Anda di halaman 1dari 18

TUGAS PENGEMBANGAN WILAYAH & KOTA

DISPARITAS

OLEH

AMAN SITEPU
0002 09 19 2002

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................5
1.3 Tujuan dan Sasaran........................................................................................5
1.3.1 Tujuan.......................................................................................................5
1.3.2 Sasaran.....................................................................................................5
1.4 Ruang Lingkup.................................................................................................5
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah..........................................................................5
1.4.2 Ruang Lingkup Materi.............................................................................6
BAB II STUDI LITERATUR...........................................................................................7
2.1 Pengertian Pendapatan Domestik Regional Bruto......................................7
2.2 Macam-macam Produk Domestik Regional Bruto......................................7
2.3 Pengertian Disparitas Spasial........................................................................8
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................12
2.1 Analisis PDRB Seluruh Sektor Tahun 2009-2013.....................................12
2.2 Analisis PDRB Sektor Pertanian Tahun 2009-2013.................................14
2.3 Analisis Indeks Williamson 2009-2012.......................................................14
BAB III KESIMPULAN.................................................................................................16
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................16
3.2 Saran...............................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perencanaan merupakan proses awal dimana manajemen
memutuskan tujuan dan cara pencapaiannya. Perencanaan merupakan
hal yang sangat penting, karena memegang peranan lebih dibandingkan
fungsi-fungsi manajemen lainnya, yaitu pengorganisasian, pengarahan,
dan pengawasan. Dimana fungsi-fungsi tersebut sebenarnya hanya
merupakan pelaksanaan dari hasil sebuah perencanaan. Perencanaan
merupakan suatu proses menentukan tindakan masa depan yang tepat,
melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang
tersedia (Pontoh, 2008 dalam Halimatussa'diah, 2014). Perencanaan
wilayah dan kota merupakan suatu cara merencanakan pemanfaatan
sumber daya yang ada di suatu wilayah dengan tujuan tertentu dan
berorientasi di masa depan, dimana pemanfaatan tersebut tidak terlepas
dari aspek-aspek yang ada di dalam masyarakat, seperti sosial budaya
serta yang kebi pening ