhatikan juga bahwa inilah kata-kata terakhir yang
ditulisnya dalam suratnya yang panjang. Di zaman itu, para rasul tidak dapat
menelepon, mengirim SMS, Facebook atau surat kilat kepada orang-orang
yang mereka cintai. Surat-menyurat sangat jarang dan membutuhkan upaya
besar untuk mengirimkannya. Jadi jika Anda menulis surat yang terinspirasi
dari Roh Kudus, kemungkinan besar Dia akan memberikan informasi ter-
penting pada akhir surat.
Bersama dengan Yakobus dan Yohanes, Paulus juga mencatat peringatan
agar tidak memberi kesempatan bagi dunia untuk mengambil alih kesetiaan
kita kepada Yesus. Dia berkata:
14 6 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Kamu tidak dapat minum dari cawan Tuhan dan juga dari cawan roh-
roh jahat. Kamu tidak dapat mendapat bagian dalam perjamuan Tuhan
dan juga dalam perjamuan roh-roh jahat. Atau maukah kita memban-
gkitkan cemburu Tuhan? Apakah kita lebih kuat dari pada Dia? “Segala
sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna.
“Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu
membangun. Jangan seorangpun yang mencari keuntungannya sendiri,
tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain.
(1 Korintus 10:21-24)

Saya terkesima oleh ayat-ayat ini, yang sangat cocok bagi kita yang hidup
di masa sekarang. Saya juga senang versi New Living Translation menuliskan
perkataan Paulus: “Beranikah kita membangkitkan kecemburuan Allah?
Apakah kamu kira kita lebih kuat dari Dia? Kamu berkata, ‘Aku diperbo-
lehkan melakukan segala sesuatu’—tetapi tidak semuanya baik untukmu”
(ayat 22-23). Sekali lagi, kita dapat mendengar bahwa Allah sangat cemburu
akan kita.

Tidak Ada Lagi Football?

Pertanyaan yang mungkin muncul sekarang adalah, apakah saya tidak boleh
menonton pertandingan olahraga profesional apa pun? Apakah saya tidak
boleh mengambil bagian dari apa saja yang digandrungi dunia? Jika benar
demikian, bagaimana saya dapat hidup dan berfungsi di dunia ini?
Saya akan memberikan jawaban demikian. Sebagai seorang suami, apa-
kah saya harus menyingkirkan semua kontak dengan wanita lain selain istri
saya? Jawabannya adalah tidak. Saya senantiasa berada dalam sekelompok
wanita. Saya duduk dalam pesawat di dekat mereka—seperti ketika me-
ngetik buku ini, seorang wanita duduk di sebelah saya dalam pesawat. Saya
bekerja dengan para wanita. Saya berinteraksi dengan wanita di banyak tem-
pat dan dalam kondisi yang berbeda.
P E R S A H A BATA N | 147

Sebagai seorang pria yang sudah menikah, saya mencoba bersikap ramah
terhadap wanita, terutama karena banyak sekali dari mereka yang telah di-
sakiti oleh kaum pria. Kerap kali kaum wanita dianggap seperti sepotong
daging untuk memuaskan nafsu pria atau sering kali tidak dianggap sepadan
dengan kaum pria. Hal ini membuat saya marah, karena saya tahu bahwa
Allah menciptakan pria dan wanita menurut gambar dan rupa-Nya. Dia
telah mengaruniakan pria dan wanita; Dia menaruh pikiran Kristus kepada
pria dan wanita menurut janji-Nya. Dia tidak lebih berpihak kepada pria
daripada wanita, jadi mengapa kita berbuat demikian di dalam gereja?
Walaupun demikian, saya berhati-hati agar tidak membuka hati dan
cinta saya secara romantis atau dengan cara yang tidak sepatutnya kepada
wanita lain. Saya sudah membuat perjanjian dengan Lisa. Ketika saya me-
nikahinya, saya menyatakan bahwa saya akan meninggalkan hubungan ro-
mantis dengan setiap wanita lain di bumi ini. Jadi saya memiliki cara yang
layak dalam berhubungan dengan wanita lain.
Marilah kita membandingkannya pada persahabatan dengan dunia.
Saya masih bisa menikmati pertandingan football, walaupun cukup sulit
untuk membuat saya tertarik kepada seluruh pertandingan. Gairah saya
sudah tidak ada di situ lagi seperti yang terjadi ketika pikiran saya terpusat
pada tim Cowboys. Kecintaan saya tertuju untuk memuaskan keinginan
Tuhan kita. Mencintai dan memperhatikan keluarga saya, bekerja untuk
membantu orang lain, bekerja dalam pelayanan kami, dan mendengarkan
hikmat dan nasihat Allah adalah hal-hal yang menyita perhatian dan kasih
sayang saya sepenuhnya.
Adakah saat di mana hal-hal lain berada pada posisi yang salah dalam
kehidupan saya? Oh ya, pernah! Dan karena saya meminta pertolongan Roh
Kudus, maka Dia telah menolong saya untuk mengenali hal-hal ini. Golf,
makanan, film, dan bahkan pekerjaan pelayanan adalah beberapa hal yang
harus saya tangani dan bahkan singkirkan untuk sementara waktu, agar
cinta saya dapat kembali ke posisi yang benar.
Ketika kecintaan saya terhadap golf tidak ada lagi pada tempatnya, Roh
Kudus mendorong saya suatu hari untuk memberikan semua perlengkapan
14 8 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

golf saya kepada pendeta lain. Mengapa Roh Kudus meminta saya melaku-
kan hal itu? Intinya, golf bukanlah hal yang di luar kendali pendeta itu,
tetapi sudah di luar kendali saya!
Setelah satu setengah tahun tidak bermain, Tuhan menaruh beban
dalam hati seorang pemain golf profesional untuk memberikan peralatan
golfnya yang bernilai ribuan dollar kepada saya. Saya bingung. Pemain golf
profesional ini, seorang pendoa, berkata, “John, saya tahu saya memang
harus melakukan ini.”
Beberapa bulan kemudian, seorang pendeta yang membantu mendiri-
kan salah satu gereja besar di Korea Selatan memberitahu saya bahwa Allah
menaruh beban dalam hatinya untuk memberikan satu set peralatan golf ke-
pada saya. Saat itu saya benar-benar bingung! Saya bertanya kepada Tuhan,
“Apa yang harus kulakukan dengan seperangkat stik ini?”
“Pergilah bermain golf,” saya mendengar-Nya dalam hati.
“Tetapi Engkau telah memintaku untuk memberikan semua stikku satu
setengah tahun yang lalu,”
Saya mendengar Allah berkata, “Golf tidak lagi berada di tempat yang
salah. Sekarang ini hanyalah rekreasi dan kesenangan bagimu.”
Saya sudah bermain beberapa kali setelah kejadian itu. Allah telah meng-
gunakan permainan ini dengan cara yang luar biasa untuk memberi waktu
istirahat dan kesegaran, dan juga sebagai sarana bagi saya untuk berkomu-
nikasi dengan anak-anak saya, para pemimpin gereja lain dan mitra dalam
pelayanan. Bahkan, dalam kurun waktu tiga tahun sebelum penulisan buku
ini, lebih dari tiga juta dolar telah disumbangkan kepada Messenger Inter-
national untuk kegiatan misi melalui permainan golf bersama teman-teman
dan mitra dan turnamen golf Messenger Cup. Jika saya memutuskan golf
dari kehidupan saya selamanya, hal ini tidak akan terjadi.
Kita tidak perlu takut apabila Allah meminta ketaatan kita. Sebenarnya
mudah sekali untuk taat apabila permintaan-Nya telah sejalan dengan tu-
juan hidup kita; jika tidak, akan menjadi tindakan yang berat.
P E R S A H A BATA N | 14 9

Dukacita Ilahi

Yakobus dengan jelas menuturkan hal apakah yang memicu kecemburuan


Roh Allah: persahabatan dengan dunia. Saya telah membahas satu aspek
dari apa yang dimaksudkan dengan persahabatan ini, dan ada beberapa
aspek yang lain. Di bab berikutnya, saya akan membahas akar penyebab-
nya, tetapi saat ini, penting bagi kita untuk membahas bagaimana kita harus
merespons apabila kecintaan kita berada di jalur yang salah. Marilah kita
meneliti nasihat Yakobus kepada orang-orang percaya yang sudah jatuh ke
dalam hubungan yang tidak baik dengan dunia:

Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu. Ta-


hirkanlah tanganmu, hai kamu orang-orang berdosa! dan sucikanlah
hatimu, hai kamu yang mendua hati! Sadarilah kemalanganmu, berdu-
kacita dan merataplah; hendaklah tertawamu kamu ganti dengan ratap
dan sukacitamu dengan dukacita. (Yakobus 4:8-9)

Setelah Allah menunjukkan apa yang telah saya perbuat untuk memi-
lih tim Cowboys daripada berdoa, saya mengalami kesedihan dan dukacita
yang mendalam. Saya sadar saya telah melukai Dia yang sudah memberikan
hidup-Nya bagi saya dengan sebuah “hubungan” yang tidak selayaknya.
Baru-baru ini saya berbicara dengan seorang pria yang pernah berse-
lingkuh tetapi sudah dipulihkan. Dia menceritakan bagaimana dia telah ber-
dosa selama enam bulan dan saat bercerita, dia tak henti-hentinya menangis.
Dia adalah laki-laki yang tangguh—mantan pemain football di kampus,
seorang pengusaha sukses dan tentu bukan tipe pria cengeng. Saya terke-
sima ketika mengamati pria kekar ini menangis. Dia menangis bukan karena
merasa tidak diampuni oleh Tuhan atau istrinya. Bahkan, pernikahannya se-
karang lebih kokoh dari sebelumnya. Dia menangis karena kenyataan bahwa
dia telah melakukan perbuatan ini kepada orang yang sangat dia cintai; dia
menangis karena dia telah menimbulkan luka hati yang sangat mendalam
kepada istrinya. Sungguh mengagumkan melihat begitu dalamnya perasaan
dan kasihnya kepada istrinya.
15 0 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Perbuatan pria ini menunjukkan sebuah kebenaran. Perbuatan seperti


inilah yang harus dialami oleh orang yang benar-benar percaya apabila me-
masuki hubungan yang tidak selayaknya dengan dunia. Seperti tulisan Ya-
kobus, “Berdukacita dan merataplah.”
Pria ini tidak pernah menyalahkan istrinya sedikit pun dan benar-be-
nar menyesal. Saya terkesan melihat kerendahan hatinya yang benar-be-
nar tulus. Saya pernah berbicara dengan beberapa orang lain yang juga
berselingkuh dari pasangannya, dan respons mereka berbeda. Dalam “pe-
ngakuan” atau “kesaksian” mereka, mereka akhirnya membaurkan antara
kurangnya kasih sayang atau kesalahan pasangan mereka sebagai salah satu
alasan perselingkuhan.
Kitab Suci berbicara tentang dukacita menurut kehendak Allah dan
dukacita yang dari dunia (lihat 2 Korintus 7:10). Raja Daud memberikan
contoh dukacita menurut kehendak Allah; dia mengalami kesedihan yang
mendalam ketika dia telah melukai Dia yang dikasihinya dengan melakukan
perzinahan dan pembunuhan. Dia berseru, “Terhadap Engkau, terhadap
Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat”
(Mazmur 51:4). Dia berseru dan berkabung selama beberapa hari tanpa
mempedulikan apa yang dipikirkan oleh orang-orang yang melayaninya.
Dia tidak mencoba untuk mempertahankan harga diri; hatinya hancur. Dan
kemudian dia dipulihkan.
Berbeda dengan Raja Saul. Dia juga telah melukai hati Allah dengan pi-
lihannya untuk menikmati apa yang dinikmati oleh dunia—yaitu kepuasan
dan kecongkakan—dan bukan menaati Firman Allah. Dia juga menyesali
perbuatannya, tetapi kesedihannya disebabkan karena dia sudah tertang-
kap basah, dipermalukan di depan orang-orang yang menghormatinya, dan
mungkin menerima konsekuensi dari tindakannya. Kesedihan Saul bersifat
duniawi. Dia sama sekali tidak mengakui kesalahannya, seperti yang dilaku-
kan oleh Daud dan pria mantan pemain football itu. Pikiran Saul telah
tersesat dan tercemar. Dia telah berubah akal dalam waktu singkat, tetapi
akhirnya motif yang sebenarnya tersingkapkan: kecongkakan dan kepuasan
diri. Cara berpikirnya tidak pernah benar-benar berubah.
P E R S A H A BATA N | 15 1

Rasul Paulus menyatakan, “Sebab dukacita menurut kehendak Allah


menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan” (2 Korintus 7:10).
Dukacita seperti ini adalah pemberian Allah; dan berakar dalam kasih kita
kepada-Nya. Jika kita mencintai apa yang dapat Dia perbuat bagi kita
melebihi kecintaan kita kepada-Nya, perbuatan kita tidak berbeda dengan
Saul.
Dalam dua bab berikutnya, kita akan meninjau bagaimana persahabatan
dengan dunia ini memengaruhi hubungan kita dengan Allah. Kita akan
mengungkapkan bagaimana menggantikan Allah dengan kebaikan dunia
ini akan membuat kita membayar harga yang sangat mahal, baik pada level
pribadi ataupun gereja. Tetapi sebelum membalik lembaran ini, alangkah
baiknya jika kita mengambil kesempatan ini untuk berdoa dan meminta
pertolongan Allah untuk menolong Anda mengidentifikasi hubungan yang
tidak selayaknya dengan dunia di dalam hidup Anda.
Bapa, di dalam nama Yesus, aku mohon Engkau menyelidiki dan mengenali
diriku, agar Engkau menguji jalan-jalanku dan motifku. Jika ada sesuatu
dalam hidupku yang menggantikan perhatian dan cintaku kepada-Mu, tolong
singkapkanlah dengan Roh Kudus-Mu. Aku tidak ingin menyembunyikan apa
pun. Kiranya aku benar-benar tetap menjadi kekasih-Mu, yang sudah men-
yangkal diriagar dapat mengikut dan melayani Tuhanku Yesus Kristus. Aku
memanjatkan doa ini di dalam nama Yesus. Amin.
9

KEBENARA N
YANG D I HI NDAR I
... kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan
tidak seorangpun akan melihat Tuhan.
—I BRANI 12:14

Sedikit sekali orang yang berpikir bahwa


kekudusan itu membosankan. Jika seseorang
berjumpa dengan sesuatu yang nyata... barulah
itu menarik hati.
—C. S. L EWIS

K ekudusan. Sebutkanlah kata ini dan perhatikan orang-orang langsung


menciut dan cepat-cepat mengganti topik pembicaraan. Bagi keba-
nyakan orang, kata ini memiliki kesan buruk karena tidak “keren” dan mun-
gkin akan mengekang kehidupan Anda. Kerap kali kata ini juga dianggap
sama seperti memperoleh keselamatan melalui perbuatan, atau sebagai salah
satu aspek legalisme. Jika kekudusan dibicarakan, sering kali Anda akan
mendengar bantahan, “Saya sudah bebas dan hidup dalam anugerah Allah.
Jangan mencoba-coba membawa saya kembali kepada hukum Taurat.”
Akan tetapi, kekudusan dalam Perjanjian Baru tidak ada hubungannya
sama sekali dengan prinsip hukum Taurat atau legalisme. Sebenarnya inilah
15 4 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

cara hidup mulia, yang didambakan pada berbagai tingkatan. Pada zaman
sekarang, tidak dapat diragukan lagi, kata ini kerap disalahartikan.

Mengapa Kita Tidak Membicarakannya?

Mengapa anak Allah ingin menghindari pembicaraan tentang kekudusan


padahal kita sudah diperintahkan dengan tegas, “Kejarlah kekudusan, sebab
tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan”? (Ibrani 12:14)
Dapatkah Anda menangkap ketegasan dalam pernyataan ini? Tanpa keku-
dusan tidak seorang pun akan melihat Allah! Hal ini menuntut perhatian
penuh dari saya; bagaimana dengan Anda?
Bayangkan seorang presiden Amerika Serikat. Karena saya adalah pen-
duduk negeri ini dan dia adalah pemimpin negara kami, saya memiliki
sebuah “hubungan” dengannya. Saya berada di bawah aturan pemerintah-
annya dan menerima dampak dari setiap keputusannya, sama seperti 320
juta penduduk Amerika lainnya. Tetapi, walaupun saya memiliki hubungan
seperti ini dengan presiden, sampai sekarang saya belum pernah diberi hak
istimewa untuk bertemu secara pribadi dengannya. Bahkan, dalam usia lima
puluh lebih sebagai penduduk Amerika, saya belum pernah bertatap muka
secara langsung dengan salah satu presiden kita.
Di sisi lain, ada penduduk Amerika lainnya yang dapat bertemu Presi-
den secara rutin; mereka adalah teman-temannya atau yang bekerja bersama
dengannya. Inti dari kedua kasus ini adalah, mereka lebih mengenal pria
dalam Gedung Putih itu daripada saya.
Sama halnya dengan jutaan orang Kristen yang berada di bawah pemer-
intahan Yesus Kristus. Dia adalah Raja yang mereka akui. Dia melindungi,
mencukupkan, mencintai mereka dan menjawab permohonan mereka.
Tetapi pertanyaannya adalah, apakah mereka berjumpa dengan-Nya? De-
ngan kata lain, apakah mereka mengalami hadirat-Nya? Menurut Kitab
Suci, sepatutnya kita semua mengalaminya. Kitab Ibrani menyatakan, “Kita
dapat melihat Yesus” (2:9). Paulus menjelaskan lebih lanjut hak istimewa ini:
K E B E N A R A N YA N G D I H I N DA R I | 15 5

... Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka


yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari
Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan
gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar. (2 Korintus 3:18)

“Kemuliaan Tuhan” adalah kalimat yang sering disalahartikan, dan bi-


asanya tidak kita gunakan lagi sekarang. Kita lebih sering berkata, “kebe-
saran Tuhan.” Dalam bahasa prokem kita sekarang, Paulus mengatakan,
“Kita semua yang memiliki muka yang terselubung sudah dibukakan agar
dapat melihat kebesaran Tuhan.”
Yesus juga mengenali siapa saja yang akan melihat atau mengalami ha-
dirat-Nya. Kata-katanya pada Perjamuan Terakhir adalah, “Tinggal sesaat
lagi dan dunia tidak akan melihat Aku lagi, tetapi kamu melihat Aku, sebab
Aku hidup dan kamu pun akan hidup” (Yohanes 14:19).
Ada dua fakta yang jelas di sini. Yang pertama, aspek Kekristenan yang
sangat nyata adalah melihat Dia. Yang kedua, kita dapat melihat Dia dengan
cara yang tidak dapat dilakukan oleh dunia ini.
Mengapa sangat penting untuk melihat Allah? Pertama, sama halnya
dengan presiden, jika kita tidak melihat Dia, kita tidak akan mengenal-Nya.
Kita hanya dapat mengetahui tentang Dia.
Ada alasan kedua yang tak kalah pentingnya. Tanpa melihat Dia, kita
tidak dapat diubah atau ditransformasi menjadi serupa dengan-Nya. Dalam
ayat yang sama seperti yang telah dikutip di atas, Paulus menyebutkan
bahwa mereka yang melihat Tuhan akan “diubah menjadi serupa dengan
gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar.” (2 Korintus 3:18).
Transformasi amat penting dalam kehidupan orang percaya.
Pernahkah Anda berjumpa dengan seseorang yang mengaku mengenal
Yesus Kristus, tetapi hidup seolah-olah tidak pernah bertemu dengan Dia?
Mengapa demikian? Orang ini sama sekali belum mengalami proses trans-
formasi. Mereka tidak diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya.
Paulus menubuatkan bahwa hidup kita akan sukar. Hal yang menarik
di sini, dia menulis bahwa masa-masa sukar ini bukan disebabkan oleh
156 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

penganiayaan karena iman kita, seperti pada zamannya, tetapi pengakuan


orang-orang Kristen yang tidak menjalankan perintah Yesus. Mereka masih
saja bertingkah laku sama seperti orang yang tidak memiliki hubungan
dengan Allah. Mereka masih mencintai diri sendiri dan uang mereka, tidak
patuh terhadap orangtua, berbicara kasar, tidak mau memaafkan, mencari
ketenaran dan reputasi, mengkhianati teman, lebih mencintai kenikmatan
hidup daripada mencintai Allah—dan seterusnya. Paulus dengan jelas men-
yatakan, “Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada
hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya” (2 Timotius 3:5). Kuasa yang
mereka tolak adalah kekuatan anugerah Allah untuk mengubah kita, sebuah
realitas inti dari kehidupan Kekristenan yang sejati. Amplified Bible menya-
takan, “Perbuatan mereka mengingkari ketulusan pengakuan mereka.”
Orang-orang yang mengaku percaya ini sudah tersesat, karena mereka
akan “selalu ingin diajar, namun tidak pernah dapat mengenal kebenaran”
(2 Timotius 3:7). Seperti yang saya katakan sebelumnya, ada satu masalah
utama dengan tipu muslihat: yaitu menyesatkan! Kita bisa saja percaya
sepenuhnya bahwa hubungan kita dengan Allah baik-baik saja padahal ke-
nyataannya tidak. Banyak orang “percaya” seperti ini yang datang ke gereja,
seminar, malam pujian, sekolah Alkitab, dan kelompok kecil. Mereka se-
nang belajar tetapi karakter dan perilaku mereka sama sekali tidak berubah.

Intinya

Inilah intinya: hanya mereka yang berjalan dalam kekudusan yang dapat
melihat Allah—dapat masuk ke hadirat-Nya. Yesus sudah menjelaskannya
lebih dalam ketika Dia berkata, “Tinggal sesaat lagi dan dunia tidak akan
melihat Aku lagi, tetapi kamu melihat Aku, sebab Aku hidup dan kamu pun
akan hidup. Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dia-
lah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku ... Aku pun akan
mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya” (Yohanes 14:19,
21).
K E B E N A R A N YA N G D I H I N DA R I | 157

Kata menyatakan berarti “membuat jelas atau nyata supaya terlihat atau
dimengerti; menunjukkan secara gamblang.” The Complete Word Study Dic-
tionary mendefinisikan kata ini, emphanizo, sebagai “menjadikan terang,
membuatnya supaya dapat dilihat, menunjukkan.” Bahkan lebih spesifik
lagi menyatakan, “Kepada seseorang ... yang berarti membuat seseorang
dapat dikenal dan dipahami secara intim.”
Yesus menyatakan bahwa kepada orang-orang yang memegang perin-
tah-Nya, Dia akan menampakkan Diri-Nya. Merekalah yang akan melihat
Dia, yang masuk ke hadirat-Nya dan juga yang akan mengenal Dia lebih
intim. Hak istimewa ini tidak dijanjikan kepada segenap orang percaya, tetapi
hanya kepada mereka yang berusaha menaati Firman-Nya—mereka yang
mengejar kekudusan.
Di tahun 1980-an, saya diminta untuk menerima tamu seorang pendeta
senior dari gereja terbesar di dunia. Namanya Dr. David Yonggi Cho, dan
dia berasal dari Seoul, Korea Selatan. Saat itu ada 750,000 jemaat di gere-
janya. Salah satu tanggung jawab saya saat menjadi tuan rumah di gereja
kami di Amerika adalah menjemputnya dari hotel menuju kebaktian. Saat
itu saya baru menjadi orang Kristen selama beberapa tahun, jadi rasanya
sungguh luar biasa mendapatkan kesempatan istimewa ini.
Dr. Cho bepergian bersama sekitar lima belas orang pengusaha dari ge-
rejanya. Pemimpin para pengusaha itu mendekati saya di hari pertemuan
dan berkata, “Mr. Bevere, benarkah Anda yang akan mengantarkan Dr. Cho
ke ibadah malam ini?”
“Ya, pak.”
Dengan tatapan serius, dia berkata, “Mr. Bevere, ada beberapa hal pen-
ting yang harus saya bicarakan dengan Anda. Yang pertama dan paling pen-
ting, jangan berbicara dengan Dr. Cho selama perjalanan menuju kebaktian.
Dia tidak suka berbicara sebelum dia melayani.” Ini bukanlah satu-satunya
instruksi yang diberikan, tetapi merupakan prioritas utama dalam daftar itu.
Saya menjemputnya di hotel malam itu dan menunggu di dalam mobil
sampai orang-orang yang datang bersama dengan Dr. Cho membuka pintu.
Dr. Cho beringsut masuk ke kursi depan di sebelah saya dan hadirat Allah
15 8 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

langsung memenuhi mobil. Sungguh sulit dipercaya. Kemuliaan dan kasih


Allah sungguh nyata dan jelas kelihatan.
Selama saya mengendarai mobil, air mata saya bercucuran walaupun
saya bukan tipe orang cengeng. Di tengah perjalanan menuju ke gedung
pertemuan, kami berhenti di lampu lalu lintas dan saya tidak sanggup me-
nahannya lagi. Saya melakukan apa yang sudah dilarang oleh asisten kepala.
Dengan hormat saya berkata kepada penumpang saya, “Dr. Cho, hadirat
Allah ada di mobil ini.”
Dia menatap saya dan berkata, “Ya, saya tahu.”
Saya melewatkan banyak waktu bersama dengan pria ini selama masa
kunjungannya. Kami bermain golf bersama. Saya mengantarnya ke bebe-
rapa acara lain, makan bersama, menjemput dan mengantarnya ke bandara.
Pada setiap kesempatan, baik di depan publik maupun tidak, Dr. Cho ada-
lah seorang yang beriman, berwibawa, tulus dan rendah hati dalam sikap
maupun perbuatan. Saya membayangkan berapa banyak waktu yang dia
lewatkan setiap hari bersama Tuhan. Sungguh jelas mengapa hadirat Allah
nyata sekali dalam hidupnya. Dia benar-benar mengejar ketaatan kepada
perkataan Yesus.
Kerap kali saya mengalami hadirat Allah seperti itu dalam kebaktian,
selama berdoa, ketika sedang membaca Firman Allah, atau saat sedang
melakukan kegiatan sehari-hari. Saya paham mengapa Musa meninggalkan
segala sesuatu demi Hadirat yang dahsyat ini. Ada saat-saat dalam hidup
saya ketika hadirat-Nya terasa sangat jauh, kadang kala disebabkan karena
saya tidak melakukan Firman-Nya. Saat lainnya adalah ketika saya sedang
berada di tengah-tengah pencobaan. Saya mengerti bahwa pencobaan ada-
lah hal yang tak terelakkan, namun kondisi yang pertama dapat dicegah.
Menyatakan tidak hanya berarti “melihat”, namun juga mencakup se-
gala sesuatu yang termasuk berada dalam hadirat-Nya. Menyatakan berarti
menjadikan alam yang sebelumnya tidak terlihat menjadi terlihat, dari yang
tidak pernah terdengar menjadi terdengar, dari sesuatu yang tidak diketahui
menjadi hal yang diketahui. Saat inilah Allah menjadikan diri-Nya dikenal
K E B E N A R A N YA N G D I H I N DA R I | 159

oleh pikiran dan perasaan kita. Dia memberikan pengertian, pengetahuan,


dan pemahaman yang intim tentang diri-Nya dan jalan-jalan-Nya. Penulis
kitab Ibrani menjelaskan tentang orang-orang yang mendapat hak istimewa
ini “mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia
sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus” (6:4). Wa-
laupun manifestasi hadirat-Nya dapat dialami oleh setiap anak Allah, hanya
mereka yang menaati Firman-Nya (berjalan dalam kekudusan yang benar)
yang mengalami hak istimewa ini.
Paulus mengutip perkataan Allah yang dapat didengar oleh Musa. Per-
nyataan ini merupakan kebenaran yang tidak berubah, yang mencakup
perjanjian lama sampai perjanjian baru. Kebenaran ini ditujukan kepada
orang-orang yang sudah menjadi milik-Nya:

Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari me-
reka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka
Aku akan menerima kamu. (2 Korintus 6:17)

Jelas sekali Allah mengundang kita untuk masuk ke hadirat-Nya dengan


bersyarat, dan ini tidak otomatis. Kita harus memenuhi permintaan-Nya se-
belum diberi kesempatan untuk berjumpa dengan-Nya. Pernyataan Paulus
ini sangat sesuai dengan perkataan Yesus. Alkitab The Message menguraikan
ayat itu dengan kata lain demikian:

“Jadi tinggalkanlah segala bentuk kenajisan dan kompromi; tinggal-


kanlah demi kebaikan,” firman Allah. “Jangan berhubungan dengan
hal-hal yang akan menajiskan kamu. Aku menginginkan kamu untuk
diri-Ku sendiri.”

Paulus kemudian memberikan tanggapan yang tepat terhadap janji


Allah yang bersyarat ini:
16 0 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

... marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani
dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita
dalam takut akan Allah. (2 Korintus 7:1)

Sekali lagi, tujuan untuk mengejar kekudusan yang sesungguhnya ada-


lah agar kita beroleh kehormatan untuk dapat diterima dalam manifestasi
hadirat Allah.

Atmosfer atau Hadirat?

Setelah membaca semua kutipan dalam Perjanjian Baru dari para rasul,
Yesus dan Bapa sendiri, kita pasti bertanya, mengapa bukan aspek penting
dari Kekristenan Perjanjian Baru yang lebih sering dibahas, diajarkan dan
diberitakan? Mungkinkah musuh telah merancang rencana jitu yang men-
dorong kita untuk menerima keselamatan tanpa kekudusan yang murni,
yang akan menahan kita untuk melihat Dia dan karena itu menyebabkan
kita sulit diubahkan? Strategi licik musuh sudah terjadi bukan hanya pada
tingkat personal tetapi juga secara umum. Dalam acara kebaktian kita, mun-
gkinkah kita telah menggantikan hadirat Allah dengan atmosfer?
Salah satu kemajuan pesat dalam gereja selama dua puluh tahun tera-
khir adalah adanya menciptakan atmosfer yang lebih baik dalam kebaktian
penyembahan kita. Bertahun-tahun yang lalu, jika Anda memasuki gereja
pada umumnya, Anda akan mendapati gedung yang bermutu di bawah
standar, dekorasi yang ketinggalan zaman, dan kebaktian yang menjemu-
kan. Musik kita tidak enak didengar, khotbahnya aneh dan tidak relevan,
dan busana kita—kalau boleh dikatakan demikian—sangatlah sederhana.
Hampir segala bentuk pertunjukan musik atau khotbah diperbolehkan asal-
kan dilakukan “dalam nama Tuhan.” Sejujurnya, kita dianggap sangat aneh
oleh masyarakat. Walaupun ada beberapa pengecualian, hal inilah yang di-
anggap umum beberapa dekade yang lalu.
Karena kepemimpinan yang bijaksana, kita sudah mengubah paradigma
ini. Sekarang kita memainkan musik bagus, yang sangat menginspirasi dan
K E B E N A R A N YA N G D I H I N DA R I | 16 1

relevan. Kita merancang gedung gereja yang nyaman, dengan tata suara dan
pencahayaan mutakhir. Kebaktian kita singkat dan relevan, dan kita juga
membuat area anak-anak dan auditorium remaja yang atraktif dan menarik.
Banyak area lobi gereja sekarang memiliki kedai kopi, berbagai area yang ter-
tata apik agar orang-orang dapat berinteraksi, dan toko buku dengan koleksi
lengkap. Kita merancang acara kebaktian kita sedemikian rupa sehingga
tidak lagi memuakkan bagi mereka yang terhilang. Dengan kata lain, kita
menciptakan atmosfer yang menarik di setiap acara kebaktian kita, dan saya
yakin Allah senang dengan kualitas bagus ini.
Tetapi apakah kita telah membuat tampilan luar sebagai tujuan akhir kita?
Atmosfer memang bagus untuk mengantar kita pada apa yang benar-benar
penting: hadirat Allah. Atmosfer adalah buatan manusia. Hollywood, Las
Vegas, Disney, Broadway dan industri hiburan lainnya sangat mahir dalam
menggugah emosi. Apakah kita sudah mengikuti metode mereka? Apakah
kita sudah cukup puas dengan hanya membangkitkan perasaan orang-orang
yang datang ke kebaktian kita? Apakah hadirat Allah memang yang sesung-
guhnya memenuhi gereja kita, atau apakah kita semata-mata menirukan apa
yang orang-orang duniawi lakukan di luar sana?
Inilah realitasnya: agar dapat diubahkan, kita perlu hadirat-Nya!
Mungkinkah karena alasan ini kita memiliki orang-orang yang sungguh
bergairah tentang Kekristenan, mencintai penyembahan, dan terus belajar
tetapi hidup mereka tidak diubahkan? Jika memang demikian, konsekuen-
sinya akan sangat mahal. Orang-orang ini tidak akan diubahkan menyerupai
gambar Yesus. Beberapa tahun yang lalu, kita membiarkan suasana kebaktian
yang buruk tetapi saya ingat pernah berada dalam kebaktian yang dipenuhi
oleh hadirat Allah yang dahsyat. Saya tidak dapat menjelaskan bagaimana
terjadinya, tetapi saya benar-benar diubahkan saat itu.
Jadi sekarang pertanyaannya adalah, mengapa kita tidak dapat memiliki
keduanya yaitu atmosfer dan hadirat-Nya? Kita tidak perlu memilih! Tetapi,
untuk mengalami hadirat Allah, kita harus mengejar kekudusan.
Di sisi lain, rencana musuh kita merancang Kekristenan tanpa keku-
dusan telah menjadikan kabar baik tentang Yesus Kristus seperti agama yang
16 2 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

tidak memiliki kuasa apa pun bagi mereka yang terhilang, sehingga mengi-
kut Yesus menjadi hal yang sama sekali tidak menarik—padahal sebenarnya
inilah kehidupan yang paling mengagumkan yang akan pernah ada.

Apakah Arti Kekudusan?

Jadi apakah kekudusan yang sebenarnya? Kata Yunaninya adalah hagios.


Greek-English Lexicon of the New Testament yang ditulis oleh Thayer mencan-
tumkan salah satu definisinya yaitu “dipisahkan bagi Allah, khusus menjadi
milik-Nya.” Berdasarkan arti kata ini, saya akan mengutip firman Allah lagi:
“Jangan berhubungan dengan hal-hal yang akan mencemari kamu. Aku
menginginkan kamu untuk diri-Ku sendiri” (2 Korintus 6:17 The Message).
Ketika Lisa dan saya menikah, dia menjadi milik saya seorang dan saya
menjadi miliknya seorang. Dia berkomitmen kepada saya, memberikan
hidupnya bagi saya, dan sebaliknya juga, saya memberikan hidup saya ke-
padanya. Sebelum bertemu dan menikah dengan Lisa, saya tidak memi-
liki masalah dengan keinginan atau kemauannya; karena saya sama sekali
belum mengenalnya. Lisa tidak menyukai perabot berwarna gelap, menon-
ton pertandingan olah raga profesional atau jenis film tertentu, mendengar-
kan musik jazz atau band besar, menyantap saus Thousand Island atau blue
cheese, dan berbagai macam lainnya. Sebaliknya, saya menyukai, mengerja-
kan, mendengarkan, dan memakan hampir semua yang ada dalam daftar
tersebut! Namun, setelah kami menikah, saya menghindari hal-hal tersebut
karena saya tahu itu tidak disukainya. Masih banyak hal lain yang dapat
kami nikmati bersama.
Terlebih lagi, saya menjauhi hubungan yang tidak selayaknya dengan
wanita-wanita lain. Sebelum kami menikah, saya memiliki banyak teman
wanita, dan wajar bagi saya menghabiskan waktu bersama dan bahkan
berkencan dengan mereka. Tetapi ketika saya mengucapkan janji perni-
kahan saya dengan Lisa, hubungan saya dengan wanita-wanita lain berubah
selamanya.
K E B E N A R A N YA N G D I H I N DA R I | 16 3

Singkatnya, saya sangat mencintai Lisa; sekarang rasanya menyenangkan


hidup untuk memenuhi keinginannya dan bukan semata-mata memenuhi
keinginan saya.
Saya memperhatikan para suami yang tidak memperhatikan keinginan
istri mereka; mereka bersikap mementingkan diri sendiri. Secara teknis me-
mang mereka menikah, tetapi suami dan istri semacam ini tidak mengalami
keintiman yang mendalam. Ketika kita masuk dalam hubungan ikat janji
pernikahan, kita berjanji untuk melayani pasangan kita seumur hidup. Tidak
ada ruang untuk mementingkan diri sendiri dalam sebuah pernikahan yang
utuh .
Sebelum kita memasuki hubungan ikat janji dengan Yesus, kita adalah
bagian dari dunia ini dan dicintai oleh dunia. Sangatlah wajar bagi kita apa-
bila kita hidup didorong oleh apa yang memuaskan kedagingan kita dan
menyenangkan mata kita. Kita mengejar status, reputasi, dan apa saja yang
akan menambah kesombongan dan egoisme kita.
Sekarang setelah kita berjumpa dan memasuki persekutuan dengan
Yesus, kita harus jujur bertanya, apakah kita hidup untuk diri kita sendiri
atau untuk Dia? Secara teknis kita bisa saja “memiliki hubungan” dengan
Yesus tetapi tidak memiliki hubungan yang intim dengan-Nya (tidak memi-
liki manifestasi hadirat-Nya)—tidak ada bedanya dengan suami yang hidup
mementingkan diri sendiri dalam pernikahannya.
Paulus menulis, “Supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk
dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan
untuk mereka” (2 Korintus 5:15). Inilah satu-satunya cara untuk mengalami
hubungan (atau pernikahan) yang sehat dengan Dia.
Jika kita mengulas kembali perilaku yang dimaksud oleh Yakobus se-
bagai tindakan perselingkuhan dengan dunia, kita mengetahui bahwa dia
sedang menasehati orang-orang percaya yang kembali hidup mementingkan
diri sendiri:
Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu mementingkan diri
sendiri, janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah berdusta me-
lawan kebenaran! Itu bukanlah hikmat yang datang dari atas, tetapi
dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan. Sebab di mana ada iri
hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala
macam perbuatan jahat.
…Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara
kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang
di dalam tubuhmu? Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak
memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu
tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi.
Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa. Atau
kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu
salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk
memuaskan hawa nafsumu. Hai kamu, orang-orang yang tidak setia
[kamu para pezina]! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan
dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak men-
jadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah.
(Yakobus 3:14-16, 4:1-4)

Perhatikan istilah mementingkan diri sendiri yang banyak dicantumkan


dalam ayat ini. Yakobus sengaja menuliskannya karena ada dua jenis pola
perbuatan manusia: memberi dan menerima. Demikianlah. Menerima ada-
lah perbuatan yang mementingkan diri sendiri, bersifat duniawi, dan tidak
setia kepada Allah. Orang percaya yang terdorong untuk hidup dengan cara
ini dicap sebagai pezina. Dalam skenario ini, perintah Yesus bukanlah prio-
ritas utama. Namun, prioritasnya adalah apa yang saya kehendaki.
Dunia ini digerakkan oleh egoisme, sama juga halnya dengan orang per-
caya yang tidak hidup kudus. Dia tidak menyerahkan hidup sepenuhnya
kepada Allah tetapi bertingkah laku mementingkan diri sendiri. Karena itu
dia tergoda oleh apa yang memuaskan kedagingan dan matanya, atau mem-
bangun status dan reputasi.
K E B E N A R A N YA N G D I H I N DA R I | 16 5

Motivasi di balik dosa adalah mementingkan diri sendiri. Seorang pen-


curi mengambil milik orang lain untuk dirinya sendiri. Seorang pembohong
berdusta untuk melindungi atau menguntungkan dirinya sendiri. Orang
yang berselingkuh terhadap istrinya tidak memikirkan istri dan anak-anak-
nya melainkan hasrat pribadinya sendiri. Pembunuh menghabisi nyawa
orang demi kepentingannya sendiri. Orang yang melawan otoritas bertin-
dak demikian karena dia berpikir dia tahu lebih banyak dan hanya mencari
kepentingan pribadinya. Orang yang mengejar popularitas dan ketenaran
melakukannya demi meredakan rasa tidak aman dan kebanggaannya sendiri.
Di saat saya memilih untuk menonton pertandingan football dan menolak
menaati perintah Allah untuk mematikan televisi dan berdoa, saya melaku-
kannya demi kepentingan diri sendiri.

Karakter Baru

Pengikut dunia ini terikat pada perilaku tersebut karena mereka dikuasai
oleh hasrat dan hawa nafsu kedagingan yang mementingkan diri sendiri.
Orang-orang percaya telah dibebaskan dari perbudakan ini (lihat Roma
6:11-14). Anak Manusia sesungguhnya telah membebaskan kita!
Dalam Perjanjian Lama, umat Allah diperintahkan agar tidak berbuat
dosa tetapi mereka tidak dapat menaatinya karena sifat dasar mereka yang
berdosa (mementingkan diri sendiri). Perjanjian Lama membuktikan de-
ngan jelas bahwa manusia tidak akan pernah dapat hidup baik dalam pan-
dangan Allah dengan kekuatan mereka sendiri. Manusia terbelenggu oleh
hawa nafsu kedagingan dan keinginan mereka yang berlawanan dengan
keinginan Allah.
Sebagai makhluk ciptaan baru, sekarang kita memiliki karakter baru.
Kitahidup, dan diperbarui menurut gambar Yesus dengan kesanggupan
untuk hidup benar. Perhatikan perkataan Paulus:

Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan:


Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah
16 6 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

dengan pikirannya yang sia-sia, dan pengertiannya yang gelap, jauh


dari hidup persekutuan dengan Allah, karena kebodohan yang ada di
dalam mereka dan karena kedegilan hati mereka. Perasaan mereka telah
tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan
mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran.
(Efesus 4:17-19)

Orang yang tidak percaya diperbudak oleh keinginan daging mereka.


Jiwa mereka mati—tanpa kehidupan. Mereka tidak mampu hidup benar di
hadapan Allah. Saya bingung setiap kali orang Kristen terkejut ketika me-
lihat perbuatan orang-orang yang tidak percaya. Mereka tidak menyadari
bahwa orang-orang yang belum diperbarui, hanya berbuat sesuai dengan
sifat dasaryang mereka anggap wajar. Mereka berdosa. Mereka mementing-
kan diri sendiri. Jika dia memiliki keinginan kuat, dia dapat memperlihat-
kan sisi baiknya dan bahkan sepertinya tidak kelihatan mementingkan diri
sendiri. Tetapi janganlah tertipu; dia masih terbelenggu oleh sifat dasarnya
yang berdosa.
Paulus melanjutkan penjelasannya tentang orang percaya yang sejati:

Karena kamu telah mendengar tentang Dia dan menerima pengaja-


ran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus, yaitu
bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus
menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh
nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibaharui di dalam roh
dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan
menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang se-
sungguhnya. (Efesus 4:21-24)

Berbeda dengan orang yang belum diselamatkan, orang percaya telah


diberi karakter baru dalam dirinya. Kita diperintahkan untuk tunduk dan
hidup kudus. Orang Kristen memiliki pilihan yang tidak dimiliki oleh
orang yang tidak percaya. Mereka dapat memilih karakter baru yang berakar
K E B E N A R A N YA N G D I H I N DA R I | 16 7

kuat dalam ciptaan baru atau terus mengikuti keinginan daging. Keputusan
ada di tangan kita.

Posisi dan Perbuatan

Pada tahap ini, inilah hal penting yang harus dijelaskan. Ada dua aspek pen-
ting dari kekudusan, dan Perjanjian Baru menjelaskan keduanya. Kerancuan
biasanya terjadi ketika kita menggabungkan kedua aspek ini.
Aspek pertama adalah posisi kita di dalam Kristus. Paulus menulis,
“Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan,
supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya” (Efesus 1:4). Keku-
dusan ini semata-mata didapatkan karena apa yang sudah Yesus perbuat bagi
kita dan menunjukkan posisi kita di dalam Kristus. Kita tidak akan pernah
bisa meraih posisi ini dengan hasil perbuatan kita; inilah pemberian-Nya
bagi kita.
Lisa menjadi istri saya bukan karena sesuatu yang dia raih melainkan
karena posisi yang dia terima karena saya memberikan hati saya kepadanya.
Dalam janji pernikahan kami, dia juga melakukan hal yang sama untuk
saya. Titik.
Aspek kedua dari kekudusan adalah perbuatan yang dilakukan karena
kita sudah memiliki posisi ini. Sejak Lisa menjadi istri saya, perbuatannya
memancarkan kesetiaannya kepada saya. Dia tidak lagi menggoda atau men-
cari hubungan dengan pria lain. Tindakannya sejalan dengan hubungan
yang tidak tergoyahkan sebagai istri saya. Dan tentu saja, sebagai suami, saya
juga melakukan hal yang sama.
Inilah aspek hubungan kita dengan Allah yang ingin saya jabarkan di
sini. Petrus menegaskan hal ini:

Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu
yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah
kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang
kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah
16 8 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

kamu, sebab Aku kudus. Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu
Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut
perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama
kamu menumpang di dunia ini. (1 Petrus 1:14-17)

Sangat jelas Petrus berbicara kepada anak-anak Allah, dan bukan kepada
orang yang terhilang. Kita tahu bahwa Allah akan menghakimi atau mem-
berikan upah sesuai dengan perbuatan kita, yang mengacu pada tindakan
kita, dan bukan posisi kita di dalam Kristus. Darah Yesus telah mengampuni
dosa kita, tetapi ada penghakiman khusus terhadap anak-anak Allaj sehu-
bungan dengan perbuatan kita. Paulus menegaskan hal ini dalam 2 Korintus
5:9-11. Bukan hal yang sepele jika kita sengaja hidup dalam ketidaktaatan.
Jika kita memang sepenuhnya milik-Nya, kita pasti tidak ingin menyakiti
hati-Nya dengan hidup dalam dosa.
Sama seperti Yakobus dan Paulus, Petrus juga meneguhkan bahwa hidup
kita sebelumnya didorong oleh keinginan untuk mementingkan diri sendiri,
dan dia menasihati kita agar hidup kudus dalam segala perbuatan. Saya akan
mengulangi: dia berbicara tentang perbuatan dan gaya hidup kita, bukan
posisi kita di dalam Kristus. Dalam ayat yang sama, Alkitab terjemahan lain
mengatakan bahwa kita harus “hidup kudus dalam segala tindakan dan cara
hidup kita” (ayat 15). Tidak ada yang semu atau rancu tentang penjelasan
Petrus. Sesuai dengan Paulus, Petrus menyatakan bahwa jika kita telah dise-
lamatkan oleh kasih karunia, kita akan dimampukan oleh pemberian karak-
ter baru untuk hidup dengan cara yang berbeda dari dunia ini, yaitu untuk
hidup kudus.
Ingatlah Ibrani 12:14 yang mendorong kita untuk mengejar kekudusan.
Baru-baru ini saya menemukan salah satu khotbah Charles Spurgeon ten-
tang ayat ini yang menyedot perhatian saya. Kutipan berikut ini akan men-
jelaskan kepada Anda alasannya:

Ada sebuah upaya nekat dari sekelompok Antinomisme yang ingin


membebaskan diri dari perintah [untuk mengejar kekudusan] yang
K E B E N A R A N YA N G D I H I N DA R I | 16 9

Roh Kudus ingin tekankan di sini. Mereka mengatakan bahwa ini ada-
lah kekudusan yang terkait dengan Kristus. Apakah mereka tidak tahu,
saat mereka berbicara demikian, bahwa, secara terang-terangan mereka
telah membicarakan sesuatu yang sesat? ...Kita harus mengejar keku-
dusan—kekudusan yang bersifat praktis; lawan dari kenajisan, seperti
ada tertulis, “Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang
cemar, melainkan apa yang kudus.” ...Inilah bentuk kekudusan yang
lain. Kekudusan ini bahkan... bersifat praktis dan penting yang mer-
upakan maksud dari nasihat ini. Hal ini sesuai dengan kehendak Allah,
dan ketaatan kepada perintah Tuhan.13

Wow! Jelas bukan pertama kalinya gereja berhadapan dengan pendapat


tentang kekudusan yang melemahkan, karena Spurgeon mengajarkan hal
ini pada tahun 1800-an. Tetapi apabila pengertian kita dilandaskan pada ke-
benaran Kitab Suci, maka kita akan memahami bahwa kekudusan berkaitan
dengan jati diri kita di dalam Kristus dan cara kita hidup bagi Dia.
Poin yang penting adalah: posisi kita di dalam Kristus ataupun perbuatan
kita bukan disebabkan oleh sesuatu yang kita peroleh atau hasilkan melalui
kebaikan atau kekuatan kita sendiri. Keduanya adalah hasil dari apa yang
telah diberikan secara cuma-cuma kepada kita. Namun demikian, dengan
gaya hidup kita, kita harus bekerja sama atau berserah kepada karakter kita
yang baru untuk menghasilkan perbuatan yang baik.

Definisi Lain dari Kekudusan

Seperti yang sudah kita pahami, kekudusan memiliki arti lebih dari sekadar
menjadi milik-Nya. Yang dimaksudkan di sini adalah perbuatan yang se-
cara moral berkenan bagi Allah. Ini menuntun kita kepada definisi lain dari
kekudusan. Kata Yunani hagios juga berarti perilaku yang “suci, tak berdosa,
benar.” Arti kata ini menakutkan bagi beberapa orang, tetapi semestinya
tidak. Saya akan menjelaskan apa yang saya maksud dengan menceritakan
kisah memalukan yang terjadi sewaktu saya masih kecil.
170 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Dalam keluarga kami, saya adalah anak lelaki satu-satunya dari enam
bersaudara, jadi tugas saya di rumah adalah melakukan semua pekerjaan
di luar rumah seperti mencuci mobil, memotong rumput, menyapu daun
kering, menyekop salju, dan lain sebagainya. Karena saya dan teman-
teman saya suka sekali berolahraga, kebiasaan rutin kami adalah selekasnya
menyelesaikan pekerjaan rumah agar kami dapat meluangkan waktu untuk
bertanding.
Saat itu musim semi, rumput-rumput di luar tumbuh kembali setelah
musim dingin yang cukup panjang. Saya dan teman-teman saya berencana
untuk bermain bola sepulang sekolah. Saya telah membiarkan rumput di
halaman rumah tumbuh liar tak terawat. Ayah sudah menyuruh saya malam
sebelumnya sehingga saya harus memotong rumput sebelum dapat bermain
dengan teman-teman—dan tugas ini harus selesai sebelum ayah pulang
kerja.
Sepulang sekolah, saya bergegas pulang, berganti pakaian dan mengam-
bil alat pemotong rumput dari garasi untuk pertama kalinya di musim semi
itu. Saya tentu harus bergerak cepat karena sebentar lagi teman-teman saya
akan siap bermain. Saya menyentakkan kabel start mesin pemotong rum-
put lebih dari satu kali. Mesinnya tetap tidak mau menyala. Saya menekan
tombol choke lebih dari sekali untuk menambahkan bahan bakar ke tangki
karburator. Saya terus menarik kabel itu berkali-kali tetapi hasilnya tetap
sama: tidak mau menyala.
Saya berpikir, saya mungkin telah mengisi tangki karburator hingga
penuh dan perlu menunggu beberapa menit supaya bahan bakarnya mene-
tes keluar.
Saya menunggu dan sementara itu juga mengecek bahan bakar. Kemu-
dian saya mengecek ulang semua tombol untuk memastikan semuanya
diatur pada posisi start. Segala sesuatu kelihatan normal; saya hanya perlu
menunggu beberapa menit. Jadi saya menunggu dan mencoba menstar-
ternya lagi—namun mesinnya tetap tidak mau menyala.
Sekarang saya merasa frustrasi, jadi saya mengecek businya apakah kotor.
Tetapi kondisinya kelihatan bagus. Apa masalahnya? Pikir saya. Setiap menit
K E B E N A R A N YA N G D I H I N DA R I | 17 1

yang berlalu membuat saya lebih jengkel. Jika mesin pemotong rumput ini
tetap tidak mau menyala, saya tidak dapat memotong rumput, ayah saya
tidak akan senang, dan saya tidak dapat bermain dengan teman-teman.
Apa yang harus kuperbuat? Pikir saya. Kalau aku membawa mesin ini
ke bengkel, hari pasti sudah gelap sebelum mesinnya selesai diperbaiki dan
saya akan ketinggalan waktu untuk bermain. Mungkin aku bisa memin-
jam mesin pemotong rumput milik orang lain, tetapi itu juga butuh waktu.
Kami punya gunting pemotong, tetapi akan memakan waktu sampai larut
malam sebelum saya selesai memotong rumput, itu pun hasilnya tidak akan
rata dan halaman rumah akan kelihatan amburadul. Ide yang tidak masuk
akal.
Saya jengkel pada barang rongsokan itu. Gara-gara kamu aku harus
membayar harga dengan kegemaranku, saya menggerutu. Mesin pemotong
itu sudah rusak dan saya baru menyadarinya. Saya dihadapkan pada situasi
sulit. Tidak mungkin saya bisa selesai memotong rumput dan berkumpul
dengan teman-teman tepat pada waktunya.
Kemudian seorang teman yang akan bermain dengan saya singgah dan
berkata, “Sudah siap, John?”
“Belum. Ayahku menyuruh aku memotong rumput dulu sebelum pergi
bermain, dan mesin pemotong rumput ini tidak mau menyala,” jawab saya.
“Tidak ada waktu lagi untuk memperbaikinya, meminjam mesin yang lain,
atau memotong rumput dengan tangan. Aku tidak akan bisa pergi bermain
hari ini.”
Teman saya, yang sedikit lebih cerdas dari saya berkata, “Coba kulihat.”
“Tentu, silakan!” Saya sudah putus asa.
Hal pertama yang dia lakukan adalah membuka tangki bahan bakar.
Dia mengintip ke dalamnya dan mulai tertawa, lantas berkata, “Di sinilah
letak masalahmu, John. Tidak ada bahan bakar sama sekali dalam tangki
ini.”
Saya merasa malu tetapi sekaligus lega.
Dasar bodoh, pikir saya, Seharusnya itulah hal pertama yang harus kamu
periksa! Segera saya mengisi bahan bakar dan mesin pemotong itu langsung
172 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

menyala. Saya cepat-cepat memotong rumput dan kemudian pergi bermain


dengan teman-teman.
Bagaimana hal ini berkaitan dengan kekudusan? Ketika kita meninjau
kata-kata suci¸ tak berdosa dan benar sebagai definisi dari kekudusan, kita
menjadi frustrasi dan berpikir, ini mustahil. Mengapa? Karena kita men-
coba membayangkan apabila kita hidup dengan cara ini oleh kekuatan kita
sendiri. Tidak ada bedanya dengan mencoba memotong rumput halaman
dengan gunting pemotong sambil berharap bisa selesai tepat waktu untuk
bermain: sungguh mustahil! Di luar akan gelap sebelum Anda selesai memo-
tong sebagian kecil halaman.
Tetapi kita memiliki karakter baru, yang dapat disamakan dengan memi-
liki mesin pemotong rumput. Namun tanpa bahan bakar dalam tangki,
kita sama buruknya dengan tidak memiliki mesin pemotong rumput sama
sekali. Kita butuh bahan bakar dalam tangki agar mesin dapat menyala.
Dalam bab berikutnya kita akan menyelidiki hal-hal apa saja yang dapat
memacu karakter baru kita—apa saja yang memampukan kita untuk hidup
kudus di hadapan Allah.
10

BAHAN BAKA R
... kami hendak memberitahukan kepada kamu
tentang kasih karunia yang dianugerahkan
kepada jemaat-jemaat di Makedonia ... menurut
kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan
mereka ...
—2 K ORINTUS 8:1-3

... Jadilah sempurna bukanlah... sebuah


perintah untuk melakukan hal yang tidak masuk
akal. [Allah] akan menjadikan kita orang taat
yang akan dapat menuruti perintah itu.
—C.S. L EWIS

M engejar kekudusan bukanlah akhir dari segalanya; namun inilah


pintu gerbang untuk memasuki hadirat Yesus. Tuhan kita telah men-
jelaskan: “Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah
yang [sungguh-sungguh] mengasihi Aku... dan Aku pun [juga] akan men-
gasihi dia dan akan menyatakan (menunjukkan, memanifestasikan) diri-Ku
kepadanya. [Aku akan membuat diri-Ku jelas terlihat oleh dia dan menja-
dikan diri-Ku nyata baginya]” (Yohanes 14:21). Kita akan dapat mengenal
Tuan kita lebih intim jika kita memegang perintah-Nya.
Penulis kitab Ibrani meneguhkan hal ini: “... kejarlah kekudusan, sebab
tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan” (Ibrani 12:14). Se-
174 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

derhana sekali: tanpa kekudusan, tidak dapat melihat Yesus—tidak dapat


masuk dalam hadiratNya!
Kekudusan berarti menjadi milik-Nya seorang, dipisahkan secara khusus
bagi Dia. Artinya juga menjadi “suci, tidak berdosa, benar.” Kedua definisi
ini berjalan seiring. Menjadi milik-Nya yaitu hidup bagi Dia, menyenang-
kan-Nya dengan perbuatan kita. Kolose 1:10 menyatakan bahwa Dia ingin
agar “hidupmu (gaya hidup dan perbuatanmu) layak di hadapan-Nya serta
berkenan kepada-Nya dalam segala hal”. Bagaimanapun juga, Dia akan
datang kembali untuk gereja-Nya yang mulia, “tanpa cacat atau kerut atau
yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela” (Efesus 5:27).
Yang menarik adalah: inilah penjelasan satu-satunya tentang untuk
siapakah Dia akan datang kembali. Renungkanlah—Kitab Suci tidak
menyebutkan mempelai wanita-Nya sebagai sosok yang kuat, layak, hidup
teratur, digerakkan oleh pimpinan, ternama, terhormat, atau bahkan peri-
ang. Semua ini adalah sifat-sifat yang sangat baik, tetapi karakteristik utama
yang Dia inginkan dari mempelai wanita-Nya adalah “kudus dan tidak
bercela.”
Fakta menarik lainnya yaitu bahwa kekudusan adalah kualitas utama
yang menggambarkan Allah sendiri. Nabi Yesaya dan Rasul Yohanes menu-
liskan tentang melihat ruang takhta Allah. Kedua orang ini takjub me-
nyaksikan malaikat-malaikat perkasa yang senantiasa mengelilingi Dia
sambil berseru, “Kudus, kudus, kudus” (lihat Yesaya 6:3 dan Wahyu 4:8).
Mereka tidak menyerukan “setia” atau “penuh kasih” atau “baik” atau
“murah hati.” Memang Dia memiliki semua karakter yang menakjubkan
ini, namun kekudusan melebihi segalanya.

Dua Pilihan

Perintah untuk menjadi suci, tidak berdosa dan benar mengundang per-
tanyaan yang sudah sering kita dengar: “Tetapi bagaimana kita dapat hidup
seperti ini?” Kita sudah mencoba dan gagal total dengan menggunakan
kekuatan kita sendiri. Kita ingin menaati hukum Allah yang tinggal di
BA H A N BA K A R | 175

dalam suara hati kita (lihat Roma 2:14-15), namun berulang kali kita gagal.
Kemudian ada kasih karunia. Kita tidak dapat memperolehnya de-
ngan melakukan perbuatan baik sejak dahulu hingga kini. Kita tidak layak
menerimanya bahkan hingga sekarang. Anugerah Allah mengampuni kita
sepenuhnya dan akan selalu mengampuni di saat kita gagal, sebab kita telah
diselamatkan dari dosa-dosa kita!
Walaupun kita memiliki pengetahuan istimewa ini, kita masih saja frus-
trasi oleh ketidakmampuan kita untuk menuruti perintah-Nya. Mengapa
sulit sekali? Kita sudah lahir baru dengan karakter baru, jadi mengapa kita
masih terus gagal?
Saat ini, kita berpikir bahwa kita mungkin memiliki sebuah pilihan,
yang akan memberikan jalan keluar. Kita dapat mengajarkan bahwa keku-
dusan hanya mengacu pada posisi kita di dalam Kristus dan sama sekali
mengabaikan ayat-ayat Kitab Suci yang menyerukan kepada kita agar hidup
kudus, sehingga meringankan hukuman apa pun. Kita dapat berdalih tidak
adanya perubahan karena, pada dasarnya, kita adalah manusia biasa dan
akan terus berbuat kesalahan. Fokus kita semata-mata akan bertumpu ke-
pada doktrin kasih karunia versi ringkas—bagaimana kasih karunia telah
menutupi dosa-dosa masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Jika kita
hanya mengajarkan dan mempercayai hal ini saja, maka kita memupuk rasa
aman yang palsu, karena kita telah membungkam hati nurani kita. Tetapi
jika kita mendengarkan suara hati kita dengan sungguh-sungguh, kita akan
mendengarnya berseru, “Pasti masih banyak lagi!”
Sayangnya, banyak di antara kita telah puas dengan pilihan ini, sehingga
mengabaikan banyak sekali ayat-ayat Kitab Suci dalam Perjanjian Baru
yang menyerukan kepada kita untuk memiliki gaya hidup saleh. Saya dapat
memberikan daftar banyak ayat sesuai topik ini, tetapi saya akan memu-
lainya hanya dengan satu bagian:

Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan


berbuat dosa,... Dan inilah tandanya, bahwa kita mengenal Allah, yaitu
jikalau kita menuruti perintah-perintah-Nya. Barangsiapa berkata: Aku
176 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang


pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran. Tetapi barangsiapa
menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna
kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia.
Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup
sama seperti Kristus telah hidup. (1 Yohanes 2:1, 3-6)

Yohanes tidak menulis, “Janganlah khawatir apabila kamu berbuat dosa,


karena pada hakikatnya, kita hanyalah manusia biasa.” Tidak. Dengan tegas
dia menulis, “supaya kamu jangan berbuat dosa.” Ini seharusnya menjadi
target kita. Jika kita gagal mencapainya, kita masih memiliki darah Yesus
yang akan menyucikan kita. Namun, tujuan kita ialah untuk hidup sama
seperti Yesus. Dan menurut Kitab Suci, ini bukanlah tujuan yang tidak
masuk akal. Jadi pilihan untuk mengabaikan dosa yang terjadi berulang kali
oleh karena “sifat dasar manusiawi” kita tidak sesuai dengan perkataan Yo-
hanes atau beberapa ayat Kitab Suci dalam Perjanjian Baru.
Apakah ada sesuatu yang terlewatkan? Bukankah Allah sudah menge-
tahui dilema kita dan bahkan menyusun sebuah rencana? Memang benar!
Pilihan ini jarang dibicarakan, tetapi sangat sesuai dengan seluruh ajaran
Perjanjian Baru. Tidak banyak yang mengetahui aspek kasih karunia. Inilah
bahan bakar yang menggerakkan karakter baru kita. Lebih sederhananya
lagi, kasih karunia meneguhkan kita untuk hidup benar.

Kebenaran Yang Tidak Diketahui tentang Kasih Karunia

Di tahun 2009, ada sebuah survei yang dilakukan terhadap ribuan orang
Kristen di seluruh Amerika. Mereka yang disurvei adalah orang-orang yang
sudah lahir baru, memercayai Alkitab dari berbagai gereja. Pertanyaan yang
diajukan dalam survei ini adalah, “Berikanlah tiga atau lebih definisi atau
penjelasan tentang kasih karunia Allah.” Mayoritas jawaban mereka adalah
keselamatan, karunia yang tidak layak diterima, dan pengampunan dosa.
BA H A N BA K A R | 17 7

Ternyata orang Kristen di Amerika mengerti bahwa kita diselamatkan


oleh kasih karunia saja. Keselamatan tidak berasal dari percikan air, men-
jadi anggota gereja, menaati peraturan agama, melakukan perbuatan baik
melampaui yang jahat, dan lain sebagainya. Banyak jemaat injili di Amerika
yang telah berakar kuat pada kebenaran dasar tentang kasih karunia Allah
karena sudah sering ditekankan dalam khotbah-khotbah gereja, dan saya
percaya Allah juga senang akan hal ini.
Namun, yang menyedihkan ialah hanya 2 persen dari ribuan orang yang
disurvei menyatakan bahwa kasih karunia adalah kuasa Allah.14 Dan me-
mang demikianlah tepatnya Allah mendefinisikan dan menjabarkan tentang
arti kasih karunia. Dia berfirman:

“Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah


kuasa-Ku menjadi sempurna.” (2 Korintus 12:9)

Allah menyebutkan kasih karunia-Nya sebagai kuasa-Nya. Kata kelema-


han berarti “ketidakmampuan.” Allah berfirman, “Kasih karunia-Ku adalah
kuasa-Ku, dan akan menjadi lebih optimal dalam berbagai situasi di luar
kemampuan kita.”
Rasul Petrus mendefinisikan kasih karunia Allah dengan cara yang sama.
Dia menulis, “Kasih karunia dan damai sejahtera melimpahi kamu... Karena
kuasa ilahi-Nya [kasih karunia] telah menganugerahkan kepada kita segala
sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh...” (2 Petrus 1:2-3). Sekali
lagi kasih karunia disebutkan sebagai “kuasa ilahi-Nya.” Petrus menyatakan
bahwa segala sesuatu atau segala kemampuan yang dibutuhkan untuk hidup
saleh dan kudus telah tersedia bagi kita melalui kuasa kasih karunia.
Tetapi fakta bahwa survei menyatakan hanya 2 persen orang Kristen
Amerika yang mengetahui kebenaran ini merupakan masalah besar. Saya
akan menjelaskannya. Agar kita dapat menerima karunia Allah, kita harus
percaya. Inilah sebabnya mengapa ayat-ayat Kitab Suci dari Perjanjian Baru
disebut sebagai “perkataan iman” (lihat Roma 10:8). Singkatnya, jika kita
tidak percaya, kita tidak menerima.
Inilah satu contoh dari kebenaran ini. Yesus mati atas dosa-dosa seluruh
dunia. Namun, hanya mereka yang percaya yang akan diselamatkan. Jadi
inilah satu masalah besar: kita tidak dapat percaya apabila kita tidak tahu.
Jika 98 persen orang Kristen tidak tahu bahwa kasih karunia Allah adalah
kuasa-Nya, maka orang-orang ini akan berusaha untuk hidup kudus dengan
kekuatan mereka sendiri. Hal ini akan menyebabkan frustasi dan mengalami
kekalahan. Karakter baru mereka tidak diberi kuasa; dengan kata lain, tidak
ada bahan bakar dalam tangki mereka!
Mari kita melangkah lebih lanjut dengan meninjau kata Yunaninya.
Kata yang sering dipakai dalam Perjanjian Baru untuk kasih karunia adalah
charis. Kata ini didefinisikan dalam Strong’s Exhaustive Concordance sebagai
“pemberian, manfaat, hadiah, kebaikan, dan kemurahan hati.”
Jika Anda memakai definisi awal ini dan menggabungkannya dengan
ayat-ayat tertentu dalam kitab Roma, Galatia dan Efesus, Anda akan mene-
mukan definisi kasih karunia yang sudah dipahami oleh kebanyakan orang
Amerika. Akan tetapi, Strong’s melanjutkan definisinya: “pengaruh ilahi
dalam hati dan refleksinya dalam kehidupan.” Kita melihat ada refleksi yang
dipancarkan keluar dari apa yang telah dikerjakan di dalam hati, yaitu ber-
bicara tentang pemberian kuasa oleh kasih karunia.
Dalam Kisah Para Rasul, Barnabas mendatangi gereja di Antiokhia
dan ketika tiba di sana, dia “melihat kasih karunia Allah” (Kisah Para Rasul
11:23). Dia tidak mendengar tentang kasih karunia; namun, melihat buk-
tinya. Perilaku manusia yang tampak dari luar memancarkan kuasa kasih
karunia yang ada dalam hati mereka.
Inilah alasan mengapa rasul Yakobus menulis, “Tunjukkanlah kepadaku
imanmu [kasih karunia] itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan
kepadamu imanku [kasih karunia] dari perbuatan-perbuatanku” (Yakobus
2:18). Saya menyisipkan kata kasih karunia untuk iman karena memang
oleh iman (percaya akan Firman Allah) kita dapat memiliki akses oleh iman
kepada kasih karunia Allah: “Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh
iman kepada kasih karunia ini” (Roma 5:2). Tanpa iman—tanpa percaya—
tidak ada kuasa (kasih karunia). Yakobus dengan tegas menyatakan, “Tun-
BA H A N BA K A R | 17 9

jukkanlah kepadaku kuasa itu.” Inilah indikator sesungguhnya bahwa kita


telah menerima kasih karunia karena percaya.
Kasih karunia adalah anugerah. Melalui apa yang baru saja kita pelajari,
marilah kita meninjau lebih jauh lagi. Keselamatan adalah anugerah kasih
karunia. Pengampunan adalah anugerah kasih karunia. Kesembuhan adalah
anugerah kasih karunia. Kecukupan adalah anugerah kasih karunia. Mene-
rima karakter Allah adalah anugerah kasih karunia. Kuasa adalah anugerah
kasih karunia. Semua ini adalah pernyataan kemurahan hati Allah dalam
hidup kita, yang tidak pantas dan tidak layak kita terima.
Tentang kuasa, kasih karunia memampukan kita untuk melakukan lebih
dari kemampuan biasa kita. Kita tidak memiliki kemampuan untuk mem-
bebaskan diri kita sendiri dari neraka; kasih karunia yang memampukan.
Seharusnya kita tidak hidup dalam kemerdekaan, tetapi kasih karunia me-
mampukan kita. Kita tidak dapat mengubah karakter kita; kasih karunialah
yang mengubahkannya. Kita tidak mempunyai kemampuan untuk hidup
kudus, tetapi kasih karunialah yang memampukan kita. Tak heran jika kita
menyebutnya luar biasa menakjubkan!

Pertanyaan yang Menggugah Pikiran

Baru-baru ini dalam doa, Tuhan bertanya kepada saya, “Anakku,


bagaimanakah Aku memperkenalkan kasih karunia dalam kitab-Ku, Per-
janjian Baru?”
Sebagai penulis lebih dari selusin buku, pertanyaan ini memiliki makna
yang signifikan bagi saya. Saya akan menjelaskannya. Setiap kali saya mem-
perkenalkan sebuah istilah baru dalam sebuah buku, yang tidak begitu
dikenal oleh kebanyakan orang, saya akan memberikan definisi utama sebe-
lum saya memperkenalkan istilah itu. Setelah itu, di bagian buku yang lain
saya dapat memberikan definisi tambahan. Jadi jika ada istilah baru yang
diperkenalkan oleh seorang penulis berpengalaman dalam bukunya, saya
menganggap istilah itu memiliki definisi utama.
Jawab saya terhadap pertanyaan Tuhan adalah, “Saya tidak tahu.”
18 0 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Tanpa ragu-ragu, saya segera membuka konkordansi Alkitab dan me-


nemukan bagaimana Allah memperkenalkan kasih karunia dalam Perjanjian
Baru. Inilah yang saya temukan: “Karena dari kepenuhan-Nya kita semua
telah menerima kasih karunia demi kasih karunia” (Yohanes 1:16).
Perhatikan bahwa Yohanes menulis “kasih karunia demi kasih karunia.”
Saya mempunyai seorang teman yang tinggal di Athena, Yunani. Dia lahir
di sana dan tidak hanya dapat berbahasa Yunani sebagai bahasa utama, tetapi
dia juga mempelajari bahasa Yunani kuno. Dia adalah orang yang selalu saya
cari apabila ada istilah bahasa Yunani. Dia menjelaskan kepada saya bahwa
rasul ini sebenarnya ingin mengatakan bahwa Allah telah memberikan kita
“kelimpahan kasih karunia yang paling berharga.” Dengan kata lain, rasul
Yohanes menyatakan bahwa luapan atau kelimpahan kasih karunia mem-
berikan kita kepenuhan Yesus Kristus! Anda dengar itu? Kepenuhan Yesus
Kristus sendiri! Sungguh luar biasa, terutama berkaitan dengan karakter; ke-
mampuan dan kuasa-Nya!
Marilah kita menggarisbawahi kekuatan pernyataan ini dengan beber-
apa contoh. Seandainya saya mendatangi seorang pemain bola basket SMA.
Dia bukan pemain pemula dalam tim; bahkan dia duduk di bangku ca-
dangan sampai waktu tersisa dua puluh menit sebelum pertandingan usai
dan timnya sudah unggul atau ketinggalan dua puluh poin.
Saya menariknya ke samping dan berkata, “Kita sekarang memiliki cara
ilmiah untuk dapat memberimu kesempurnaan LeBron James,” yang seperti
Anda ketahui, adalah salah satu pemain bola basket terbaik yang pernah ada.
Menurut Anda, apakah jawaban yang akan dia berikan? Dia akan ber-
kata, “Ya, langsung saja! Apa yang harus saya lakukan?”
Setelah melakukan hal ini—dan Anda sudah menebaknya—dia tidak
hanya akan memenangkan timnya saja, tetapi timnya akan memenangkan
kejuaraan di negara bagian itu. Dia akan mendapatkan beasiswa penuh
untuk masuk ke sebuah universitas dan kemudian akan menjadi pilihan
utama ketika NBA merekrut para pemainnya.
Atau seandainya saya mendatangi seorang pengusaha yang sedang ke-
susahan dan berkata, “Kami memiliki cara ilmiah untuk memberimu ga-
BA H A N BA K A R | 18 1

bungan kesempurnaan antara Donald Trump, Steve Jobs, dan Bill Gates.”
Apakah jawabannya menurut Anda? “Saya mau. Ayo kita lakukan!”
teriaknya kegirangan. Apakah yang akan dia lakukan setelah menerima
kemampuan penuh dari orang-orang ini? Dia akan memikirkan cara-cara
berinvestasi yang belum pernah terpikirkan sebelumnya dan akan menjadi
sangat sukses.
Kasih karunia tidak memberikan kita kepenuhan LeBron James, Steve
Jobs, Donald Trump, Bill Gates—atau Albert Einstein, Johann Sebastian
Bach, Roger Federer, atau tokoh-tokoh hebat lainnya sepanjang sejarah.
Tidak. Yang diberikan kepada kita adalah kepenuhan Yesus Kristus sendiri!
Bisakah Anda memahami betapa hebatnya pernyataan ini?
Mungkin hal ini mengejutkan, tetapi dalam Perjanjian Baru, Allah tidak
memperkenalkan kasih karunia sebagai pemberian cuma-cuma, keselamatan
atau pengampunan dosa! Saya akan menjelaskannya. Saya sungguh-sungguh
bersyukur atas semua karunia yang luar biasa ini, tetapi semua itu dibahas
nanti dalam Perjanjian Baru. Allah memperkenalkan kasih karunia sebagai
pemberian kepenuhan Yesus Kristus. Ini berarti memiliki karakter dan kua-
sa-Nya! Inilah alasan mengapa Yohanes dengan tegas menyatakan, “Karena
sama seperti Dia [Yesus], kita juga ada [sama] di dalam dunia ini” (1 Yohanes
4:17).
Pernahkah Anda mendengar seorang pendeta berkata, “Kita memang
tidak berbeda dengan orang berdosa, hanya saja kita sudah diampuni,” atau
“Kita hanyalah cacing-cacing yang tidak layak,” atau “Kita adalah manusia
dengan sifat dosa dan terbelenggu olehnya”? Bagaimana orang-orang yang
membaca Alkitab bisa mengatakan hal ini? Bahkan alam semesta pun me-
ngajarkan kepada kita hal yang lebih baik.
Pernahkah Anda mendengar seekor singa melahirkan tupai? Pernahkan
Anda mendengar seekor kuda pacuan unggulan melahirkan cacing? Kitab
Suci menyatakan bahwa kita adalah tulang dari tulang-Nya dan daging dari
daging-Nya (lihat Efesus 5:30). Seperti kita ketahui, “Saudara-saudaraku
yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah” (1 Yohanes 3:2). Bukan
nanti, saat kita masuk ke surga, tetapi sekarang kita adalah anak-anak Allah.
18 2 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Bagaimana mungkin Allah dapat melahirkan cacing yang tidak layak? Kita
lahir dari Allah—kita memiliki benih-Nya di dalam diri kita, kita memiliki
sifat-sifat ilahi-Nya. Sebagaimana adanya Dia, demikian juga kita di dunia
ini! Bukan di kehidupan berikutnya, tetapi di dunia ini!
Mari kita memperhatikan kembali kata-kata Petrus:

Kasih karunia dan damai sejahtera melimpahi kamu... karena kuasa


ilahi-Nya [kasih karunia], telah menganugerahkan kepada kita segala
sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh... (2 Petrus 1:2-3)

Kalau berhubungan dengan kuasa, anugerah kasih karunia bukanlah


kejadian satu kali seumur hidup saat Anda diselamatkan. Ini adalah se-
suatu yang kita butuhkan terus-menerus; kita perlu “kasih karunia yang
melimpah.” Oleh sebab itu kita tahu, “Marilah kita dengan penuh kebera-
nian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan
menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada wak-
tunya” (Ibrani 4:16). Inilah bahan bakar yang kita perlukan dalam tangki
kita!
Sekarang dengarkan pernyataan Yakobus kepada orang-orang percaya
setelah menyingkapkan gaya hidup mereka yang mementingkan diri sendiri
dan berlaku tidak setia:

Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa
persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? ...Tetapi
kasih karunia, yang dianugerahkan-Nya kepada kita, lebih besar dari
pada itu. Karena itu Ia katakan: “Allah menentang orang yang cong-
kak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.” (Yakobus 4:4, 6)

Bacalah perkataan itu sekali lagi dengan teliti: “Tetapi kasih karunia, yang
dianugerahkan-Nya kepada kita, lebih besar dari pada itu” untuk menentang
keinginan mementingkan diri sendiri. Amplified Bible menulisnya demikian,
“Tetapi Dia menganugerahkan kita kasih karunia yang melimpah.” Kuasa
BA H A N BA K A R | 18 3

yang tidak layak kita terima ini memberikan kepada kita kemampuan yang
tidak kita miliki sebelumnya: kemampuan untuk hidup kudus.
Kasih karunia ini, diberikan kepada mereka yang merendahkan diri
mereka karena memercayai Firman-Nya, melimpahkan kuasa ilahi-Nya ke
dalam diri kita. Orang-orang yang tinggi hati berfokus pada kemampuan
mereka; orang-orang yang rendah hati bergantung pada kuasa Allah. Kakak
sulung Daud, Eliab, adalah orang congkak yang tidak bergantung kepada
kuasa Allah ketika berhadapan dengan raksasa Goliat dengan kekuatannya
sendiri (lihat 1 Samuel 16-17). Daud adalah orang yang rendah hati, yang
menghadapi raksasa itu dengan kekuatan Allah. Dan kita sudah tahu hasil
dari masing-masing situasi yang berbeda itu.
Yesus memberikan teladan dalam bergantung kepada kasih karunia
Allah. Di taman Getsemani, Dia sedang mengalami pergumulan hebat.
Kedagingan-Nya ingin menolak apa yang sudah Allah Bapa perintahkan,
tetapi Dia merendahkan diri-Nya sendiri dengan berdoa sementara mu-
rid-murid-Nya tertidur. Dia memohon kekuatan untuk dapat menghadapi
pergumulan paling hebat melawan keinginan-Nya sendiri. Itulah waktunya
membutuhkan pertolongan, dan Dia datang dengan keberanian untuk
mendapatkan kuasa kasih karunia Allah Bapa untuk melewati pergumu-
lan itu. Murid-murid-Nya telah gagal, tetapi mereka sudah diperingatkan
terlebih dahulu oleh Yesus: “Roh memang penurut, tetapi daging lemah”
(Matius 26:41)!
Dalam kisah saya tentang tugas memotong rumput sebelum bermain
bola sebelumnya, saya tidak membeli atau berhak atas mesin pemotong
rumput atau bahan bakarnya. Itu semua adalah pemberian ayah saya. Mesin
pemotong rumput itu bisa mewakili karakter baru kita, yang diberikan ke-
pada kita cukup sekali saja. Dengan mesin itu, saya memiliki potensi untuk
memotong rumput. Tetapi tanpa bahan bakar, sama buruknya dengan tidak
mempunyai mesin pemotong rumput. Bahan bakar itu merupakan kuasa
dari kasih karunia. Bahan bakar itu bukan pemberian sekali saja—saya me-
merlukannya setiap kali saya harus memotong rumput.
18 4 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Kasih karunia memberikan kepada kita sifat-Nya saat kita diselamatkan,


tetapi kita perlu lebih banyak kasih karunia lagi untuk memampukan sifat
kita sehingga kita dapat hidup seperti Yesus.

Apa yang Diperbolehkan dan yang Dilarang

Mari kita meninjau kembali perkataan Paulus kepada jemaat di Efesus. Ka-
ta-katanya memiliki makna yang lebih dalam lagi setelah apa yang baru saja
kita bahas.

Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan:


Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah
dengan pikirannya yang sia-sia. Perasaan mereka telah tumpul, se-
hingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan mengerjakan
dengan serakah segala macam kecemaran... [kenakanlah] manusia baru,
yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran
dan kekudusan yang sesungguhnya. (Efesus 4:17, 19, 24)

Harus ada perbedaan jelas antara orang yang terhilang dengan orang-
orang percaya, bukan saja dalam hal-hal yang kita percayai tetapi juga cara
hidup kita karena kita sudah memiliki sifat baru. Tetapi kita harus me-
ngenakannya. Dengan kata lain, kita harus merendahkan diri kita dengan
memercayai dan berserah kepada kuasa kasih karunia. Anggaplah seperti
ini. Ayah saya bisa saja memberikan mesin pemotong rumput, tetapi tidak
ada gunanya jika saya tidak mengisinya dengan bahan bakar, menghidup-
kan mesinnya, dan menggunakannya. Inilah yang dimaksud dengan me-
ngenakan karakter baru kita. Kita memakainya!
Paulus melanjutkan penjelasannya tentang bentuk tindakan praktisnya:

Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang
lain, karena kita adalah sesama anggota. Apabila kamu menjadi marah,
janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum
BA H A N BA K A R | 18 5

padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis. Orang


yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras
dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya
ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan. Ja-
nganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu... (Efesus 4:25-29)

Saya pernah mendengar orang berkata, “Perjanjian Lama penuh de-


ngan peraturan tentang apa yang dibolehkan dan yang dilarang, tetapi
Perjanjian Baru seluruhnya adalah tentang kasih karunia.” Bahkan banyak
konferensi dan gereja-gereja yang mengajarkan bahwa kasih karunia Allah
membebaskan kita dari perintah hukum Taurat, dan banyak orang yang
sungguh-sungguh memercayainya. Tetapi Yesus berkata bahwa hanya me-
reka yang mendengar dan melakukan perintah-Nya yang akan mengalami
manifestasi hadirat-Nya. Para pengajar ini berpikir mereka telah membe-
baskan para pendengar mereka, padahal kenyataannya mereka membawa
orang-orang itu menjauh dari apa yang akan membawa mereka masuk ha-
dirat Allah. Sungguh menyedihkan.
Kenyataannya: Yesus memberikan kita perintah. Dia memerintahkan
kita, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku... ajarlah mer-
eka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Matius
28:19-20) dan bukanlah “segala sesuatu yang telah Aku usulkan kepadamu.”
Saat ini, banyak orang menyukai firman-Nya yang berbicara tentang
kedaulatan Allah tetapi menganggap enteng firman-Nya yang memerintah-
kan kita untuk berbuat saleh. Memang benar Allah berdaulat, tetapi tanpa
adanya kesadaran akan kebebasan manusia dalam memilih, kita akan sampai
pada kesimpulan menganggap firman-Nya yang memerintahkan perbuatan
kudus hanyalah sekadar usulan belaka.

Perintah

Para rasul memberikan perintah Yesus kepada kita. Saya mengulang per-
kataan Yohanes: “Dan inilah tandanya, bahwa kita mengenal Allah, yaitu
18 6 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

jikalau kita menuruti perintah-perintah-Nya” (1 Yohanes 2:3). Kemudian


dia melanjutkannya lagi, “...Kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti
perintah-perintah-Nya” (1 Yohanes 5:3).
Paulus menulis, “Kamu tahu juga petunjuk-petunjuk mana yang telah
kami berikan kepadamu atas nama Tuhan Yesus” (1 Tesalonika 4:2). Per-
kataan dia selanjutnya: “Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu”
(1 Tesalonika 4:3). Kita diharapkan untuk menuruti perintah Yesus untuk
hidup kudus.
Petrus menjelaskan lebih gamblang lagi perintah untuk hidup kudus.
Dia memberikan kenyataan tragis yang akan terjadi ketika orang-orang
menjauhi iman di hari-hari terakhir. Dia menuliskan bahwa mereka akan,
“berbalik dari perintah kudus yang disampaikan kepada mereka” (2 Petrus
2:21). Tidak hanya kita sudah diberikan perintah dalam Perjanjian Baru,
tetapi perintah itu secara khusus telah diberikan dengan petunjuk “perintah
... untuk hidup kudus.”
Jika kita meneliti perkataan rasul Paulus dalam Efesus 4:25-20, kita
membaca perintah-perintah yang tegas untuk hidup kudus:
Jangan berdusta.
Jangan berbuat dosa dengan membiarkan amarah menguasai Anda.
Jangan mencuri.
Jangan menggunakan perkataan kotor atau bahasa kasar.
Dapatkah kita berkata jujur bahwa tidak ada perintah larangan dalam
Perjanjian Baru? Semua perintah ini tampaknya seperti larangan menurut
saya. Bagaimana menurut pendapat Anda?
Ibaratkan seperti ini. Ketika saya masih kecil, ayah saya memberitahu,
“Anakku, jangan berlari ke jalan raya untuk mengambil bola tanpa melihat
kiri kanan.” Itulah perintah larangan, tetapi dia tidak bermaksud kejam atau
negatif. Dia hanya memberikan larangan ini agar saya tidak celaka dan dapat
berumur panjang.
Allah hanya memberikan larangan ini agar kita dapat hidup dengan se-
gala kelimpahan, produktif, dan panjang umur. Dan yang lebih baik lagi,
BA H A N BA K A R | 18 7

kita sudah memiliki sifat-sifat ilahi dan kuasa kasih karunia untuk men-
jalankan perintah-perintah-Nya.

Jangan Berdusta

Marilah kita membahas setiap larangan yang baru saja saya sebutkan di atas.
Saya mendengar dan menyaksikan konsekuensi menyedihkan dari ba-
nyak kisah ketidakjujuran di antara orang-orang Kristen sepanjang perjala-
nan saya. Baru-baru ini saya membawa lima belas pengusaha ke Machu
Picchu untuk mendaki selama empat hari menelusuri Jejak suku Inca. Sung-
guh momen yang luar biasa dapat menikmati pemandangan dan pelayanan
dan—singkatnya—olahraga yang sangat menantang.
Dalam pendakian beberapa jam dengan setiap orang, saya mendengar
kisah yang berulang kali terjadi tentang pengalaman mereka dengan pe-
ngusaha Kristen lainnya yang telah berbohong hanya demi mendapatkan
penjualan atau transaksi. Janji-janji kosong dan komitmen yang dilanggar
sepertinya kejadian yang sudah lazim terjadi, dan bukannya pengecualian,
ketika bertransaksi dengan saudara seiman. Saya diberitahu tentang orang-
orang Kristen yang menggunakan material di bawah standar, melanggar
kode etik, menyalahi aturan, menawarkan jasa layanan yang tidak dipenuhi,
mengabaikan garansi, dan lain-lain.
Salah satu orang itu menceritakan kisah tentang seorang teman yang
bekerja membangun rumah tinggal. Mereka berdua sedang membangun
rumah di area pengembangan yang sama. “Saudara dalam Kristus” ini meng-
gali banyak lubang di tanah milik orang lain—termasuk tanah yang sedang
dikerjakan oleh teman mendaki saya—tempat dia membuang sisa material
bangunan. Kemudian dia menutupi lubang itu dan bukannya membayar
untuk membuang material itu ke tempat yang selayaknya. Saya mendengar
kisah-kisah lain yang lebih buruk lagi selama perjalanan itu, tetapi kisah
yang satu ini sangat menonjol karena “saudara dalam Kristus” ini adalah
pemimpin pujian dalam sebuah gereja injili dalam komunitas kami.
18 8 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Dusta tidak hanya terjadi dalam dunia perdagangan tetapi juga di dalam
pemerintahan, dunia pendidikan, pelayanan gereja, kedokteran, di antara
anggota keluarga dan sesama teman. Kita berdusta untuk mempertahankan
harga diri, melindungi reputasi kita, mendorong kita pada posisi yang di-
inginkan, mempercepat proses menuju hasil yang diinginkan. Berdusta san-
gat memikat karena dapat mempercepat proses sesuatu yang seharusnya kita
peroleh jika kita mengandalkan Allah untuk menyediakannya.
Seberapa sering kita berkata kepada orang lain bahwa kita mendoakan
mereka padahal sebenarnya tidak? Kita menjanjikan anak-anak kita sesuatu
yang tidak kita penuhi. Kita membatalkan janji yang kita ucapkan sendiri.
Kita membual demi melancarkan tujuan kita. Semua ini adalah dusta dan
akhirnya akan menyakiti orang lain.
Saya akan menekankan kembali poin penting ini: manfaat dari melaku-
kan perintah Yesus adalah janji hadirat-Nya. Pemazmur menekankan kebe-
naran ini ketika bertanya, “TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam
kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus?” (Mazmur
15:1). Kemudian dia memberikan jawaban: mereka “yang berpegang pada
sumpah, walaupun rugi” (ayat 4). Alkitab The Message mencatatnya sebagai,
“berpeganglah pada sumpah, walaupun rugi.”
Jika kita mengabaikan perintah Paulus kepada jemaat di Efesus supaya
mereka tidak berdusta, kita dapat kembali kepada perintah Yakobus. Dia
menulis, “Janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah berdusta mela-
wan kebenaran!” (3:14). Dan Paulus juga memberikan perintah yang sama
kepada jemaat di Kolose: Jangan lagi kamu saling mendustai (3:9). Perhati-
kanlah! Paulus yang diutus Allah untuk menyampaikan wahyu tentang ke-
limpahan kasih karunia, memberikan kita larangan. Jika kita memisahkan
banyak pernyataan dalam Perjanjian Baru—baik oleh Paulus ataupun para
rasul lainnya—kita akan mendakwa mereka sebagai orang-orang yang me-
nentang kasih karunia, padahal sebenarnya tidak demikian.
Jika seluruh bahasan kita hanya terfokus pada kasih karunia yang
menaungi kita, tanpa mengajarkan orang-orang percaya tentang kuasa per-
buatan yang menyertai kasih karunia—dalam hal ini, jangan berdusta—
BA H A N BA K A R | 18 9

akhirnya kita hanya akan memiliki gereja yang membenarkan perbuatan


ini demi meraih tujuan yang diinginkan. Apakah ajaran dan kepercayaan
tentang kasih karunia yang tidak sesuai tanpa menekankan kekudusan akan
mengizinkan kita berbuat demikian? Apakah ini mengajarkan kita untuk
mengabaikan hati nurani kita?

Jangan Biarkan Amarah Menguasai Anda

Daftar berikutnya: jangan berbuat dosa dengan membiarkan amarah me-


nguasai Anda. Saya mengamati wajah wanita dan pria yang tinggal ber-
sama pasangan yang pemarah. Saya mendengar kisah tentang ketakutan
yang meliputi sebuah rumah saat orang-orang yang mengaku Kristen ini
marah membabi-buta. Bagaimana dengan anak-anak yang tinggal bersama
orangtua yang dalam kemarahannya berubah menjadi kasar dan destruktif?
Kerusakan harta benda dan bahkan luka fisik dihasilkan oleh kobaran am-
arah seperti ini. Para korban hidup dalam ketakutan akan luapan amarah
berikutnya. Kemarahan merusak suasana rumah tangga yang tidak lagi men-
jadi tempat berlindung. Di gereja pada hari Minggu, keluarga ini sepertinya
baik-baik saja, tetapi semuanya hanya kedok semata. Sayangnya, kita memi-
lih untuk meremehkan atau mengabaikan perintah ini.
Perintah ini tidak ada di satu bagian saja. Ada banyak perintah lain
untuk menanggalkan kemarahan dalam surat para Rasul. Paulus menulis
lebih tegas lagi: “Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan
fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu” (Efesus 4:31). Yakobus memer-
intahkan, “Setiap orang hendaklah... lambat untuk marah; sebab amarah
manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah” (Yakobus 1:19-
20). Paulus sekali lagi memerintahkan jemaat di Kolose, “Buanglah... marah
[dan] geram...” (3:8).
Mari kita bertanya sekali lagi, apakah semua ini seperti larangan dari
orang-orang yang menerima wahyu akan kasih karunia Allah? Apakah kita
telah melewatkan sesuatu di sini?
19 0 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Jangan Mencuri

Jangan mencuri. Seberapa sering kita meminjam uang dan tidak memba-
yarnya kembali? Seberapa sering kita terbelit banyak hutang? Kita percaya
bahwa berkat Allah suatu hari nanti akan dinyatakan, jadi kita terus meng-
abaikan hikmat Allah dan terperosok lebih dalam lagi ke dalam hutang.
Akhirnya kita mungkin akan menyatakan pailit, istilah yang diterima oleh
umum yang akan membebaskan kita dari kewajiban untuk membayar
hutang-hutang kita terhadap orang lain.
Seberapa sering kita menggunakan fasilitas perusahaan untuk kepent-
ingan pribadi? Inilah yang dinamakan penggelapan. Kita akan menyatakan
dengan penuh percaya diri, “Saya orang Kristen yang diselamatkan oleh
kasih karunia Allah.” Tetapi kita tidak menuruti perintah Yesus lewat para
rasul-Nya.
Seorang pendeta tempat saya bekerja menghadiri setiap kebaktian,
menyaksikan banyak mukjizat terjadi dan membual kepada saya tentang
bagaimana dengan mudahnya dia dapat berdoa selama masa puasa yang
panjang. Tetapi di samping itu, dia menggelapkan ribuan dolar dari gereja.
Akhirnya dia tertangkap. Ini hanya satu kisah tentang orang Kristen yang
mencuri dan berusaha membenarkan tindakannya.
Berapa banyak dari kita yang tidak jujur dalam laporan pajak kita,
menunda untuk melaporkan pendapatan kita? Dalam kasus ini, ada per-
intah Paulus lainnya yang diabaikan: “Itulah juga sebabnya maka kamu
membayar pajak” (Roma 13:6). Kita membenarkan tindakan pencurian
kita dengan alasan pemerintahan kita yang tidak becus dalam menjalankan
tugasnya. Kapan kita akan belajar bahwa perbuatan salah dengan alasan apa
pun tetap saja tidak benar?

Jangan Menggunakan Perkataan Kotor atau Bahasa Kasar

Alkitab The Amplified menyatakan perintah selanjutnya seperti ini: “Jangan


ada perkataan kotor atau bahasa kasar, atau kata-kata hujatan atau jorok atau
BA H A N BA K A R | 19 1

percakapan yang sia-sia keluar dari mulutmu” (Efesus 4:29). Sudah terlalu
sering saya melayani orang-orang yang telah dihujat oleh sesama orang Kris-
ten lainnya. Mereka terluka karena perkataan pedas dan menyakitkan hati.
Jiwa mereka terluka dan butuh waktu untuk sembuh.
Kerap kali saya mendengar percakapan yang sia-sia di antara sesama
orang percaya, bahkan cerita dan gurauan yang menyinggung ras tertentu di
kantor-kantor gereja. Bahkan kata-kata kotor dari mimbar gereja juga sering
terdengar.
Baru-baru ini saya makan malam bersama pasangan muda yang meng-
gembalakan sebuah gereja besar. Mereka mengagumi dan menghormati
pelayanan global tertentu. Mereka diberi kesempatan untuk makan malam
bersama salah satu pemimpin organisasi ini. Selama acara makan malam,
pemimpin organisasi ini beberapa kali menyebutkan kata-kata yang sangat
jorok. Pasangan muda ini masih terkejut walaupun beberapa bulan telah
berlalu.

Kita telah Menyepelekan Kasih Karunia

Apa yang telah terjadi? Apakah kita sudah menjadi begitu dingin sehingga
kita menanggalkan perbuatan kudus? Apakah kita telah mengorbankan ke-
saksian kita supaya lebih relevan? Saya setuju 100 persen bahwa kita harus
berpikiran relevan, progresif, dan maju, tetapi bukan dengan cara berkom-
promi dengan Firman Allah.
Kita harus bertanya: para rasul melihat pentingnya memberikan pe-
rintah yang membimbing kita untuk hidup kudus, jadi mengapa kita tidak
menyuarakan perintah itu? Apakah kita merasa tahu lebih banyak daripada
mereka? Apakah kita tahu lebih banyak daripada Yesus?
Apakah musuh telah memikat kita sama seperti yang dia lakukan terha-
dap Hawa? Kali ini memang agak berbeda. Hawa tahu betul perintah untuk
tidak makan dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat. Musuh
mengambil risiko ketahuan secara terang-terangan menyangkal Firman
Allah. Itulah tugas yang sangat pelik baginya.
19 2 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Kita telah membuat segala sesuatunya lebih mudah bagi iblis. Kita be-
gitu mudahnya melupakan beberapa bagian Firman Allah. Apakah Anda
ingat bagaimana Allah memerintahkan, “Semua pohon dalam taman ini
boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan ten-
tang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya”? (Kejadian
2:16-17). Sebaliknya, beberapa orang di masa sekarang akan mengatakan,
“Semua pohon dalam taman ini boleh kau makan buahnya dengan bebas.”
Titik. Akhir cerita. Mereka mengabaikan perintah yang melarang “jangan-
lah kaumakan”—larangan—karena berkaitan dengan perbuatan yang tidak
kudus.
Intinya, kita telah menyepelekan kasih karunia Allah. Kita memang
telah menyatakannya dengan benar bahwa kasih karunia Allah menyelamat-
kan, mengampuni, dan merupakan pemberian cuma-cuma sebagai per-
nyataan kasih-Nya. Namun, kita belum menyatakan bahwa kasih karunia
telah mengubah karakter kita dan memberi kuasa kepada kita untuk hidup
berbeda dari kehidupan kita sebelumnya. Kita menghindar untuk mem-
beritakan kepada orang-orang bahwa sekarang mereka diberi kuasa untuk
menanggalkan perbuatan yang tidak saleh. Akibat dari aksi diam ini, banyak
orang percaya yang tidak tahu akan kekudusan dan kehilangan kesempatan
untuk berada dalam hadirat Allah.

Tindakan Kita Sangat Berarti

Baru-baru ini saya tengah membaca Alkitab di pagi hari. Saat itu saya sedang
membaca kitab Mazmur dan Ibrani. Saya sudah selesai membaca bagian
Mazmur dan mulai membalikkan halaman ke kitab Ibrani ketika saya mera-
sakan dorongan kuat oleh Roh Kudus yang mengatakan, “Tidak, jangan
baca Ibrani. Bacalah kitab Wahyu.”
Saya sudah mulai membaca kitab Wahyu beberapa minggu yang lalu,
juga atas dorongan Roh Kudus. Saya membaca dua pasal pertama, tetapi
sayangnya, saya kehilangan minat untuk membacanya. Hari berikutnya saya
kembali ke daftar bacaan Alkitab sesuai jadwal. Saat itu, dua minggu kemu-
BA H A N BA K A R | 19 3

dian, saya kembali ke bagian yang saya tinggalkan pada pasal tiga dalam
kitab Wahyu. Saya dikejutkan oleh perkataan Yesus kepada jemaat di Sardis:

“Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal eng-


kau mati!” (Wahyu 3:1)

Pertama-tama, perhatikan pernyataan Yesus, “Aku tahu segala peker-


jaanmu,” dan bukan “segala sesuatu yang kamu percayai.” Dia tidak ber-
kata “Aku tahu maksudmu.” Dalam terjemahan lain Dia berkata, “Aku tahu
perbuatanmu.” Di sini jelas bahwa Yesus tidak mengacu kepada kebenaran
posisi gereja tetapi kekudusan mereka yang tampak dari luar—perbuatan,
perilaku, pilihan hidup mereka, dan lain sebagainya.
Dia mengidentifikasi gereja ini memiliki reputasi sebagai gereja yang
hidup. Apa saja yang memberikan kesan ini? Apakah karena gereja itu
berkembang dan populer, dengan kebaktian yang menarik, dan suasana
yang menggairahkan? Ingatlah, kita bisa saja dengan mudah menggantikan
hadirat Allah dengan atmosfer. Jika Anda menghadiri konser lagu pop, ada
kerumunan banyak orang dan antusiasme yang mudah menyebar, dan an-
tisipasi besar akan malam yang luar biasa, tetapi apakah pertunjukan seperti
ini sejalan dengan kehendak Allah?
Pertanyaan penting untuk membedakan apakah jemaat itu hidup atau
mati adalah, apakah kita menuruti perkataan Yesus, ataukah kita sebe-
narnya membangun sebuah komunitas rukun yang sebenarnya menjauhi
perintah-Nya? Pertanyaan lain yang harus kita tanyakan adalah, apakah
kita menyatakan kebenaran yang berbicara tentang kondisi hati, bertujuan
untuk mengubah perilaku, atau pesan yang hanya membuai emosi kita dan
merangsang intelektual kita?
Setelah pernyataan pembuka ini, Yesus melanjutkan perkataan-Nya:

“Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah ham-
pir mati, sebab tidak satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna
di hadapan Allah-Ku.” (ayat 2)
19 4 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Sekali lagi Yesus menunjukkan perbuatan mereka, bukan kepercayaan


mereka. Seperti yang dinyatakan sebelumnya, ada hal yang diperbolehkan
dan dilarang dalam Perjanjian Baru; perintah-perintah ini mengadu kepada
perbuatan kita. Menurut Yesus, gereja ini tidak mengejar dan menganut cara
hidup kudus. Dia kemudian menyatakan:

“Karena itu ingatlah, bagaimana engkau telah menerima dan mende-


ngarnya; turutilah itu dan bertobatlah! Karena jikalau engkau tidak
berjaga-jaga, Aku akan datang seperti pencuri dan engkau tidak tahu
pada waktu manakah Aku tiba-tiba datang kepadamu.” (Wahyu 3:3)

Ingatlah,Yesus berbicara kepada gereja dan bukan kepada kota itu, yaitu
Sardis. Namun apabila perkataan-Nya hanya ditujukan kepada gereja berse-
jarah ini, mereka tidak mungkin dicantumkan dalam Alkitab. Faktanya
pesan itu memiliki makna profetik di masa sekarang, dan ditujukan kepada
semua orang percaya, sama seperti pertama kali disampaikan kepada jemaat
di kota itu. Perintah ini juga ditujukan kepada kita, karena Firman Allah
itu hidup. Jadi mulai saat ini, saya akan merujuk kepada pernyataan Yesus
dalam konteks tersebut.
Yesus memerintahkan kita agar kembali kepada apa yang kita percayai
sejak awal. Dengan kata lain, kita telah menyimpang dari kehidupan yang
kudus. Kita membuat doktrin kasih karunia yang memperbolehkan kita
hidup sama seperti orang tidak percaya dalam komunitas kita. Walaupun
kelihatannya ajaran itu baik, tetapi apakah ini disebut Firman Allah?
Yesus memerintahkan gereja ini agar bertobat dan kembali kepada Fir-
man-Nya. Ada guru-guru di zaman modern ini yang mengajarkan bahwa
sekali kita menjadi orang Kristen, kita tidak perlu lagi memohon pengam-
punan karena seluruh dosa kita di masa lampau, sekarang dan di masa depan
dengan sendirinya telah diampuni. Jika memang benar demikian, lalu me-
ngapa Yesus memerintahkan kita, gereja-Nya, untuk bertobat dan kembali
kepada-Nya?
BA H A N BA K A R | 19 5

Jika Anda melihat berbagai ajaran kasih karunia yang tidak sesuai, yang
telah memikat banyak orang saat ini, banyak di antaranya dikembangkan
oleh para pemimpin yang sebenarnya dibesarkan dengan doktrin legalisme
—ajaran yang menyimpang tentang kekudusan. Memang benar, kekudusan
kerap disalahartikan di banyak gereja, tetapi ini tidak mengubah fakta bahwa
kekudusan sangat penting dalam kehidupan Kristen. Sepanjang sejarah ge-
reja, panggilan untuk hidup kudus telah menjadi bagian penting dalam misi
kita secara umum dan tugas kita masing-masing. Kita harus kembali kepada
fondasi kita: apa yang kita “dengar dan percayai sejak awal.”
Yesus melanjutkan:

“Tetapi di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaian-


nya; mereka akan berjalan dengan Aku dalam pakaian putih, karena
mereka adalah layak untuk itu.” (Wahyu 3:4)

Perhatikan kata “mencemarkan pakaian mereka.” Ingatlah perkataan


Paulus yang mempersiapkan kita untuk menerima hadirat Allah: “Marilah
kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan
dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan
Allah” (2 Korintus 7:1). Yesus sedang mengoreksi haluan gereja dengan se-
ruan untuk kembali kepada kehidupan yang kudus dan tidak mencemari
pakaian jasmani dan rohani kita dengan gaya hidup yang tidak kudus. Ini
akan membuat kita siap sedia menyambut hadirat-Nya dan kedatangan-Nya
yang kedua, karena kemudian Dia menyatakan, “Berbahagialah dia, yang
berjaga-jaga dan yang memperhatikan pakaiannya” (Wahyu 16:15). Dia
mengakhirinya dengan:

“Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian;


Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan
Aku akan mengaku namanya di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para
malaikat-Nya. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang
dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat.” (Wahyu 3:5-6)
19 6 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Penghapusan nama Anda dari Kitab Kehidupan adalah hal yang sangat
serius. Namun, kata-kata ini diucapkan langsung oleh Juruselamat kita.
Penting sekali bagi kita untuk mendengarkan dan memperhatikan dengan
saksama apa yang Roh Allah katakan melalui Firman Allah, dan tidak meng-
abaikan ajaran-ajaran yang mungkin tidak sesuai dengan apa yang kita per-
cayai sebelumnya atau yang tidak biasanya diajarkan.
Allah telah membenarkan kita; kita tidak dapat berbuat apa pun untuk
memperoleh posisi ini di dalam Kristus. Tetapi, gaya hidup yang sesuai den-
gan perbuatan kudus juga sangat penting dalam pandangan-Nya.
Paulus menulis, “Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan
semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan ke-
fasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana,
adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini” (Titus 2:11-12). Ini adalah
perintah yang jelas. Jadi mengapa kita tidak memberitakan kebenaran ini
dari mimbar kita?
Marilah kita tidak pernah berhenti mengajarkan bahwa kita tidak
dapat memperoleh kemurahan, pengampunan atau keselamatan dari Allah.
Marilah kita tetap menyerukan kabar baik. Namun demikian, marilah
kita berhenti menyepelekan kasih karunia-Nya. Marilah kita menyatakan
seluruh kebenaran ini!
11

BAIK ATAU BERG UNA?


[Kamu berkata], “Segala sesuatu
diperbolehkan.” Benar, tetapi
bukan segala sesuatu berguna.
—1 K ORINTUS 10:23

... Kekudusan secara keseluruhan bukan saja


penting sebagai syarat masuk ke surga,
tetapi... juga berguna untuk mendapatkan
hasil yang terbaik dalam hidup Kekristenan
di dunia ini.
—D OUGAN C LARK

S ebagai seorang pendeta yang sering berkhotbah dan “memberi”, sa-


ngatlah menyegarkan jika dapat mendengarkan pesan dari anak-anak
Tuhan yang lain. Baru-baru ini saya sedang menikmati hal seperti ini. Pen-
deta yang diundang untuk berkhotbah sangat disegani di negara kami, dia
menggembalakan sebuah gereja besar dan terkenal dengan ide-idenya untuk
pengembangan gereja lokal. Khotbahnya menarik, menguatkan, dan mence-
likkan mata. Ribuan orang mendengarkan dia dengan sungguh-sungguh di
dalam gedung pertemuan itu.
Pada sebuah topik, dia menyampaikan sebuah komentar yang kede-
ngarannya baik, bijaksana dan rendah hati tetapi tidak pas di telinga. Dia
berkata, “Apa yang akan saya katakan mungkin kedengarannya negatif. Saya
19 8 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

biasanya tidak berbicara seperti ini karena saya tidak dapat meyakinkan
orang-orang dengan khotbah saya. Saya menyerahkan seluruh “keyakinan”
itu kepada Roh Kudus.”
Saya mencoba menepis kegelisahan dalam hati saya tetapi tidak berhasil.
Sebelumnya saya mendengar banyak pemimpin lain menggunakan kata-kata
yang sama. Secara logika kedengarannya memang benar, jadi mengapa saya
gusar? Kemudian saya teringat perkataan Paulus kepada anak didiknya yang
bernama Timotius. Selesai kebaktian saya mencari ayat itu:

Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nya-
takanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah... (2 Timotius 4:2)

Saya akan menyampaikan konteks dari ayat ini terlebih dahulu. Saat
Paulus menulis surat ini, Timotius sedang menggembalakan sebuah gereja
besar di Efesus. Pasal dalam kitab Perjanjian Baru ini berisi tulisan terakhir
Paulus, bukan hanya ditujukan kepada anak didiknya tetapi juga kita semua.
Saya membayangkan dia dapat merasakan akhir ajalnya sudah dekat dan
memilih topik dan pesannya dengan cermat.
Saya tidak ingin hanya memiliki pengetahuan yang dangkal tentang apa
yang dimaksud Paulus dengan “nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan
nasihatilah” jadi saya memulai penyelidikan. Pertama-tama saya mengambil
The Amplified Bible untuk mencari penjelasan, tetapi sebelum saya tiba di
ayat yang saya kutip di atas, ayat sebelumnya menarik perhatian saya:

Di hadapan Allah dan Kristus Yesus yang akan menghakimi orang yang
hidup dan yang mati, aku BERPESAN dengan sungguh-sungguh ke-
padamu... (2 Timotius 4:1)

Kata berpesan (dalam bahasa Inggris to charge) diterjemahkan dalam


huruf besar; agar tidak salah menulis. Ini dilakukan sebagai penekanan. Saya
menghubungi teman saya Rick Renner, seorang pakar bahasa Yunani sejak
lama, dan menanyakan arti kata ini sebenarnya. Jawabannya:
BA I K ATAU B E R G U N A? | 19 9

Kata Yunani “BERPESAN” atau “CHARGE” adalah diamarturomai—


sebuah kata yang dipakai saat pegawai pemerintah mengambil sumpah
pejabat publik. Orang yang mengambil sumpah jabatan mereka
mengundang segenap dewa untuk menyaksikan dan mendengarkan
—menekankan betapa serius tindakan mengambil sumpah itu—dan
kemudian orang yang memberikan sumpah itu jabatan akan berpesan
(charge) kepada mereka untuk melaksanakan pekerjaan mereka dengan
penuh tanggung jawab dan mengingatkan bahwa dewa-dewa sedang
mengawasi mereka. Dalam konteksnya terhadap Timotius, Paulus
berkata (uraian kata-kata saya sendiri): “Aku memohon kepada Allah
untuk mengawasimu saat menerima pesan yang akan kusampaikan
kepadamu...” Ini adalah pesan serius yang mengisyaratkan kepada
Timotius agar dia memperhatikan sungguh-sungguh apa yang akan
didengarnya karena Allah sendiri menyaksikan dan mendengarkan—
dan itulah sebabnya seluruh ayat itu berbicara tentang penghakiman...
Paulus ingin agar Timotius mengerti betapa seriusnya pesan yang hen-
dak disampaikannya dan apa yang akan didengarnya. Kata berpesan
(charge) adalah kata yang menekankan tanggung jawab kepada para
pendengarnya.”

Paulus bersikap sangat tegas kepada pendeta muda ini (dan dengan kita),
memastikan agar perintahnya tidak dianggap sebagai pilihan. Sebagaimana
Rick sudah menjelaskan, Paulus membuat pesan ini di hadapan Allah dan
Yesus Kristus. Dengan kata lain, Allah akan menghakimi Timotius, serta
para pelayan lain, jika dia tidak melaksanakan mandat ini. Inilah mandatnya:

[Kabarkan dan] Beritakanlah firman, siap sedialah [siap siaga, berja-


ga-jaga dan bersiap-siap] baik atau tidak baik waktunya [nyaman atau
tidak nyaman,diterima atau tidak, engkau sebagai pemberita Firman
harus menunjukkan kepada orang-orang dalam hal apa sajakah mereka
hidup dengan tidak benar.] (2 Timotius 4:2 Amplified Bible)
20 0 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Seorang pemberita Injil bertujuan untuk “menunjukkan kepada orang-


orang dalam hal apa sajakah mereka hidup dengan tidak benar.” Itu baru
hebat!
Pikiran pertama yang ada dalam benak saya tentang khotbah yang saya
dengar tadi adalah, Tidak heran pernyataan pendeta itu kedengarannya tidak
tepat. Walaupun kedengarannya bagus, tetapi sebetulnya itu bukanlah kebe-
naran. Sadar atau tidak, dia telah memilih apa yang dia anggap baik melebihi
perkataan Allah. Pemimpin ini menyerahkan tanggung jawab kepada Roh
Kudus, tetapi Paulus dengan jelas menyatakan bahwa tanggung jawab itu
ada di tangan kita.
Baru-baru ini seorang pendeta populer dan istrinya diwawancari dalam
program berita internasional. Orang yang mewawancarai mereka menanya-
kan tentang topik percabulan dan jawaban mereka adalah, “Bukan bagian
kami untuk memberitahu orang-orang bagaimana mereka harus menjalani
hidup mereka.”
Saya tahu pasangan ini mengasihi semua orang. Mereka ingin melihat
orang-orang yang terhilang mendengar kabar baik dan menerima Yesus.
Visi mereka luar biasa—sangat mengagumkan sekali apabila semua pendeta
memiliki kegigihan mereka. Tetapi, apakah kita mengubah pesan langsung
dari Allah yang berkata “menunjukkan kepada orang-orang dalam hal apa
sajakah mereka telah hidup dengan tidak benar” dan menggantikannya de-
ngan filosofi baik kita yaitu “tidak berhak memberitahu orang bagaimana
mereka harus menjalani hidup mereka”?
Apakah ini taktik para rasul? Pada sebuah kesempatan, Paulus menya-
takan strateginya kepada raja yang masih belum menerima keselamatan:

“Sebab itu, ya raja Agripa, kepada penglihatan yang dari sorga itu tidak
pernah aku tidak taat. Tetapi mula-mula aku memberitakan kepada
orang-orang Yahudi di Damsyik, di Yerusalem dan di seluruh tanah
Yudea, dan juga kepada bangsa-bangsa lain, bahwa mereka harus ber-
tobat dan berbalik kepada Allah serta melakukan pekerjaan-pekerjaan
yang sesuai dengan pertobatan itu.” (Kisah Para Rasul 26:19-20)
BA I K ATAU B E R G U N A? | 20 1

Untuk memberitakan kepada orang-orang yang belum menerima kese-


lamatan agar mereka bertobat dari dosa-dosa mereka, dan setelah pertobatan
mereka—untuk membuktikan mereka telah berubah—ini berhubungan de-
ngan bagaimana mereka harus hidup. Sayangnya filosofi injili oleh Paulus
dan pasangan yang diwawancarai ini berlawanan arah. Yang satu berasal dari
Allah, yang lainnya dari kebaikan.
Paulus menunjukkan kebulatan tekadnya untuk berpegang kepada
strategi ilahi ketika dia mendapat kesempatan berbicara dengan pemimpin
terhormat lain dan istrinya. Pelajarilah taktiknya dengan memperhatikan
topik-topik yang dia bahas:

Dan setelah beberapa hari datanglah Feliks bersama-sama dengan is-


terinya Drusila, seorang Yahudi; ia menyuruh memanggil Paulus, lalu
mendengar dari padanya tentang kepercayaan kepada Yesus Kristus.
Tetapi ketika Paulus berbicara tentang kebenaran, penguasaan diri dan
penghakiman yang akan datang, Feliks menjadi takut dan berkata:
“Cukuplah dahulu dan pergilah sekarang; apabila ada kesempatan baik,
aku akan menyuruh memanggil engkau.” (Kisah Para Rasul 24:24-25)

Feliks meminta Paulus datang karena dia dan istrinya tertarik untuk
mendengarkan ajaran Paulus tentang kehidupan kekal. Dua topik utama
yang dia bahas di hadapan pasangan yang belum menerima keselamatan
itu adalah disiplin moral dan penghakiman yang akan datang. Begitu te-
gasnya perkataan Paulus sehingga membuat mereka sangat tidak nyaman.
Bagaimanakah taktik ini jika dibandingkan dengan taktik modern yang
kita pakai dalam menjangkau orang-orang yang terhilang? Ada beberapa
pemimpin gereja yang tujuan utama mereka adalah menjangkau orang-
orang yang sedang mencari kebenaran ini agar datang kembali di kebaktian
minggu depan. Memang upaya menjaring orang-orang agar kembali ke ge-
reja minggu berikutnya adalah hal yang terpuji, tetapi ini bukanlah tujuan
utama. Tujuan Paulus bukanlah untuk membangkitkan keinginan dalam
20 2 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

diri orang-orang untuk pertemuan ibadah berikutnya, namun tetap setia


memberitakan kebenaran.
Baru-baru ini saya menghadiri pertemuan seorang pendeta muda yang
populer. Dia mengadakan perjalanan keliling untuk mengabarkan pesan
akan kasih Allah. Lebih dari seribu orang berkumpul dalam gedung per-
temuan yang sudah padat untuk mendengarkannya. Suasananya menggem-
parkan; orang-orang bersemangat untuk mendengarkan ceramah yang akan
disampaikan oleh pendeta muda ini. Sebelum dia berbicara, jemaat sudah
diberitahu dua kali sebelumnya—oleh manajer pemimpin itu dan oleh
pemimpin itu sendiri—bahwa mereka hanya akan mendengarkan “kabar
baik” dan dia sama sekali tidak akan membicarakan hal-hal “negatif” malam
itu. “Kabar baik” ditetapkan sebagai lawan dari “negatif.” Namun, ada ka-
lanya kabar baik awalnya terkesan negatif, terutama jika pesan itu menuntun
kita ke arah perbaikan dalam hidup kita. Tetapi jika arah perbaikan dalam
hidup itu berhasil menyelamatkan kita dari kehancuran, bagaimanakah se-
harusnya cara pandang kita?
Setelah berada di atas podium, pendeta itu menarik minat para hadirin
dengan menyampaikan cerita humor selama dua puluh menit pertama. Dia
kemudian menceritakan tentang kasih Yesus yang sangat menggebu-gebu
terhadap kita. Pesan itu sungguh menyegarkan jiwa dan membangkitkan
semangat. Kemudian dia memberikan kesempatan bagi para pencari kebe-
naran yang ingin menerima keselamatan tanpa mengajarkan mereka untuk
mengubah haluan hidup—meninggalkan kecintaan mereka terhadap dunia
ini atau ketidaktaatan mereka kepada Allah. Sama sekali tidak disebutkan
tentang pertobatan dari dosa, ajaran dasar yang menyertai keselamatan (lihat
Ibrani 6:1). Banyak orang merespons panggilannya malam itu.
Apakah pesan pendeta itu sejalan dengan ajaran Paulus kepada raja
Agripa atau Feliks dan Drusila? Apakah pesannya sejalan dengan ajaran
Petrus, yang dengan tegas berkata kepada mereka yang menginginkan kese-
lamatan “Karena itu sadarlah dan bertobatlah, supaya dosamu dihapuskan”?
(Kisah Para Rasul 3:19). Apakah para pencari kebenaran meninggalkan ke-
baktian malam itu sebagai orang-orang yang telah diselamatkan?
BA I K ATAU B E R G U N A? | 20 3

Perbedaan Penting yang Bertentangan

Mari kita bertanya lagi, mengapa sangat mudah untuk mengayunkan pen-
dulum ke arah yang saling berlawanan—menjauhi bentuk legalisme yang
kita benci ke titik di mana sekarang kita mengabaikan elemen penting dari
Injil?
Banyak pemimpin agama saat ini dibesarkan oleh apa yang sekarang kita
sebut sebagai, bapa-bapa gereja yang keras. Di abad dua puluh, bapa-bapa
gereja ini tidak takut melawan dan menyingkapkan dosa; mereka memang-
gil kita untuk hidup kudus. Di masa itu tidak banyak gereja besar seperti
sekarang. Ajaran yang tegas dan meyakinkan dari Firman Allah kerap kali
membuat para pencari kebenaran yang tidak tulus pergi menjauh.
Pada waktu tertentu setelah itu, sebagai langkah strategis, beberapa pemi-
mpin gereja memutuskan bahwa banyak pengikut dapat dibangun dengan
beralih pada ajaran yang secara eksklusif bersifat positif dan menyegarkan
jiwa. Kita meremehkan pernyataan bersalah, teguran, dan koreksi, namun
mencari ajaran Alkitab yang membesarkan hati. Kita tidak lagi memperin-
gatkan orang-orang bagaimana hidup mereka tidak lagi taat kepada Firman
Allah. Ini telah menjadi strategi kita di abad dua puluh satu. Tetapi, dengar-
kanlah pesan Paulus kepada Timotius:

Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nya-
takanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesa-
baran dan pengajaran. (2 Timotius 4:2)

Inilah arti dari tiga kata Yunani yang sangat penting dalam ayat ini—
elegcho, epitimao, dan parakaleo. Definisi Strong’s untuk kata elegcho adalah
“menghukum, menunjukkan kesalahan, menegur, mengkritik.” The Com-
plete Word Study Dictionary lebih spesifik lagi dalam mendefinisikannya:
“Dalam Perjanjian Baru, menghukum, membuktikan seseorang bersalah
dan kemudian mempermalukan dia.” Kata-kata yang sangat keras!
20 4 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Kata kedua, epitimao, didefinisikan sebagai “(langsung) menuduh, me-


negur.” Ini sangat terus terang! Kata yang ketiga, parakaleo didefinisikan se-
bagai “menghibur, mendorong.” Itulah aspek yang membesarkan hati; dan
hal ini memang diperlukan.
Berfokus pada dua kata yang pertama, Paulus memerintahkan para pe-
layan untuk memberitakan ajaran yangmenghukum, menegur, mengkritik,
menyatakan kesalahan dan membuktikan bahwa seseorang telah berbuat
salah. Setelah mendengar definisi kata-kata ini, kita harus mempertanyakan
paradigma kepemimpinan gereja Barat sekarang ini. Apakah strategi yang
dipakai saat ini adalah hikmat Allah atau hikmat yang baik? Dalam perja-
lanan penuh waktu selama menghadiri berbagai konferensi dan gereja-gereja
selama lebih dari dua puluh lima tahun, saya harus berkata jujur bahwa kita
telah terseret arus menuju jalan kebaikan.
Saya dapat membagikan banyak kisah seputar topik ini, tetapi saya
hanya akan menceritakan satu topik saja. Saya diminta untuk berbicara di
sebuah gereja yang sangat besar di bagian barat laut Amerika Serikat. Saya
menghormati pemimpinnya serta pelayanannya dan saya tidak sabar ingin
bertemu dengan dia, istrinya, tim kepemimpinan mereka dan gerejanya.
Beberapa minggu sebelum acara dimulai, saya menerima email dari pen-
deta tersebut yang menulis, “John, kami sangat menanti kedatangan Anda
dan ingin mendengarkan ajaran Anda di tengah-tengah jemaat kami. Ketika
Anda mempersiapkan khotbah, mungkin ada baiknya saya menceritakan
kebiasaan kami kepada Anda. Kami adalah gereja yang positif; jemaat kami
tidak terbiasa mendengar ajaran-ajaran negatif. Jadi apabila Anda berbicara
kepada jemaat, mohon susunlah khotbah Anda dengan topik-topik yang
positif dan membesarkan hati.”
Sekali lagi pertanyaan saya timbul, bagaimanakah “hikmat” ini dapat se-
jalan dengan pesan Paulus terhadap Timotius? Untuk membandingkan, saya
akan menulis sebuah daftar dalam bahasa aslinya tentang apa yang disebut
“positif” dan apa yang kita yakini sebagai hal “negatif” sekarang ini.
Positif: 1) parakaleo: menghibur, mendorong
BA I K ATAU B E R G U N A? | 20 5

Negatif: 1) elegcho: menghukum, menyatakan kesalahan, menegur,


mengkritik, membuktikan bahwa seseorang bersalah
2) epittimao: (langsung) mendakwa, menegur
Ada tiga perintah dari Paulus. Dua dari ketiga perintah itu dianggap
“negatif” dan hanya satu yang “positif.” Saya akan menguraikannya de-
ngan cara lain: 67 persen bertujuan “memperbaiki” dan 33 persen bersifat
“meneguhkan.” Saya tidak mengatakan bahwa 67 persen dari khotbah kita
sebaiknya bersifat memperbaiki. Tetapi yang harus kita tanyakan adalah,
apakah kita sudah tidak lagi seimbang? Jika tujuan kita adalah 100 persen
ajaran yang membesarkan hati dan menyejukkan jiwa dalam gereja kita,
mungkinkah kita sekarang memiliki semakin banyak orang positif yang per-
caya bahwa mereka sejalan dengan Allah, padahal sebenarnya mereka makin
menjauhi karakter dan hadirat-Nya?

Inti dari Perintah Itu

Penulis kitab Ibrani memberitahu kita:

Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatang-


kan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah
kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih
olehnya. (Ibrani 12:11)

Ada dua hal penting di sini. Yang pertama, ganjaran (disiplin) memang
menyakitkan! Dorongan tidak menyakitkan; namun teguran, koreksi dan
menyatakan kesalahan sungguh menyakitkan. Yang kedua, ganjaran yang
disebutkan oleh penulis kitab Ibrani di sini adalah untuk melatih kita hidup
kudus.
Pertanyaan yang harus kita tanyakan sekarang adalah, bagaimana Allah
melatih kita? Jika kita kembali ke tulisan Paulus kepada Timotius, semuanya
akan terlihat jelas:
20 6 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk me-


ngajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan
dan untuk mendidik orang dalam kebenaran (untuk hidup kudus, sesuai
dengan kehendak Allah dalam pikiran, tujuan dan perbuatan). De-
ngan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk
setiap perbuatan baik. Di hadapan Allah dan Kristus Yesus yang akan
menghakimi orang yang hidup dan yang mati, aku berpesan dengan
sungguh-sungguh kepadamu demi penyataan-Nya dan demi Kera-
jaan-Nya: Beritakanlah firman! (2 Timotius 3:16 – 4:2)

Sekali lagi, apakah Anda memperhatikan kata-kata untuk menyatakan


kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam
kebenaran? Apakah Anda juga memperhatikan bahwa Kitab Suci mendi-
dik kita untuk hidup kudus, dan bahwa Paulus kemudian memerintahkan
Timotius dan kita untuk memberitakan Firman? Jika kita menggabungkan
semuanya menjadi satu, inilah inti dari perintah itu:

Timotius, dan pelayan Injil lainnya, inilah kenyataannya: disiplin ilahi


itu menyakitkan, tetapi itu mendidik kita untuk hidup kudus. Allah mem-
berikan ganjaran (didikan) ini melalui Firman Allah yang diilhamkan,
yang juga memperlengkapi setiap pria atau wanita yang berbicara dalam
nama-Nya. Oleh sebab itu, beritakanlah Firman—Kitab Suci. Karena
engkau, sebagai pembawa berita Allah, harus menunjukkan kepada
orang-orang dalam hal apa saja mereka telah hidup dengan tidak benar.
Ini dapat disempurnakan dengan menggunakan Kitab Suci sebagaimana
mestinya, dengan kasih memberikan teguran, menyatakan dosa, menun-
jukkan kesalahan, mengoreksi, memberikan disiplin dalam ketaatan, dan
dorongan. Ini adalah proses ilahi dalam mendidik para pendengar untuk
hidup kudus. (terjemahan bebas).

Saya menyadari ini berbeda sekali dengan tata cara gereja kita di abad
kedua puluh satu ini sehingga mungkin akan mengejutkan. Tetapi apakah
BA I K ATAU B E R G U N A? | 207

kita menginginkan gereja yang kokoh atau gereja yang salah arah? Apakah
kita mau membangun jemaat yang sehat atau sesat? Perintah ini diberikan
supaya kita tidak, tanpa sadar, terseret jauh dari kehendak Allah. Apabila kita
ingin berjalan dengan aman bersama Yesus, kita harus berpegang teguh ke-
pada Firman-Nya. Tidak mungkin kita dapat menyesuaikan kebiasaan kita
saat ini dengan perintah-perintah dari Perjanjian Baru. Marilah kita mem-
buat perubahan dan perhatikan munculnya sebuah gereja yang sehat!

Yang Diminati atau Bermanfaat?

Paulus, dengan mendapat pengertian dari Roh Kudus, sudah memperkira-


kan bahwa para pelayan dan yang lain tidak lagi menghiraukan perintah ini
dan menduga bahwa kejatuhan akan terjadi:

Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran
sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehen-
daknya untuk memuaskan keinginan telinganya. (2 Timotius 4:3)

Selamat datang masa itu! Mari kita bertanya, manakah yang lebih ban-
yak diminati: khotbah yang memberi dorongan, gembira, positif, ringan?
Ataukah khotbah yang berisi peringatan, teguran, koreksi, menyatakan ke-
salahan, dan menunjukkan dosa?
Semua orang, termasuk saya, akan lebih senang mendengarkan khot-
bah yang berisi pesan pertama tersebut. Saya adalah orang yang positif, jadi
sudah sewajarnya saya akan cenderung menyukai khotbah-khotbah yang
ringan. Jika boleh memilih, setiap manusia normal akan memilih hal yang
sama.
Jika ada dua gereja yang bersebelahan, dan Anda tahu bahwa di salah
satu gereja tersebut, Anda akan mendengarkan khotbah yang langsung me-
negur perbuatan dosa, dan di gereja yang lain Anda hanya akan mendengar
kata-kata positif, yang membesarkan hati, Anda pasti akan memilih gereja
yang kedua. Inilah hal yang dikatakan Paulus yang akan terjadi—orang-
20 8 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

orang akan memilih yang baik dan bukan Allah. Pertanyaan yang tepat
bukan lagi manakah yang lebih diminati orang, tetapi manakah yang lebih
bermanfaat?
Jujur saja. Kebanyakan orang tidak mau mendengarkan pilihan penting
ini di antara beberapa khotbah. Tetapi pertimbangkanlah contoh ini. Seo-
rang pria bernama Steve didiagnosa mengidap penyakit kanker. Tumor itu
masih stadium awal dan jika segera dioperasi, akan mencegah ancamannya.
Doktor berkata, “Kita dapat mengangkatnya dengan prosedur sederhana.”
Kemudian Steve mencari pendapat lain. Dokter yang kedua tidak
menghiraukan riset medis atau pelajaran yang dia terima selama menjadi
mahasiswa kedokteran. Dia hanya mencintai profesinya sebagai dokter dan
menolong orang dengan caranya sendiri. Dia menasihati Steve supaya tidak
khawatir. Segala sesuatunya sangat baik dan dia memiliki masa depan yang
cerah. Dokter ini dengan sangat antusias menyatakan, “Steve, kesehatanmu
dalam kondisi yang bagus.”
Steve keluar dari ruang dokter kedua dengan lega. Dia berpikir, Sung-
guh dokter yang baik. Dia berbicara hal-hal yang baik tentang diriku. Aku
merasa dikuatkan. Steve memang merasa agak jengkel dengan dokter per-
tama karena bersikap begitu negatif dan menganjurkan dia untuk melewati
prosedur yang tidak menyenangkan, menyakitkan, dan biayanya selangit.
Gara-gara dia, Steve menyadari bahwa kondisinya serius. Cara dia berbicara
sangat tajam dan dia tidak mengatakan hal-hal yang membesarkan hati.
Berkat pendapat dokter kedua, Steve percaya bahwa tidak ada yang
perlu dikhawatirkan. Namun, dua tahun kemudian Steve sakit parah dan
hanya akan hidup beberapa minggu sebelum diperkirakan akan meninggal
karena tumor kecil itu sudah tumbuh besar hingga mengancam nyawanya.
Tumor sudah menyebar ke beberapa organ vital dalam tubuhnya. Tidak ada
pengobatan apa pun yang dapat menyelamatkan Steve sekarang.
Dua tahun sebelumnya, memang lebih mudah untuk mendengarkan
dokter yang bersikap positif. Jika demikian, apakah yang lebih dibutuhkan
saat itu—kebenaran atau sanjungan, tindakan penyembuhan atau perkataan
positif? Steve diberitahu kalau dia sehat, padahal sebenarnya tidak. Sekarang
BA I K ATAU B E R G U N A? | 20 9

nasi sudah menjadi bubur. Sudah terlambat untuk bertindak. Dia berharap
seandainya dia tunduk pada kebenaran itu.
Apakah demikian posisi kita secara rohani di gereja-gereja Barat, baik
sebagai pemimpin ataupun jemaat?
Ada saat dalam sejarah Israel ketika para pemimpin agama secara khu-
sus menerapkan ajaran positif semata. Mereka menghindari konfrontasi
dan hanya berbicara dengan cara yang membesarkan hati. Allah menya-
takan pendapat-Nya tentang ajaran mereka: “Mereka mengobati luka puteri
umat-Ku dengan memandangnya ringan, katanya: Damai sejahtera! Damai
sejahtera!, tetapi tidak ada damai sejahtera” (Yeremia 8:11). Yang menarik
di sini, pesan yang mereka sampaikan pada dasarnya tidak jauh berbeda de-
ngan pesan yang disampaikan oleh dokter kedua kepada Steve.

“Saya Tidak Suka Khotbahnya!”

Tidak sudi menerima koreksi atas kebenaran adalah masalah yang klise. Di
periode yang berbeda, raja Israel merencanakan sebuah gagasan. Dia me-
manggil ratusan penasihat spiritual dan menanyakan kepada mereka apakah
rencananya akan berjalan dengan sukses. Para penasihat ini memiliki ke-
sempatan besar untuk berbicara jujur kepada sang raja, tetapi satu demi satu
menjawab, “Ya, Anda akan berhasil.” Mereka terus memprediksi hal baik
yang akan dihasilkan oleh tindakannya itu.
Raja Yehuda juga hadir disitu, dan hatinya lebih lunak terhadap per-
kataan Allah. Dia menantikan kebenaran, yang memberinya pengertian.
Dia tidak mengerti suara Tuhan, bahkan meskipun seluruh penasihat spir-
itualnya mengatakan hal yang sama. Dia terus mencari firman yang akan
berbicara kepada hatinya yang sensitif.
Akhirnya raja Yehuda bertanya kepada pemimpin bangsa Israel itu,
“Tidak adakah penasihat lain yang akan bicara dengan benar?”
Raja Israel menjawab, “Masih ada seorang lagi yang dengan peran-
taraannya dapat diminta petunjuk TUHAN. Tetapi aku membenci dia,
sebab tidak pernah ia menubuatkan yang baik tentang aku, melainkan ma-
2 10 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

lapetaka” (1 Raja-Raja 22:8). Namun, untuk menyenangkan hati sesama


pemimpin, raja Israel memerintahkan agar penasihat “negatif” itu diundang
ke hadapan raja.
Nama nabi itu adalah Mikha dan pesuruh istana yang menemukannya
berkata, “Ketahuilah, nabi-nabi itu sudah sepakat meramalkan yang baik
bagi raja, hendaklah engkau juga berbicara seperti salah seorang dari pada
mereka dan meramalkan yang baik” (1 Raja-Raja 22:13)
Jawaban Mikha adalah, “Demi TUHAN yang hidup, sesungguhnya, apa
yang akan difirmankan TUHAN kepadaku, itulah yang akan kukatakan”
(1 Raja-Raja 22:14). Dia melakukan hal itu, dan kata-kata yang menegur
itulah yang membuat raja marah. Tetapi, akhirnya, semua penasihat yang
positif itu ternyata salah memprediksi hasilnya sedangkan Mikha benar.
Di manakah penasihat atau pendeta seperti Mikha sekarang? Mengapa
kita tidak lagi sering mendengar teguran dan peringatan mereka yang be-
rusaha melindungi kita? Mengapa buku-buku mereka yang menyerukan
kepada kita untuk hidup kudus tidak laris terjual? Mengapa mereka tidak
menjadi pembicara paling populer dalam berbagai kebaktian gereja? Men-
gapa mereka tidak terlalu banyak ditonton di YouTube?
Allah menjelaskan peraturan kepemimpinan-Nya melalui rasul Paulus,
tetapi kita mengajarkan sebaliknya. Saya sebenarnya pernah mendengar
seorang pendeta terkemuka berkata saat kami makan siang bersama, “John,
jika Anda memperhatikan mayoritas pendeta di negara kita dengan gereja
yang sukses, mereka memberitakan ajaran pengharapan, kasih karunia, dan
dorongan.” Salah satu rekannya menambahkan, “John, Anda mungkin
ingin mengevaluasi ulang apa yang sudah Anda ajarkan tentang topik kasih
karunia.” Dia bergumul dengan aspek transformasi yang memberi kuasa
dari kasih karunia.
Kita memang membutuhkan pengharapan dan dorongan, tetapi kita
juga perlu teguran, tindakan disiplin, dan peringatan. Inilah yang dipesankan
oleh Paulus kepada Timotius. Mengapa kita harus mengajarkan semuanya
atau tidak sama sekali? Mengapa kita harus mengayunkan pendulum ke arah
BA I K ATAU B E R G U N A? | 2 11

yang berlawanan? Marilah kita memberitakan semua yang Paulus katakan


kepada Timotius.

Unsur Utama

Saya akan memberikan ilustrasi lain. Seorang penjual mobil bekas yang licik
dan tidak jujur akan memberikan Anda informasi yang ingin Anda dengar.
Dia akan tersenyum, tertawa bersama Anda, mengatakan betapa baiknya
Anda, betapa sangat cerdiknya Anda karena mobil yang Anda pilih adalah
mobil dengan harga paling miring disana. Anda mungkin berpikir, Wow,
istriku saja tidak bicara begitu manisnya kepadaku! Alasannya adalah karena
istri Anda mencintai Anda; pria ini menyanjung-nyanjung demi mendapat-
kan uang Anda. Ini membawa kita kepada unsur terpenting dalam menyu-
sun ajaran kita: kasih. Dalam tubuh Kristus, ajaran kita harus diliputi kasih
dan berasal dari hati yang penuh dengan belas kasihan.
Seorang pemuda datang kepada saya di meja tanya-jawab selesai acara
pertemuan. Dia tersenyum dan berkata, “Sama seperti Anda, saya terpang-
gil untuk berbicara secara profetik, memberitakan tindakan koreksi kepada
gereja.”
Cara dia mengatakannya membuat saya tidak enak. Saya merasakan
kalau dia hanya ingin memaki orang dan bukan karena dia benar-benar pri-
hatin atas keselamatan mereka.
“Apakah Anda ingin tahu rahasia berbicara secara profetik?” saya ber-
tanya kepadanya.
Wajahnya bersinar, mengharapkan sebuah petunjuk untuk pelayanan
yang sukses.
“Setiap kali Anda menyampaikan kata-kata yang menantang atau te-
guran, Anda harus benar-benar mengasihi orang yang bicara dengan Anda,”
saya berkata.
Dia menatap saya dengan ekspresi terkejut. Setelah beberapa saat dia
menjawab, “Saya rasa Tuhan masih harus bekerja lebih dahulu pada diri
saya.” Saya sangat bangga terhadapnya karena pengakuannya.
2 12 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Sering kali saya juga bergumul untuk memberitakan ajaran yang ber-
sifat menegur. Saya sangat mencintai orang-orang, saya mencintai gereja,
dan saya mencintai para pemimpin Allah. Saat saya menulis buku ini atau
berbicara untuk mengoreksi seseorang, hati saya menderita karena saya ingin
mendorong dan menguatkan. Tetapi di sisi lain, saya tahu bahwa kasih sejati
bukan memuji-muji; tetapi berbicara kebenaran. Kasih sejati menyatakan
hal-hal yang diperlukan untuk menyehatkan para pendengarnya. Paulus
menulis bahwa kita harus memberitakan kebenaran dalam kasih, dan de-
ngan demikian, akan membuat para pendengar tumbuh dan menjadi de-
wasa dalam Kristus (lihat Efesus 4:15).
Ada pendeta-pendeta yang mengajarkan ajaran korektif, yang me-
nekankan kekudusan dengan cara yang tidak baik. Mereka hanya memiliki
sedikit atau bahkan tidak memiliki rasa belas kasihan terhadap hadirin yang
mendengarkan. Sangat tragis dan mahal harganya. Kita semua harus dimo-
tivasi, digerakkan dan bahkan dipenuhi dengan kasih kepada orang-orang
yang mendengarkan kita, atau sebaiknya kita tidak bicara sama sekali. Kita
seharusnya menginginkan kesejahteraan mereka melebihi segalanya. Kita
tidak berbicara dengan sikap “Saya sudah memperingatkan Anda sebelum-
nya” atau “Saya lebih tahu daripada kamu” atau “Saya lebih baik daripada
kamu.” Kita harus berkomunikasi dengan sungguh-sungguh, menginginkan
yang terbaik bagi mereka. Kita harus menjunjung tinggi para pendengar kita
atau orang-orang yang kita jumpai dalam berbagai situasi melebihi diri kita
sendiri. Inilah hati Allah, Yesus Kristus dan Roh Kudus.
12

B IM BINGAN HI DUP K UDUS


Seorang kawan memukul dengan maksud
baik, tetapi seorang lawan mencium secara
berlimpah-limpah.
—A MSAL 27:6

Segala sesuatu yang menyepelekan atau


menyingkirkan kekudusan Allah atas dasar
pandangan yang salah tentang kasih Allah,
bukanlah kebenaran yang sesuai dengan
pewahyuan Allah yang diberikan melalui
Yesus Kristus.
—O SWALD C HAMBERS

P embimbing kehidupan (life coach) adalah orang yang pekerjaannya


meningkatkan kualitas hidup kliennya. Boleh dibilang Rasul Paulus
memberikan perintah kepada kita untuk menjadi pelatih kehidupan rohani.
Dengan mengikuti jalan-jalan Allah yang telah diajarkan, kita tidak hanya
meningkatkan kualitas hidup kita tetapi juga kehidupan orang-orang yang
kita didik.
Kita tidak dapat memperbaiki jalan-jalan Allah. Adam dan Hawa telah
mencobanya dan gagal total. Mereka adalah orang-orang pertama dari sekian
banyak lainnya yang mencoba tindakan bodoh ini. Sebagai pelatih, kita tidak
hanya harus memberikan instruksi, tetapi juga untuk memperingatkan dan
2 14 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

membetulkan. Jika tidak dibetulkan, kita mengizinkan orang-orang yang


kita latih untuk terus mengikuti jalan kesengsaraan dan kehancuran. Sekali
lagi, karena hal inilah Paulus mendesak Timotius, “Beritakanlah firman, siap
sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah
dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran” (2 Timotius 4:2).
Di awal surat Paulus kepada gereja di Efesus, dia berbicara tentang sifat
baru kita yang telah digabungkan dengan kuasa kasih karunia. Gabungan
dari kedua karakteristik ini menempatkan orang percaya untuk kehidupan
yang berubah. Ini akan memberikan orang percaya kemampuan untuk
hidup seturut dengan Kristus dan juga menjauhi jalan yang mencelakakan.
Paulus kemudian memberikan sejumlah daftar perintah yang mengatur
kehidupan ini. Perintah itu tidak berat atau mustahil, seperti halnya perin-
tah dalam Perjanjian Lama. Perintah itu hanyalah perilaku yang diharapkan
dari kita karena kita telah memiliki karakter baru.
Sekarang marilah kita membaca bagian terakhir dalam daftarnya:

Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut


sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-
orang kudus. Demikian juga perkataan yang kotor, yang kosong atau
yang sembrono—karena hal-hal ini tidak pantas—tetapi sebaliknya
ucapkanlah syukur. Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur...
(Efesus 5:3-4, 18)

Sekali lagi, ini kelihatan seperti daftar larangan. Untuk mengingatkan,


ini bukanlah daftar perintah yang akan menyelamatkan apabila kita me-
matuhinya. Tetapi daftar ini akan menjauhkan kita dari hubungan perca-
bulan dengan dunia ini sehingga kita dapat berdiam dalam manifestasi
hadirat Yesus. Saya akan mengulas kembali seluruh daftar perbuatan berdosa.
Yang dibahas dalam bab sebelumnya adalah:
• Jangan berdusta.
• Jangan berbuat dosa dengan membiarkan amarah menguasai Anda.
• Jangan mencuri.
BIMBINGAN HIDUP KUDUS | 2 15

• Jangan menggunakan perkataan kotor atau bahasa kasar.


Perintah berikutnya dalam daftar adalah:
• Jangan berbuat cabul
• Jangan berbuat najis
• Jangan serakah
• Jangan menceritakan kisah jorok
• Jangan berbicara sembarangan
• Jangan menceritakan lelucon kasar
• Jangan mabuk oleh anggur
Perjanjian Baru adalah ajaran tentang kasih karunia, tetapi sebagai aja-
ran yang dikatakan banyak orang tidak berisi perintah atau larangan, daftar
ini—satu dari antara dua puluh tujuh kitab Perjanjian Lama—kelihatan
seperti sebuah daftar yang panjang! Lebih ironisnya lagi, yang menyusun
daftar ini adalah rasul yang telah diberikan pewahyuan mendalam tentang
kasih karunia! Apakah perintah ini harus dihiraukan atau dihayati dengan
sungguh-sungguh?

Jangan Ada Percabulan

Hal pertama dalam daftar baru kita adalah jangan ada percabulan. Sebagai
anak-anak Allah, kita tidak boleh berbuat zina, terlibat dalam homoseksual,
atau melakukan aktivitas seksual lainnya kecuali jika kita sudah menikah.
Sudah terlalu sering saya menjumpai pasangan yang hidup bersama yang
mengaku Kristen. Ini bukanlah kejadian yang jarang dijumpai—tetapi sebe-
narnya sudah merajalela di dalam gereja. Banyak pasangan seperti ini yang
menghadiri gereja injili, sangat sering membagikan iman mereka, dan kerap
kali bersukacita atas “apa yang Tuhan kerjakan” dalam hidup mereka. Tidak
ada tanda-tanda pengakuan bersalah, penyesalan atau kesusahan. Mereka
hanya tidak percaya bahwa hidup bersama sebelum menikah itu salah. Me-
ngapa? Mungkin karena mereka belum mendengar ajaran-ajaran dari mim-
bar seperti yang diajarkan oleh Paulus, Petrus, Yakobus, Yohanes dan Yudas,
yang memanggil mereka untuk hidup kudus dan tidak bercela. Khotbah
2 16 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

dari pendeta mereka setiap Minggu menyejukkan pikiran dan membesarkan


hati tetapi tidak menegur atau menyatakan kesalahan. Mereka tidak mene-
rima disiplin untuk hidup kudus.
Dalam masyarakat kita, hidup bersama, berhubungan seks sebelum me-
nikah dan pernikahan pasangan homoseksual sudah diterima secara umum
dan bahkan dianggap ide yang bagus. Sayangnya, sebagai orang-orang injili,
pengetahuan kita akan Kitab Suci terkadang dangkal. Tanpa adanya tekad
untuk mendalami Firman Allah, banyak dari kita telah mengadopsi ide-
ide dari kebudayaan kita. Pemikiran yang umum adalah, Jika kami saling
mencintai, mengapa kami tidak boleh hidup bersama?
Bagaimana dengan homoseksualitas? Ini juga sudah merajalela, dan
bukan saja di kalangan orang-orang yang tidak pernah aktif di gereja. Ba-
ru-baru ini seseorang menunjukkan kepada saya halaman Facebook seorang
wanita yang pernah menjadi manajer departemen pada sebuah pelayanan
gereja. Sekarang dia jatuh cinta dengan seorang wanita, dan mereka beren-
cana untuk menikah. Saya menatap foto-foto acara pertunangan dan saat-
saat intim mereka dengan perasaan sedih yang mendalam.
Di masa lalu, mereka yang murtad dalam hubungan mereka dengan
Allah menyadarinya. Tetapi, wanita ini berbicara dengan penuh semangat
tentang kasih Allah dan pengabdian kepada-Nya. Bagaimana mungkin wa-
nita ini dapat menikah dengan wanita lain ketika Yesus dengan jelas me-
ngatakan, “Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak
semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Demikianlah mereka
bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan
Allah, tidak boleh diceraikan manusia”? (Matius 19:4, 6). Yesus menyatakan
bahwa pernikahan adalah untuk seorang pria dengan seorang wanita—dua
jenis kelamin yang berbeda. Mengapa wanita ini tidak menyadari bahwa dia
telah menodai lembaga-Nya? Apakah hal ini belum pernah dijelaskan dari
atas mimbar?
Saya paham bahwa masyarakat meninggalkan rancangan awal Allah ten-
tang pernikahan. Orang-orang yang belum diselamatkan memiliki sifat-sifat
dosa. Pria dan wanita yang terhilang hidup tanpa Tuhan dalam dunia dan
BIMBINGAN HIDUP KUDUS | 2 17

memiliki kesadaran yang terbatas akan apa yang benar-benar baik dan jahat.
Perbuatan mereka seharusnya tidak meggusarkan hati kita, karena mereka
berpikir dan bertindak menurut apa yang diperintahkan oleh kebiasaan
mereka. Yang membuat saya terusik adalah orang-orang percaya yang me-
ngadopsi hal-hal duniawi yang dianggap baik, kemudian dianggap sebagai
hal-hal yang berkenan bagi Allah. Secara statistik, dalam gereja ada pening-
katan yang mendukung gaya hidup dan pernikahan homoseksual. Gereja
mendukung mereka tidak hanya dengan apa yang mereka ajarkan, tetapi
juga dengan apa yang tidak mereka beritakan. Dengarkan perkataan berikut
ini dengan seksama:

Jikalau seorang yang benar berbalik dari kebenarannya... ia akan mati.


Oleh karena engkau tidak memperingatkan dia, ia akan mati dalam
dosanya dan perbuatan-perbuatan kebenaran yang dikerjakannya tidak
akan diingat-ingat, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab
atas nyawanya dari padamu. (Yehezikel 3:20)

Ayat ini memberikan peringatan kepada orang percaya—orang yang


benar. Jika kita tidak memperingatkan orang percaya akan dosa mereka,
konsekuensinya serius.
Anda mungkin akan membalas, “Tapi John, itu adalah Perjanjian Lama.
Bagaimana mungkin kamu bisa mengatakan bahwa tanggung jawab akan
dituntut dari tangan pendeta di era Perjanjian Baru?”
Saya pernah berbicara di sebuah konferensi pemimpin gereja di mana
seorang pendeta menentang saya dalam hal ini. Dia marah dan berkata, “Be-
rani-beraninya Anda meletakkan tanggung jawab orang lain ke tangan kita!
Itu ajaran Perjanjian Lama.”
Saya berkata kepadanya, “Maukah Anda membuka Alkitab Anda ke
Kisah Para Rasul 20 dan membaca ayat yang dua puluh enam dan dua
puluh tujuh?”
Inilah yang dibacakan pendeta itu di hadapan saya: “Sebab itu pada hari
ini aku bersaksi kepadamu, bahwa aku bersih, tidak bersalah terhadap siapa
2 18 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

pun yang akan binasa. Sebab aku tidak lalai memberitakan seluruh maksud
Allah kepadamu.”
Pendeta ini memandang saya dengan terkejut dan berkata, “John, saya
pernah membaca ini, tetapi tidak pernah menyadari sebelumnya.” Pada
akhir pembicaraan kami dia berkata, “Saya minta maaf telah menuduh
Anda.” Saya menghormati ketulusannya.
Dalam paragraf ini saya ingin berbicara langsung kepada para pemimpin
gereja. Walaupun kata-kata ini ditujukan Paulus kepada para pemimpinnya
di Efesus, kita juga akan didapati bersalah apabila kita yang mengajar dan
berkhotbah tidak menyatakan seluruh nasihat Allah kepada anak-anak-Nya.
Jika kita hanya berbicara hal-hal yang “menyanjung” saja, kita menahan se-
bagian besar nasihat Allah. Sebagai konsekuensinya, orang-orang akan cen-
derung melakukan hal-hal duniawi yang dianggap baik, tidak jauh berbeda
dengan anak yang kurang disiplin akan melakukan hal-hal yang bodoh.
Intinya adalah: tanggung jawab mereka ada di tangan kita.
Saya akan menceritakan satu contoh lagi. Saya menyaksikan seo-
rang pendeta mengumumkan kepada jemaatnya dalam siaran khotbah di
situs gerejanya, bahwa dia adalah seorang homoseksual. Dia menceritakan
bagaimana dia sudah lelah bersembunyi; dia tidak ingin orang lain juga ter-
libat dalam gaya hidup ini untuk terus-menerus menghadapi kecaman (dia
menyebutnya “penghakiman”).
Secara sistematis dia menyebutkan setiap ayat dalam Alkitab yang me-
nyatakan pandangan Allah tentang homoseksualitas dan mengabaikannya.
Kemudian dia berkata kepada segenap penonton, “Rasul Paulus kenyata-
annya memang hebat dalam hal realitas ‘dalam Yesus’ tetapi buruk dalam
hal hubungan”—sehingga membungkam ajaran Paulus tentang seksualitas.
Pendeta ini kemudian menjelaskan bahwa Paulus telah mengacaukan pasal
pertama dalam kitab Roma ketika dia menyatakan secara tidak langsung
bahwa jika kita tidak menyembah Allah, kita akan berakhir dalam homo-
seksual (lihat Roma 1:21-27). Menurut pendeta ini, perkataan Paulus tidak
mungkin benar karena, menurutnya, “Separuh pemimpin pujian di Ame-
rika adalah homoseksual.” (Saya ingin tahu riset manakah yang telah meng-
BIMBINGAN HIDUP KUDUS | 2 19

ungkapkan informasi ini?). Ketika menyaksikan orang ini berbicara, saya


melihat beberapa orang jemaat berdiri dan bertepuk tangan memberikan
dukungan.
Setelah mendengar perkataan pendeta yang menyimpang ini, Allah ber-
bicara kepada saya dan berkata, “Bacalah Roma pasal pertama.” Inilah yang
saya dapatkan:

Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang me-
malukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang
wajar dengan yang tak wajar. Demikian juga suami-suami meninggal-
kan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala
dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka
melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu
mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk
kesesatan mereka. Sebab walaupun mereka mengetahui tuntutan-tun-
tutan hukum Allah, yaitu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal
demikian, patut dihukum mati, mereka bukan saja melakukannya
sendiri, tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya.
(Roma 1:26-27, 32)

Bagaimana mungkin pendeta ini dapat mengabaikan ayat Alkitab yang


menyatakan bahwa perbuatan homoseksual adalah perbuatan “memalu-
kan”? Tidak perlu ada orang yang berpikir secara rohani untuk mengeta-
hui bahwa tindakan seksual seperti itu tidak wajar. Bahkan binatang tidak
melakukan perbuatan tersebut. Mengapa kita berpikir bahwa Allah menghi-
raukan, memperbolehkan, atau bahkan mendukungnya?
Pikirkan semua orang yang mengaku Kristen yang mendengar khotbah
pendeta ini yang sedang bergumul melawan nafsu birahi dan gaya hidup
berdosa itu. Hati nurani mereka berbicara pada mereka, tidak benar jika
seorang anak Tuhan berbuat hal ini. Tetapi sayangnya perkataan pendeta itu
akan digunakan untuk meredam suara hati. Pendeta itu bukan hanya akan
220 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

menempatkan dirinya sendiri dalam penghakiman, tetapi dia juga men-


dorong orang lain untuk melakukan perbuatan yang sama.
Bagaimana dengan orang-orang yang berdiri memberikan dukungan
di gerejanya? Amplified Bible menyatakan dalam Roma 1:32 bahwa semua
yang “mengizinkan dan setuju dengan mereka yang melakukan” patut dihu-
kum mati.
Apakah tanggapan kita terhadap perkataan Paulus?

Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak
akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang
cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit,
pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan
mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. (1 Korintus 6:9-10)

Tentu saja ada dosa-dosa lain yang berbahaya. Tetapi kita tidak boleh
mengabaikan pesan ayat-ayat ini tentang perbuatan seksual yang sesat.
Petunjuk dunia ini adalah racun yang mematikan. Jika kita tidak me-
nyatakan kebenaran tentang percabulan dari atas mimbar, orang-orang tidak
akan menyadari apa sajakah perbuatan yang benar dan akan dikelabui oleh
si jahat. Mereka akan menerima apa yang dianggap dunia baik, bahkan
berpikir bahwa Allah mengizinkannya.

Jangan Ada Kenajisan

Dalam daftar larangan berikutnya adalah jangan ada kenajisan. Kita harus
menjauhi segala bentuk pornografi, video cabul, atau pikiran yang berzina.
Yesus berkata, “Setiap orang yang memandang perempuan serta meng-
inginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya” (Matius 5:28).
Pemazmur menulis, “Tiada kutaruh di depan mataku perkara dursila; per-
buatan murtad aku benci, itu takkan melekat padaku” (Mazmur 101:3).
Pornografi memberikan stimulasi dan kepuasan sementara karena sifat-
nya yang menarik keinginan daging kita, tetapi akan mengikis kemampuan
BIMBINGAN HIDUP KUDUS | 22 1

kita untuk dapat berhubungan intim dengan pasangan kita dan dengan
Allah. Lambat laun, pornografi akan membuat kita tidak puas terhadap pa-
sangan kita—dan juga terhadap diri kita sendiri. Walaupun pornografi se-
pertinya membakar api gairah, namun sebenarnya menyalakan sumbu yang
akhirnya menyebabkan ledakan kebingungan, perasaan bersalah, malu, dan
kegelisahan.
Baru-baru ini, situs pornografi adalah destinasi paling populer di dunia
maya—sekarang mereka sudah dikalahkan oleh situs sosial media. Lebih
dari satu dalam sepuluh situs dunia maya berisi pornografi. Lebih dari empat
puluh juta orang Amerika mengunjungi situs-situs ini secara teratur dan se-
tiap detiknya 28,258 pemakai Internet melihat situs porno.15
Ini bukan saja permasalahan bagi kaum pria. Kurang lebih satu dari
lima wanita melihat pornografi di dunia maya setiap minggu secara tera-
tur, dan banyak yang menyatakan perasaan yang tidak berdaya melawan
masturbasi.16 Baik pria maupun wanita memuaskan kecanduan mereka di
saat tidak tersambung ke internet dengan majalah atau buku-buku erotis,
terutama yang terakhir ini lebih populer di kalangan wanita.17
Bagaimana dengan gereja? Majalah Christianity Today melakukan sur-
vei kepada para pendeta apakah mereka mengunjungi situs porno dalam
setahun terakhir. Lima puluh empat persen menjawab iya. Mereka adalah
para pemimpin gereja kita! Statistik lain menunjukkan bahwa 50 persen dari
pria–pria injili adalah pecandu pornografi18, dan pemungutan suara yang di-
laporkan oleh CNN menunjukkan bahwa 70 persen pria Kristen bergumul
dengan hal itu.19
Jadi kita harus bertanya, apakah ajaran-ajaran yang kebanyakan bersifat
menyanjung dari mimbar sudah memberi jawaban terhadap epidemi ini,
yang saat ini mencapai level tertinggi sepanjang masa?
Saya bergumul dengan pornografi sampai usia dua puluh tujuh, periode
itu termasuk tahun-tahun awal saya memulai pelayanan. Saya yakin bahwa
setelah menikah dengan seorang wanita cantik, dosa ini akan berhenti;
namun justru tidak demikian dan bahkan semakin parah. Dosa ini memi-
sahkan saya dan Lisa. Saya tidak dibebaskan sampai saat musim gugur tahun
222 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

1984, ketika saya memberitahukan kecanduan saya kepada seorang hamba


Tuhan dan dia berkata, dengan nada yang tegas, “Hentikanlah!” Dia mene-
gur saya dengan keras. Saya tidak mendapat ajaran yang bersifat sanjungan
darinya! Saya menerima instruksi tegas dan peringatan yang membuat saya
takut akan Allah dalam hidup saya.
Perkataan pria itu mengawali pencarian saya untuk memohon ke-
merdekaan dari Allah. Dalam sembilan bulan saya dibebaskan sepenuhnya
dan telah berjalan dalam kemerdekaan itu hingga sekarang. Saya menemu-
kan kasih karunia Allah yang begitu dahsyat sehingga dapat membebaskan
seorang pria yang terbelenggu pornografi sejak dia berusia sebelas tahun!
Inilah alasan lain mengapa saya sangat sedih apabila para pendeta tidak mau
menjabarkan manfaat penuh dari kasih karunia Allah. Jika saya tidak mene-
mukan kasih karunia—yang bukan hanya pemberian cuma-cuma, pengam-
punan dosa, dan keselamatan, tetapi juga kuasa Allah untuk hidup di luar
kemampuan lahiriah kita—saya masih terbelenggu hingga saat ini.

Jangan Ada Keserakahan

Definisi serakah adalah “keinginan yang kuat dan bersifat mementing-


kan diri sendiri terhadap sesuatu, terutama kekayaan, kekuasaan, atau
makanan.” Betapa seringnya orang-orang percaya memutarbalikkan hal ini
dan menodai janji Allah yang menolong kita untuk menerima berkat, ke-
suksesan dan kekayaan, menjadi keserakahan. Fokus mereka adalah “aku”
dan bukan diperlengkapi dalam pelayanan dan agar dapat berbagi kepada
orang lain. Serakah adalah ketamakan, dan salah satu bentuk penyembahan
berhala (lihat Kolose 3:5). Jika kita serakah, kita menempatkan keinginan,
hasrat, nafsu, ketenaran, status, popularitas, dan gila harta melebihi Allah
dan orang lain.
Ada banyak cerita tentang bagaimana keserakahan menyelinap masuk ke
dalam kehidupan orang percaya. Bileam kehilangan hubungannya dengan
Allah karena keserakahan, sama halnya seperti Kain, Korah dan banyak lain-
nya yang sebelumnya berjalan dalam hadirat Allah. Banyak yang terjerumus
BIMBINGAN HIDUP KUDUS | 223

ke dalam keserakahan karena mereka tidak diperingatkan. Memperingatkan


dalam ajaran atau khotbah adalah hal yang berbeda dengan memberikan
ajaran-ajaran yang positif dan menyanjung. Tetapi dalam upaya menolong
para pria dan wanita menjadi dewasa dalam Kristus, seharusnya kita tidak
hanya mengajarkan tetapi juga memperingatkan (lihat Kolose 1:28).
Saat masih kecil, saya menikmati ajaran orangtua saya tetapi tidak
mengindahkan peringatan mereka. Namun kemudian saya menyadari
bahwa peringatan-peringatan mereka dapat menyelamatkan hidup saya. Jika
ayah tidak memperingatkan saya akan bahaya menusuk soket listrik dengan
obeng, saya mungkin akan melakukan perbuatan itu karena rasa penasaran
dan menyetrum diri saya sendiri.
Paulus berkata kepada salah satu gereja yang dikasihinya, “Sebab itu
berjaga-jagalah dan ingatlah, bahwa aku tiga tahun lamanya, siang malam,
dengan tiada berhenti-hentinya menasihati kamu masing-masing dengan
mencucurkan air mata” (Kisah Para Rasul 20:31). Siang dan malam selama
tiga tahun lamanya! Dan dia melakukannya dengan mencucurkan air mata!
Apakah kita sedang memperingatkan orang-orang? Bagaimana kalau setiap
hari? Ataukah kita berkhotbah dan mengajar hanya dengan berharap bahwa
ajaran kita yang memberi dorongan akan menjauhkan para pendengar kita
dari keserakahan? Apakah kita menyayangi mereka? Selama bertahun-tahun
saya sendiri belum pernah mendengar ajaran tentang bagaimana meng-
hindari keserakahan!
Paulus memberitakan kasih karunia, namun dia juga berseru dengan
sungguh-sungguh kepada jemaat di Efesus—dan kepada kita—“Jangan
serakah.”
Dengarkan juga perkataan rasul Yakobus:

Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu?-


Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di
dalam tubuhmu? Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak mem-
perolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak
mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu
224 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa. Atau kamu


berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah
berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk
memuaskan hawa nafsumu. Hai kamu, orang-orang yang tidak setia!
(Yakobus 4:1-4)

Ayolah Yakobus, jangan terlalu bersikap negatif! Apakah rasul ini me-
mang galak, keras, dan kaku? Atau mungkinkah karena dia sungguh-sung-
guh mencintai jemaat di sana? Apakah ini alasan dia mengajarkan kebenaran
yang menyadarkan dan bukan memberikan ajaran yang populer dan me-
nyanjung? Mungkinkah ini alasan mengapa Allah memerintahkan dia
menulis bagian dari Perjanjian Baru dan bukan memilih seorang pembicara
yang lebih dapat memotivasi pada zamannya?

Jangan Ada Perkataan yang Sia-sia

Dalam daftar berikutnya: jangan terlibat dalam perkataan yang sia-sia atau
kasar, mengatakan lelucon atau cerita cabul. Ini termasuk menonton video
atau mendengarkan musik atau jenis audio lain yang sejenis.
Saya pernah diminta untuk menolong para pemuda pada berbagai tim
pelayanan yang kisruh gara-gara pemimpin mereka menggunakan bahasa
kasar, menceritakan lelucon cabul atau berbicara tidak jauh berbeda dari
gaya bicara orang duniawi yang masih terhilang. Mengapa pemimpin-pe-
mimpin ini berbuat demikian? Mungkinkah karena kita tidak memperin-
gatkan para pemimpin dan umat Allah bahwa, “Ini bukanlah perbuatan
yang tepat bagi warga Kerajaan Allah”?
Paulus menulis kepada jemaat Kolose, “Hendaklah kata-katamu senan-
tiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu
harus memberi jawab kepada setiap orang” (Kolose 4:6). Kata-kata kita se-
harusnya penuh kasih.
BIMBINGAN HIDUP KUDUS | 225

Jangan Mabuk

Berikutnya: Jangan mabuk—oleh bir, anggur atau minuman beralkohol lain-


nya (kita juga dapat menggunakan perintah yang sama untuk obat-obatan,
baik yang legal, ilegal atau mungkin dengan resep dokter.) Sekali lagi kita
mendengar kata jangan.
Minuman beralkohol memang menggoda (lihat Amsal 23:31-33) yang
dengan mudah dapat memikat kita untuk minum lebih banyak lagi sebelum
tahu kapan harus berhenti. Alkohol memiliki kemampuan untuk melemah-
kan dan akhirnya mematikan akal sehat. Penguasaan diri dilemahkan, dan
fungsi perlindungan alami jantung dan otak digagalkan. Ini dapat diumpa-
makan seperti menyingkirkan firewall (dinding pertahanan) dari komputer.
Kita membuka diri terhadap proses berpikir yang berbahaya di saat kebijak-
sanaan melemah. Intinya, alkohol menyingkirkan sistem keamanan dalam
otak kita. Meskipun tahu kapan saatnya berhenti, tanpa sadar kita mungkin
mendorong orang lain ikut mabuk. Saya akan membagikan sebuah cerita.
Seorang pendeta senior sedang minum-minum di sebuah restoran di
kotanya. Salah seorang jemaatnya, yang baru saja bertobat, sedang berada
di restoran yang sama. Dia adalah seorang pengusaha kaya, yang pernah
bergumul dengan alkohol sebelum dia diselamatkan. Setelah bertobat, dia
menghindari minuman keras dan bisa dibilang sebagai orang “yang baru saja
melepaskan diri dari mereka yang hidup dalam kesesatan” (2 Petrus 2:18).
Tidak lama setelah melihat si pendeta minum-minum di restoran, pe-
ngusaha ini pergi berpesta minuman keras selama tiga hari. Selama tiga hari
itu dia mengambil beberapa keputusan bisnis yang tidak bijaksana dan, se-
cara finansial, hampir kehilangan segalanya. Yang lebih menyedihkan lagi,
pernikahannya hancur berantakan. Ketika ditanya mengapa dia kembali
bermabuk-mabukan selama tiga hari itu, jawabannya adalah, “Saya melihat
pendeta saya minum-minum, jadi saya pikir, Jika dia saja boleh minum, ke-
napa saya tidak.”
Tentu saja orang ini harus bertanggung jawab atas pilihan buruknya,
tetapi bukankah kejadian seperti ini membuat kita berpikir tentang dampak-
nya terhadap orang lain?
226 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Akhir-akhir ini, banyak pendeta yang merasa bebas mengonsumsi


minuman keras di tempat umum. Ayat-ayat Alkitab dikutip untuk men-
dukung tindakan mereka dalam hal ini. Salah satunya adalah 1 Timotius
3:3, di mana Paulus berkata kepada Timotius bahwa pemimpin gereja adalah
orang yang bukan peminum. Kata Yunani yang dipakai Paulus di sini ada-
lah paroinou. Definisi dari The Complete World Study Dictionary mencakup:
“berhubungan dengan anggur, mabuk. Kata ini tidak termasuk penggu-
naan alkohol secara bertanggung jawab dan terkontrol, tetapi memiliki arti
penyalahgunaan atau penggunaan secara terus-menerus. Ilustrasi yang men-
jelaskan hal ini adalah seseorang yang selalu memiliki satu botol (atau kan-
tong kulit) di atas meja dan menandakan kecanduan.” Versi The New Living
Translation mengatakan bahwa pemimpin gereja “bukanlah pemabuk berat”
(1 Timotius 3:3).
Dalam suratnya yang lain, Paulus menasihati Timotius untuk “[menam-
bahkan] anggur sedikit, berhubung pencernaanmu terganggu dan tubuhmu
sering lemah” (1 Timotius 5:23). Timotus bisa disamakan dengan pendeta
senior di Efesus. Pemikiran banyak pendeta sekarang ini adalah¸ Apabila seo-
rang pemimpin gereja tidak pernah menyentuh anggur, seperti halnya sumpah
orang nazar, Paulus tidak mungkin menganjurkan Pendeta Timotius untuk
menggunakannya, bahkan untuk hal-hal yang bersifat pengobatan sekalipun.
Ayat Alkitab yang paling sering dikutip dalam bahasan ini adalah saat
Yesus mengubah air menjadi anggur (lihat Yohanes 2:1-11). Pemikirannya
adalah, Yesus tidak mungkin mengubah air menjadi anggur di tempat umum
apabila kita dilarang untuk meminumnya.
Jika hanya ayat-ayat inilah yang digunakan, seseorang dapat berdebat
bahwa perbuatan pendeta yang mengonsumsi minuman keras di tempat
umum dapat dibenarkan. Tetapi, kita hidup dalam masyarakat di mana
alkoholisme sudah merajalela. Di Amerika Serikat, hampir 88,000 orang
meninggal setiap tahunnya oleh karena perkara yang berhubungan dengan
alkohol,20 dan alkoholisme adalah penyebab kematian ketiga yang sebe-
narnya dapat dicegah.21 Pada tahun 2007, The Washington Post melaporkan
bahwa satu dari tiga penduduk Amerika sedang atau pernah memiliki ma-
BIMBINGAN HIDUP KUDUS | 227

salah dengan alkohol.22 The National Institute on Alcohol Abuse and Alco-
holism melaporkan bahwa pada tahun 2012, 25 persen penduduk dari usia
delapan belas atau lebih menyatakan bahwa mereka telah terlibat dalam
pesta minuman keras dalam satu bulan terakhir. Ini sungguh mengejutkan
—satu dari empat orang hanya dalam kurun waktu sebulan! Saya bisa mem-
berikan data statistik lebih banyak lagi, tetapi hal yang penting adalah warga
Amerika memiliki kecenderungan terhadap penyalahgunaan alkohol.
Penyalahgunaan alkohol tersebar bukan hanya di Amerika Serikat. Pada
tahun 2012, 6 persen dari angka kematian di dunia (3,3 juta jiwa) dapat
dikaitkan dengan konsumsi Alkohol. Secara global, penyalahgunaan alkohol
adalah penyebab kelima dalam kematian dini dan cacat fisik. Di antara usia
lima belas sampai empat puluh sembilan tahun, inilah penyebab utama!23
Karena epidemi ini, sebagai umat percaya yang bertanggung jawab,
kita harus mengarahkan logika kita selangkah lebih jauh lagi dan mem-
pertimbangkan implikasi yang lebih luas dari perintah Paulus terkait de-
ngan memakan daging yang telah dipersembahkan kepada berhala. Dalam
perkataannya, “Karena itu apabila makanan menjadi batu sandungan bagi
saudaraku, aku untuk selama-lamanya tidak akan mau makan daging lagi,
supaya aku jangan menjadi batu sandungan bagi saudaraku” (1 Korintus
8:13). Paulus menjelaskan bahwa bukanlah perbuatan dosa jika memakan
daging yang sudah dipersembahkan kepada berhala. Namun, jika perbua-
tan ini menyebabkan saudara kita yang lebih lemah tersinggung dan tersan-
dung, dia berkata bahwa dia tidak akan memakannya lagi.
Argumen dapat digunakan untuk mendukung hak orang Kristen untuk
mengonsumsi alkohol dalam jumlah kecil, tetapi sebagai orang percaya—
dan terutama kita sebagai pemimpin gereja—apakah kita mau mengambil
risiko menjadi batu sandungan atau membantu membujuk orang-orang
yang baru saja keluar dari perangkap alkoholisme untuk kembali terlibat
dalam kecanduan, terutama apabila kita hidup dalam masyarakat yang sarat
dengan penyalahgunaan alkohol? Jika pendeta senior yang minum-minum
di restoran itu menerima hikmat ini, barangkali pengusaha itu dapat terhin-
dar dari pesta minuman keras tiga hari yang berakhir tragis.
228 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Kita harus menjauhi segala bentuk kemabukan. Ini bukanlah perilaku


yang sesuai bagi anak Tuhan dan tentu bukan persoalan yang sepele. Kita
dengan tegas diperingatkan, “Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang
yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah
sesat! Orang cabul... pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu
tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah” (1 Korintus 6:9-10).
Satu lagi aspek penting yang dapat dipertimbangkan dalam bahasan
kita. Kita berada dalam perlombaan rohani, dan Pelatih kita memberitahu
agar “kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi
kita” (Ibrani 12:1). Ada dosa-dosa yang lebih mudah menyerang kita dari-
pada dosa yang lain, dan seperti terlihat dari statistik di atas, penyalahgunaan
alkohol urutan pertama dalam daftar kita. Jadi mengapa kita bermain-main
dengan sesuatu yang telah mendatangkan kehancuran dalam hidup banyak
orang?
Kesimpulannya adalah, marilah kita bertanya kepada diri sendiri,
mengapa kita yang memiliki pengalaman sejati dipenuhi oleh Roh Kudus
mencari cara-cara palsu untuk menenangkan diri atau menghilangkan
ketegangan? Apakah kita hanya dipenuhi oleh Roh Kudus hanya istilah saja
dan bukan karena pengalaman pribadi, sehingga kita memerlukan bantuan
dari zat memabukkan ini?

Janganlah Kamu Disesatkan

Kita telah membaca satu pasal dari kitab Efesus ini. Ada banyak perintah
lain dalam Perjanjian Baru. Sekali lagi, ingatlah bahwa ini bukan daftar
untuk dipatuhi agar Anda dapat diselamatkan; tetapi, gaya hidup ini berkai-
tan dengan orang-orang yang hidup dalam manifestasi hadirat Allah.
Dengarkan bagaimana Paulus menyimpulkan daftar larangannya:

Janganlah kamu disesatkan orang dengan kata-kata yang hampa, karena


hal-hal yang demikian mendatangkan murka Allah atas orang-orang
durhaka. Sebab itu janganlah kamu berkawan dengan mereka... dan
BIMBINGAN HIDUP KUDUS | 229

ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan. Janganlah turut mengambil


bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan
apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu. Sebab
menyebutkan sajapun apa yang dibuat oleh mereka di tempat-tempat
yang tersembunyi telah memalukan ... Karena itu, perhatikanlah de-
ngan saksama, bagaimana kamu hidup. (Efesus 5:6-7, 10-12, 15)

Dalam terjemahan lain dikatakan “Jangan disesatkan oleh mereka yang


mencoba membenarkan perbuatan dosa ini.” Konsekuensinya sangat tidak
menyenangkan. Kita harus berhati-hati, tidak sembarangan, memastikan
perbuatan apa saja yang akan menyenangkan hati Allah. Sering kali kita ber-
tindak seolah-olah kita berada dalam arena bermain padahal sebenarnya kita
sedang berada dalam peperangan. Kita sedang berperang; ada target di atas
kepala kita dan musuh berupaya keras untuk merobohkan kita. Namun, jika
kita tetap beada dalam terang, musuh kita akan gagal sebab kasih karunia
Allah yang luar biasa nyata dalam hidup kita.
Saya menasihati Anda: jalanilah kehidupan yang mulia. Bergantunglah
kepada kasih karunia untuk hidup beriman dan tak bercela di tengah-tengah
dunia yang jahat dan menuju kebinasaan. Anda memiliki kemampuan itu
karena Allah telah menganugerahkan sifat ilahi-Nya kepada Anda dengan
cuma-cuma. Jangan menyia-nyiakan atau tidak menghargai kasih karunia
Allah yang sungguh luar biasa.
13

MOT I VASI K I TA
Karena itu aku senantiasa bermaksud mengingatkan
kamu akan semuanya itu, sekalipun kamu telah
mengetahuinya dan telah teguh dalam kebenaran
yang telah kamu terima. Aku menganggap sebagai
kewajibanku untuk tetap mengingatkan kamu akan
semuanya itu selama aku belum menanggalkan kemah
tubuhku ini. Sebab aku tahu, bahwa aku akan segera
menanggalkan kemah tubuhku ini, sebagaimana yang
telah diberitahukan kepadaku oleh Yesus Kristus,
Tuhan kita. Tetapi aku akan berusaha, supaya juga
sesudah kepergianku itu kamu selalu mengingat
semuanya itu.
—2 P ETRUS 1:12-15

... Kita menganggap bahwa meninggalkan persahabatan


dengan Allah adalah satu-satunya hal yang
menakutkan dan kita menganggap menjadi sahabat
Allah adalah satu-satunya hal yang patut mendapat
kehormatan dan hasrat utama.
—G REGORY OF N YSSA

P anggilan untuk hidup kudus bukanlah usulan atau anjuran. Ini bukan
sesuatu yang kita perjuangkan dengan susah payah tetapi kenyataan-
nya tidak dapat kita raih. Ini adalah perintah dan kita diharapkan untuk
mematuhinya.
232 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Rasul Petrus menjelaskan bahwa pengulangan kebenaran dan perintah


penting yang diberikan oleh Tuhan Yesus Kristus sangatlah penting. Kon-
sep tentang “mengingatkan” disebutkan tiga kali dalam empat ayat di atas.
Orang-orang yang membaca surat Petrus sudah mengetahui hal yang dia
tulis sebelumnya, tetapi dia menyatakan bahwa bahkan setelah kepergiannya
ke surga kelak, para pembacanya harus selalu mengingat kebenaran penting
ini. Bukankah ini juga saran yang bagus bagi kita, supaya kita memperhati-
kan lebih cermat pentingnya ajaran Petrus?
Di bagian awal dalam kedua suratnya, Petrus menulis, “tetapi hendaklah
kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu” (1 Petrus 1:15). Ada dua
kalimat perintah yang sering kita temui dalam Kitab Suci: seharusnya (should
be) dan hendaklah (must be). Kita akan bijaksana apabila kita melakukan
perbuatan yang seharusnya kita lakukan. Kita akan bodoh apabila kita tidak
melakukan perbuatan yang hendaknya kita lakukan! Kalimat Petrus bersifat
keharusan.
Rasul ini dengan jelas berbicara tentang gaya hidup kita. Kita tidak boleh
merasa terintimidasi, takut atau kecewa ketika membacanya. Kita sudah di-
janjikan bahwa, “Perintah-perintah-Nya itu tidak berat” (1 Yohanes 5:3).
Artinya perintah-perintah itu dapat dilakukan dan bukanlah tidak masuk
akal.
Petrus melanjutkan bahasannya, dalam kelanjutan suratnya yang per-
tama dan seterusnya dalam suratnya yang kedua, tentang apakah yang di-
maksud dengan hidup kudus secara praktis. Dia menuliskan pernyataan
seperti, “aku menasihati kamu, supaya sebagai ‘pendatang dan perantau’,
kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang me-
lawan jiwa” (1 Petrus 2:11).
Peperangan ini terjadi dalam benak kita. Pikiran, perasaan dan kehendak
kitalah yang harus selalu diselidiki setiap saat. Awal dari semua dosa dimulai
dari arena ini. Peperangan ini biasanya terjadi di saat kita tidak menduganya,
dan kerap terjadi ketika kita dekat dengan orang yang belum percaya atau
dengan orang percaya yang masih berkompromi dengan dunia. Petrus secara
M OT I VA S I K I TA | 23 3

eksplisit menunjukkan kenyataan ini: “Milikilah cara hidup yang baik di


tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi” (1 Petrus 2:12).
Rasul ini membahas perbuatan kudus kita terkait dengan pemerintahan,
pekerjaan, pernikahan dan relasi lainnya. Dia berbicara secara khusus ten-
tang tiap-tiap bidang tetapi menekankan bahwa kesempatan terbaik untuk
memberikan kesaksian yang kuat adalah dengan tetangga yang tidak beri-
man, sesama rekan kerja dan rekan pelajar yang belum percaya—terutama
mereka yang pernah berkumpul dengan kita sebelum kita menerima Kris-
tus. Petrus berkata:

Sebab itu mereka heran, bahwa kamu tidak turut mencemplungkan


diri bersama-sama mereka di dalam kubangan ketidaksenonohan yang
sama, dan mereka memfitnah kamu. Tetapi mereka harus memberi
pertanggungan jawab kepada Dia, yang telah siap sedia menghakimi
orang yang hidup dan yang mati (1 Petrus 4:4-5).

Di awal suratnya yang kedua, Petrus memberikan perintah kepada kita


agar “[berusaha] sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin
teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan pernah tersan-
dung” (2 Petrus 1:10). Hal-hal yang perlu kita praktikkan untuk membuk-
tikan kemurnian kita adalah keunggulan moral, penguasaan diri, kesabaran,
ketabahan, kesalehan, kebaikan, dan kasih. Inilah buah-buah dari kasih
karunia yang kita hasilkan dengan iman. Jika kita melakukan perbuatan di
atas, “kepada kamu akan dikaruniakan hak penuh untuk memasuki Kera-
jaan kekal, yaitu Kerajaan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus” (ayat
11).
Petrus kemudian memperingatkan kita bahwa guru-guru [atau nabi
palsu] akan datang untuk “memasukkan pengajaran-pengajaran sesat yang
membinasakan” (2 Petrus 2:1). Mereka akan memikat banyak pendengar:
“Banyak orang akan mengikuti cara hidup mereka yang dikuasai hawa
nafsu” (ayat 2). Alkitab The Message mengatakan tentang para pemimpin
palsu ini, “Mereka meluncurkan diri cepat-cepat menuju lembah kehancu-
23 4 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

ran, tetapi sebelumnya mereka akan menjaringbanyak pengikut yang tidak


dapat membedakan antara yang benar dan yang salah. Mereka memutarba-
likkan kebenaran” (ayat 1-2).
Nabi-nabi palsu ini akan berada “di tengah-tengah kita”—dalam per-
temuan, gereja, dan kelompok sel kita. Kita diperingatkan, “Mereka makan
bersamamu dalam perjamuan kasihmu untuk memperingati kasih Tuhan”
(Yudas 12; lihat juga 2 Petrus 2:13). Akan ada sedikit kebenaran yang dicam-
pur dengan pengajaran mereka sehingga kedua hal itu akan terjadi.
Pertama, orang-orang akan sulit membedakan antara yang benar dan
yang salah. Perbuatan yang menarik kita menjauhi kehendak Allah akan
dicap sebagai perbuatan yang dapat diterima dan dalam beberapa situasi,
bahkan dianggap baik. Menaati dan memberitakan Firman Allah akan di-
anggap sebagai perbuatan legalistik dan bersifat menghakimi.
Selain menyebabkan gaya hidup “Kristen” merosot, apa yang diajar-
kan akan berfungsi untuk membungkam kebenaran. Para pendeta dan
guru-guru sesat ini sangat berbakat, mereka adalah pembicara ulung dan
akan melemahkan dan memengaruhi banyak orang. Nasihat Firman Allah
seluruhnya tidak lagi dipandang sebagai standar utama, sampai batas ter-
tentu di mana orang percaya akan terjerat ke dalam pemberontakan yang
mencapai level tertinggi sepanjang hidup.
Konsekuensi kedua adalah bahwa Injil akan mendapat peringkat buruk.
Hal ini hanya dapat terjadi apabila guru-guru ini menggunakan banyak isti-
lah yang mirip dengan kebenaran Firman:

Oleh karena mereka telah meninggalkan jalan yang benar, maka terse-
satlah mereka... (2 Petrus 2:15)

Para pemimpin ini memulai hidup mereka sebagai pengikut Kristus


yang beriman tetapi mereka tidak bertekun, dan ini menjelaskan bagaimana
mereka dapat mengenal istilah-istilah Kristen tetapi menodai integritasnya.
Petrus menunjukkan bahwa apabila kita mengejar hidup kudus, kita
tidak akan pernah terjatuh—kita tidak akan pernah terjerat ke dalam pen-
M OT I VA S I K I TA | 235

garuh nabi-nabi palsu ini. Keselamatan kita berdasarkan hal ini. Kemudian
dia dengan tegas menulis tentang para korban yang akan terjerat untuk me-
masuki ajaran dan gaya hidup palsu dari para pembawa pengaruh ini:

Sebab jika mereka, oleh pengenalan mereka akan Tuhan dan Juruse-
lamat kita, Yesus Kristus, telah melepaskan diri dari kecemaran-kece-
maran dunia, tetapi terlibat lagi di dalamnya, maka akhirnya keadaan
mereka lebih buruk dari pada yang semula. Karena itu bagi mereka
adalah lebih baik, jika mereka tidak pernah mengenal Jalan Kebenaran
dari pada mengenalnya, tetapi kemudian berbalik dari perintah kudus
yang disampaikan kepada mereka. (2 Petrus 2:20-21)

Informasi ini mengejutkan dan mengguncang pikiran, tentunya layak


untuk disampaikan ulang. Rasul Petrus berbicara tentang orang-orang yang
sepenuhnya terlepas dari genggaman dosa setelah menerima Yesus Kristus
dalam hidup mereka. Tetapi karena pengajaran yang tidak benar, keper-
cayaan yang salah dan hilangnya pengertian, mereka akan kembali terjatuh
dalam kehidupan yang tidak beriman. Dia menyatakan bahwa mereka se-
karang jauh lebih buruk dari sebelum mereka menerima Yesus, dan kondisi
itu akan lebih baik seandainya mereka tidak pernah mengenal jalan kebe-
naran dari awal daripada menolak perintah untuk hidup kudus. Sungguh
menyedihkan!
Sekali lagi kita menganggapnya sebagai perintah untuk hidup kudus—
dan perintah itu sangat penting!

Dua Kekuatan yang Tak Terkalahkan

Perintah Tuhan tidaklah berat untuk dilaksanakan karena sifat baru kita,
disertai dengan kuasa kasih karunia, akan memampukan kita untuk me-
matuhinya. Tetapi marilah kita berpikir realistis. Kita mungkin memiliki
kemampuan tersebut, tetapi apakah yang akan memotivasi kita untuk me-
megang perintah untuk hidup kudus di tengah-tengah medan perang? Jawa-
236 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

bannya adalah dua kekuatan yang tak terkalahkan.


Saya akan menjelaskan kekuatan pertama dengan sebuah kisah. Ketika
saya masih menjadi pendeta muda di tahun 1980-an, saya sedang mem-
persiapkan khotbah untuk kebaktian mingguan. Saya merasa Tuhan ingin
berbicara kepada saya, jadi saya menenangkan diri dan mendengar suara di
dalam hati saya, “Baca Yohanes 14:15.”
Saya tidak tahu apa yang tertulis dalam Yohanes 14:15, jadi saya berge-
gas membukanya dan memperhatikan bahwa di dalam Alkitab saya, ayat
itu diawali dengan paragraf baru. Saya membaca perkataan Yesus: “Jikalau
kamu mengasihi Aku, kamu [akan] menuruti segala perintah-Ku.”
Kemudian saya membaca dari ayat lima belas sampai ke ayat dua puluh
empat. Kesepuluh ayat itu berkaitan kembali dengan ayat lima belas. Tema
bagian ini adalah menuruti perintah Yesus. Yang saya pahami dari ayat-ayat
ini sangat sederhana, “Dengan melakukan perintah-Ku, kamu membuk-
tikan bahwa kamu mengasihi Aku.” Setelah saya membaca ayat terakhir,
Tuhan berbicara dalam hati saya: “Kamu masih belum mengerti. Bacalah
lagi.”
Saya membaca kesepuluh ayat itu lagi. Sekali lagi ajaran itu sepertinya
berbunyi, “Dengan melakukan perintah-Ku, kamu membuktikan bahwa
kamu mengasihi Aku.” Saya kembali mendengar suara Allah: “Kamu masih
belum mengerti. Bacalah lagi.”
Saat itu rasa penasaran saya sudah benar-benar tergugah. Saya membaca
kesepuluh ayat itu lagi, namun mendengar Tuhan memberikan pesan yang
sama: “Baca lagi.” Setelah hal ini terjadi tujuh atau delapan kali, kekecewaan
saya memuncak.
Saya memutuskan untuk bergerak lambat dan membaca kesepuluh ayat
ini pelan-pelan. Saya membaca jikalau, kemudian berhenti, mengucapkan-
nya dengan lantang, dan merenungkan kata itu. Saya terus membaca se-
perti ini sampai selesai, dan memakan waktu cukup lama. Lima belas menit
kemudian, akhirnya saya selesai membaca kesepuluh ayat itu dan langsung
mendengar Roh Kudus berkata, “Kamu masih belum mengerti. Bacalah
sekali lagi.”
M OT I VA S I K I TA | 237

Dengan putus asa, saya berseru, “Tuhan, ampunilah kebodohanku! Aku


memang bodoh! Bukalah mataku supaya dapat memahami apa yang Eng-
kau maksud!”
Kemudian saya kembali membaca ayat 15: “Jikalau kamu mengasihi
Aku, kamu akan *menuruti segala perintah-Ku” Saya memperhatikan ada
tanda asterisk pada kata menuruti (Inggris: keep). Saya membaca catatan ref-
erensi yang ada di garis tepi Alkitab dan membaca bahwa terjemahan yang
lebih tepat adalah “Engkau akan menuruti.” (Inggris: you will keep).
Setelah menambahkan kalimat ini di bagian kata keep, kini ayat itu ber-
bunyi, “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu [akan] menuruti segala perin-
tah-Ku.” Waktu membacanya dengan cara seperti ini, ledakan emosi padam
di dalam diri saya. Saya dapat memahaminya sekarang.
Kemudian saya mendengar Allah berkata, “John, Aku tidak menga-
takan bahwa jika kamu melakukan perintah-Ku, kamu telah membuktikan
bahwa kamu mengasihi Aku. Aku sudah tahu apakah kamu mengasihi Aku
atau tidak! Aku mengatakan bahwa jika kamu sungguh-sungguh jatuh cinta
kepada-Ku, kamu akan termotivasi untuk menuruti perintah-Ku!” Pema-
haman awal saya bersifat legalistik. Pengertian yang baru adalah tentang
hubungan kasih, yang menjadi kunci dari motivasi.

Kasih yang Menggebu-gebu

Saya akan memberikan sebuah ilustrasi. Pernahkan Anda jatuh cinta? Ketika
saya bertunangan dengan istri saya, Lisa, saya sungguh-sungguh mabuk ke-
payang dengannya. Dia selalu memenuhi benak saya. Saya melakukan segala
upaya agar dapat menghabiskan waktu bersama dia. Saya ingat sebuah ke-
jadian ketika kami melewatkan waktu bersama-sama selama beberapa jam.
Akhirnya saya mengucapkan selamat tinggal, tetapi Lisa memanggil saya tak
lama kemudian dan berkata, “John, jaketmu ketinggalan di rumah.” Saya
gembira karena jaket saya tertinggal sehingga saya punya kesempatan untuk
melihatnya lagi.
238 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Saya membalas, “Apa boleh buat, saya harus kembali mengambilnya!”


Tawa kami berdua berderai. Kejadian itu membuat kami melewatkan bebe-
rapa jam bersama-sama.
Jika Lisa perlu sesuatu, tak peduli betapa repotnya, sebisa mungkin saya
akan berusaha mendapatkannya. Jika dia menelepon saya tengah malam dan
berkata, “Sayang, aku mau es krim,” saya akan membalas, “Rasa apa? Aku
akan ke sana dalam lima menit!” Saya akan mengupayakan segalanya demi
memenuhi keinginannya. Intinya adalah: permintaannya adalah perintah
yang sangat menyenangkan bagi saya.
Karena gairah cinta yang begitu besar terhadap Lisa, sungguh suka-
cita yang luar biasa saya bisa mengabulkan segala keinginannya. Apa pun
permintaannya tidak pernah terlalu menyusahkan. Saya tidak mengabul-
kan permintaannya untuk membuktikan bahwa saya mencintainya; saya
melakukannya karena saya jatuh cinta kepadanya!
Kisah ini memberikan ilustrasi tentang apa yang Yesus katakan. Karena
kecintaan kita yang begitu dalam kepada-Nya, kita merasakan kegembiraan
luar biasa untuk memenuhi keinginan-Nya. Firman-Nya tidak membatasi
atau membebani tetapi menumbuhkan hasrat yang kian menggelora!
Mari kita melangkah maju ke beberapa tahun setelah saya menikah. Saya
menjadi sangat sibuk dengan pekerjaan pelayanan, dan tanpa saya sadari,
cinta saya kepada Lisa perlahan-lahan mulai memudar. Sekarang permin-
taan Lisa bukan lagi perintah yang menyenangkan bagi saya. Sering kali per-
mintaannya menyusahkan dan kadangkala membebani. Saya memiliki sikap
yang sama sekali berbeda dalam melayaninya. Kini tidak lagi melakukannya
dengan sukacita seperti saat kami masih berpacaran.Bukan lagi, “Ingin rasa
apa? Aku akan segera ke sana!” tetapi, “Yang benar saja? Sayang, masih ba-
nyak pekerjaan lain yang harus aku selesaikan!” Saya tidak lagi mencari ke-
sempatan untuk melewatkan waktu bersama dia. Saya menghabiskan waktu
bersamanya karena hal itu sudah semestinya dilakukan. Gairah saya yang
baru adalah pekerjaan saya.
M OT I VA S I K I TA | 239

Dengarkan apa yang Yesus katakan kepada sebuah gereja:

“Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun


ketekunanmu... Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau
telah meninggalkan kasihmu yang semula. Sebab itu ingatlah betapa
dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang
semula engkau lakukan...” (Wahyu 2:2, 4-5)

Perhatikan kembali perkataan Yesus: “Aku tahu segala pekerjaanmu...


Engkau telah jatuh; bertobatlah dan lakukan lagi apa yang semula engkau
lakukan.” Ada dua jenis pekerjaan yang disebutkan di sini. Pekerjaan per-
tama dimotivasi oleh gairah cinta gereja kepada Yesus, tidak jauh berbeda
dengan sikap saya yang menanyakan, “Rasa apa yang kamu inginkan? Aku
akan ke sana dalam lima menit.” Sekarang pekerjaan gereja dilaksanakan
tanpa keharusan, tidak ada bedanya dengan, “Yang benar saja? Sayang, aku
masih banyak pekerjaan lain.”
Dalam kaitannya dengan Yesus, terjemahannya demikian: Ketika kita
pertama kali jatuh cinta, kita bersukacita melakukan segalanya bagi Dia.
Sekarang gairah itu sudah memudar; ketaatan hanya menjadi kewajiban.
Bagaimana kita memperbaiki kesalahan ini? Kita melewatkan lebih ba-
nyak waktu bersama Dia dalam pembacaan Firman, doa, dan penyembahan.
Kita mengarahkan pikiran kita kepada-Nya, dan bukan hanya saat kita be-
rada di gereja atau selama saat teduh di pagi hari, tetapi terus-menerus me-
nyatakan hadirat-Nya sepanjang hari. Kita juga harus meminta Roh Kudus,
Penolong yang sejati, untuk memenuhi hati kita dengan kasih Allah yang
selalu baru setiap hari (lihat Roma 5:5).
Anda tidak mungkin bisa mengasihi Allah terlalu besar; karena hal ini
hanya akan mengobarkan gairah dalam hidup Anda. Jangan lupa bahwa,
“Kasih tidak berkesudahan” (1 Korintus 13:8).
24 0 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Ketakutan yang Kudus

Kekuatan yang memotivasi lainnya adalah ketakutan yang kudus, yaitu nilai
kebajikan yang dikutip oleh Paulus agar menjaga kita tetap berada pada
jalur kudus:

... marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani
dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita
dalam takut akan Allah. (2 Korintus 7:1)

Kekudusan disempurnakan dalam takut akan Allah. Kebenaran ini


dapat dilihat di seluruh Perjanjian Baru.
Paulus menulis kepada gereja lain, “tetaplah kerjakan keselamatanmu
dengan takut dan gentar” (Filipus 2:12). Dibutuhkan sikap hormat yang
mendalam, kegentaran dan ketakutan yang kudus untuk menuruti pe-
rintah Allah. Petrus menulis, berkaitan dengan melakukan perintah untuk
hidup kudus, “maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu
menumpang di dunia ini” (1 Petrus 1:17).
Penulis kitab Ibrani menasihati kita agar mengejar kekudusan dengan
perkataan ini: “Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncang-
kan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut
cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut” (Ibrani 12:28).
Takut akan Allah adalah cara yang berkenan dalam melayani Dia.
Banyak orang bingung tentang makna takut akan Tuhan. Bukankah ke-
takutan adalah kondisi sebelum kita dibebaskan? Di posisi manakah kata ini
berada dalam daftar kosakata kita sekarang?
Allah adalah kasih. Dialah Bapa kita. Tetapi ketakutan harus dijelaskan
karena sering dibicarakan dalam Perjanjian Baru.
Beberapa orang telah memperlunak makna ketakutan dengan menya-
takan, “Artinya hanya untuk menyembah Allah.” Seorang guru ternama di
dunia pernah menyampaikan artinya kepada saya di ruang tunggu sebelum
saya hendak berpidato di sebuah konferensi nasional di Afrika Selatan. Per-
M OT I VA S I K I TA | 241

tanyaan saya tentang definisi ini adalah, “Mengapa Paulus mengatakan takut
dan gentar sebanyak empat kali dalam Perjanjian Baru jika tujuannya hanya
untuk menyembah?” Gentar lebih dari sekadar menyembah.
Definisi Strong’s untuk kata Yunani tromos (gentar) adalah “gemetar keta-
kutan.” Dalam hal ini, kita diperintahkan untuk “mengerjakan keselamatan
kita dengan gemetar ketakutan.” Ada rasa hormat yang sangat mendalam dan
bahkan kengerian yang sehat tercakup di sini—lebih dari sekadar pengertian
umum kita tentang penyembahan.
Tentang makna ketakutan, Anda mungkin pernah mendengar jawaban
ini: “Itu ajaran Perjanjian Lama. Kita tidak lagi memiliki takut akan Allah
karena Dia tidak memberikan kepada kita roh ketakutan tetapi kasih.” Mer-
eka yang mengatakan ini telah mencampuradukkan roh ketakutan dengan
takut akan Allah.
Ketika Musa membawa bangsa Mesir ke gunung Sinai dan Allah menya-
takan hadirat-Nya di sana, bangsa Israel berlari mundur dan dengan penuh
ketakutan berseru kepada Musa, memintanya memohon kepada Allah agar
tidak memperlihatkan kebesaran kuasa-Nya kepada mereka. Dengarkanlah
jawaban Musa kepada bangsa Israel:

“Janganlah takut, sebab Allah telah datang dengan maksud untuk men-
coba kamu dan dengan maksud supaya takut akan Dia ada padamu,
agar kamu jangan berbuat dosa.” (Keluaran 20:20)

Kedengarannya seperti Musa menyangkal dirinya sendiri: “Jangan-


lah takut... Allah telah datang dengan maksud supaya takut akan Dia ada
padamu.” Tetapi dia hanya membedakan antara takut pada Allah dan takut
akan Allah. Ada perbedaan besar. Mengapa Allah ingin agar kita takut pa-
da-Nya? Tentunya akan sulit apabila memiliki keintiman dengan seseorang
yang Anda takuti, tetapi Allah sungguh-sungguh menginginkan hubungan
yang intim dengan kita.
Orang yang ketakutan pada Allah menyembunyikan sesuatu, sehingga
akibatnya, dia menjadi takut pada Allah. Tindakan pertama yang dilakukan
242 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

oleh Adam dan Hawa setelah mereka jatuh dalam dosa terhadap Allah ada-
lah bersembunyi dari hadirat-Nya (lihat Kejadian 3:8). Di sisi lain, orang
yang takut akan Allah tidak akan menyembunyikan apa pun; bahkan, dia
takut berada jauh dari Allah!
Oleh sebab itu, pengertian pertama tentang takut akan Allah adalah sa-
ngat ketakutan berada jauh dari Allah. Takut akan Allah berarti memuliakan
Dia. Kita sangat menghormati, memuliakan, meninggikan, dan menyem-
bah Dia melebihi segala sesuatu atau siapa pun.
Ketakutan yang kudus memberikan tempat kemuliaan bagi Allah yang
layak Dia terima; kita gemetar dan gentar di hadapan-Nya karena merasa
sangat takjub. Kita dengan teguh menyambut keinginan-Nya dengan cara
menjunjung tinggi kehendak-Nya di atas segalanya, termasuk kehendak kita
sendiri. Kita mencintai apa yang Dia cintai dan membenci apa yang Dia
benci. Apa yang penting bagi-Nya juga penting bagi kita. Inilah alasan me-
ngapa kita diperingatkan demikian, “Takut akan TUHAN ialah membenci
kejahatan” (Amsal 8:13).
Keluaran 20:20 menyatakan bahwa ketakutan ilahi akan menjauhkan
kita dari perbuatan dosa. Sejalan dengan hal ini, kita juga dinasihati, “karena
takut akan TUHAN orang menjauhi kejahatan” (Amsal 16:6). Paulus juga
menulis bahwa kekuatan itulah yang mendorong kita untuk menjauhi dosa
(lihat 2 Korintus 7:1).
Firman ini menjadi nyata ketika saya mengunjungi seorang penginjil
televisi terkenal dalam tahanan. Dia adalah pendeta paling terkenal di muka
bumi ini pada tahun 1980-an. Dia telah melakukan tindakan kriminal me-
lawan pemerintah negeri ini dan berselingkuh.
Pria ini sudah mendekam dalam penjara selama hampir lima tahun,
tetapi pada awal masa tahanannya, dia mengalami perjumpaan dengan
Yesus di dalam selnya yang memutarbalikkan hidupnya. Salah satu buku
saya telah menyentuh hatinya yang dalam, dan dia memohon saya agar pergi
mengunjunginya.
Saya tidak akan pernah melupakan waktu pria itu masuk ke ruang
tunggu tahanan. Dia merangkul saya sambil berurai air mata lebih dari
M OT I VA S I K I TA | 24 3

satu menit. Kemudian dia menggenggam bahu saya dan bertanya dengan
sungguh-sungguh, “Apakah Anda yang menulis buku itu ataukah orang lain
yang menuliskannya untuk Anda?”
“Tidak, Pak. Sayalah yang menulis setiap kata demi kata.”
Dengan gembira dia menukas, “Banyak sekali yang harus kita bicarakan
dan waktu kita hanya sembilan puluh menit saja.” Dia langsung duduk dan
membagikan kisahnya.
Salah satu kalimat pertamanya adalah, “John, bukan penghakiman
Allah yang membawa saya ke penjara tetapi kemurahan-Nya, karena apabila
saya terus hidup dengan cara hidup sebelumnya, saya pasti akan berakhir di
neraka selama-lamanya.” Pernyataannya mengejutkan saya. Pernyataannya
mencengangkan. Saya terpukau oleh keterbukaan dan kerendahan hatinya.
Setelah dua puluh menit lebih mendengarkan kisahnya, saya menga-
jukan sebuah pertanyaan yang mengusik hati saya. Saya tahu dia sangat
mencintai Yesus pada awal pelayanannya dan sungguh berapi-api bagi Allah.
Saya ingin tahu bagaimana dia kehilangan gairahnya.
Akhirnya saya hanya bertanya, “Kapankah Anda kehilangan cinta pada
Yesus? Pada waktu apa?” Saya ingin mengetahui tanda-tanda pudarnya cinta
kita terhadap-Nya, terutama sebagai seorang pendeta.
“Saya tidak pernah kehilangan,” jawabnya tegas.
Saya tertegun dan sedikit gusar dengan jawabannya. Bagaimana dia bisa
berkata demikian?
Saya membalas, “Apa maksud Anda? Anda berselingkuh. Anda meng-
gelapkan uang—Anda dipenjara. Bagaimana Anda bisa berkata bahwa
Anda tidak kehilangan cinta Anda terhadap Yesus?”
Sekali lagi, dia menatap saya lekat-lekat dan tanpa ragu berkata, “John,
saya mencintai Yesus selama kejadian itu berlangsung.”
Saya terdiam, dan saya yakin raut muka saya menunjukkan kebi-
ngungan. Kemudian dia berkata, “John, saya mencintai Yesus, tetapi saya
tidak takut akan Dia.”
Hening selama beberapa saat. Dia membiarkan perkataannya dipahami
baik-baik. Saya sudah terguncang secara emosi. Lalu dia memecahkan ke-
24 4 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

sunyian dengan berkata lirih, “John, ada jutaan orang Amerika yang sama
seperti saya. Mereka mencintai Yesus tetapi tidak takut akan Allah.”

Yesus yang Fiktif

Pertemuan itu adalah momen yang mengubah kehidupan saya karena ak-
hirnya membangkitkan kehausan saya untuk menggali lebih banyak jawa-
ban lagi. Bagaimana mungkin seorang pria yang mencintai Allah dapat jatuh
ke dalam dosa berulang kali dan bahkan najis? Bagaimana mungkin jutaan
orang yang mencintai Allah dapat menjalani hidup yang tidak kudus? Me-
reka menyembah Allah, aktif di gereja setempat dan sangat bergairah ten-
tang segala sesuatu yang berkaitan dengan Allah; namun mereka melakukan
seks bebas, terbelenggu oleh pornografi, berulang kali berbohong, minum
alkohol berlebihan, bercerai tanpa alasan Alkitabiah—dan itu baru daftar
pendek. Mereka mencintai Yesus, seperti pria ini, jadi mengapa mereka tidak
menuruti firman-Nya? Yesus berkata bahwa jika mereka mencintai Dia, kita
akan mendapat kekuatan untuk menaati-Nya. Apakah ada sesuatu yang
terlewatkan?
Mungkinkah jawabannya dikarenakan mereka mencintai satu pribadi
yang sebenarnya tidak mereka kenal? Apakah penginjil televisi itu dan rang-
kaian tata ibadah yang dia maksud telah menciptakan gambaran Yesus,
namun sebenarnya bukanlah Yesus yang sebenarnya? Apakah Yesus fiktif ini
yang akhirnya memenuhi apa yang diinginkan sifat kedagingan mereka?
Pertimbangkanlah ini: ada banyak orang di negara ini yang begitu terpe-
sona oleh para atlet dan selebriti Hollywood. Nama-nama mereka sering ter-
dengar dalam rumah kita, dan media massa telah membeberkan kehidupan
pribadi mereka lewat berbagai macam wawancara televisi, surat kabar dan
artikel majalah. Saya mendengarkan para penggemar berbicara seolah-olah
selebriti ini adalah teman dekat mereka. Sepertinya orang-orang merasa ter-
libat secara emosional dalam masalah rumah tangga mereka dan bahkan ikut
berdukacita saat tragedi menghantam mereka, seolah-olah mereka adalah
bagian dari keluarga.
M OT I VA S I K I TA | 24 5

Namun, jika para penggemar ini menjumpai “teman” selebriti mereka


di tengah jalan, mereka mungkin bahkan tidak akan mendapat anggukan
kepala. Jika mereka cukup berani untuk menghentikannya, mereka akan
mendapati bahwa orang itu ternyata jauh berbeda dari anggapan mereka.
Intinya, ini adalah hubungan fiktif belaka.
Bangsa Israel melakukan hal ini setelah mereka keluar dari Mesir. Suatu
hari Musa pergi ke atas gunung, jauh dari orang-orang, selama empat puluh
hari, Allah menjadi bungkam—bukan terhadap Musa tetapi terhadap
bangsa itu. Selama masa diam ini, Harun dan para pemimpin lain yang jauh
dari hadirat Allah mulai membuat sebuah “ilah” yang dengan bebas akan
memuaskan hasrat dan keinginan duniawi mereka.
Selama bertahun-tahun, saya melewatkan hal signifikan dalam cerita
ini karena tidak membaca kitab Ibrani. Harun menamakan lembu yang
dia buat itu Yhwh atau Yehova, yaitu nama Allah yang sebenarnya (lihat
Keluaran 32:5). Di luar insiden ini, Yhwh tidak pernah digunakan untuk
menyebut ilah atau berhala lainnya dalam Alkitab. Nama ini sungguh sakral
sehingga penulis Ibrani tidak mau menuliskan huruf vokalnya. (Kita menu-
lis dan mengucapkannya Yahweh.)
Bukan saja Harun. Orang-orang memanggil lembu itu dengan menya-
takan, “Hai Israel, inilah Allahmu (elohim), yang telah menuntun engkau
keluar dari tanah Mesir” (lihat Keluaran 32:4, 8). Kata Ibrani ini juga digu-
nakan sebanyak tiga puluh dua kali hanya dalam kitab Kejadian 1 saja. Ayat
pertama dalam Alkitab berkata, “Pada mulanya Elohim menciptakan langit
dan bumi.”
Berbeda dengan Yahweh, kurang lebih 90 persen dari masa itu, kata
tersebut digunakan untuk Allah Yang Mahakuasa. Sementara itu 10 persen
lainnya digunakan untuk menjelaskan ilah palsu. Karena Harun memanggil
lembu itu dengan sebutan Yahweh, kita dapat beranggapan bahwa bangsa itu
memang bermaksud demikian.
Jadi inilah intinya: seluruh bangsa itu mengaku bahwa Yahweh telah
menyelamatkan mereka, membebaskan mereka dari perbudakan, dan men-
cukupkan mereka. Namun mereka menciptakan Yahweh fiktif, yang sangat
24 6 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

berbeda dengan yang sesungguhnya yang berada di atas gunung bersama


dengan Musa.
Kita tahu bahwa, “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengeta-
huan” (Amsal 1:7). Pertanyaan yang bagus adalah, apakah pengetahuan
itu? Tidak mungkin yang dimaksud adalah pengetahuan Kitab Suci, karena
orang Farisi dan Saduki adalah ahli Kitab Suci, tetapi mereka jauh dari ha-
dirat Allah dan tidak menyenangkan hati-Nya. Jadi pengetahuan apakah
yang harus kita miliki? Jawabannya dapat ditemukan di Amsal 2:5: “takut
akan TUHAN dan mendapat pengenalan akan Allah.”
Saya akan menjelaskannya demikian. Dengan ketakutan yang benar
Anda akan mengenal Allah dengan intim. Anda akan mengenal Allah yang
benar—Yesus yang benar, bukan fiktif. Paulus menegur gereja di Korintus
dengan berkata, “Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberi-
takan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan” (2 Korintus 11:4).
Penginjil televisi ternama tersebut, serta banyak orang lain yang dia se-
butkan, jelas-jelas tidak mencintai Yesus yang duduk di sebelah kanan Allah
Bapa. Tetapi mereka mencintai Yesus yang fiktif, yang mengabaikan dan
bahkan memperbolehkan gaya hidup yang mereka inginkan. Mereka sebe-
narnya tidak pernah benar-benar mengenal Dia atau telah hanyut menjauh
dalam hubungan mereka. Dalam kasus terakhir, ini tidak berbeda dengan
dua orang teman yang berpisah menuju jalan masing-masing, dan bebe-
rapa tahun kemudian mendapati bahwa mereka sangat berbeda dari se-
belumnya. Mencintai Yesus yang fiktif tidak akan memberi kita kekuatan
untuk menuruti perintah yang diucapkan oleh Yesus Kristus sesungguhnya.
Intinya, sangat sulit untuk benar-benar mencintai seseorang yang tidak
Anda kenal dengan baik.
Tanpa ketakutan kudus akan Allah, kita tidak akan benar-benar me-
ngenal-Nya. Musa mengenal Dia dengan intim. Bagi dia, suara dan rencana
Allah sangat jelas. Bangsa Israel hanya mengenal Allah oleh karena per-
buatan-Nya—cara Dia menjawab doa-doa mereka. Bagi bangsa Israel, suara
Allah adalah guntur. Musa diizinkan mendekati hadirat-Nya. Bangsa Israel
M OT I VA S I K I TA | 247

diperintahkan untuk kembali ke kemah mereka dan menjadi gereja (lihat


Ulangan 5:29-30).

Bagaimana Kita Memperoleh Ketakutan yang Kudus?

Pertanyaan terpenting kita sekarang adalah, bagaimana kita dapat memper-


oleh ketakutan akan Allah yang kudus? Kita hanya bertanya—tetapi harus
dilakukan dengan tulus.
Yesus menyatakan, “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pem-
berian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia
akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya!”
(Lukas 11:13). Anda mungkin bertanya, “Bukankah Yesus berkata tentang
Roh Kudus, dan bukan takut akan Allah?” Dengarkanlah pernyataan Yesaya
tentang Yesus dan Roh Kudus:

Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tum-
buh dari pangkalnya akan berbuah. Roh TUHAN akan ada padanya,
roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pen-
genalan dan takut akan TUHAN; ya, kesenangannya ialah takut akan
TUHAN... (Yesaya 11:1-3)

Karakteristik Roh Allah terakhir yang ditulis di sini adalah “Roh... takut
akan Tuhan.” Saya sendiri percaya bahwa inilah aspek terpenting yang harus
kita minta. Ada dua alasan mengapa saya mempercayai hal ini. Yang per-
tama, kita tahu bahwa takut akan Tuhan adalah awal hikmat, nasihat, pen-
gertian, dan pengetahuan (lihat Mazmur 111:10; Amsal 1:7; Amsal 8 dan
9). Yang kedua—dan yang paling meyakinkan—takut akan Tuhan adalah
kesukaan Yesus. Bukankah kesukaan-Nya harus menjadi kesukaan kita?
Kenyataannya, kita tahu bahwa Yesus telah didengarkan karena kesalehan-
Nya (lihat Ibrani 5:7). Berdoa adalah satu hal penting, tetapi doa yang di-
dengarkan adalah hal yang berbeda.
24 8 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Takut akan Tuhan dan cinta akan Tuhan adalah hasil dari dipenuhi den-
gan Roh Kudus, karena Paulus menulis, “kasih Allah telah dicurahkan di
dalam hati kita oleh Roh Kudus” (Roma 5:5). Saya mendorong Anda agar
dengan tulus meminta dipenuhi Roh ketakutan yang kudus dan kecintaan
akan Allah yang menggebu-gebu.

Bejana Kotor

Sekarang kita sampai pada krisis global yang merajalela. Kita memiliki keku-
rangan besar dalam gereja di abad kedua puluh satu. Bukan kekurangan
tempat, tetapi wadah yang bersih, di mana Allah dapat menuangkan Roh-
Nya ke dalamnya. Marilah kita kembali ke kata-kata terakhir yang ditulis
Paulus. Dengan tegas dia berkata:

Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah:
“Tuhan mengenal siapa kepunyaan-Nya” dan “Setiap orang yang
menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.”
(2 Timotius 2:19)

Paulus membahas apa saja yang dapat membuat kita tetap teguh, baik
sebagai gereja maupun individu. Ada dua pernyataan yang ditulis pada
fondasi yang dia sebutkan. Alkitab versi The New King James mengatakan
kata-kata ini adalah “dimeteraikan” di atas fondasi; versi The Message menya-
takan kata-kata itu adalah “diukir” di atasnya.
Yang pertama, Tuhan mengenal siapa kepunyaan-Nya. Perkataan ini
menghibur kita. Setelah kita menyerahkan diri kita sepenuhnya kepada-Nya,
Dia tidak melupakan kita. Kita menjadi biji mata-Nya.
Ukiran kedua di atas fondasi tersebut adalah, “Setiap orang yang menye-
but nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.” Sekali lagi kita me-
lihat kata hendaklah (must) dan bukanlah seharusnya (should). Perkataan ini
sangat tegas memberitahukan pentingnya meninggalkan kehidupan yang
tidak kudus. Mengapa? Jawabannya ada dalam dua ayat berikutnya:
M OT I VA S I K I TA | 24 9

Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas
dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai
untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang ku-
rang mulia. Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat,
ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia diku-
duskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk
setiap pekerjaan yang mulia. (2 Timotius 2:20-21)

Kata Yunani untuk perabot berarti “bejana” atau “wadah”. Jika kita
adalah wadah yang bersih, kita siap untuk dipakai Tuhan. Kita siap untuk
dipenuhi dengan hadirat-Nya yang penuh kuasa.
Setiap pagi saya menikmati sarapan yang sama, tak peduli saya sedang
berada di mana. Saya mengawali dengan segelas air jeruk lemon hangat dii-
kuti oleh secangkir teh melati. Lima belas menit kemudian, semangkuk gan-
dum, biji chia, bubuk flax dan biji hemp dicampur dengan susu almond dan
sirup maple asli. Untuk sarapan ini, saya memerlukan beberapa wadah—
cangkir teh, gelas, dan mangkuk. Inilah faktanya: saya tidak pernah meng-
gunakan cangkir, gelas, atau mangkuk kotor untuk sarapan saya. Saya selalu
mencari wadah yang bersih. Saya menikmati cita rasa sarapan saya, jadi saya
tidak ingin makanan itu tercemar. Faktanya adalah jika ada kotoran dalam
sebuah wadah, baik mangkuk, piring, cangkir, atau gelas, kotoran itu akan
mengotori makanan sedap yang dimasukkan ke dalam wadah itu. Mengapa
Allah ingin mencurahkan Roh-Nya ke dalam wadah yang kotor?
Menurut perkataan Paulus, kita memiliki tanggung jawab untuk
menyucikan diri kita. Dia tidak berkata, “Darah Yesus menyucikan kita
dari semua dosa masa lalu, sekarang ataupun yang akan datang, jadi ja-
nganlah khawatir akan kebiasaanmu yang berdosa karena sekarang engkau
sudah dibayar lunas.” Tidak. Dia menyatakan, “Jika seorang menyucikan
dirinya [dari hal-hal yang tercela dan najis, yang memisahkan dirinya dari
hubungan dengan pengaruh yang mencemari dan jahat], ia akan menjadi
perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak
25 0 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia”
(ayat 21).
Kita harus menyucikan diri kita sendiri. Titik. Paulus tidak memba-
has hubungan posisi kita di dalam Yesus oleh karena pekerjaan-Nya. Dia
membahas perbuatan kita. Dengarkanlah kata-katanya sekali lagi: “Seorang
menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah
untuk maksud yang mulia.”
Sekali lagi kita melihat bahwa hadirat Allah—Roh-Nya—tidak akan
dicurahkan ke dalam bejana yang kotor tetapi ke dalam bejana yang bersih.

Konsekuensi

Kita tahu bahwa kedurhakaan (pemberontakan kepada Allah) adalah sebuah


misteri, dan sudah mulai merambah di masyarakat. Tetapi berita baiknya
adalah ada kekuatan yang menahan:

Karena secara rahasia kedurhakaan telah mulai bekerja, tetapi sekarang


masih ada yang menahan. Kalau yang menahannya itu telah disingkir-
kan, pada waktu itulah si pendurhaka baru akan menyatakan dirinya.
(2 Tesalonika 2:7-8)

Pertanyaan kita sekarang adalah, siapakah yang menahan kedurhakaan?


Hanya ada satu dari dua pilihan: Roh Kudus atau Tubuh Kristus. Pener-
jemah meyakini bahwa itu adalah pekerjaan Roh Kudus (karena ada penu-
lisan dengan huruf besar pada kata “He” atau “Yang menahan”). Mari kita
beranggapan bahwa mereka benar.
Saya berusia lebih dari lima puluh tahun waktu menulis buku ini, dan
seumur hidup saya tidak pernah menyaksikan meningkatnya kedurhakaan
di negara kita. Saya tidak pernah menyaksikan besarnya kebulatan tekad
pemerintah, media dan masyarakat untuk mengecap perbuatan durhaka
menjadi kebaikan. Ada alasannya. Kekuatan yang menahan—Roh Kudus
M OT I VA S I K I TA | 25 1

—tidak begitu kuat sekarang ini. Hadirat Allah berkurang pesat di Barat di
awal abad kedua puluh satu ini.
Mengapa demikian? Jika kita memberitakan Firman yang tidak me-
nekankan transformasi, akhirnya kita akan mendapati berkurangnya wadah
bersih, yang kemudian menyebabkan menurunnya manifestasi hadirat Allah
di bumi ini. Ingatlah, saat Yesus mati di kayu salib, tirai di Bait Allah ter-
koyak dari atas sampai bawah. Hadirat Allah serta merta keluar dari wadah
buatan manusia dan hendak dicurahkan ke dalam bejana yang tidak dibuat
oleh tangan, yaitu hati pria dan wanita yang sudah lahir baru.
Roh Allah tidak bergerak keluar dari Bait Allah untuk masuk ke ma-
tahari yang terbenam, pohon, pemandangan yang indah, lagu, video atau
media lainnya. Dia bergerak masuk ke bejana yang terbuat dari darah dan
daging. Jika bejana itu kotor, hadirat Allah dalam masyarakat berkurang dan
hingga akhirnya, kedurhakaan tidak akan begitu terbendung.
Kita dapat mengubah penurunan drastis ini, tidak dengan cara memilih
kandidat yang baik dalam kursi pemerintahan, melobi untuk menentang
pemerintah kita, memecat karyawan media yang ada, melakukan aksi protes
di depan klinik aborsi, atau banyak aksi lainnya. Satu-satunya cara untuk
melawan kedurhakaan adalah dengan berserah kepada kuasa kasih karunia
Allah dan hidup beriman. Dengan cara ini kita memberikan suara dan pe-
ngaruh yang jauh lebih kuat kepada Roh Kudus dalam masyarakat kita.
Kurangnya pemberitaan tentang kekudusan yang benar telah mem-
buat kita membayar harga yang mahal baik dalam tingkat pribadi, kelom-
pok, maupun nasional. Kita dapat mengubahnya! Pendeta, pemimpin
dan seluruh umat Allah—marilah kita berdiri teguh bersama-sama untuk
menyatakan seluruh ajaran Allah dari Kitab Suci. Marilah kita membangun
fondasi dan rangka yang kuat dalam kehidupan orang-orang di sekitar kita.
Marilah kita melihat kedurhakaan terhalang maju dalam masyarakat kita
dengan kuasa Roh Kudus yang menahan, yang akan membuahkan tuaian
jiwa bagi kerajaan Allah.
14

PA R AMET ER K I TA
“Karena setiap orang yang mempunyai,
kepadanya akan diberi, sehingga ia
berkelimpahan.”
—M ATIUS 25:29

Bukan kemampuan saya, tetapi tanggapan saya


terhadap kesanggupan Allah,
itulah yang terpenting.
—C ORRIE TEN B OOM

M arilah kita kembali kepada ilustrasi pembangunan rumah.


Pertama-tama kita membahas pentingnya Ketuhanan sebagai lan-
dasan fondasi kita. Berikutnya kita memperhitungkan rangka atau struk-
turnya, yaitu gaya hidup kudus. Sekarang marilah kita menuju ke tingkat
berikutnya dalam proses konstruksi. Fase ini menjelaskan keunikan tugas
kita. Hal ini termasuk keberhasilanimpian, rencana, strategi, dan pilihan
hidup kita. Paulus menulis:

Kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan
pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. (Efesus 2:10)

Kita diciptakan dalam Kristus Yesus bukan hanya untuk menjadi anak
Allah, tetapi juga untuk menjadi warga kerajaan Allah yang produktif.
25 4 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Dalam proses pembangunan rumah yang sesungguhnya, fase ini adalah


pemasangan pekerjaan kayu, lemari, karpet, keramik, permukaan meja dari
marmer, cat, dan akhirnya pencahayaan yang akan menyempurnakan rumah
itu. Namun, aspek ini akan kelihatan bagus dan tahan lama jika kedua tahap
pembangunan sebelumnya kokoh.
Kita kerap menghadapi berbagai pilihan hidup yang kelihatannya baik;
tetapi sering kali bukanlah kehendak Allah yang terbaik bagi kita. Sering kali
kita merasa pilihan kita terbatas. Abram dan Sarai menyimpulkan bahwa
satu-satunya jalan agar mereka memiliki seorang anak adalah menikahkan
Abram dengan hamba Sarai, Hagar. Dari keputusan inilah lahir Ismail.
Tetapi firman Allah dengan jelas menyatakan bahwa “anak hamba perem-
puan itu tidak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anak perem-
puan merdeka itu” (Galatia 4:30). Dalam situasi ini Allah menyelamatkan
pilihan Abram dan Sarai, tetapi kasusnya tidak selalu demikian. Sering kali
pilihan dan jalan yang salah ini akan merampas hak kita untuk meraih po-
tensi maksimal.
Salah satu contoh dari Perjanjian Lama adalah Saul, dalam keadaan ter-
tekan, dia mengambil keputusan untuk mempersembahkan korban bakaran
sebelum Samuel datang. Dalam kasus ini, pilihannya tidak terselamatkan;
Saul kehilangan kerajaannya (lihat 1 Samuel 13).
Pertimbangkanlah dalam menghadapi keputusan penting dengan cara
demikian. Jika Anda sedang mendaki gunung dan melihat jalan yang paling
sering dilewati, naluri Anda akan mengarah ke sana. Namun, jika Anda pergi
bersama dengan seorang pemandu berpengalaman, dia mungkin tahu jalan
setapak lainnya dengan pemandangan yang lebih indah dan akan menuntun
Anda ke tempat tujuan dengan lebih cepat. Pemandu itu akan membantu
Anda menentukan pilihan yang lebih baik.
Kita tahu bahwa, “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi
jalanku” (Mazmur 119:105). Berlandaskan kuat pada Firman Allah dapat
menerangi jalan kita, inilah hal terpenting dalam mengambil keputusan
hidup secara bijaksana.
PA R A M E T E R K I TA | 25 5

Dalam situasi Abram dan Sarai, mereka berdua telah membatasi Allah,
yang sering terjadi saat kita memilih untuk berjalan menurut kehendak kita
sendiri. Jadi marilah kita meneliti Firman Allah untuk memandu kita dalam
mengambil pilihan.

“Tidak Tersedia untuk Rumah Anda”

Di tahun-tahun pertama setelah kami menikah, saya dan Lisa hidup di dua
kota, Dallas dan Orlando. Kami hampir tidak mampu membayar kedua
rumah pertama kami. Awalnya kami tinggal di apartemen selama beberapa
tahun karena tidak punya cukup uang untuk membangun rumah kami
sendiri. Kami sering mengunjungi rumah-rumah contoh—tetapi hanya se-
batas angan belaka.
Setelah kami mampu membeli sebuah rumah, faktor yang menentukan
adalah harganya. Kami tidak mampu membeli rumah karena pendapatan
saya hanya $18.000 per tahun di Dallas dan $27.000 per tahun di Or-
lando. Tetap tinggal di apartemen juga bukan pilihan yang bagus karena saat
itu kami sudah mempunyai dua orang anak dan mendambakan halaman
tempat mereka dapat bermain. Di kedua kota tersebut, kami melihat-li-
hat beberapa daerah dengan harga terjangkau yang lokasinya tidak jauh
dari gereja kami dan tempat saya bekerja. Dalam dua persoalan tersebut,
kami mendapati bahwa pilihan yang paling ekonomis adalah pengemban-
gan rumah sistem paket murah. Kedua kontraktor rumah memiliki sekitar
setengah lusin denah rumah yang boleh kami pilih, dan pada tiap kesem-
patan, kami memilih yang paling murah.
Di rumah yang satu, kami sungguh senang ketika tiba harinya memilih
bahan interior rumah. Agen penjualan mengajak kami ke sebuah gedung
pameran besar yang menyediakan banyak material bagus. Ada beberapa
jenis marmer dan ubin batu alam, bermacam-macam lantai kayu, lemari
bagus, dan beragam karpet bulu. Kami juga dapat melihat desain ornamen
ukir yang indah dan batu perapian yang unik.
256 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Kemudian agen penjualan kami menunjuk ke sebuah area dalam ge-


dung pameran tempat kami dapat memilih material. Di area itu tidak ada
pilihan marmer atau batu alam; bahkan tidak ada keramik dalam jenis apa
pun. Lemari kabinet dari kayu maple, kayu ek dan kayu pinus juga tidak ada
di situ. Tidak ada ornamen ukir, batu perapian, atau lantai kayu yang dapat
dipilih. Satu-satunya pilihan kami hanyalah karpet berkualitas rendah, lantai
linoleum, dan lemari kabinet murah dari serbuk kayu.
Kami terus-menerus menanyakan material yang lebih bagus, tetapi se-
lalu mendengar satu dari dua jawaban mereka: “Tidak tersedia untuk rumah
Anda” atau “Itu akan dikenakan biaya tambahan.” Ketika kami menanyakan
jumlah biaya tambahannya, mereka menyebutkan jumlah besar yang tentu
saja di luar kemampuan kami. Saya dan Lisa keluar dari gedung pameran itu
berusaha menguatkan satu sama lain, tetapi sebenarnya kami merasa kecewa.

Dapat Melakukan

Kita hidup di dunia yang serupa dengan pengalaman kami di gedung pa-
meran bahan bangunan. Orang-orang sering diperingatkan, “Kamu tidak
mampu.” “Jangan berharap terlalu banyak.” “Itu ide yang terlalu muluk.”
“Menyesuaikan saja dan bersikaplah normal.” Atau, “Itu di luar kemam-
puanmu.” Daftar perintah larangan ini tidak ada habisnya. Kerap kali
logikanya kelihatan masuk akal dan berasal dari penasihat yang baik, tetapi
apakah kebenarannya?

Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang
kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja
di dalam kita. (Efesus 3:20)

Ayat ini menyampaikan pesan yang berbeda dengan pengalaman kami


di gedung pameran. Allah tidak memberikan kita parameter yang mem-
batasi. Batasan-Nya melebihi apa yang dapat kita lihat, impikan, bayang-
kan, harapkan, atau minta.
PA R A M E T E R K I TA | 257

Kata kunci dalam ayat ini adalah dapat. Saya akan memberikan ilustrasi
dengan sebuah skenario.
Seorang jutawan besar mendatangi tiga pengusaha muda dan menawar-
kan: “Saya mau membiayai bisnis impianmu. Saya tidak mengharapkan
balasan apa pun; saya hanya ingin kalian berhasil. Saya dapat memberikan
sebanyak mungkin modal yang kalian perlukan untuk memulai usaha.”
Yang pertama adalah seorang wanita yang memutuskan untuk mem-
bangun toko kue. Dia memerlukan etalase, dua buah oven, loyang, per-
alatan, mesin kasir, bahan-bahan makanan, dan beberapa barang lainnya.
Dia mengajukan rencananya kepada jutawan itu dan meminta $100.000.
Tanpa pikir panjang, sang jutawan langsung mentransfer dana ke rekening
wanita itu.
Berikutnya adalah seorang pemuda. Dia memutuskan untuk memban-
gun perumahan. Dia perlu membeli beberapa bidang tanah, material ban-
gunan, peralatan, truk bak terbuka, dan sebuah ruangan kantor kecil. Dia
menyusun rencana usahanya dan mengajukan $250.000. Sekali lagi, sang
jutawan langsung mentransfer dana ke rekening pemuda itu.
Pengusaha ketiga adalah seorang wanita muda yang ingin membangun
kompleks bisnis yang dilengkapi dengan pusat perbelanjaan dan taman
hiburan. Dia menemukan sebidang tanah seluas 405 hektare di tengah kota.
Ini adalah lokasi perumahan paling bagus dan sudah dipasarkan cukup lama
karena hanya sedikit orang yang sanggup membeli properti itu. Dia menga-
jukan tawarannya dan diterima.
Dia meminta sekelompok tim arsitek untuk mewujudkan impiannya.
Dia menggambarkan dua gedung perkantoran dua belas lantai bersebelahan
yang unik, lengkap dengan halamannya. Di bagian lain dia merencanakan
sebuah pusat perbelanjaan terbuka yang bagus, dipenuhi dengan toko ritel
kelas atas dan rumah makan berkelas. Di atas toko-toko ritel itu akan didiri-
kan kondominium mewah. Dia juga meminta agar hotel mewah berbintang
lima dibangun di tengah-tengah proyek itu. Bagian terakhir dari sebidang
tanah itu dikhususkan untuk taman hiburan megah. Dia memagari ping-
gir jalan dengan pepohonan rindang, menempatkan jalur khusus untuk pe-
25 8 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

ngendara sepeda, dan yang paling istimewa, dia merencanakan sebuah kebun
bunga dan pepohonan yang menakjubkan di sebelah pusat perbelanjaan.
Visinya adalah untuk memikat para pengusaha sukses, penghuni, dan
tamu hotel ke kebunnya. Dia menawarkan pusat perbelanjaan kelas atas,
suasana tentram, pengalaman unik di taman hiburan, dan rumah makan
berkualitas terbaik. Hotelnya akan menawarkan akomodasi terhebat bagi
tamu-tamu para pemilik usaha. Dia juga menginginkan kompleksnya men-
jadi area tujuan wisata. Itulah harapannya untuk menarik banyak orang dari
seluruh negeri untuk datang ke sana dan beristirahat, berbelanja, menikmati
taman hiburan dan dimanjakan oleh fasilitas hotelnya yang sangat istimewa.
Dia membahas rencananya bersama para arsitek hingga sempurna dan
benar-benar menjadi sebuah karya seni. Kemudian wanita muda itu men-
datangi sang jutawan, menunjukkan rencananya dan memohon $245 juta.
Sama halnya dengan dua pengusaha lainnya, sang jutawan langsung mengi-
rim dana itu ke rekeningnya.
Tiga tahun kemudian sang jutawan memanggil ketiga pengusaha itu
dalam sebuah pertemuan. Dia menginginkan presentasi tentang progres
mereka. Satu demi satu memberikan laporannya. Toko kue menerima
pendapatan bersih sekitar beberapa ribu dolar per bulan. Pembangun peru-
mahan telah mendirikan empat rumah dan mendapat laba bersih lebih dari
dua ratus ribu dolar dalam jangka waktu tiga tahun.
Pengusaha muda ketiga berdiri dan menyampaikan laporan tentang
kompleksnya. Saat itu dia mencapai tingkat hunian 90 persen di hotelnya
dan tingkat hunian 87 persen di area gedung perkantoran. Kondominium-
nya sudah laku keras. Pusat perbelanjaannya sudah terisi 98 persen dengan
toko-toko dan restoran kelas atas. Pendapatan bersihnya adalah beberapa
juta dolar per bulan. Dia juga melaporkan bahwa kota itu telah menetap-
kan tanggal untuk menganugerahkan penghargaan sipil karena kompleks
itu telah memberikan banyak manfaat bagi masyarakat, dari beberapa segi:
estetika, lapangan kerja, wisata belanja, dan pajak pemerintah. Dia juga
menggunakan beberapa persen dari keuntungannya untuk membuka dan
membiayai dapur umum di daerah-daerah miskin di kota itu.
PA R A M E T E R K I TA | 259

Tetapi tidak berhenti di situ saja. Dia juga melaporkan bahwa sejum-
lah besar persentase keuntungan sebanyak jutaan dolar akan dialokasikan
untuk mendirikan kompleks yang sama di tiga kota yang berbeda, yang
akan siap dibuka untuk umum dalam waktu enam bulan berikutnya se-
lama satu setengah tahun ke depan. Dia melatih tiga tim manajemen yang
akan mengawasi beberapa kompleks baru. Dia mengharapkan keuntungan
selama lima tahun ke depan itu dapat digunakan sebagai modal investasi
untuk membangun lima kompleks lagi di lokasi penting lainnya.
Setelah mendengarkan presentasi dari pengusaha terakhir, dua pengu-
saha pertama terdiam dan wajah mereka muram. Sang jutawan memper-
hatikan perubahan air muka mereka dan menanyakan mengapa mereka
murung.
Wanita muda pemilik toko kue berbicara pertama kali. “Pak, tentu
saja dia lebih berhasil dibandingkan kami, karena dia meminta uang lebih
banyak dari Anda. Dia mampu melakukan yang lebih besar karena Anda
memberinya lebih banyak.”
Sang jutawan berpaling ke arah sang pembangun rumah. “Apakah Anda
setuju dengannya?”
Pria muda itu berkata, “Benar, Pak, saya setuju. Dia mempunyai dana
lebih untuk mengerjakan usahanya.”
Sang jutawan memerintahkan asisten pribadinya untuk mengambil
catatan dari pertemuan pertama mereka. Beberapa menit kemudian, sang
asisten kembali dengan semua catatannya.
Dermawan itu berkata kepada asistennya, “Tolong bacakan kata-kata
saya kepada ketiga pengusaha ini tiga tahun yang lalu.”
Asisten itu membacakan: “Saya ingin membiayai bisnis impian Anda.
Saya dapat memberikan sebanyak mungkin modal yang Anda perlukan
untuk memulai usaha.”
Sang jutawan menatap ke arah dua pengusaha yang berwajah muram
dan bertanya, “Mengapa kalian merasa iri terhadap apa yang dia terima?
Mengapa kalian mengira dia memiliki lebih banyak keuntungan daripada
kalian? Saya memberitahu kalian masing-masing bahwa saya dapat mem-
26 0 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

berikan sebanyak mungkin modal yang kalian perlukan untuk mewujudkan


visi kalian. Saya tidak membatasi jumlah yang akan saya berikan dan me-
mang saya telah memberi sesuai dengan permintaan kalian. Mengapa kalian
tidak memimpikan dan merencanakan sesuatu yang lebih besar?”
Sang jutawan lalu berpaling ke arah wanita muda pemilik toko kue dan
bertanya, “Mengapa Anda tidak merencanakan toko kue yang lebih besar?
Saya pasti akan memberikan modalnya. Mengapa Anda tidak meminta
dana untuk pemasaran yang lebih efektif lagi? Orang-orang menyukai pro-
duk Anda; Anda pasti akan berhasil. Tetapi, pertanyaan utama saya adalah,
mengapa Anda tidak merencanakan toko-toko kue lainnya di seluruh pen-
juru kota, dan kemudian merencanakan bisnis waralaba di seluruh negeri ini
untuk mengembangkan bisnis Anda?”
Dia kemudian berpaling kepada pemuda itu dan bertanya hal yang
sama. “Mengapa Anda tidak melatih sejumlah mandor dan menyewa be-
berapa subkontraktor untuk membangun dua puluh rumah per tahun dari-
pada hanya sekitar satu rumah per tahun? Anda dapat menciptakan lebih
banyak lapangan kerja. Mengapa Anda tidak membeli lebih banyak tanah?
Mengapa Anda tidak mendirikan kantor cabang di seluruh negara bagian
sehingga Anda dapat memenuhi beberapa kota dengan rumah-rumah yang
bagus? Saya pasti akan membiayai visi Anda karena Anda membantu banyak
keluarga di kota ini dan bahkan negara bagian ini. Jangkauan Anda terbatas
karena dana kapital terbatas, dan visi Anda terbatas.”

Kelimpahan

Sebagai orang Kristen, tanpa sadar kita telah sering berpikir bahwa seharus-
nya kita tidak perlu terlalu berkelimpahan. Tetapi apakah pemikiran seperti
ini sesuai dengan ajaran Firman Allah ? Yesus menyatakan:

“Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, se-


hingga ia berkelimpahan.” (Matius 25:29)
PA R A M E T E R K I TA | 26 1

Allah tidak memiliki masalah dengan kelimpahan. Yang Dia benci ada-
lah kelimpahan yang menguasai kita. Apakah perbedaannya? Seseorang yang
dikuasai oleh kelimpahan akan mengejar berkat, harta benda, keuangan, ke-
mampuan, atau kekuasaan hanya demi memuaskan hawa nafsunya. Atau,
dia menyimpan seluruh kekayaan ini karena ketakutan.
Banyak orang yang mendengarkan ajaran kemakmuran di akhir abad
kedua puluh yang memiliki hawa nafsu demikian. Ketamakan mereka
membuat banyak pemimpin dan orang percaya menghindari ajaran Allah
yang benar tentang kelimpahan. Banyak yang kemudian menghina kata
kemakmuran. Tetapi faktanya adalah, kita memerlukan kelimpahan untuk
melakukan pekerjaan yang lebih besar dan makin efektif dalam membangun
jiwa-jiwa bagi kerajaan Allah. Apakah ini alasan mengapa Allah menyatakan,
“Saudaraku yang kekasih, aku berdoa, semoga engkau baik-baik (to prosper)
dan sehat-sehat saja dalam segala sesuatu, sama seperti jiwamu baik-baik
saja” (3 Yohanes 2).
Dalam ilustrasi kita tadi, sang jutawan besar tidak memberikan setiap
pengusaha $245 juta seperti yang dia berikan kepada wanita muda terakhir.
Dia memberikan masing-masing sesuai dengan visi mereka. Jika Anda me-
neliti perumpamaan yang berisi pernyataan Yesus tentang kelimpahan, se-
tiap hamba tidak memulai dengan jumlah uang yang sama. Mereka diberi
jumlah yang berbeda: “Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seo-
rang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut ke-
sanggupannya” (Matius 25:15). Kesanggupan mereka sesuai dengan apa
yang dapat mereka perkirakan.
Dalam contoh saya tadi, wanita pertama hanya dapat membayangkan
toko kue yang kecil. Pemuda kedua hanya dapat membayangkan beberapa
rumah per tahun. Kemampuan wanita muda ketiga—sesuai dengan apa
yang dia impikan—membutuhkan lebih banyak lagi.
Menggunakan kuasa dengan baik adalah memanfaatkannya untuk
membangun jiwa-jiwa dan kerajaan Allah. Jika kita meneliti perumpamaan
ini lebih cermat, kita akan menemukan fakta yang menarik. Dua hamba
yang pertama setia kepada tuan mereka. Mereka melipatgandakan apa yang
26 2 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

telah diberikan kepada mereka. (Dalam cerita kita tentang ketiga pengu-
saha, hanya satu yang melipat-gandakan.) Tuan dalam perumpamaan Yesus
menyebut pelipatgandaan mereka baik (lihat Matius 25:21, 23).
Hamba yang menyimpan uang yang telah dipercayakan kepadanya dise-
but pemalas. Sang tuan mengambil satu-satunya kantung perak miliknya
dan memberikannya kepada hamba yang memiliki lebih. Sang tuan mem-
buat sepuluh kantung perak hamba itu menjadi sebelas kantung. Ini jauh
dari pandangan sosialisme; dan kalau boleh jujur, lebih bersifat kapitalisme.
Kita berpikir, boleh dikatakan seorang Kristen yang baik akan bertahan
hidup. Dengan kata lain, mereka cukup puas dengan apa yang mereka mi-
liki untuk memenuhi kebutuhan, padahal kenyataannya ini disebut pemalas.
Perintah Allah yang pertama kepada manusia adalah “berkembangbiaklah
dan bertambah banyaklah” (Kejadian 1:22). Dia tidak hanya berbicara ten-
tang keturunan. Dia menyatakan, “Segala sesuatu yang telah Kuberikan
kepadamu, Aku menghendaki kamu mengembang-biakkannya dan mem-
persembahkannya kembali kepada-Ku.”
Allah telah mempercayakan kepada saya kemampuan untuk mengajar.
Oleh kasih karunia-Nya (kuasa yang bekerja dalam tim kami, mitra kami,
istri saya dan saya), karunia itu telah berlipat ganda dan dipersembahkan
kembali kepada-Nya melalui pengajaran ke seluruh penjuru dunia, penu-
lisan buku, pengiriman pesan ke situs online, memberikan jutaan sumber
kepada para pendeta dan pemimpin secara global, lewat blogging, pembi-
naan guru-guru lain—dan ini bukan daftar lengkapnya. Sejauh ini Allah
telah mengerjakan jauh lebih banyak dari apa yang saya impikan sewaktu
masih muda. Tetapi, saya bisa menanggapi semua ini dengan dua cara. Yang
pertama, kekhawatiran saya adalah, apakah saya telah membatasi Dia dalam
hal-hal tertentu? Yang kedua dan sukacita saya adalah: wow! Lihatlah kua-
sa-Nya yang bekerja! Dua pemikiran ini menjaga saya tetap rendah hati dan
sekaligus bergairah.
PA R A M E T E R K I TA | 26 3

Bejana Kita

Ada lebih banyak lagi yang dapat Dia kerjakan melalui kita. Entah sadar atau
tidak, kita semua memiliki berbagai batasan. Menurut Efesus 3:20, batasan
ini dipengaruhi oleh apa yang dapat kita “minta atau pikirkan,” dalam usaha
kita untuk membantu orang lain. Pesan Allah bagi kita sudah jelas, “Kasih
karunia-Ku yang ada di dalammu jauh melampaui batasan yang kau diri-
kan.” Yesus mengatakannya demikian: “Tidak ada yang mustahil bagi orang
yang percaya!” (Markus 9:23).
Batasan kita—apa yang dapat kita kuasai—menentukan seberapa ba-
nyak yang akan kita ambil dari sumber tak terbatas ini. Dalam cerita sang
jutawan dan para pengusaha tersebut, bejana orang pertama adalah visi yang
membutuhkan $100.000, orang kedua membutuhkan $250.000, dan orang
ketiga membutuhkan $245 juta.
Sejujurnya, ukuran bejana kitalah yang membatasi Allah. Apakah mung-
kin Allah bertanya kepada kita, “Mengapa kamu hanya berpikir secukupnya
saja untuk memenuhi kebutuhanmu? Mengapa kamu hanya memikirkan
dirimu dan keluargamu? Mengapa kamu tidak menggunakan potensi yang
telah Kuberikan kepadamu? Dari sudut pandang-Ku, mentalitas seperti itu
bukanlah baik, tetapi malas.”
Inilah alasan mengapa Paulus dengan gigih berdoa agar kita dapat me-
ngetahui dan mengerti:

Dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan
kekuatan kuasa-Nya... (Efesus 1:19)

Perhatikan baik-baik pernyataan yang saya tekankan dalam ayat ini.


Berhenti sejenak dan renungkanlah. Alkitab The Amplified menuliskan tak
terhitung. Anda tidak dapat mengukurnya. Tak terbatas. Tidak ada batasnya.
Kekuatan yang melebihi segala kuasa. Tidak ada kuasa yang lebih besar lagi di
alam semesta ini.
26 4 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Camkan bahwa kuasa itu ada di dalam kita. Ini bukan kekuatan yang
kadangkala dapat kita terima dari takhta surga. Inialah kuasa-Nya yang
sudah ada di dalam kita.
Kuasa ini juga untuk kita, membantu kita berkembang, menolong kita
berbuah, membuat kita lebih efektif dalam menolong orang lain. Oleh
karena itu, kita akan bersinar bagai terang yang menyilaukan.
Kuasa ini tak lain adalah kasih karunia Allah!

Peraturan dalam Hidup24

Kasih karunia Allah begitu melimpah. Kita sebenarnya tidak layak untuk
beroleh pemberian keselamatan, pengampunan dosa, karakter baru, dan
kekuatan untuk hidup beriman. Kasih karunia Allah juga memampukan
kita untuk berkembang biak, berbuah dan memerintah atas hidup kita.
Kasih karunia Allah memang sungguh menakjubkan! Dengarkan perkataan
Paulus baik-baik:

[Semua] yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah


kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu
Yesus Kristus. (Roma 5:17)

Karena hebatnya pernyataan ini, kedengarannya terlalu muluk untuk


berpikir realistis karena dampaknya sungguh luar biasa. Mungkin karena
alasan inilah banyak orang mengabaikannya. Dengan kasih karunia Allah
kita akan berkuasa dalam hidup ini. Kita dimampukan untuk melewati se-
gala rintangan di dunia ini yang mencoba menantang kita. Kehidupan di
bumi ini bukan untuk menekan kita; tetapi agar kita berkuasa atasnya. Kita
diperintahkan untuk memberikan kontribusi yang besar dalam lingkungan
masyarakat kita. Inilah mandat kita.
Bagaimanakah sisi praktisnya? Kita harus menerobos keluar dari status
quo, melampaui standar yang ada. Kita dipanggil untuk memberikan pe-
ngaruh—menjadi kepala dan bukan ekor, tetap naik dan bukan turun (lihat
PA R A M E T E R K I TA | 26 5

Ulangan 28:13). Bukan hanya kita harus dapat berdiri tegak mengatasi
kondisi hidup yang sulit, kita juga harus bersinar lebih cemerlang diban-
dingkan mereka yang tidak mengadakan perjanjian dengan Allah. Kita
adalah para pemimpin di tengah-tengah dunia yang gelap. Kepala menga-
tur arah, jalan, dan tren sedangkan ekor hanya mengikuti. Kita seharusnya
menjadi pemimpin dalam segala aspek di masyarakat, bukanlah pengikut.
Apakah ini kenyataannya? Ataukah kita sudah kehilangan apa yang diang-
gap Allah baik?
Saya akan memberikan penjelasannya. Jika profesi Anda di bidang
medis, dengan kasih karunia Allah, Anda memiliki kemampuan untuk
menemukan cara baru dan inovatif dalam menyembuhkan sakit-penyakit.
Potensi Anda tak terukur dan tak terbatas. Rekan kerja Anda seharusnya
terheran-heran melihat penemuan Anda, dan pekerjaan Anda seharusnya
dapat menginspirasi mereka. Inovasi dan hikmat Anda akan membuat me-
reka menggaruk-garuk kepala sambil berkata, “Dari mana dia mendapat
ide-ide ini?” Bukan hanya Anda dapat bersinar, tetapi juga akan melipatgan-
dakan produktivitas di bidang Anda. Orang lain berharap dapat mengikuti
jejak Anda dan akan ingin mengetahui sumber kemampuan Anda.
Jika Anda seorang desainer situs web, kreasi Anda harus baru dan ino-
vatif, sedemikian sehingga orang lain akan berusaha menirukan Anda. Anda
dan umat percaya lain di bidang Anda seharusnya membuat tren baru yang
akan diikuti oleh masyarakat. Anda akan dicari-cari banyak orang dan terke-
nal karena inovasi Anda. Anda bergerak sangat jauh ke depan sehingga orang
lain di bidang Anda akan menggaruk-garuk kepala dan bertanya satu sama
lain, “Dari mana dia mendapatkan semua kreativitas ini?” Anda berkem-
bang biak dengan cara membagikan pengetahuan Anda kepada orang lain
dan mengembangkan industri Anda dan memberi bagi kerajaan Allah.
Jika Anda seorang guru sekolah negeri, dengan kekuatan kasih karunia
yang ada dalam diri Anda, Anda akan mengembangkan cara-cara baru
yang kreatif dan inovatif untuk menyampaikan pengetahuan, pengertian,
dan hikmat kepada siswa-siswi Anda yang belum pernah dipikirkan oleh
guru-guru lain dalam sistem pendidikan Anda. Anda telah menetapkan
26 6 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

standar dan menginspirasi para siswa sedemikian rupa sehingga orang lain
akan terkagum-kagum. Rekan sesama guru akan membahas di antara me-
reka, “Dari mana dia mendapat ide-ide ini?” Anda akan berlipat ganda de-
ngan cara membagikan kemampuan Anda kepada siswa-siswi dan dengan
mengembangkan guru-guru lain.
Sebagai pengusaha, Anda akan memunculkan produk-produk inovasi
dan teknik penjualan yang melebihi orang lain. Anda akan terlibat dalam
pengembangan strategi pemasaran yang jauh lebih unggul. Dengan sigap
Anda dapat mengetahui mana yang menguntungkan dan mana yang tidak.
Anda tahu kapan waktu membeli dan kapan menjual, kapan masuk dan
kapan keluar. Para pengusaha lain akan menggaruk-garuk kepala berusaha
mencari tahu bagaimana cara Anda bisa begitu sukses. Anda akan berkem-
bang biak dengan cara mengembangkan para pengusaha muda dan mem-
beri dengan murah hati untuk membangun kerajaan Allah.
Prinsip yang sama juga berlaku apabila Anda seorang musisi, ahli riset,
atlet, ilmuwan, polisi, awak pesawat, ibu rumah tangga, atau apabila Anda
bekerja di media massa, militer, atau bidang kehidupan lainnya. Semua ini,
baik yang muluk atau tidak, adalah contoh dari mandat kita.
Masing-masing kita terpanggil di beberapa sektor yang berbeda dalam
masyarakat. Di mana pun kita ditempatkan, kita seharusnya memanifesta-
sikan pimpinan dan kepemimpinan. Bisnis kita seharusnya tetap bertahan
di saat yang lainnya berjuang keras. Komunitas kita seharusnya lebih aman,
menyenangkan, dan makmur. Tempat kerja kita seharusnya berkembang
pesat. Musik kita seharusnya baru dan orisinal, yang akan ditiru oleh musisi
sekuler. Sama halnya dengan desain grafis, video, and arsitektur kita. Kreati-
vitas kita seharusnya memberi inspirasi dan dicari-cari oleh banyak orang di
setiap level.
Permainan kita, baik di bidang olahraga, hiburan, seni, media, atau
bidang lainnya, seharusnya kelihatan menonjol. Ketika orang benar meme-
rintah, kota, provinsi dan negara kita seharusnya menjadi makmur. Seko-
lah tempat kita mengajar dan memimpin seharusnya lebih unggul. Ketika
orang-orang percaya terlibat, seharusnya ada kelimpahan kreativitas, inovasi,
PA R A M E T E R K I TA | 26 7

produktivitas, ketenteraman, sensitivitas, dan integritas. Kita sebagai mu-


rid-murid Yesus adalah terang di dunia yang gelap. Jadi intinya, oleh karena
kasih karunia Allah, kita seharusnya membedakan diri kita sendiri di tengah-
tengah masyarakat yang masih berada dalam kegelapan.

Melampaui Keadaan Normal

Bacalah kesaksian tentang Daniel ini:

Maka Daniel ini melebihi para pejabat tinggi dan para wakil raja itu,
karena ia mempunyai roh yang luar biasa; dan raja bermaksud untuk
menempatkannya atas seluruh kerajaannya. (Daniel 6:3)

Ini sungguh luar biasa. Pertama-tama, perhatikan bahwa Daniel melebihi


pejabat tinggi yang lain. Di sini tidak dikatakan “Allah membedakan Dan-
iel.” Di kebanyakan versi terjemahan Alkitab menyatakan bahwa Daniel
“membedakan dirinya sendiri.” Alkitab The Message menyatakan bahwa dia
“jauh melebihi [pemimpin] yang lain.”
Bagaimana Daniel melakukannya? Dia memiliki kualitas istimewa
karena dia memiliki hubungan dengan Allah. Ini seharusnya tidak jauh
berbeda dengan siapa saja yang memiliki Roh Allah yang hidup dalam diri
mereka.
Alkitab versi The New American Standard menyatakan, “Daniel mulai
membedakan dirinya sendiri... karena dia memiliki roh yang istimewa.” Kata
istimewa berarti “melampaui keadaan normal, menerobos keluar dari status
quo, melebihi standar biasa.” Kadangkala kita dapat lebih memahami se-
buah kata dengan meneliti kebalikan kata tersebut—antonim dari istimewa
yaitu umum, biasa atau normal. Jadi menjalani hidup normal sebenarnya
menunjukkan gaya hidup yang berlawanan dengan seseorang yang memiliki
roh istimewa ini.
Roh Daniel sangat istimewa. Jika roh kita juga istimewa, pikiran dan
tubuh kita seharusnya mengikuti. Jika roh membimbing kita, kreativitas, ke-
26 8 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

cerdasan, hikmat, pengetahuan dan seluruh aspek kehidupan lainnya akan


dibentuk berbeda dengan apabila kita hanya hidup mengandalkan kekua-
tan kita sendiri. Jika kita benar-benar memahami kasih karunia yang ada di
dalam dan untuk kita, kita tahu bahwa tidak akan ada batasan apa pun.
Jangan melupakan kata-kata yang menjelaskan kuasa Allah dalam diri
kita: tak terukur, tak terbatas dan melebihi segala kuasa. Daniel mengambil
apa yang sudah tersedia dalam hubungannya dengan Allah. Dia mengerti
perjanjiannya dengan Yang Mahakuasa—bahwa dia adalah kepala dan
bukan ekor. Kita juga memiliki perjanjian yang lebih berkuasa daripada per-
janjian antara Allah dan Daniel.
Marilah kita meneliti situasi Daniel lebih cermat lagi. Dia dan ketiga
temannya dijadikan tawanan dari sebuah negeri kecil, Israel, dan digiring
ke negara terkuat di dunia. Jika Anda seorang warga Amerika dan mengira
bahwa negara kita adalah negara terkuat pada abad ini, namun faktanya
adalah negara kita hampir tidak lebih berkuasa bila dibandingkan dengan
Babilonia. Babilonia menguasai dunia saat itu—seluruhnya! Mereka adalah
negara nomor satu dari segi ekonomi, politik, militer, sosial, ilmu pengeta-
huan, pendidikan, dan seni.
Penduduk Babilonia adalah orang-orang paling terpandang di dunia
ini hampir di setiap bidang. Tetapi kita menemukan bahwa Daniel dan
kawan-kawannya, “Dalam tiap-tiap hal yang memerlukan kebijaksanaan
dan pengertian, yang ditanyakan raja kepada mereka, didapatinya bahwa
mereka sepuluh kali lebih cerdas dari pada semua orang berilmu dan semua
ahli jampi di seluruh kerajaannya” (Daniel 1:20). Terjemahan lain menga-
takan bahwa mereka sepuluh kali lebih baik, lebih bijaksana dan memahami
sepuluh kali lebih banyak. Mereka menjalankan ide-ide yang belum pernah
dipikirkan sebelumnya oleh orang-orang pintar dari negeri berkuasa itu,
dan ide mereka berhasil. Intinya, kreativitas, inovasi dan pemahaman me-
reka sepuluh kali lebih kuat daripada pemimpin-pemimpin lain yang tidak
memiliki Roh Allah.
PA R A M E T E R K I TA | 26 9

Lebih Besar daripada Daniel

Dengan pemahaman di atas, kita dapat membaca perkataan Yesus: “Di an-
tara mereka... tidak ada seorang pun yang lebih besar dari pada Yohanes”
(Lukas 7:28). Artinya Yohanes Pembaptis lebih besar lagi daripada Daniel.
Jangan membandingkan mereka berdua menurut pekerjaan mereka. Yo-
hanes berada dalam pelayanan; Daniel bekerja di kantor pemerintah sipil.
Tetapi dengan jelas Yesus menyatakan bahwa Yohanes lebih unggul. Kemu-
dian Dia melanjutkan perkataan-Nya:

“Namun yang terkecil dalam Kerajaan Allah lebih besar dari padanya
[Yohanes]” (Lukas 7:28).

Mengapa yang terkecil dalam kerajaan Allah lebih besar daripada Yo-
hanes? Yesus saat itu belum disalibkan untuk membebaskan umat manusia,
jadi Yohanes belum memperoleh roh yang terlahir baru. Tidak dapat dika-
takan bahwa, “Karena sama seperti Dia [Yesus], Yohanes Pembaptis juga ada
di dalam dunia ini” (lihat 1 Yohanes 4:17). Tetapi ayat ini ditujukan untuk
kita! Yohanes tidak dibangkitkan dan duduk bersama Kristus di surga (lihat
Efesus 2:6). Ayat ini juga ditujukan bagi kita! Inilah sebabnya mengapa yang
terkecil dalam kerajaan Allah sekarang lebih besar daripada Yohanes. Apakah
kita memahami hal ini?
Beberapa peneliti percaya bahwa ada sekitar dua miliar orang Kristen
yang pernah ada di bumi ini sejak kebangkitan Yesus sampai saat ini. Walau-
pun peluangnya tipis, tetapi jika Anda adalah yang terkecil dari dua miliar
orang Kristen tersebut, Anda masih lebih besar dari Yohanes Pembaptis—
yang juga berarti Anda lebih besar daripada Daniel.
Pertanyaan yang muncul sekarang adalah, apakah Anda benar-benar
mengerti siapakah diri Anda? Dan apakah Anda membedakan diri Anda
dari orang lain? Apakah Anda sepuluh kali lebih cerdas, baik, bijaksana,
kreatif, dan inovatif dibandingkan dengan rekan kerja Anda yang tidak
memiliki hubungan perjanjian dengan Allah melalui Yesus Kristus? Jika
270 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

tidak, mengapa? Apakah mungkin karena kita tidak percaya akan standar
kasih karunia Allah yang jauh lebih besar?
Marilah kita merenungkan ini lebih jauh lagi. Yesus menyatakan bahwa
kita adalah “terang dunia” (lihat Matius 5:14). Keberadaan kita yang dikait-
kan sebagai terang di tengah-tengah kegelapan tidak hanya disebutkan satu
kali saja dalam Perjanjian Baru (lihat Matius 5:14-16; Yohanes 8:12; Kisah
Para Rasul 13:47; Roma 13:12; Efesus 5:8, 14; Kolose 1:12; Filipus 2:15; 1
Tesalonika 5:5 dan 1 Yohanes 1:7; 2:9-10). Kebenaran ini seharusnya men-
jadi tema yang mendasari kehidupan kita di dalam Kristus.
Apakah yang dimaksud menjadi terang dunia? Kebanyakan orang men-
ganggapnya sebagai perbuatan kita—tingkah laku manis, baik hati, dan
ramah—dan juga fakta bahwa kita mampu mengutip Yohanes 3:16 di luar
kepala. Bagaimana jika Daniel melihat arti terang dengan cara demikian?
Bagaimana jika tujuannya setiap hari saat memasuki gedung pemerintahan
adalah memperlakukan orang dengan baik dan berkata kepada sesama rekan
kerjanya, “Hai para pemimpin Babilonia. Mazmur 23 berkata, ‘TUHAN
adalah gembalaku, takkan kekurangan aku ...’”
Bagaimana tanggapan para pemimpin dan gubernur ketika Daniel
meninggalkan kantor untuk berdoa pada jam makan siang? (Dia melakukan
kebiasaan ini setiap hari). Saya yakin kedengarannya akan seperti demikian,
“Rasanya sungguh melegakan orang fanatik itu sudah keluar kantor. Ku-
harap dia berdoa sepanjang siang. Dasar orang aneh!”
Mengapa mereka membuat peraturan agar Daniel tidak dapat berdoa?
(lihat Daniel 6:6-8). Mungkinkah karena dia sepuluh kali lebih cerdas, bi-
jaksana, inovatif, dan kreatif dari mereka semua? Karena dia mendapat pro-
mosi melebihi mereka masing-masing sampai akhirnya dia menjadi kepala
atas semua pemimpin di sana, mungkin mereka merasa sedikit iri hati.
Para pemimpin itu heran dan mungkin saling berunding dan berkata,
“Sulit dimengerti! Kita dilatih oleh para guru, ilmuwan dan pemimpin yang
berpengetahuan luas, paling berbakat dan bijaksana dari seluruh penjuru
dunia. Dia berasal dari negara kecil yang tak berarti, jadi dari mana datang-
nya ide-ide itu? Bagaimana mungkin dia bisa lebih baik dari kita? Pasti
PA R A M E T E R K I TA | 27 1

karena doa yang dia biasa lakukan tiga kali sehari. Jadi marilah kita mem-
buat peraturan yang melarang dia berdoa sehingga dia tidak terus-menerus
mengungguli kita.” (Tentu saja tujuan lain ialah untuk menjebloskan dia ke
penjara.)
Daniel adalah orang yang sangat cemerlang karena dia seseorang yang
luar biasa mengagumkan. Kualitasnya yang istimewa membuat dia bersinar
terang di mata rekan-rekannya. Mereka tidak menyukainya karena iri. Tetapi,
saya membayangkan banyak orang, termasuk sang raja, dapat melihat bukti
Allah yang hidup dalam kecakapan Daniel, dan itulah yang menyebabkan
mereka tertarik dan memuliakan Allah Daniel.
Bukan pengetahuan Daniel akan Firman Tuhan atau karena dia orang
baik dan berdoa tiga kali sehari yang membuat orang lain memperhati-
kannya. Tetapi karena dia bekerja sangat baik di bidangnya dan memiliki
karakter-karater ilahi. Semua fondasi, struktur dan material tahap penyele-
saiannya luar biasa istimewa.

Bukti dalam Hidup Saya

Secara pribadi saya menyaksikan kuasa kasih karunia Allah dalam hidup
saya. Salah satu mata pelajaran terburuk saya semasa SMA adalah bahasa
Inggris dan menulis kreatif. Saya bergumul setiap kali diberi tugas menulis
karangan sebanyak tiga halaman. Biasanya saya butuh waktu berjam-jam
untuk menulis, tetapi itu pun setelah saya menghabiskan separuh buku
catatan. Saya terpaksa merobek dan membuang lembar demi lembar buku
itu gara-gara tulisan yang amburadul. Nilai saya 370 dari 800 poin dalam
SAT untuk mata pelajaran bahasa Inggris. Supaya Anda paham betapa
jeleknya nilai itu, seumur hidup saya baru bertemu dengan satu orang yang
nilainya lebih rendah dari saya!
Ketika Allah menunjukkan kepada saya dalam doa di tahun 1991
bahwa Dia ingin saya menulis buku, saya pikir Dia menganggap saya orang
lain. Seperti halnya Sarah dalam Perjanjian Lama, saya tertawa. Bagaimana
mungkin saya dapat menulis satu bab, apalagi satu buku? Faktor yang tidak
272 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

saya perhitungkan saat itu adalah kasih karunia Allah yang ada di dalam saya
yang tak terukur, tak terbatas dan melebihi segalanya.
Sepuluh bulan sejak menerima perintah Allah untuk “menulis sebuah
buku”, dua wanita dari negara bagian yang berbeda mendatangi saya dalam
jangka waktu dua minggu dan mengatakan: “John, Allah ingin Anda menu-
lis.Bahkan, jika Anda tidak mau melakukannya, Dia akan memberikan
pesan-Nya lewat orang lain.” Setelah kejadian ini, saya menulis kontrak
dengan Allah dan menyatakan ketergantungan saya sepenuhnya kepada
kasih karunia-Nya. Saya akan menceritakan kisah ini dalam bab berikutnya,
tetapi yang ingin saya sampaikan di sini adalah sekarang ada sembilan belas
buku yang sudah dicetak, dan jutaan kali cetak ulang telah didistribusikan
ke seluruh dunia ke dalam lebih dari sembilan puluh bahasa.
Kasih karunia tidak hanya memampukan saya dalam hal menulis tetapi
juga dalam berbicara. Pertama kali Lisa mendengar saya berbicara di muka
umum setelah kami menikah, dia tertidur di bangku depan. Buruk sekali.
Salah seorang teman baiknya yang duduk di sebelahnya ikut tertidur pulas
sehingga saya dapat melihat air liurnya menetes keluar dari mulutnya yang
menganga. Sungguh dukungan yang luar biasa! Sekarang orang-orang tidak
lagi tertidur ketika saya berbicara di depan umum. Sebelumnya saya berbi-
cara dengan kekuatan saya sendiri; sekarang saya belajar untuk memercayai,
bergantung, dan berserah penuh kepada kasih karunia-Nya.
Sebelumnya saya gagal dalam dua bidang itu. Sekarang, melalui dua hal
itulah Allah memberikan hak istimewa kepada saya untuk melayani jutaan
orang.

Kehidupan yang Benar-Benar Baik

Marilah kita merangkum parameter kita dalam menjalani kehidupan yang


baik. Jika Anda percaya, tidak ada yang mustahil bagi Anda. Sebab Dia dapat
melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan. Kua-
sa-Nya yang tersedia bagi kita, yang olehnya Dia akan menyempurnakan
segala pekerjaan dalam hidup Anda, tak terukur, tak terbatas, dan melebihi
PA R A M E T E R K I TA | 27 3

segala kuasa. Hidup Anda seharusnya tidak seperti kejadian yang saya dan
Lisa alami di gedung pameran itu ketika kami harus memilih material untuk
rumah baru kami. Anda tidak memiliki batasan apa pun karena identitas
Anda dan apa yang Anda kerjakan berada dalam kasih karunia Allah! Jadi
izinkanlah Roh Kudus memperluas visi Anda. Mimpikanlah hal-hal besar,
percayalah dan bergeraklah maju dengan tindakan yang seturut dengan visi
itu.
Ada satu faktor lagi yang sangat penting dalam mewujudkan hal-hal
yang kita bicarakan dalam bab ini. Tanpa adanya pemahaman akan sifat ini,
kemungkinan besar kita akan menjadi frustrasi dan bahkan kehilangan arah
dalam perjalanan kita untuk menjadi efektif dan berkembang. Dalam bab
berikutnya, kita akan membahas satu segi yang disebut pengertian.
15

PENGER T IAN
Makanan keras adalah untuk orang-orang
dewasa, yang karena mempunyai panca indera
yang terlatih untuk membedakan yang baik
dari pada yang jahat.
—I BRANI 5:14

Kekudusan bukanlah kemewahan beberapa


orang saja; tetapi tanggung jawab sederhana
bagi Anda dan saya.
—M OTHER T ERESA

M ereka yang sudah lanjut usia adalah orang-orang yang sudah dewasa,
bukan secara fisik tetapi secara rohani. Secara fisik, kita dilahirkan se-
bagai bayi dan bertumbuh menjadi dewasa. Demikian juga kita lahir secara
rohani seperti seorang bayi dan diharapkan tumbuh dewasa, menjadi seperti
Kristus.
Ada perbedaan signifikan di antara kedua hal di atas. Kedewasaan fisik
terikat oleh waktu. Pernahkan Anda mendengar anak berusia dua tahun set-
inggi enam kaki? Butuh waktu lima belas sampai dua puluh tahun untuk
mencapai ketinggian itu. Tetapi, pertumbuhan rohani tidak terikat oleh
waktu. Pernahkah Anda menemui orang-orang percaya yang baru berusia
satu tahun dalam Kristus tetapi lebih dewasa dibandingkan dengan mereka
yang sudah diselamatkan selama dua puluh tahun?
276 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Menurut Ibrani 5:14, indikasi kedewasaan iman adalah ketika indra


dalam hati kita dapat membedakan dengan tepat antara yang sesungguhnya
baik dan yang jahat.
Penting untuk dicatat di sini bahwa hati memiliki pancaindra, sama se-
perti tubuh Anda. Fakta ini terlihat jelas dalam Kitab Suci. “Kecaplah dan
lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu!” (Mazmur 34:8). Dua indra sudah
tercakup dalam satu ayat.
Suatu hari Yesus mengumumkan kepada orang banyak, “Siapa berte-
linga, hendaklah ia mendengar!” (Matius 11:15). Kebanyakan orang yang
hadir dapat mendengar dengan telinga fisik mereka; tetapi Dia berbicara
tentang telinga hati mereka.
Paulus mengutip pernyataan Allah kepada bangsa Israel: “Janganlah
menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu” (2 Korintus
6:17). Rasul yang sama juga menuliskan bahwa Allah “Dengan perantaraan
kami Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana” (2
Korintus 2:14).
Semua pancaindra telah disebutkan hanya dalam empat ayat di atas!

Pengertian

Bagaimana kita dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat, teru-
tama di saat tipu daya merajalela seperti sekarang ini? Bagaimana agar kita
tidak jatuh ke dalam perangkap yang sama seperti Hawa saat dia memercayai
yang jahat adalah hal yang baik, menyenangkan, dan bijaksana? Jawabannya
adalah, dengan pengertian. Jadi bagaimanakah kita mengembangkannya?
Melalui takut akan Allah dengan sungguh-sungguh.
Nabi Maleakhi menubuatkan bahwa di hari-hari terakhir akan ada dua
kelompok orang percaya—mereka yang takut akan Allah dan yang tidak.
Di tengah-tengah kesusahan, mereka yang tidak memiliki takut akan Allah
akan mengomel, membandingkan dan bersungut-sungut. Mereka tidak sen-
ang karena mereka harus melayani Allah tetapi mengalami pertentangan,
PENGERTIAN | 27 7

penderitaan, dan kesukaran, sedangkan mereka yang jahat dan tidak memi-
liki hubungan dengan Allah makin bertambah kaya.
Mereka yang takut akan Allah akan melewati kesulitan yang sama tetapi
sikap mereka berbeda. Mereka berbicara tentang kebaikan Allah. Mereka
menghadapi pertentangan dengan memercayai firman-Nya tentang kondisi
sulit yang mereka hadapi. Mereka lebih mementingkan keinginan, rencana,
dan kerajaan Allah dibandingkan dengan ketidaknyamanan mereka yang
bersifat sementara. Mereka tahu dan berdiri teguh dalam kesetiaan-Nya.
Sikap mereka demikian:

Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah,


hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak
menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari ku-
rungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan
bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang
menyelamatkan aku. ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat
kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku!
(Habakuk 3:17-19)

Allah menyatakan melalui nabi Maleakhi bahwa Dia akan membuat


mereka menjadi kesayangan-Nya. (Ingat bagaimana Paulus mengacu kepada
“perabot rumah untuk maksud yang mulia” dalam 2 Timotius 2:21). Ma-
leakhi memprediksi bahwa salah satu kebaikan bagi orang yang takut akan
Allah adalah, “kamu akan melihat kembali perbedaan antara orang benar dan
orang fasik” (Maleakhi 3:18). Dengan kata lain, orang-orang percaya tidak
akan mengacaukan hal yang tidak baik dengan kebaikan.
Dalam bab sebelumnya kita telah mengidentifikasi parameter kebaikan
Allah bahwa kelimpahan melebihi apa yang dapat kita minta atau pikirkan.
Bagi seseorang, kelimpahan mungkin bisa menjadi kejatuhannya, tetapi
bagi orang lain adalah kesempatan yang baik. Jika kelimpahan adalah tu-
juan Anda, Anda pasti akan terjatuh ke dalam perangkap yang sama seperti
Hawa, Kain, Bileam, Korah, Saul, Gehazi, Yudas, Aleksander, Jemaat Lao-
278 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

dikia, dan lainnya yang tak terhitung jumlahnya. Tetapi, jika tujuan utama
Anda adalah menyenangkan hati Allah, Anda akan memiliki kemampuan
untuk membedakan manakah yang baik dan yang jahat—kemampuan
untuk menangani kelimpahan Anda dengan benar.
Kuncinya dapat ditemukan dalam pengertian, dan tingkat kemam-
puan kita untuk membedakan sepadan dengan takut akan Allah. Saya akan
mengulanginya: semakin kita takut akan Allah, semakin kita dapat bijaksana
dalam membedakan antara yang baik dan yang jahat. Pada awal pemerin-
tahannya, Salomo memohon, “Berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang
faham menimbang perkara... dengan dapat membedakan antara yang baik
dan yang jahat” (1 Raja-Raja 3:9).
Hikmat Salomo dalam menjalankan pemerintahan sungguh luar biasa.
Pada periode ketika dia masih mengikut Tuhan, dia menulis, “Jikalau eng-
kau berseru kepada pengertian, ... jikalau engkau mencarinya seperti mencari
perak, dan mengejarnya seperti mengejar harta terpendam, maka engkau
akan memperoleh pengertian tentang takut akan TUHAN dan mendapat
pengenalan akan Allah” (Amsal 2:3-5).
Namun, sesudah Salomo kehilangan rasa takut akan Allah, dia menjadi
bingung dan tidak dapat membedakan antara yang baik dan jahat. Bagi-
nya segala sesuatu menjadi “sia-sia” dan “menjaring angin.” Seluruh kitab
Pengkhotbah adalah gambaran seorang pria yang bingung dan kalut yang
telah kehilangan takut akan Allah dan, akhirnya, pengertiannya. Dia berada
dalam kondisi jiwa yang menyedihkan. Selama bertahun-tahun, hati saya
hancur setiap kali menyaksikan para pemimpin dan orang percaya yang juga
tidak lagi memiliki takut akan Tuhan dan terjerat oleh tipu daya karena me-
reka telah kehilangan pengertian mereka.
Seperti pernyataan sebelumnya, takut akan Allah memotivasi kita untuk
bekerja sama dengan kasih karunia Allah untuk menyucikan kita dari kena-
jisan. Menariknya lagi, pengertian kita bergantung pada hidup kudus. Jadi
sekali lagi, kita dapat melihat kekudusan sebagai struktur yang mendukung
segala keputusan hidup kita, baik yang berhubungan dengan karier, hu-
bungan, keuangan, kegiatan sosial atau aspek kehidupan kita lainnya.
PENGERTIAN | 27 9

Gairah kita yang pertama dan utama seharusnya adalah untuk takut
akan Allah. Jika ini menjadi prioritas tertinggi kita, kelimpahan harta benda
tidak akan menyesatkan kita. Kita tahu bahwa, “Siapa mempercayakan diri
kepada kekayaannya akan jatuh” (Amsal 11:28). Tetapi dalam kitab yang
sama kita membaca, “Padaku ada nasihat dan pertimbangan... Karena aku
para pembesar berkuasa juga para bangsawan dan semua hakim di bumi”
(Amsal 8:14, 16). Dan sekali lagi, “Ganjaran kerendahan hati dan takut
akan TUHAN adalah kekayaan” (Amsal 22:4). Kekayaan sejati adalah sum-
ber daya yang akan memampukan Anda untuk memenuhi tugas yang sudah
diberikan Allah kepada Anda di bumi ini, dan ini selalu bertujuan agar Anda
berdampak bagi orang lain, yaitu untuk membangun kerajaan Allah.
Pertanyaan yang harus Anda tanyakan dengan jujur kepada diri Anda
setiap pagi adalah, apakah hari ini saya dimotivasi oleh takut akan Tuhan
atau untuk mendapatkan kelimpahan? Jika target Anda adalah ketakutan
ilahi, ini akan melindungi Anda dari tipu daya terlibat dalam kejahatan
untuk mendapatkan apa yang kelihatan baik.
Saya akan menjelaskannya: sumber penghasilan, uang, kekayaan,
dan kelimpahan semuanya baik. Tetapi jika itu adalah target Anda, Anda
tidak akan memiliki pengertian untuk mengenali apakah cara-cara untuk
mendapatkan hal-hal tersebut adalah jahat. Sebuah kisah Alkitab akan
membantu menjelaskan bagaimana cara kerjanya.

Inikah Waktunya untuk Menerima?

Di Israel ada kebiasaan untuk membawa korban atau hadiah kepada nabi
mereka. Sebagai anak muda, calon raja Saul dan hambanya pergi mencari
keledai-keledai ayahnya yang hilang. Karena pencarian mereka tidak mem-
buahkan hasil, hambanya mengusulkan agar mereka pergi ke kota terdekat
dan memeriksa apakah seorang nabi bernama Samuel yang tinggal di sana
dapat menolong mereka menemukan keledai-keledai itu. Saul langsung
menjawab, “Kalau kita pergi, apakah yang kita bawa kepada orang itu? Sebab
roti di kantong kita telah habis, dan tidak ada pemberian untuk dibawa ke-
28 0 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

pada abdi Allah itu. Apakah yang ada pada kita?” (1 Samuel 9:7). Inilah
kebiasaan saat itu ketika akan bertemu seorang nabi.
Mari kita menuju periode yang berbeda dalam sejarah Israel. Seorang
panglima raja bernama Naaman datang ke rumah nabi Elisa. Dia menerima
beberapa instruksi yang, apabila akhirnya ditaati, mendatangkan kesem-
buhan total dari kusta. Dia kembali kepada Elisa untuk berterima kasih dan
memberinya hadiah. Nabi itu membalas, “Demi TUHAN yang hidup, yang
di hadapan-Nya aku menjadi pelayan, sesungguhnya aku tidak akan mene-
rima apa-apa” (2 Raja-Raja 5:16). Naaman mendesak dia untuk menerima
pemberiannya, tetapi sekali lagi Elisa menolak.
Asisten pribadi Elisa, Gehazi, menyaksikan seluruh kejadian itu. Dia
mengawasi dengan tercengang saat Naaman pergi tanpa memberi hadiah
sesuai dengan tradisi. Setelah Elisa pergi dari hadapannya, Gehazi mengejar
rombongan Naaman. Naaman melihatnya dan menyuruh keretanya ber-
henti untuk menanyakan kepada Gehazi apakah ada yang tidak beres.
Gehazi meyakinkan dia bahwa semuanya baik-baik saja tetapi kemu-
dian berbohong kepada Naaman, dengan mengatakan bahwa Elisa tiba-tiba
membutuhkan sesuatu. Kata-kata yang dipakainya adalah, “Baru saja datang
kepadaku dua orang muda dari pegunungan Efraim dari antara rombongan
nabi. Baiklah berikan kepada mereka setalenta perak dan dua potong pa-
kaian” (2 Raja-Raja 5:22).
Naaman menyambutnya dengan memberi dua kali lebih banyak dari
apa yang “diperlukan.” Mereka berpisah, Gehazi kembali dan diam-diam
menyimpan hadiah itu di antara barang miliknya.
Gehazi kembali kepada Elisa dan berdiri di hadapannya. Elisa menanya-
kan dari manakah dia. Dia berdusta dengan bersikeras mengatakan dia tidak
pergi kemana-mana. Elisa kemudian menyatakan:

“Bukankah hatiku ikut pergi, ketika orang itu turun dari atas keretanya
mendapatkan engkau? Maka sekarang, engkau telah menerima perak
dan dengan itu dapat memperoleh kebun-kebun, kebun zaitun, kebun
anggur, kambing domba, lembu sapi, budak laki-laki dan budak pe-
PENGERTIAN | 28 1

rempuan, tetapi penyakit kusta Naaman akan melekat kepadamu dan


kepada anak cucumu untuk selama-lamanya.” (2 Raja-Raja 5:26-27)

Tidak adanya ketakutan ilahi pada Gehazi (dan juga, pengertian)me-


nempatkan dia pada posisi terkecoh. Dia berpikir itulah waktunya untuk
menerima padahal bukan. Dia percaya bahwa hadiah itu pantas diterima,
mungkin bahkan berpikir kalau dia seharusnya menerimanya karena tuan-
nya menolak. Lagi pula, seperti Elisa, dia juga telah berkorban dan menye-
rahkan hidupnya untuk pekerjaan Allah. Bukankah kehendak Allah bagi
mereka untuk hidup berkelimpahan? Dan sekarang ada orang kafir kaya raya
yang menyembah ilah lain. Bukankah kekayaan orang berdosa disiapkan
bagi mereka yang benar? Dia menyimpulkan bahwa menolak pembayaran
yang sudah seharusnya diterima atas pelayanan itu adalah tindakan Elisa
yang tidak bijaksana.
Logika Gehazi membenarkan cara-cara yang digunakan untuk mem-
peroleh apa yang dia pikir sudah seharusnya didapat. Dia tidak memiliki
pengertian dan telah menganggap kejahatan sebagai kebaikan. Akhirnya dia
membayar harga yang setimpal atas ketidaktaatannya.

Tujuan Membenarkan Cara

Ada banyak sekali kisah yang dapat saya bagikan untuk menggambarkan
bagaimana mengejar kekayaan duniawi melebihi takut akan Tuhan telah
menjegal banyak pemimpin dan orang percaya. Saya menyaksikan banyak
orang yang akhirnya membayar harga sangat mahal. Pada mulanya, kesem-
patan untuk beruntung kelihatan sangat memikat, masuk akal, dan baik.
Di tahap-tahap awal, sepertinya usaha mereka diberkati dan kesuksesan
ada di ujung jalan. Kemudian segalanya berubah menjadi buruk dan akibat
jangka panjangnya sangat merugikan. Saya menyaksikan banyak pernikahan
hancur, pelayanan tercerai-berai, usaha gagal, keuangan berantakan, kom-
plikasi kesehatan, persahabatan retak—yang disertai dengan hilangnya in-
tegritas diri dan kepercayaan orang-orang yang dicintai.
28 2 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Para pengusaha telah membagikan banyak pengalaman tidak


menyenangkan dalam berurusan dengan orang Kristen lain di dunia per-
dagangan. Mereka mengalami egoisme, kebohongan, pencurian, iri hati,
kecurangan, dan penggelapan uang. Mengapa hal ini terjadi? Penjelasannya
sederhana: tujuan yang kelihatannya baik membenarkan segala macam cara
dengan berkompromi untuk mencapainya. Pemikirannya adalah, Kehendak
Allah bagi saya adalah agar sukses, punya banyak kekayaan dan memiliki pe-
ngaruh. Tetapi mereka tidak menggunakan Firman Allah sebagai filter untuk
meneliti prosesnya. Kerap kali kompromi itu kelihatannya seperti satu-satu-
nya jalan yang harus ditempuh. Kapal kita akan terus melaju pergi jika kita
tidak bertindak. Kita akan kehilangan kesempatan atau berkat besar. Dibutuh-
kan karakter dewasa untuk menantikan pemberian Allah.
Iblis menawarkan kepada Yesus sebuah kompromi di awal pe-
layanan-Nya. Dia mencobai Yesus dengan memberikan-Nya jalan pintas
tanpa penderitaan untuk menyelamatkan kerajaan dunia—tujuan Yesus
untuk datang ke bumi ini—asalkan Dia mau menyembahnya. Dari sisi ma-
nusiawi Yesus, tawaran ini mungkin kedengarannya menarik. Jika Dia me-
nerima tawaran iblis, Dia akan dapat menggerakkan pelayanan-Nya lebih
pesat dan menghindari banyak kesusahan dan penderitaan. Satu-satunya
yang harus Dia lakukan adalah menyembah iblis.
Seberapa sering iblis menawarkan untuk menggenapi apa yang telah
Allah taruh dalam hati kita, tetapi jika kita ingin mendapatkannya, kita harus
berkompromi dengan integritas, karakter dan ketaatan? Menyembah tidak
ditentukan oleh lagu lambat dengan lirik-lirik yang meneguhkan, namun
diekspresikan oleh siapa yang kita sembah. Kita bisa saja menyanyikan lagu-
lagu lambat di gereja padahal gaya hidup kita—yang berbicara lebih nyaring
daripada lagu kita—sebenarnya menyembah kegelapan.
Sebelumnya saya telah menjelaskan bahwa kebanyakan penulis mem-
berikan definisi utama dari sebuah kata asing di bagian awal sebuah buku.
Jika Anda memperhatikan di bagian mana pertama kali kata menyembah
muncul dalam Alkitab, Anda akan mengerti pengertian kata ini sebenarnya.
Kata ini pada mulanya dipakai ketika Allah memerintahkan Abraham untuk
PENGERTIAN | 28 3

mempersembahkan orang yang paling penting dalam hidupnya dan Dia


tidak memberikan alasan mengapa.
Setelah Abraham menempuh perjalanan tiga hari bersama anaknya
Ishak ke kaki gunung Moria, dia berkata kepada bujangnya, “Tinggallah
kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana;
kami akan sembahyang” (Kejadian 22:5). Dia tidak akan mendaki gunung
dengan menyanyikan lagu lambat dan merdu kepada Allah. Abraham men-
daki, dalam ketaatannya kepada Allah, untuk mengorbankan “miliknya”
yang paling berharga. Penyembahannya ditandai oleh ketaatannya.
Mungkinkah ini alasan mengapa Allah pernah berkata kepada umat-
Nya, “Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu
gambusmu tidak mau Aku dengar. Tetapi biarlah keadilan bergulung-gu-
lung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir”? (Amos
5:23-24). Saya suka dengan istilah “kebenaran seperti sungai yang selalu
mengalir.” Inilah yang saya sebut ketaatan yang tidak tergoyahkan.
Gaya hidup orang-orang di zaman Amos tidak sesuai dengan Firman
Allah, namun mereka masih saja menulis, berkumpul dan menyanyikan
lagu-lagu penyembahan baru. Penyembahan sejati ditunjukkan oleh siapa
yang kita patuhi, dan bukan kepada siapa kita menyanyikannya.

Memilih Kebaikan Melebihi Allah

Saya akan membagikan kisah tentang bagaimana saya pernah jatuh ke dalam
perangkap yang memikat, yang berkompromi dengan ketaatan saya. Pe-
layanan kami saat itu masih berada pada tahap awal, kurang dari dua tahun.
Kegiatan satu-satunya mencakup kunjungan saya ke gereja-gereja kecil de-
ngan kehadiran jemaat berjumlah seratus orang atau kurang dari itu. Sering
kali sarana transportasi kami adalah Honda Civic, dengan dua bayi di kursi
belakang. Kami hanya memiliki sedikit ruang untuk koper dan dua kotak
berisi kaset yang akan tersedia untuk pertemuan kami.
Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, Allah memerintahkan saya
suatu pagi untuk menulis. Saya menunda untuk taat karena dua alasan. Yang
28 4 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

pertama, seperti yang saya katakan sebelumnya, menulis kreatif adalah salah
satu pelajaran terburuk saya di SMA; dan yang kedua, siapa yang bersedia
menerbitkan buku yang ditulis oleh seorang penulis tak dikenal? Namun
akhirnya, saya taat dan mulai menulis.
Dibutuhkan waktu setahun untuk menyelesaikan buku itu, dengan
kerja keras selama berjam-jam. Kemudian saya mendatangi dua penerbit
dan menyerahkan naskah saya kepada mereka yang berjudul Kemenangan
di Padang Gurun (“Victory in the Wilderness”). Satu redaksi mengatakan
bahwa buku itu “seperti khotbah.” Yang satunya bahkan tidak menjawab
sama sekali. Saya berkecil hati. Lisa dan saya memutuskan untuk melakukan
pilihan satu-satunya: publikasi sendiri. Kami mengumpulkan dana untuk
mencetak beberapa ribu eksemplar dan menjualnya di gereja-gereja kecil
yang kami kunjungi. Orang-orang yang membaca buku itu menyukainya,
jadi saya menulis buku kedua di tahun berikutnya. Sekali lagi, kami tidak
memiliki pilihan selain mempublikasikannya sendiri.
Beberapa bulan setelah buku kedua dicetak, seorang editor akuisisi dari
sebuah penerbit nasional menelepon kantor kami. Setelah memperkenalkan
diri, dia menceritakan alasannya menelepon dengan bersemangat. “John,
seseorang telah memberikan buku Anda yang berjudul Kemenangan di
Padang Gurun. Penerbit kami percaya pada ajarannya dan kami ingin mem-
bantu Anda untuk menyebarkannya kepada banyak orang.” Kami berun-
ding selama beberapa menit. Dia menjabarkan berbagai macam cara yang
akan mereka gunakan untuk menjual buku itu dan membanggakan tim
pemasaran dan publikasi mereka. Kedengarannya terlalu baik untuk dapat
dipercaya; akhirnya buku itu akan tersedia di seluruh negeri.
Namun, setelah meletakkan gagang telepon, saya merasa gelisah. Per-
cakapan itu rasanya tidak pas dalam roh saya. Esok harinya saya berdoa dan
sangat kuat merasakan Allah berkata, “Jangan terima tawaran mereka.”
Saya menceritakan hal itu kepada Lisa. Setelah membahasnya, dia setuju
dengan saya bahwa walaupun tawaran itu kedengarannya bagus, dia juga
merasa ragu-ragu.
PENGERTIAN | 28 5

Siang hari itu, Lisa berkata, “Sayang, perasaan saya tidak enak saat men-
doakan hal ini.” Saat itu juga saya yakin bahwa saya tidak boleh menerimanya.
Hari berikutnya, editor akuisisi tersebut menelepon lagi. Walaupun saya
sudah mengetahui kehendak Allah dalam hal ini, saya masih ingin mende-
ngarkan apa yang dikatakan editor itu. Walaupun saya tidak menyadarinya
saat itu, keinginan saya untuk mengulur-ulur diskusi ini adalah indikasi
adanya sebuah masalah. Mengapa ketaatan yang sederhana saja tidak cukup
bagi saya? Mengapa saya harus mendengarkan lebih banyak alasannya
untuk mempublikasikan dengan mereka? Mungkinkah karena dia sedang
menanamkan keinginan yang salah dalam hati saya? Apakah ego aya sedang
dibuai?
Editor itu dengan bersemangat membagikan kegembiraan perusahaan-
nya yang ingin menyebarkan pesan saya. Dia mendesak bahwa pesan saya
diperlukan dan itu adalah sabda dari Allah bagi negeri kami. Perusahaan
mereka bekerja sama dengan semua distributor ternama dan dengan mudah
dapat menyebarkan buku saya di setiap toko buku Kristen, dan banyak toko
buku sekuler, di seluruh negeri. Dia menceritakan kisah beberapa penulis
tak dikenal lainnya yang mempublikasikan dengan mereka dan bagaimana
pesan mereka sekarang sudah tersebar luas di seluruh Amerika. Mereka telah
menjadi pembicara konferensi populer. Menurut dia itu dikarenakan pe-
ngaruh yang dimiliki oleh perusahaannya.
Pria itu terus menelepon saya tiap dua hari sekali selama dua minggu
berikutnya karena saya tidak mau berkata, “tidak.” Semakin lama saya men-
dengarkan, semakin kedengaran masuk akal untuk mempublikasikannya
dengan mereka. Akhirnya sampai pada batas di mana tidak ada lagi peringa-
tan dalam hati saya. Kesaksian Roh Kudus dalam batin saya telah terdiam.
Saya telah mengizinkan sanjungan dan logika manusia untuk membungkam
perintah Allah dalam hal ini. Singkat kata, pengertian saya telah diberangus.
Keluaran 23:8 menyatakan, “Suap membuat buta mata orang-orang
yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar.” San-
jungan adalah satu bentuk suap, dan itu sudah membutakan saya. Saya
memilih kesempatan dan kelimpahan melebihi takut akan Tuhan.
28 6 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Walaupun istri saya sudah melarang keras, kami menandatangani kon-


trak dan tak lama kemudian berbagai macam masalah timbul.
Saat itu saya dan Lisa sudah menikah selama sebelas tahun. Sering kali
dia berkomentar tentang saya, “Kamu kelihatannya tidak pernah sakit!” Me-
mang benar; saya jarang menderita sakit apa pun, dan jika sakit, biasanya
sembuh dalam waktu dua puluh empat jam. Tetapi sejak hari kami menan-
datangani kontrak itu, saya berjuang melawan penyakit dan tidak mampu
mengusirnya.
Mulai dari flu, ketika saya muntah untuk kedua kalinya dalam hidup
saya sebagai orang dewasa. Setelah flu berlalu, saya terkena virus. Lisa dan
saya pergi ke luar kota untuk merayakan hari pernikahan kami dan saya ber-
juang melawan suhu badan tinggi selama waktu itu. Demam itu berlanjut
hingga minggu berikutnya. Waktu itu saya sedang berkhotbah di sebuah ge-
reja, dan begitu selesai ibadah saya harus buru-buru kembali ke kamar hotel,
di mana saya menggigil kedinginan dalam selubung selimut.
Demam itu bertahan sampai minggu ketiga, dan kami tidak dapat me-
mercayainya. Saya belum pernah bergumul dengan penyakit seperti itu. An-
tibiotik yang kuat akhirnya meredakannya, tetapi seminggu setelah obat itu
habis, saya masuk angin parah. Saya merasa sengsara, dengan tenggorokan
nyeri, kepala pening, dan gejala lain yang mengganggu. Penyakit itu terus
berlanjut tanpa henti.
Kurang dari dua minggu setelah sembuh dari masuk angin, lutut saya
terluka. Cedera itu sangat parah sampai saya harus memakai alat penopang
dan berjalan pincang dengan menggunakan tongkat kruk selama beberapa
minggu. Tidak cukup itu saja, tak lama setelah lutut saya sembuh, saya kena
serangan virus lainnya. Siklus penyakit dan cedera ini berlangsung selama
lebih dari tiga bulan. Selama itu Lisa tetap berada dalam kondisi sehat.
Ketika semua penyakit ini terjadi, kami mengalami masalah besar de-
ngan penerbit itu. Sepertinya kami tidak bisa sepakat dalam hal apa pun.
Relasi ini berada di bawah tekanan hebat dan sama sekali tidak ada perge-
rakan dalam proyek itu.
PENGERTIAN | 28 7

Jika semua ini belum cukup, kami mengalami banyak masalah lain
yang sepertinya sulit dipecahkan. Hidup kami sungguh sukar dalam tiga
bulan itu. Mungkinkah ini alasan mengapa Daud menulis, “Sebelum aku
tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu”?
(Mazmur 119:67).
Allah cukup bermurah hati dalam situasi ini dan Dia mengizinkan saya
menyadari ketololan saya. Saya mengutamakan kesuksesan pelayanan saya
melebihi ketaatan kepada-Nya. Saya mengakui kesalahan saya kepada Allah
dan istri saya. Saya diampuni dan dipulihkan. Kemurahan hatinya sungguh
luar biasa!
Namun, saya masih terperangkap. Kami perlu sebuah mukjizat agar
dapat keluar dari kontrak dengan penerbit itu. Saya dan Lisa saling ber-
pegangan tangan dan berdoa memohon campur tangan Allah.
Dalam dua minggu, penerbit itu menulis surat dan menyatakan bahwa
mereka akan membatalkan kontrak. Saya merasa lega tetapi ada harga yang
harus dibayar: seluruh penderitaan berat itu membuat kami harus memba-
yar lebih dari $4.000. Jumlah yang sangat besar bagi seorang pendeta muda
—bahkan, hampir sama dengan anggaran belanja selama setengah bulan.

Kesempatan dari Allah

Beberapa bulan kemudian seorang teman bernama Scott mengajak saya


makan siang. “John, saya ingin memperkenalkan teman saya kepadamu.”
Saya setuju.
Di restoran itu Scott memperkenalkan saya kepada temannya, yang
juga bernama John. Ternyata dia adalah pimpinan sebuah penerbit ternama.
Setelah percakapan basa-basi untuk makin mengenal satu sama lain, di te-
ngah acara makan siang, John bertanya pesan apa yang saya sedang ajarkan
saat itu. Saya tidak makan sesuap pun setelah pertanyaan itu.
Saya mulai membagikan kepadanya topik tentang pelanggaran. Saya
berbicara kepada Scott dan John dengan menggebu-gebu selama kurang
lebih lima belas menit.
28 8 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Sampai suatu saat John menyela saya dengan mengatakan, “Saya hanya
ingin memberitahu Anda kalau penerbit kami tidak dapat mencetak buku
ini karena kami hanya mencetak kurang lebih dua puluh empat buku setiap
tahun, yang hanya ditulis oleh penulis atau pendeta terkenal.”
“Saya tidak meminta Anda menerbitkan pesan ini,” jawab saya. “Saya
hanya menjawab pertanyaan Anda tentang apa yang saya ajarkan akhir-akhir
ini.”
“Tentu saja,” dia berkata. “Silakan dilanjutkan.”
Saya terus membagikan selama lima atau sepuluh menit lagi tentang
perangkap sakit hati.
Setelah saya selesai, John bertanya, “Bisakah Anda mengirimkan nas-
kahnya kepada saya?”
Karena terkejut saya membalas, “Bukannya Anda tadi berkata bahwa
Anda tidak dapat mencetak ini?”
“Ajaran ini harus disebarkan, dan saya ingin menyerahkannya kepada
pemilik redaksi kami.”
Penerbitnya menerima pesan ini, dan buku itu diberi judul “Umpan
dari Setan” (The Bait of Satan). Dalam beberapa waktu, buku ini paling
laris di tingkat internasional. Selama penulisan kali ini, buku itu telah terjual
lebih dari satu juta eksemplar dan sudah diterjemahkan ke dalam lebih dari
enam puluh bahasa.
Saya tidak pernah melupakan hari ketika penerbit kedua menelepon
saya dan mengatakan bahwa mereka benar-benar menginginkan naskah itu
dan akan mengirimkan kontraknya secepat mungkin. Saya meletakkan tele-
pon, berdoa dan dengan jelas mendengar Allah berkata di dalam hati saya,
“Penerbit yang pertama adalah ide kamu. Penerbit kali ini adalah ide-Ku.”
Pengalaman ini dengan jelas menggambarkan kepada saya perbedaan
antara kebaikan dan Allah. Seperti sudah sering terjadi, kesempatan untuk
kebaikan datang terlebih dahulu. Baru kemudian tibalah kesempatan dari
Allah. Hal yang sama terjadi pada Abram dan Sarai: Ismail muncul pertama
kali, baru kemudian Ishak.
PENGERTIAN | 28 9

Bukti dari Ketakutan Ilahi

Apakah yang telah membuat saya menyetujui keputusan buruk dengan pe-
nerbit pertama? Jawaban yang jujur adalah fokus saya saat itu ialah kelim-
pahan—menyampaikan pesan itu kepada banyak orang—dan bukan karena
takut akan Tuhan. Ini membuka pintu bagi logika dan kesuksesan semu
yang menolak dan membungkam pernyataan Allah di dalam hati saya.
Ketaatan adalah bukti nyata takut akan Tuhan yang sejati. Ketika kita
takut akan Allah, maka kita akan...
• Mematuhi-Nya seketika itu juga
• Mematuhi-Nya walaupun kelihatannya tidak masuk akal
• Mematuhi-Nya walaupun menyakitkan
• Mematuhi-Nya walaupun kita tidak melihat manfaatnya
• Mematuhi-Nya sampai akhir
Penelitian tentang tindakan Abraham menunjukkan bahwa dia meng-
genapi setiap kriteria ini. Mari kita kembali pada ujian terbesarnya.
Suatu malam Allah memerintahkan dia untuk mengorbankan anaknya
Ishak. Apakah dia benar-benar mendengar-Nya? Apakah ini mimpi buruk?
Tidak mungkin, pikirnya. Bagaimana mungkin? Aku mencintai anakku. Aku
tidak bisa membunuh Ishak. Para raja dan bangsa-bangsa telah dijanjikan
akan datang melalui keturunannya. Bagaimana mungkin janji ini bisa ter-
genapi kalau aku membunuhnya?
Abraham berseru, “Apa! Bagaimana mungkin Engkau menyuruhku
melakukan hal ini? Engkau berjanji bahwa bangsa-bangsa akan datang
melalui keturunannya!” Tidak ada respons ilahi, hanya kebisuan.
Emosi Abraham bergejolak. Saya yakin dia tidak dapat tidur pulas
malam itu. Berapa banyak dari kita akan menghabiskan waktu beberapa
minggu, berbulan-bulan bahkan tahunan untuk merenungkan perintah itu,
dan akhirnya meyakinkan diri kita sendiri kalau itu tidak masuk akal?
Tetapi Abraham berbeda. Kita membaca, “Keesokan harinya pagi-pagi
bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya” (Kejadian 22:3). Dia
taat seketika itu juga.
29 0 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

Pernahkah Anda mendengar seseorang dengan santai berkomentar,


“Allah telah mengajarkan saya hal ini selama beberapa bulan,” dan kemu-
dian menertawakannya? Sangatlah tragis jika Anda memikirkannya, karena
mereka membual tentang tidak adanya ketakutan ilahi.
Allah memerintahkan Abraham untuk mengorbankan janji terbesar
dalam hidupnya—yang telah dia nantikan selama duapuluh lima tahun—
dan tidak memberikan penjelasan atas permintaan-Nya. Tidak masuk akal
bagi Abraham untuk menyerahkan Ishak, tetapi dia tetap taat.
Pikiran untuk mengorbankan anaknya yang masih kecil sungguh me-
nyakitkan hatinya. Kepedihan yang mendalam terus mengusiknya selama
perjalanan tiga hari. Agak lebih mudah pada awalnya, setelah mendengar
suara Allah, namun dengan bergantinya hari tanpa mendengar suara Tuhan,
penderitaannya bertambah kuat. Pergumulan itu mencapai titik tertinggi
saat Abraham dan anak kesayangannya mendirikan mezbah. Tetapi Abra-
ham masih tetap taat.
Yang Mahakuasa tidak memberitahu Abraham bahwa jika dia taat, kor-
ban lain akan disiapkan untuk menggantikan anaknya. Tidak seperti Anda
dan saya, Abraham tidak memiliki kitab Kejadian yang dapat dibacanya saat
itu, jadi dia tidak tahu hasil akhirnya. Dia tidak melihat manfaat dari perin-
tah ini, tetapi dia tetap menurutinya.
Sungguh berbeda dengan sekarang. Begitu banyak orang yang ingin me-
lihat manfaat dari ketaatan mereka sebelum mereka menuruti perintah-Nya.
Sebagai guru, kerap kali kita mengarahkan ajaran kita untuk menunjukkan
manfaat pribadi dalam menaati Allah. Sebagai penulis, jika kita tidak men-
cantumkan manfaat pribadi [yang dapat diterima] kepada para pembaca
dalam judul ataupun subjudul, buku itu tidak akan laku.
Akhirnya Abraham membulatkan tekad, mendaki gunung, membangun
mezbah, mengikat Ishak, dan siap menikamkan pisau ke jantung anak ke-
sayangannya. Dia taat sampai akhir.
Sementara pisau itu membayangi Ishak, malaikat Tuhan tiba-tiba mun-
cul dan berseru, “Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia,
PENGERTIAN | 29 1

sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah” (Kejadian
22:12).
Bagaimana malaikat itu tahu kalau Abraham takut akan Allah? Karena
dia langsung taat, walaupun tidak masuk akal, walaupun menyakitkan dan
tanpa adanya manfaat yang dijanjikan, dan dia membulatkan tekad. Dia
adalah orang yang memiliki banyak harta benda, dengan harta yang paling
berharga baginya ialah anaknya. Tetapi kekayaan bukanlah fokus Abraham.
Prioritasnya adalah ketaatan kepada Allah.
Takut akan Allah membekali kita untuk menghadapi kelimpahan,
kekayaan, dan harta benda dengan sikap sehat. Inilah yang dimaksud Fir-
man Tuhan yang berkata, “Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah
payah tidak akan menambahinya” (Amsal 10:22).

Pendekatan yang Bodoh

Jika kita membandingkan pengikut Yesus, Yudas, dengan Abraham, kita


melihat perbedaan yang sangat besar. Yudas dengan mudah menghiraukan
kebenaran apabila tujuannya menguntungkan. Dia menggelapkan uang
dari dana pelayanan, menipu, mengkhianati Pemimpinnya, tidak peduli de-
ngan orang miskin, dan seorang yang munafik (lihat Matius 26:25, 49 dan
Yohanes 12:6; 13:2). Penilaiannya tidak jelas. Karena tidak memiliki takut
akan Tuhan, dia tidak dapat membedakan antara yang benar dan yang salah,
yang baik dan yang jahat.
Suatu hari seorang wanita kaya menuangkan seluruh isi parfum mahal
kepada Yesus. Yudas kesal dan mengutarakan pendapatnya tentang tindakan
“bodoh” wanita itu. “Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus
dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” katanya (Yo-
hanes 12:5). Komentarnya logis dan meyakinkan, dan dia bahkan mulai
memengaruhi murid-murid lain. Mereka juga setuju dan mengutuk per-
buatan wanita itu.
Yesus mengoreksi pengaruh Yudas dengan mengatakan, “Biarkanlah
dia. Mengapa kamu menyusahkan dia? Ia telah melakukan suatu perbuatan
29 2 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

yang baik pada-Ku... Sesungguhnya di mana saja Injil diberitakan di seluruh


dunia, apa yang dilakukannya ini akan disebut juga untuk mengingat dia”
(Markus 14:6, 9). Yesus mengenali tindakan wanita itu baik dan abadi;
Yudas menghakimi perbuatannya buruk dan cepat berlalu. Pengertiannya
sudah terpengaruh. Dia tidak lagi berjalan sejalan dengan kehendak Allah.
Perhatikan ayat berikutnya:

Lalu pergilah Yudas Iskariot, salah seorang dari kedua belas murid itu,
kepada imam-imam kepala dengan maksud untuk menyerahkan Yesus
kepada mereka. (Markus 14:10)

Seperti ungkapan jerami yang mematahkan punggung unta. Yudas


sudah menetapkan; dia sudah tidak tahan lagi dengan strategi kepemim-
pinan Yesus. Dia sudah mengikut Pria itu dari Galilea, dengan harapan
bahwa Dia akan membangun kembali kerajaan Daud. Menurut nabi Ye-
saya, memerintah untuk selama-lamanya adalah yang seharusnya Mesias
lakukan. Setelah tiga tahun, apalagi yang Yesus tunggu-tunggu? Jika Yesus
segera mendirikan kerajaan itu, maka Yudas, sebagai salah satu pemimpin
utama dan bendahara-Nya, akan mendapat tempat kehormatan, memiliki
kekayaan dan kekuasaan.
Yudas berpikir, Aku akan mempercepat prosesnya. Aku tidak akan
menunggu lebih lama lagi. Aku ingin posisi dalam kekuasaan, pengaruh, dan
kekayaan. Aku sudah cukup puas menjadi sasaran cemooh dan aniaya oleh para
pemimpin agama. Aku tidak mau lagi dianggap sebagai teman orang gila. Jika
aku menyerahkan-Nya kepada para pemimpin itu, Dia akan memperlihatkan
kuasa-Nya dan menegakkan kerajaan-Nya, dan aku akan mendapat tempat
yang terhormat.
Anda mungkin akan meragukan interpretasi saya tentang motif Yudas;
tetapi menurut saya, itu benar. Yudas selalu melihat kuasa Yesus yang
menyembuhkan orang sakit, meredakan angin ribut, membangkitkan orang
mati, mengutuk pohon ara, mencelikkan mata orang buta dan menyem-
buhkan orang tuli, dan banyak mukjizat lainnya. Yudas kerap mende-
PENGERTIAN | 29 3

ngarkan Yesus bernicara tentang kerajaan Allah. Dia mendengar Petrus dan
murid yang lainnya mengakui—bahkan menyembah—Yesus sebagai Me-
sias. Kuasa Yesus ada di hadapannya setiap hari.
Tetapi, saat Yesus dijatuhi hukuman mati, Yudas menyadari bahwa dia
telah salah berpikir, menyesali perbuatannya dan menggantung diri. Hasil
perbuatannya tidak dapat mencapai apa yang dia idam-idamkan selama ini.
Kedua orang ini, Abraham dan Yudas, jelas menggambarkan perbedaan
antara seseorang yang takut akan Allah dan yang tidak. Satu orang memiliki
pengertian; yang lainnya hidup dalam tipu daya. Pilihan mereka masing-
masing hanya mencerminkan apa yang ada dalam hati mereka. Hasil akhir
dari kedua orang ini sangatlah berbeda. Mereka berdua diingat orang, tetapi
dengan alasan yang berbeda.
Kita semua akan diingat; tidak diragukan lagi, karena kita semua ada-
lah makhluk abadi. Pertanyaan yang harus kita tanyakan kepada diri kita
sendiri adalah, bagaimana kita ingin diingat? Ketakutan Anda akan Allah
yang akan menentukan jawabannya.

Demikianlah Seluruh Kisahnya

Kita memerlukan hati yang suci agar pemikiran kita benar dan tidak mudah
terpengaruh. Kemudian, jika tiba saatnya untuk menentukan apakah sebuah
tindakan terinspirasi atau semata-mata kelihatan seperti kebaikan sesaat, kita
tidak akan disesatkan. Kita akan mengambil keputusan bijaksana dalam hal
pasangan hidup, orang-orang yang berhubungan dengan kita, teman dekat
kita, karier, kesempatan, investasi, cara kita mendidik anak-anak, gereja tem-
pat kita melayani, pendidikan yang kita terima, dan banyak keputusan lain
yang kita hadapi dalam hidup ini.
Ketika Salomo sampai pada akhir hidupnya, setelah mengalami
kemuliaan besar dan kebodohan yang lebih besar lagi, dia berseru, “Akhir
kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah
pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang.
Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku
29 4 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat” (Peng-
khotbah 12:13-14).
Salomo telah menjadi orang gila, kehilangan pengertiannya dan tidak
lagi dapat membedakan antara yang benar-benar baik dan yang jahat. Allah
memberikan kepada kita gambaran sepintas lalu tentang kegilaannya lewat
kitab Pengkhotbah. Tetapi kabar baiknya adalah kita dapat melihat sekilas
saat Salomo kembali kepada pengertiannya yang benar. Dia menyadari
bahwa tidak ada hal lain yang lebih penting dalam hidup ini selain senan-
tiasa memiliki takut akan Allah. Dalam kata-katanya sendiri, “Demikianlah
seluruh kisahnya.”
Jadi teman-teman sekalian, jika Anda ingin memandang segala sesuatu
sebagaimana Allah memandang, untuk mengenal dan mengetahui hikmat
yang tertinggi, maka pilihlah takut akan Tuhan. Anda tidak akan pernah
menyesali keputusan Anda.
16

G AMBAR AN L UAS
“Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke
dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus
mereka ke dalam dunia”
—Y OHANES 17:18

Tujuan akhir dari manusia bukanlah


kebahagiaan, atau kesehatan, tetapi
kekudusan.
—O SWALD C HAMBERS .

M arilah kita berhenti sejenak dan melihat gambaran tersebut secara


keseluruhan.
Allah mencintai Anda dengan tulus dan pengorbanan yang besar. Dia
hanya menginginkan yang terbaik untuk Anda. Segala sesuatu yang ber-
asal dari Allah adalah baik, tetapi tidak semua yang baik asalnya dari Allah.
Karena itu, ada kebaikan yang dapat menghalangi kita untuk menerima
yang terbaik. Kita semua menginginkan yang terbaik, tetapi jalan menuju
ke sana tidak selalu dapat terlihat jelas; dibutuhkan pengertian untuk dapat
melihatnya.
Dalam perjalanan kita di bumi ini, ada sosok lain selain Allah yang harus
kita hadapi—musuh kita, iblis. Dia ingin melukai kita, dan tujuan utamanya
adalah melukai hati Allah yang mencintai kita. Firman Tuhan mengatakan
bahwa musuh kita pun dapat “menyamar sebagai malaikat terang.” Kemu-
29 6 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

dian kita membaca, “pelayan-pelayannya [pun dapat] menyamar sebagai pe-


layan-pelayan kebenaran” (2 Korintus 11:14-15).
Yang terakhir, ada banyak sekali pilihan dan jalan yang kelihatannya baik,
tetapi hasil akhirnya adalah kesedihan, kesusahan, kehilangan, dan kematian
(lihat Amsal 14:12). Pikirkanlah: musuh kita, para hambanya, dan cara-ca-
ranya—semua yang berusaha untuk menghancurkan kita—segalanya dis-
amarkan sebagai kebaikan. Firman Tuhan tidak mengatakan kalau mereka
dapat disamarkan, tetapimereka telah disamarkan. Jadi janganlah melupa-
kan hal ini: biasanya, apa yang kelihatannya sangat berbahaya bagi Anda
tidak akan jelas terlihat sebagai kejahatan, namun akan berkedok kebaikan.
Pada awal Kekristenan mula-mula, musuh kita berusaha menghancur-
kan gereja Kristen. Orang-orang percaya dianiaya, disiksa dan dibunuh.
Tetapi, semakin musuh kita berusaha menghancurkan umat Allah, sema-
kin kokoh gereja-Nya. Karena iblis tidak bodoh tetapi sangat cerdik, dia
meyimpulkan bahwa cara tepat untuk menghancurkan umat Allah adalah
dengan menawarkan kepada mereka kehidupan yang baik di luar hikmat
Allah. Intinya, strategi ini sama dengan yang dia gunakan di taman Eden.
Sekarang, setelah beberapa abad taktik manuver yang licik, mungkin
kita lebih memahami efektivitas iblis, karena kita berada pada posisi di mana
kita menerima beberapa variasi kebenaran—yang kelihatannya baik dan
nyaman—untuk menggantikan kebenaran sebenarnya. Kita menyerukan
kebaikan Yesus dan peran-Nya sebagai Juruselamat (yang memang benar
demikian), tetapi meremehkan nilai, kuasa, dan jangkauan Ketuhanan-Nya
dan dampaknya dalam hidup kita. Kita menerima kedaulatan Allah dan hak
posisi kita untuk berdiri bersama Dia, tetapi mengesampingkan tanggung
jawab kita untuk percaya dan menuruti perintah-Nya dalam upaya kita
menuju kehidupan yang kudus. Karena doktrin “kebaikan” yang telah kita
ciptakan, perilaku dan gaya hidup kudus tidak lagi menjadi relevan.
Dalam perjalanan hidup Kekristenan, banyak orang percaya yang meng-
anut paham memelihara dan bukan berkembang biak—hanya bertahan
hidup dan bukan mengalami kelimpahan. Intinya, kita telah menyusun
sebuah teologi berdasarkan pemikiran kita sendiri dan didukung oleh bebe-
G A M BA R A N LUA S | 297

rapa bagian Kitab Suci secara terpisah, dan bukan menerima nasihat Firman
Allah seluruhnya sebagai otoritas akhir yang surga kehendaki bagi kita.
Kecenderungan ini sedapatnya dan harus dihentikan. Sudah waktunya
bagi kita untuk sekali lagi menggali Kitab Suci dan dengan jujur meminta
Roh Kudus untuk membimbing kita untuk mengetahui kebenaran. Kita
tidak boleh lagi membaca Kitab Suci tentang apa yang telah kita percayai
sebelumnya, tetapi dengan jujur, dengan pikiran dan hati terbuka dan
memercayai apa yang kita baca, meminta Roh Allah untuk menyingkap-
kan atau menyingkirkan setiap asumsi bersifat prasangka yang pernah ada
sebelumnya.
Pemimpin Gereja. Saya mendorong Anda untuk mengajarkan seluruh
nasihat Allah. Pastikan bahwa motivasi utama Anda adalah untuk me-
nyampaikan kebenaran kepada domba-domba Anda dan dengan tulus
menjangkau mereka yang terhilang dengan seluruh ajaran Alkitab tentang
keselamatan, bukan untuk menjaring banyak pengikut. Jika tujuan utama
Anda agar mereka datang kembali pada ibadah minggu berikutnya, mo-
honlah pengampunan dari Roh Kudus dan arahkan fokus kembali kepada
strategi utama Anda untuk menggembalakan jemaat Allah dengan kebe-
naran. Tetaplah menggunakan metode yang relevan, baru, dan inovatif tetapi
juga selalu menggunakan pesan yang abadi.
Orang Percaya. Di mana saja lingkup pengaruh Anda—baik di ruang
kelas, laboratorium, kantor, ladang, rumah, atau tempat usaha—dengan
hati yang penuh kasih, hiduplah dan sampaikanlah kebenaran dalam
seluruh hubungan Anda dengan orang lain. Biarkan mereka terkagum dan
menyatakan bahwa mereka melihat Yesus di dalam diri Anda. Izinkan me-
reka mengalami hadirat-Nya dalam hidup Anda. Jika Anda mengejar keku-
dusan, Anda akan memancarkan kemuliaan-Nya.
Jika kita tidak hidup menurut perintah Kristus, kita akan kehilangan
hadirat-Nya dan Dia tidak akan dinyatakan kepada dunia melalui gere-
ja-Nya. Sejujurnya, kita mengalami sengsara. Dan bahkan jauh melebihi
kita, mereka yang ada di komunitas kita juga menderita. Pertama, karena
pewahyuan Yesus tertahan, sehingga mereka yang terhilang ditolak ber-
29 8 | K E BA I K A N TA N PA A L L A H?

hubungan dengan hadirat satu-satunya Pribadi yang dapat memenuhi me-


reka. Kedua, sesama orang percaya akan terjangkit penyakit menular disebut
kompromi yang berpotensi menggiring mereka menjauh dari kehendak dan
hadirat Allah.
Yesus mengatakannya demikian: “Aku menguduskan diri-Ku bagi me-
reka” (Yohanes 17:19). Demi mereka yang berada dalam komunitas-Nya,
Dia menguduskan Dirinya untuk menuruti kehendak Bapa. Motif uta-
ma-Nya untuk melakukan hal ini dinyatakan dalam akhir kalimat itu “...
supaya mereka pun dikuduskan dalam kebenaran.”
Sampai kedatangan-Nya yang kedua, Anda dan saya adalah satu-satu-
nya sosok Yesus yang akan dilihat dunia. Marilah kita menunjukkan kepada
mereka Yesus yang sebenarnya, bukan yang fiktif dan tidak memiliki kuasa.
Janganlah kita mau menerima apa pun selain yang terbaik. Marilah kita me-
nerima kebenaran dan melihat buah-buah kebaikan sejati dihasilkan dari
ketaatan kita yang penuh kasih dan tak tergoyahkan.

Milikilah umur panjang, kejarlah kekudusan dan berhasillah dalam se-


gala usaha Anda. Karena dengan demikian, Anda akan membuat perbedaan
dalam hidup orang lain.

Bagi Dia, yang berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung


dan yang membawa kamu dengan tak bernoda
dan penuh kegembiraan di hadapan kemuliaan-Nya, Allah yang esa,
Juruselamat kita oleh Yesus Kristus, Tuhan kita,
bagi Dia adalah kemuliaan, kebesaran,
kekuatan dan kuasa
sebelum segala abad dan sekarang
dan sampai selama-lamanya.
Amin. (Yudas 24-25)
Sahabat yang terkasih,

Kebaikan Tanpa Allah? lebih dari sekadar buku. Ini merupakan ajaran
yang dapat menginspirasi banyak orang agar bergabung dalam gerakan
kekudusan. Sekarang Anda tahu betapa melimpahnya hidup ini di bawah
naungan kuasa Yesus dan hidup dalam kasih karunia-Nya. Saya ingin mem-
bekali Anda untuk membawa pewahyuan ini ke lingkungan pengaruh Anda.
Anda dapat terlibat gerakan ini dengan menghubungkan teman, ke-
luarga dan komunitas Anda dengan apa yang telah Anda pelajari. Hanya
diperlukan satu orang, Paulus, untuk mengajar segelintir orang di sebuah
sekolah kecil yang akhirnya dapat menjangkau semua orang di Asia hanya
dalam waktu dua tahun! Mereka menjadi pembawa hadirat Allah (lihat Kisah
Para Rasul 19:1-10). Apakah yang akan Allah kerjakan melalui kita jika kita
bersatu untuk bersama-sama melayani Dia dengan penuh semangat?
Peluang untuk membagikan pesan ini ada dalam kehidupan Anda se-
hari-hari. Anda dapat menggunakannya untuk:
• Pendalaman Alkitab kelompok kecil
• Pendalaman Alkitab Gereja
• Klub buku di kantor
• Kelas Sekolah Pelayanan
• Dan masih banyak lagi!
Jika Anda ingin menggunakan salah satu ide ini atau salah satu penga-
jaran Anda, tim saya berkomitmen untuk mendukung Anda. Kami akan
menciptakan solusi khusus untuk Anda berikut buku sumber dengan harga
khusus, materi gratis, dan banyak lagi. Selain buku ini, kami telah menyusun
kurikulum Kebaikan Tanpa Allah? sebanyak enam sesi lengkap dengan sesi
audio dan video – yang seluruhnya bertujuan untuk membekali Anda agar
dapat menyampaikan pesan ini kepada setiap hati dan kehidupan orang-
orang di sekitar Anda. Silakan menghubungi kami, dan kami akan bekerja
sama dengan Anda untuk menentukan materi dan pendekatan mana yang
paling tepat untuk menjawab kebutuhan Anda.
Terima kasih atas kerjasama Anda untuk membagikan Firman Allah ke-
pada seluruh umat manusia di mana saja!

Hormat saya,

John Bevere

Untuk bantuan dan sumber materi, hubungi 1-800-648-1488


atau kirim email ke GoodOrGod@MessengerInternational.org
S A AT T ED U H
DAN
P ERTA N YAAN
D I SKU SI
S A AT T E D U H DA N P E R TA N YA A N D I S K U S I | 303

MINGGU 1
Baca Pasal 1-3
Minggu ini berhubungan dengan sesi video 1

PERTANYAAN UNTUK DISKUSI

1. Hawa memutuskan untuk makan dari pohon terlarang karena keli-


hatannya baik untuk dimakan, sedap kelihatannya, dan menarik hati.
Jelaskan sifat-sifat ini.Apakah artinya jika sesuatu kelihatannya baik?
Kelihatan sedap dipandang? Kelihatan menarik hati? Dengan cara-
cara khusus bagaimanakah ketiga hal ini akan menjauhkan kita dari
ketaatan kepada Allah?
2. Seluruh kisah di taman Eden berpusat pada satu hal yang sudah
dilarang oleh otoritas Allah. Bagaimana hal ini menjelaskan kepada
kita tentang kepercayaan dan sifat manusia? Bagaimana kita dapat
menghindari kecenderungan mengejar hal-hal yang dianggap Allah
larangan?
3. Buku, podcast, blog, dan sarana lain yang mengajarkan kita tentang
Allah adalah sumber daya yang berharga. Apakah dengan mengerti
perbedaan antara pengetahuan yang dinyatakan dan yang diceritakan
telah mengubah perspektif Anda tentang sumber daya itu? Jika iya,
jelaskan?
4. Dari kisah tentang pengusaha muda yang kaya raya, kita belajar ada
perbedaan antara mengetahui bahwa Allah berkaitan dengan ke-
baikan dan mengenal Dia sebagai sumber kebaikan. Bagaimanakah
cara kita memastikan bahwa Allah adalah sumber konsep kita tentang
kebaikan?
5. Apakah yang Anda percayai tentang kebenaran dan otoritas Alkitab?
Baca 2 Timotius 3:16 sekali lagi. Apakah ada perbedaan antara yang
diajarkan oleh ayat ini dengan yang Anda percayai? Jelaskan sesuai
dengan apa yang telah Anda pelajari minggu ini.
304 | S A AT T E D U H DA N P E R TA N YA A N D I S K U S I

SAAT TEDUH

TUHAN itu baik kepada semua orang


—M AZMUR 145:9

Kisah tentang taktik iblis untuk mengelabui Hawa di Taman Eden sangat
menyedihkan. Ketika Hawa tertipu dan percaya bahwa Allah telah mena-
han sesuatu yang baik darinya, dia tidak sedang mengatasi kekecewaan. Dia
tidak meratapi kehilangan atau pulih dari penganiayaan. Namun dia ting-
gal dalam lingkungan yang sempurna di mana dia menikmati pemeliharaan
penuh dan hubungan yang erat dengan Allah.
Menerima Allah sebagai sumber dari segala sesuatu yang baik dimulai
dengan memiliki keyakinan yang teguh bahwa Allah sendiri itu baik adanya.
Ini saja sudah cukup menantang di taman Eden. Sekarang, kita berhadapan
dengan banyak faktor lain yang dapat menantang iman kita terhadap ke-
baikan Allah.
Tidak seperti Hawa, Anda pasti sudah mengalami kekecewaan, kehi-
langan, penganiayaan, kekacauan, kekurangan, atau penderitaan. Pengaruh
dari pengalaman ini mungkin tanpa diketahui, selama tidak ada konflik an-
tara keinginan kita dan perintah Allah bagi kita. Namun begitu pencobaan
datang, segala masalah kebimbangan yang belum terselesaikan mulai ber-
bisik di pikiran kita. Kita mulai berpikir bahwa Allah telah menahan sesuatu
dari kita, dan kita mulai curiga bahwa tidak ada gunanya melakukan segala
sesuatu menurut cara-Nya. Tetapi kita ingat Amsal 14:12: “Ada jalan yang
disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut.” Tidak ada hal di luar
kehendak Allah bagi kita, yang akan membawa kita kepada kehidupan kekal,
sukacita, kepenuhan, atau berkat—tak peduli seberapa baik kelihatannya.
Selama beberapa minggu ke depan, saya mendorong Anda untuk secara
jujur meneliti iman Anda akan kebaikan Allah. Mintalah pertolongan Roh
Kudus jika Anda terikat kepada setiap kenangan atau pikiran yang mungkin
S A AT T E D U H DA N P E R TA N YA A N D I S K U S I | 305

menyebabkan Anda tidak percaya atau tidak taat kepada Allah. Kemudian,
carilah dan nyatakanlah ayat-ayat firman Tuhan yang menunjukkan kebe-
naran Allah dalam situasi Anda secara khusus. Dengan rendah hati, undang-
lah Roh Allah untuk memperbarui pikiran Anda dengan Firman-Nya.
Kebenaran-Nya akan membawa Anda kepada kebebasan!

Renungan

Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk


selama-lamanya kasih setia-Nya. (Mazmur 107:1)

Penerapan

Ketika Yosua dan bangsa Israel memasuki Tanah Perjanjian, mereka


harus menyeberang sungai Yordan. Saat itu adalah musim panen,
dan tingginya aliran sungai sudah mencapai ke tepi. Tetapi Allah
campur tangan dan memotong aliran sungai tersebut sehingga
bangsa Israel dapat menyeberang di atas daratan kering. Kemudian,
Allah memerintahkan Yosua dan bangsa itu untuk membangun
batu peringatan di dekatnya sehingga mereka akan selalu meng-
ingat-ingat apa yang telah Dia perbuat bagi mereka.
Sering kali lebih mudah untuk mengingat-ingat kejadian
buruk daripada mengingat kebaikan yang telah Allah perbuat. Jadi
minggu ini, mulailah membuat “batu peringatan” akan kebaikan
Allah dalam hidup Anda. Belilah sebuah buku jurnal, tulis catatan
dalam ponsel Anda, gunakan voice memo, atau temukan cara lain
untuk menangkap berbagai momen (baik besar maupun kecil) ke-
tika Anda melihat kesetiaan Allah. Setiap kenangan ini akan menjadi
kesaksian yang akan menguatkan jiwa Anda dan membangkitkan
iman Anda di saat kesulitan atau kebimbangan berusaha melucuti
kepercayaan Anda bahwa Allah itu baik.
306 | S A AT T E D U H DA N P E R TA N YA A N D I S K U S I

MINGGU 2
Baca Pasal 4-5
Minggu ini berhubungan dengan sesi video 2

PERTANYAAN UNTUK DISKUSI

1. Diskusikan perbedaan antara posisi Yesus sebagai Tuhan dan karya-


Nya sebagai Juruselamat. Bagaimana jika dibandingkan dengan ajaran
yang telah Anda dengar atau percayai? Apakah ada pemikiran atau
perbuatan Anda yang harus diubah agar dapat selaras dengan ajaran
Alkitab tentang Ketuhanan?
2. Jika kita semua pindah ke negeri baru hari ini, jalan masuk ke negeri
itu memerlukan sebuah perjanjian untuk dipatuhi dengan semua
peraturan dan standarnya. Inikah cara Anda memandang hubungan
Anda dengan Allah? Mengapa demikian?
3. Bayangkan Anda berbicara dengan seseorang yang ingin menjadi
orang Kristen. Berdasarkan apa yang sudah Anda pelajari minggu ini,
apa yang akan Anda jelaskan kepadanya?
4. Baca Markus 8:34-35. Seperti kita ketahui, keinginan untuk me-
nyangkal diri berbeda dengan tindakan menyangkal diri. Jelaskan
apa yang mungkin menyebabkan seseorang berada pada tingkat ke-
inginan dan bukan melakukan perintah Yesus?
5. Marilah kita kembali ke Matius 7:21. Yesus menjabarkan empat sifat
baik yang bahkan dimiliki beberapa orang yang tidak sungguh-sung-
guh mengikuti Dia: percaya akan ajaran-Nya, keterlibatan emosi,
aktif ikut memberitakan Injil, dan berpartisipasi dalam pelayanan.
Kita tahu bahwa Allah tidak memanggil kita untuk melayani atas
dasar penghakiman atau ketakutan. Jadi, menurut Anda, apakah res-
pons yang tepat berdasarkan pernyataan ini?
S A AT T E D U H DA N P E R TA N YA A N D I S K U S I | 307

SAAT TEDUH

Karena kewarganegaraan kita adalah di dalam


sorga, dan dari situ juga kita menantikan
Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat.
—F ILIPI 3:20

Dari persepektif Perjanjian Baru, pernyataan bahwa “Yesus adalah Tuhan”


intinya adalah ringkasan dari Kekristenan 101. Menurut Roma 10:9, me-
ngenal Ketuhanan Yesus adalah tempat di mana kehidupan Kristen berawal.
Tetapi, bagi sebagian besar dari kita, kalimat “Yesus adalah Tuhan” tidak
memiliki arti mendalam. Itu memang kalimat yang kita ucapkan, nyan-
yikan, atau doakan; tetapi kita cenderung terpisahkan dari kenyataan bahwa
dengan memanggil Yesus Tuhan, berarti kita mengenal Dia sebagai otoritas
tertinggi dalam hidup kita.
Sebelum memasuki kehidupan iman, kita adalah penduduk dunia. Kita
tidak memiliki alasan untuk mengetahui atau mencari kehendak Allah bagi
kita. Tetapi kita bukan lagi penduduk dunia. Kita adalah warga kerajaan
Allah—kerajaan surga. Segala sesuatu tentang hidup kita harus mengikuti
standar kerajaan ini dan mencerminkan sifat Pemimpinnya: Tuhan Yesus
Kristus.
Apakah sifat yang dimiliki-Nya? Untuk mengetahuinya, pelajarilah
kisah Yesus di taman Getsemani dalam Markus 14:32-42. Kisah ini terjadi
sesaat sebelum Yesus dikhianati dan diserahkan kepada prajurit Roma untuk
disalibkan. Perhatikan baik-baik akhir ayat 36, ketika Yesus berkata kepada
Bapa-Nya, “Tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang
Engkau kehendaki.”
Berjalan menuju salib menunjukkan tindakan ketaatan yang sangat sig-
nifikan, tetapi faktanya adalah tidak ada hal sepele dalam ketaatan. Saat kita
memuliakan Yesus sebagai Tuhan, kita berserah kepada rencana-Nya bahkan
308 | S A AT T E D U H DA N P E R TA N YA A N D I S K U S I

ketika tindakan kompromi kelihatannya tidak begitu penting dan ketika


ketaatan terasa tidak nyaman atau tidak populer. Kita mengatakan, “Saya
ingin melakukan kehendakMu,” dalam segala hal.
Sudahkah Anda menerima Yesus berdasarkan syarat-syarat ini? Atau
masih adakah sesuatu dalam hidup Anda—mungkin kebiasaan dosa atau
ambisi pribadi—yang sering Anda prioritaskan melebihi perintah Allah
bagi Anda? Anda tidak perlu merasa terkutuk atau malu. Tetapi sekaranglah
waktunya untuk mengupayakan cara hidup baru. Datanglah kepada Allah
dalam doa dan mintalah Roh Kudus untuk menolong Anda supaya be-
nar-benar memuliakan Yesus sebagai Tuhan Anda. Saat Anda menghabiskan
waktu dalam hadirat-Nya dan dalam firman-Nya, Dia akan mengajarkan
Anda bagaimana cara hidup sebagai warga kerajaan surga.

Renungan

Tetapi serahkanlah dirimu sepenuhnya dan setiap waktu... ke


dalam jalan Allah dalam mengerjakan segala sesuatu. (Roma 6:13
terjemahan langsung dari Alkitab The Message)

Penerapan

Di bagian akhir pelajaran ini, kita akan membahas cara Allah me-
mampukan kita untuk hidup dalam ketaatan tanpa jatuh ke dalam
bentuk legalisme atau penghinaan. Tetapi minggu ini, saya men-
dorong Anda untuk bertanya jujur kepada diri Anda sendiri, Su-
dahkah saya menyerahkan diri sepenuhnya kepada Ketuhanan Yesus?
Kita semua memiliki beberapa area kesalahan. Jadi ini usul saya
kepada Anda: carilah seseorang yang Anda kasihi dan percayai—
pasangan, sahabat karib, atau pemimpin yang percaya kepada Anda
dan menginginkan yang terbaik bagi Anda. Ceritakanlah apa yang
Anda pelajari minggu ini tentang prinsip Ketuhanan dan mintalah
S A AT T E D U H DA N P E R TA N YA A N D I S K U S I | 309

pandangan teman Anda. Apakah mereka melihat area kompromi


yang belum ditangani dalam hidup Anda?
Jika mereka mempunyai sesuatu yang ingin mereka bagikan,
dengarkanlah dengan telinga dan hati yang terbuka. Kemudian
bawalah masukan tersebut kepada Allah dalam doa. Mintalah Dia
untuk menunjukkan kebenaran terhadap apa yang telah dibicara-
kan. Kerendahan hati adalah senjata yang berkuasa untuk melawan
kebohongan; latihan sederhana ini mungkin akan menuntun Anda
kepada perubahan yang luar biasa!
3 10 | S A AT T E D U H DA N P E R TA N YA A N D I S K U S I

MINGGU 3
Baca Pasal 6-7
Minggu ini berhubungan dengan sesi video 3

PERTANYAAN UNTUK DISKUSI

1. Tujuan hidup yang baik akan menjadi berbahaya jika tujuan itu
menggantikan keinginan kita untuk mengenal dan memuliakan
Allah. Diskusikan tujuan-tujuan berikut ini. Dalam hal apakah
tujuan itu dianggap baik? Sebaliknya, bagaimana tujuan itu dapat
membuat kita kehilangan arah apabila kita menjadikannya sebagai
tujuan utama?
2. Kestabilan finansial
3. Popularitas
4. Pengaruh
5. Kemurahan hati
6. Prestasi Kemanusiaan
7. Pelayanan yang Efektif
8. Bayangkan Anda berada bersama Musa ketika Allah menawarkan
untuk mengirim bangsa Israel ke Tanah Perjanjian tanpa hadirat-Nya.
Saat itu, apa yang Anda pikirkan yang akan membantu Musa dalam
mengambil keputusan?
9. Apakah tanda-tanda apabila hubungan seseorang dengan Allah lebih
mengutamakan apa yang dapat Dia berikan kepada mereka dan
bukan karena siapa diri-Nya? Jika hubungan Anda dengan Allah
menunjukkan tanda-tanda ini, bagaimana Anda akan mengalihkan
haluan Anda?
10. Ceritakan perspektif Anda tentang makna menjadi efektif dalam
menjangkau dunia tanpa harus menjadi sahabat dunia.
11. Legalisme adalah bentuk lain dari kehidupan duniawi. Jadi
bagaimana Anda dapat menjaga persahabatan kita dengan Allah
tanpa jatuh ke dalam pemikiran agamawi?
S A AT T E D U H DA N P E R TA N YA A N D I S K U S I | 3 11

SAAT TEDUH

...di hadapanMu ada sukacita


berlimpah-limpah...
—M AZMUR 16:11

Salah satu ujian iman terbesar, yang kedengarannya biasa saja yaitu men-
gambil jalan pintas.
Musa menghadapi jalan pintas ketika berada di padang gurun. Dia telah
berjalan dari Mesir menuju gunung Sinai bersama sekelompok orang yang
bersungut-sungut dan suka memberontak, dan prospek untuk memasuki
Tanah Perjanjian pasti kelihatan menarik. Tetapi apakah Musa berkata “ya”
terhadap janji itu tanpa hadirat Allah?
Ribuan tahun kemudian, Yesus juga menemui jalan pintas di padang
gurun. Ketika Yesus hendak memulai masa pelayanan umum-Nya, iblis
memberi-Nya kesempatan untuk menghindar dari kesulitan yang akan ter-
jadi dan melompat langsung untuk mendapatkan kekuasaan di atas bang-
sa-bangsa. Satu-satunya yang harus Yesus lakukan adalah menyembahnya.
Apakah Yesus akan berkompromi untuk mendapatkan dengan mudah apa
yang akan Allah berikan melalui kesengsaraan?
Fakta bahwa Iblis mencoba taktik ini kepada Anak Allah membuktikan
bahwa dia tahu betapa efektifnya cara itu. Kita akan meninjau kisah ini lagi;
tetapi hal yang penting sekarang adalah: Yesus bukanlah satu-satunya yang
dapat menolak trik iblis. Musa menimbang-nimbang pilihan antara tinggal
di padang gurun dengan Allah atau memasuki Tanah Perjanjian tanpa Dia,
dan dia memilih untuk tinggal di padang gurun. Mengapa? Karena dia tahu
dia akan kehilangan sesuatu.
Saya harap Anda dapat menjawab ya pada pertanyaan ini dengan
sepenuh hati, “Apakah hadirat Allah adalah tujuan utama Anda?” Supaya
jawaban Anda lebih dari sekadar latihan kecerdasan, pertama-tama Anda
3 12 | S A AT T E D U H DA N P E R TA N YA A N D I S K U S I

harus menjawab pertanyaan lainnya: tahukah Anda apakah artinya tinggal


dalam hadirat Allah?
Sobat, saya ingin Anda jatuh cinta kepada hadirat Allah sama seperti
Musa. Saya ingin Anda memiliki keinginan mendalam untuk intim dengan-
Nya sehingga jalan pintas mana pun menjadi tidak berarti. Keinginan yang
mendalam ini hanya datang dari mengalami hadirat-Nya secara pribadi.
Yakobus mengatakan kepada kita, “Mendekatlah kepada Allah, dan Ia
akan mendekat kepadamu” (ayat 4:8). Mendekat berarti kita menyediakan
waktu untuk berdoa, menyembah-Nya dan membaca Firman Allah, bukan
sebagai tugas yang harus diselesaikan melainkan sebagai upaya mengejar
hubungan dengan Dia. Mencari Allah sekarang akan menempatkan Anda
untuk mengambil keputusan yang benar di setiap persimpangan jalan yang
akan datang.

Renungan

Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku, apabila


kamu menanyakan Aku dengan segenap hati. (Yeremia 29:13)

Penerapan

Dalam setiap hubungan, kedua belah pihak memiliki sesuatu


yang dapat diberikan kepada yang lain—seperti dorongan, saran
dan bantuan praktis. Hubungan yang sehat bukanlah tentang apa
yang kita dapatkan dari orang lain; tetapi tentang orang itu sendiri.
Kadangkala kita melupakan hal ini dalam hubungan kita dengan
Allah. Karena Allah adalah sumber dari segala sesuatu yang kita
butuhkan, kita bisa saja begitu terfokus pada permintaan kita dan
lupa untuk sungguh-sungguh mengenal Dia.
Allah ingin agar kita menaikkan permohonan kita kepada-Nya!
Tetapi jika Anda sungguh-sungguh ingin menjadikan hadirat-Nya
sebagai tujuan utama Anda, cobalah mengarahkan waktu Anda
S A AT T E D U H DA N P E R TA N YA A N D I S K U S I | 3 13

minggu ini hanya untuk Dia. Renungkanlah karakter-Nya. Pelajari


hal-hal yang akan menyenangkan hati-Nya. Pilihlah sebuah cerita
dari Alkitab dan renungkan apa yang disingkapkan tentang siapa-
kah Allah sebenarnya. Saya berdoa agar di waktu ini, Anda akan
menemukan hal-hal yang membuat Anda lebih jatuh cinta lagi
dengan Pencipta Anda.
3 14 | S A AT T E D U H DA N P E R TA N YA A N D I S K U S I

WEEK 4
Baca Pasal 8-9
Minggu ini berhubungan dengan sesi video 4

PERTANYAAN UNTUK DISKUSI

1. Tidak aneh lagi apabila seseorang berpikir bahwa benak mereka sudah
tertuju kepada pengenalan akan Allah, tetapi ternyata mereka telah
beralih ke hal lainnya. Bagaimana seseorang dapat mulai mengetahui
ke arah mana pikiran mereka sebenarnya tertuju?
2. Dalam berbagai kebudayaan moderen, manusia berperilaku sangat
ekstrem supaya kelihatan seperti atau mirip dengan selebriti atau
orang ternama lainnya yang sebenarnya tidak mereka kenal. Sebalik-
nya, Allah menjanjikan bahwa barang siapa yang mencari Dia akan
menemukanNya. Menurut Anda, mengapa manusia menolak pe-
rubahan gaya hidup yang dapat membantu mereka mengenal Allah
sedangkan mereka mau mengubah diri mereka secara drastis untuk
mengenal orang lain?
3. Bisakah Anda pikirkan cara untuk memastikan bahwa Anda mencari
hadirat Allah dan bukan hanya mencari atmosfer yang baik? Berikan
pendapat untuk lingkungan pribadi maupun kelompok.
4. Hal penting dalam membahas kekudusan adalah dalam hal hubungan
dengan Allah karena kekudusan pada intinya adalah untuk mengenal
Allah. Untuk melatih prinsip ini, cobalah membaca Sepuluh Perintah
Allah yang ada di kitab Keluaran 20:1-17 dilihat dari segi relasi. Apa-
kah yang dijelaskan perintah-perintah ini tentang Allah?
5. Inilah tantangan yang sulit: cobalah memikirkan kekudusan dari
sudut pandang Allah. (Tidak masuk akal, benar, tetapi cobalah
semampu Anda!). Setelah mengenal siapakah Allah dan rencana-Nya
bagi kita, mengapa penting sekali bagi umat-Nya agar menjadi kudus
dalam sikap dan perbuatan?
S A AT T E D U H DA N P E R TA N YA A N D I S K U S I | 3 15

SAAT TEDUH

Tetapi sekarang... kamu beroleh buah yang


membawa kamu kepada pengudusan...
—R OMA 6:22

Saya sengaja menunggu sampai batas ini dalam pelajaran kita untuk mem-
bahas topik kekudusan karena saya ingin memastikan Anda mengerti bahwa
ini bukan tentang kontrol, rasa bersalah atau ketaatan kepada standar yang
dibuat oleh manusia. Ini semata-mata tentang hubungan.
Misalkan Anda memiliki anggota keluarga yang sangat Anda cintai tetapi
dia selalu tidak hormat, destruktif, dan tidak dapat dipercaya. Walaupun
Anda mengasihi orang ini, saya kira akan sulit bagi Anda untuk menikmati
saat kebersamaan bersama mereka. Jika mereka tidak ingin berubah, Anda
harus menetapkan beberapa batasan yang sehat dalam hubungan Anda,
salah satunya mungkin untuk tidak bertemu dengan mereka setiap hari.
Seperti yang telah kita bahas minggu lalu, Allah adalah Pribadi yang
hadirat-Nya kita cari. Tetapi Allah juga sepenuhnya kudus. Mungkin sulit
atau tidak sehat bagi kita untuk berada di sekeliling orang yang berperilaku
buruk, tetapi sebenarnya sangat mustahil bagi seseorang untuk tinggal dalam
hadirat Allah tanpa kekudusan. Itulah sebabnya mengapa hidup kudus sa-
ngatlah penting!
Bacalah Ibrani 12:14 sekali lagi: “kejarlah kekudusan, sebab tanpa keku-
dusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.” Kata yang diterjemahkan
kejarlah berarti “untuk melakukan sesuatu dengan sekuat tenaga dan de-
ngan tujuan atau cita-cita yang pasti.”25 Perhatikan dua elemen dalam kejar:
sekuat tenaga dan tujuan pasti. Tujuan kita, seperti yang telah kita tetap-
kan sebelumnya, adalah untuk berada dalam hadirat Allah. Jadi sekarang,
marilah kita mengalihkan perhatian kita pada upaya mengejar hidup kudus.
3 16 | S A AT T E D U H DA N P E R TA N YA A N D I S K U S I

Kekudusan tidak berkaitan dengan legalisme dan peraturan agama yang


kaku. Oleh karena itu, mengejar kekudusan, mewajibkan setiap kita untuk
menjadi dua hal:
1. Menjadi Penyelidik Firman Allah. Ada banyak hal yang akan di-
anggap baik oleh logika manusia atau masyarakat, yang tidak se-
suai dengan Allah. Sama halnya seperti beberapa larangan yang
kedengarannya bersifat rohani tetapi tidak ada dalam Alkitab dan
semata-mata ditekankan oleh budaya atau tradisi. Firman Tuhan
adalah standar kita. Kita harus benar-benar memahami definisi
Allah tentang hidup kudus.
2. Memperhatikan Roh Allah. Allah tidak akan pernah memerintah-
kan Anda untuk melakukan segala sesuatu yang berlawanan dengan
Firman-Nya. Tetapi Dia mengenal Anda melebihi orang lain. Dia
tahu di area mana saja Anda sangat rentan terhadap pencobaan, jadi
Dia akan memberi Anda perintah khusus tentang hal-hal yang Dia
inginkan atau tidak ingin Anda kerjakan.
Panduan yang Anda terima dari dua sumber di atas akan membantu
Anda untuk tetap berada di jalur-Nya!

Renungan

... Marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu
merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan
yang diwajibkan bagi kita. (Ibrani 12:1)

Penerapan

Paulus berkata kepada jemaat di Korintus, “Jadilah pengikutku,


sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus” (1 Korintus 11:1).
Adakah seseorang dalam hidup Anda yang jelas-jelas mengenal
Firman Allah dan mendengarkan Roh-Nya? Undanglah mereka
untuk duduk bercakap-cakap dengan Anda dalam minggu ini.
S A AT T E D U H DA N P E R TA N YA A N D I S K U S I | 3 17

Tanyakan tentang hubungan mereka dengan Allah dan bagaimana


mereka bertumbuh dalam pemahaman mereka akan Alkitab dan
mengenali suara Allah. Pengetahuan mereka mungkin didapatkan
dalam waktu beberapa tahun, jadi dengarkanlah baik-baik! !
3 18 | S A AT T E D U H DA N P E R TA N YA A N D I S K U S I

MINGGU 5
Baca Pasal 10-12
Minggu ini berhubungan dengan sesi video 5

PERTANYAAN UNTUK DISKUSI

1. Menurut Alkitab, karakteristik utama dari Allah dan gereja-Nya ada-


lah kekudusan. Sampai saat ini, menurut Anda apakah sifat Allah
yang menentukan? Atribut Gereja? Apakah yang Anda pelajari
minggu ini menantang asumsi Anda sebelumnya atau menginspirasi
pengertian baru?
2. Ajaran yang hanya setengah-setengah tentang kasih karunia mengu-
rangi maknanya menjadi sesuatu yang semata-mata menutupi kesa-
lahan kita. Menurut Perjanjian Baru, kasih karunia mengampuni dosa
kita dan memampukan kita untuk berjalan dalam kekudusan. Bagi
beberapa orang, ajaran yang pertama kedengarannya lebih mudah.
Jelaskan mengapa pesan Perjanjian Baru tentang kuasa kasih karunia
adalah kabar yang lebih baik.
3. Bacalah Amsal 27:6. Bahas ayat ini dan hubungannya dengan pe-
mikiran bahwa lebih baik bagi kita untuk tidak berkhotbah atau
mengajarkan sesuatu yang kedengarannya negatif.
4. Hanya karena suatu pesan dianggap menguntungkan bukan berarti
pesan itu diinginkan. Kenyataannya, perjumpaan dengan kebenaran
awalnya akan menyebabkan penderitaan atau tidak menyenangkan,
tetapi akan memberikan kebebasan dan perubahan abadi. Berikan
contoh sebuah pengalaman yang berguna tetapi tidak diinginkan.
Bagaimana ilustrasi Anda menjelaskan cara kita menerima Firman
Allah?
5. Ketika orang berbicara tentang keinginan untuk mengubah dunia,
mereka sering kali berpikir tentang hukum atau gerakan sosial. Apa
yang membuat kekudusan pribadi menjadi sebuah kekuatan dahsyat
yang memberikan inspirasi dalam mengubah masyarakat?
S A AT T E D U H DA N P E R TA N YA A N D I S K U S I | 3 19

SAAT TEDUH

... jadilah kuat oleh kasih karunia dalam


Kristus Yesus.
—2 T IMOTIUS 2:1

Ada perbedaan jelas antara dua ajaran tentang kasih karunia saat ini.
Keduanya dapat diringkas dengan pertanyaan sederhana: apakah Anda ingin
merasa senang atau Anda ingin menjadi baik? (dan menjadi baik saya arti-
kan menjadi milik Tuhan).
Menerima ajaran Perjanjian Baru tentang kasih karunia bukan berarti
kita harus memilih untuk menderita. Justru sebaliknya, Yesus menjelas-
kan misinya kepada umat manusia demikian: “Aku datang, supaya mereka
mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yo-
hanes 10:10). Sukacita abadi akan selalu ditemukan di dalam Kristus. Ini
kita dapatkan dengan menyelaraskan prioritas kita dengan prioritas surgawi.
Allah tidak akan pernah meningkatkan kenyamanan kita melebihi kebaikan
kita. Tetapi akankah kita berbuat demikian?
Kenyataannya, kita dapat memilih pesan kasih karunia manakah yang
akan kita percayai. Kita dapat membaca Kitab Suci dan memutuskan untuk
mendengarkan hal-hal yang sesuai dengan cara berpikir kita. Kita dapat
berpaling dari ajaran yang sulit dan hanya mendengarkan orang-orang me-
nyampaikan apa yang ingin kita dengar. Seperti kisah pria dengan kedua
dokter sebelumnya, kita dapat memilih untuk hidup dengan diagnosis yang
menurut kita paling menyenangkan.
Jika kita memilih jalan ini, kita akan merasa senang! Tetapi marilah kita
mendengarkan perkataan Yesus yang sering kita dengar: “Apa gunanya seo-
rang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya?” (Markus
8:36). Jadi kembali lagi pada pertanyaan kita sebelumnya, apakah Anda
ingin merasa senang atau ingin menjadi baik?
320 | S A AT T E D U H DA N P E R TA N YA A N D I S K U S I

Saya harap Anda mulai menyadari bahwa pesan kasih karunia yang
memberi kuasa adalah berita yang sangat luar biasa. Ketika kita percaya
bahwa kasih karunia semata-mata menutupi kesalahan kita, kita terus-me-
nerus tersandung dalam hidup ini, dilemahkan oleh kebiasaan dosa dan
terusik oleh ketakutan dan kebohongan. Tetapi jika kita menerima kasih
karunia yang berkuasa, kita dapat hidup seperti Yesus: bebas, percaya diri,
penuh belas kasihan, berkuasa, dan diberkati. Kasih karunia Allah bukanlah
beban yang menekan kita. Seperti rasul Yohanes pernah berkata:

Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perin-
tah-perintah-Nya. Perintah-perintah-Nya itu tidak berat, sebab semua
yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang
mengalahkan dunia: iman kita. (1 Yohanes 5:3-4)

Jika Allah memang baik, dan jika Dia memang menginginkan yang ter-
baik bagi kita, kita tidak perlu ragu—perintah-Nya adalah jalan yang terbaik!
Dan puji syukur karena kekuatan kasih karunia-Nya yang bekerja di dalam
kita, kita mengetahui bahwa perintah-Nya bukanlah beban. Luar biasa!

Renungan

Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-Ku


bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sem-
purna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku,
supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. (2 Korintus 12:9)

Penerapan

Apakah Anda siap untuk meninggalkan apa saja yang kelihatannya


lebih mudah atau lebih menyenangkan untuk menikmati hidup
dengan cara Allah? Jika ya, nyatakanlah kepada Allah dalam doa:
Bapa, puji syukur untuk kasih karunia-Mu yang berkuasa. Aku
ingin menerimanya bukan hanya sebagai pengampunan atas dosa-do-
saku tetapi juga sebagai kuasa-Mu yang memampukan aku untuk
melakukan segala sesuatu yang tidak dapat kulakukan dengan kekua-
tanku sendiri. Aku percaya bahwa Engkau baik. Karena itu aku tahu
apa yang Engkau perintahkan adalah demi kebaikanku. Aku ingin
memuliakan Engkau, Allah! Ubahlah aku menjadi lebih sepertiMu.
Dalam nama Yesus, Amin.
322 | N OT ES

MINGGU 6
Baca Pasal 13-16
Minggu ini berhubungan sesi video 6

PERTANYAAN UNTUK DISKUSI

1. Apakah yang membuat manusia mengharapkan sedikit dari Allah jika


dibandingkan dengan apa yang dapat Dia perbuat? Jika Anda telah
mengalami salah satu dari hal ini, bagaimana Anda mengatasinya?
2. Renungkan ilustrasi tentang sang jutawan besar dan ketiga pengusaha
muda. Menurut Anda, apa yang membuat visi pengusaha ketiga lebih
besar daripada visi dua pengusaha lainnya? Bayangkan sikapnya ten-
tang masa lalu dan masa depan. Gambarkan cara dia mempersiapkan
pertemuannya dengan sang investor. Apa saja yang mungkin dia laku-
kan, yang dapat juga Anda lakukan, untuk meningkatkan harapan
Anda akan rencana Allah dalam hidup Anda?
3. Berdasarkan apa yang telah Anda pelajari dari pelajaran ini, jelaskan
bagaimana seseorang yang memiliki pemikiran duniawi akan mema-
hami pengertian tentang kehendak Allah secara berbeda dibanding-
kan dengan seorang anak Tuhan yang sudah dewasa. Perangkat dan
kerangka yang unik apa sajakah yang akan membantu orang Kristen
mampu membedakan dengan baik?
4. Bagaimana takut akan Allah mengubah cara kita menghadapi kesu-
litan? Apakah yang akan dilakukan dan dikatakan oleh orang yang
takut akan Tuhan ketika sedang tertekan? Perbuatan apa saja yang
tidak mereka lakukan?
5. Sebentar lagi kita akan mengakhiri pelajaran ini, kenalilah apa saja
yang telah Anda dapatkan baik secara pribadi maupun dalam kelom-
pok. Tindakan, prinsip, dan nilai apa sajakah yang akan Anda terap-
kan dalam kehidupan Anda sehari-hari mulai sekarang? Bagaimana
bentuknya? Buatlah tindakan Anda agar lebih praktis dan konkret
sehingga Anda dapat bergerak maju dengan segenap kekuatan Anda!
S A AT T E D U H DA N P E R TA N YA A N D I S K U S I | 323

SAAT TEDUH

Ganjaran kerendahan hati dan takut akan TUHAN


adalah kekayaan, kehormatan dan kehidupan.
—A MSAL 22:4

Selama pelajaran ini, kita telah meneliti beberapa topik berat, di antaranya
adalah: Ketuhanan, kekudusan dan sifat kasih karunia yang sejati. Anda
telah menjawab beberapa pertanyaan yang menantang tentang perspektif
Anda dan kehidupan yang Anda jalani selama ini. Sekarang saya ingin meng-
alihkan perhatian Anda ke depan pada kehidupan yang dapat Anda alami.
Lihat Efesus 3:20 dari Alkitab The Message:

Ketahuilah bahwa Allah dapat melakukan apa saja—jauh lebih banyak


daripada yang pernah kita bayangkan atau duga atau pinta dalam mim-
pi-mimpimu yang paling mustahil! Dia melakukannya tidak dengan
mendesak kita tetapi bekerja di dalam kita, Roh-Nya sabar dan lemah
lembut di dalam kita. (Terjemahan bebas)

Allah tidak memperhitungkan berapa pun harganya untuk menjadikan


kita milik-Nya. Dia membayar kita dengan harga paling mahal ketika me-
nebus kita dengan nyawa Anak-Nya. Tidak ada alasan untuk berpikir bahwa
Dia akan menjadi kikir sekarang.
Allah telah memberikan kepada kita segala yang kita perlukan untuk
menikmati kebaikan-Nya: kebenaran Firman-Nya, tuntunan Roh Kudus,
dan kuasa kasih karunia-Nya. Tetapi, seperti yang disebutkan dalam ayat
Efesus ini, Allah tidak memaksa kita untuk bermitra dalam mencapai tu-
juan-Nya. Dia mengundang kita untuk menggunakan iman, pengertian,
dan kerendahan hati untuk menemukan kehidupan yang jauh melebihi im-
pian kita yang paling mustahil.
324 | S A AT T E D U H DA N P E R TA N YA A N D I S K U S I

Jadi apakah yang menahan Anda? Apakah yang membatasi imajinasi


Anda? Mengapa Anda meminta jumlah yang kecil padahal sumber daya tak
terbatas sudah tersedia bagi Anda?
Sekarang waktunya Anda bermimpi bersama dengan Allah. Di area
mana saja Anda mengharapkan terlalu sedikit dan percaya terlalu kecil?
Janji-janji apakah yang takut Anda raih? Mengapa? Izinkan kebaikan Allah
memberi Anda inspirasi. Mulailah meminta segala sesuatu yang menurut
Anda sulit menjadi kenyataan? Dia berjanji untuk memberikan yang lebih
baik!

Renungan

“Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah di-
dengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati
manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang menga-
sihi Dia.” (1 Korintus 2:9)

Penerapan

Kita sudah berbicara tentang impian dan batasan; sekarang marilah


kita lebih spesifik lagi. Sediakan waktu dalam minggu ini untuk
bermimpi secara detail. Mulailah dengan mengambil secarik kertas
atau perangkat digital sejenis dan tuliskan area utama dalam hidup
Anda. Daftar Anda mungkin akan mencakup:
• Hubungan dengan Allah
• Hubungan dengan sesama
• Pernikahan dan keluarga (sekarang atau di masa depan)
• Keuangan
• Karier
• Gereja lokal dan pelayanan
• Talenta tertentu atau kegemaran
S A AT T E D U H DA N P E R TA N YA A N D I S K U S I | 325

Di bawah setiap judul, tulislah harapan Anda dalam area itu.


Ini akan menjadi catatan tentang bagaimana Anda memikirkan
kehidupan ini secara pribadi dalam hati dan pikiran Anda. Apa-
kah yang benar-benar Anda harapkan dari hubungan Anda dengan
Allah? Masa depan terbaik seperti apakah yang Anda harapkan
untuk keuangan Anda? Keluarga Anda?
Sekarang, dengan berdoa kembalilah ke daftar itu. Mintalah
Roh Kudus untuk menyatakan perspektif dan janji-Nya. Di ba-
gian manakah ketakutan telah membatasi Anda? Bagaimana luka
hati dan kekecewaan di masa lalu telah membatasi imajinasi Anda?
Menurut Anda, apa saja yang tidak berarti bagi Allah dan apakah
yang hendak Dia katakan tentang hal itu? Ingatlah, visi Anda me-
nentukan kapasitas Anda. Allah telah menghapus semua batasan
dari hidup Anda. Sekarang waktunya Anda melakukan hal yang
sama!
C ATATA N

1. Lawrence O. Richards, New International Encyclopedia of Bible Words


(Grand Rapids, MI: Zondervan, 1991), 315–316.
2. Peter Stoner, Science Speaks: Scientific Proof of the Accuracy of Prophecy
and the Bible (Chicago: Moody Press; online edition, 2005), Fore-
word, http://sciencespeaks.dstoner.net.
3. Ibid., bab 3.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.
7. Spiros Zodhiates Th.D., ed., The Complete Word Study Dictionary:
New Testament (Chattanooga, TN: AMG Publishers, 1992), s.v.
“polus.”
8. Timothy Keller, The Timothy Keller Sermon Archive (New York City:
Redeemer Presbyterian Church, 2013). Diakses melalui Logos Bible
Software.
9. The Complete Word Study Dictionary: New Testament, s.v.
“kosmos.”
10. Daily Mail Reporter, “Living together before marriage no longer
increases chances of divorce,” Daily Mail.com, March 22, 2012,
diakses pada 26 Februari 2015, http://www.dailymail.co.uk/news/
article-2118719/Living-marriage-longer-increases-chances-divorce.
html.
11. Jason Koebler, “More People Than Ever Living Together Before Mar-
riage,” U.S. News & World Report, April 4, 2013, diakses pada 26
Februari 2015, http://www.usnews.com/news/articles/2013/04/04/
more-people-than-ever-living-together-before-marriage.
12. Lawrence O. Richards, New International Encyclopedia of Bible Words
(Grand Rapids, MI: Zondervan, 1991), 639.
328 | CATATA N

13. Charles Spurgeon, “Holiness Demanded” (sermon, Metropolitan


Tabernacle, London; published September 22, 1904). Diakses
melalui Logos Bible Software.
14. Survei yang dilakukan oleh Messenger International. Lihat: John
Bevere, Relentless:
The Power You Need to Never Give Up (Colorado Springs, CO: Wa-
terBrook Press, 2011), 26–27.
15. “The Stats on Internet Pornography,” Daily Infographic,
diakses pada 24 Januari 2014, http://dailyinfographic.com/
the-stats-on-internet-pornography-infographic.
16. “How Many Women are Addicted to Porn? 10 Stats that May Shock
You,” Covenant Eyes, diakses pada 27 Maret 2014, http://www.cov-
enanteyes.com/2013/08/30/ women-addicted-to-porn-stats
17. Tiga paragraf sebelumnya diadaptasi dari: John and Lisa Bevere,
The Story of Marriage (Palmer Lake, CO: Messenger International,
2014), 181–182.
18. Covenant Eyes, Pornography Statistics: Edisi 2014, 20.
19. Jason Rovou, “‘Porn & Pancakes’ fights X-rated addictions,” CNN,
April 6, 2007, diakses pada 9 Februari 2015, http://edition.cnn.
com/2007/US/04/04/porn.addiction/index.html.
20. “Alcohol Facts and Statistics,” National Institute on Alcohol
Abuse and Alcoholism, diakses pada 9 Februari 2015, http://www.
niaaa.nih.gov/alcohol-health/overview-alcohol-consumption/
alcohol-facts-and-statistics.
21. Steven Reinberg, “Third of Americans Have Alcohol Problems at
Some Point,” The Washington Post, July 2, 2007, diakses pada 9
Februari 2015, http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/
article/2007/07/02/AR2007070201237.html.
22. “Alcohol Facts and Statistics.”
23. Ibid.
24. Versi materi tentang kasih karunia selanjutnya sudah dimasukkan
ke buku saya Relentless: The Power You Need to Never Give Up (Wa-
CATATA N | 329

terBrook Press, 2011). Ini berdasarkan pesan yang sering saya sam-
paikan dalam pelayanan khotbah saya, dan saya menyusun ulang
inti pesan itu di sini.
25. Johannes P. Louw dan Eugene Albert Nida, Greek-English Lexicon of
the New Testament: Based on Semantic Domains (New York: United
Bible Societies, 1996), 662.
KEBAIKAN TANPA ALLAH?
Buku yang Anda pegang sekarang adalah bagian dari Kurikulum Pengajaran
Kebaikan Tanpa Allah? oleh John. Dengan membaca buku ini dan menggu-
nakan materi pendukung yang disertakan dalam DVD ROM dan yang diunduh
dari CloudLibrary.org, Anda akan dapat mempelajari setiap bagian dari seri
pengajaran yang dinamis dan mengubahkan kehidupan ini. Pelajarilah dengan
baik, ia akan memengaruhi dan meningkatkan kehidupan perjalanan keroha-
nian Anda, yang memampukan Anda melakukan lebih banyak lagi bagi Allah.

Kurikulum Pengajaran Kebaikan Tanpa Allah? lengkap berisi antara lain:

- Buku teks Kebaikan Tanpa Allah?


Satu-satunya bagian yang tercetak dalam kurikulum ini.
Buku ini juga tersedia dalam bentuk PDF di dalam DVD ROM.
- DVD ROM Materi pendukung Kebaikan Tanpa Allah?
Disc yang disertakan memuat seluruh materi kurikulum pengajaran
dalam format digital. Anda tidak dapat menikmati DVD ROM ini di
pemutar DVD Anda. Berkas-berkas di dalamnya hanya dapat diakses
di dalam komputer, tablet, atau ponsel pintar Anda.
- Buku Audio Kebaikan Tanpa Allah?
Rekaman pembacaan 16 bab buku Kebaikan Tanpa Allah tersedia
dalam format MP3.
- Video Sesi Pengajaran Kebaikan Tanpa Allah?
Video Enam Sesi Pengajaran Kebaikan Tanpa Allah? Tersedia dalam
format MP4.
- Audio Sesi Pengajaran Kebaikan Tanpa Allah?
Audio Enam Sesi Pengajaran Kebaikan Tanpa Allah? Tersedia dalam
format MP3.
- Materi Bonus
DVD ROM ini juga memuat buku Tak Kenal Menyerah dan Cerita
Pernikahan.

Semua bahan-bahan pengajaran ini tersedia di CloudLibrary.org


SEMUA MATERI KURIKULUM INI
ADALAH HADIAH UNTUK ANDA!

Silakan menggandakan
akan DVD ROM ini
ini, menyalin mater
materi di dalamnya, dan
mengirimkannya melalui email ke sahabat. Anda juga dapat menyalinnya ke
dalam dokumen pengolah kata, mengirimkan bahan pengajaran ini ke gereja
Anda dan mengungggahnya di Internet untuk kegunaan lainnya. Distribusikan
materi ini ke tempat-tempat yang haus akan Firman Allah dan memerlukan
kehidupan Kristen mereka dikuatkan.

Informasi lebih lanjut tentang komponen kurikulum Kebaikan Tanpa Allah?:

- File-file dalam CD ROM ini tidak dapat diputar pada video player
biasa. Karena file-filenya campuran, antara lain video, audio dan file
teks, maka mereka hanya dapat diputar dan ditampilkan pada kom-
puter atau peralatan digital.
- File video MP4 dapat dimuat dan dimainkan di tablet/komputer sabak
atau komputer.
- File audio MP3 dapat dimuat di player audio digital, telepon pintar
atau komputer.
- File digital PDF dapat dimuat di tablet atau komputer Anda. File-file
ini mudah dibaca, dicetak dan digandakan. Ukuran filenya cukup kecil
sehingga mudah diemailkan kepada teman. Anda bahkan dapat me-
nyalin dan rekatkan pada dokumen Anda.

Kunjungi CloudLibrary.org untuk materi-materi pengajaran lainnya


dari John dan Lisa Bevere.

CloudLibrary.org

Anda mungkin juga menyukai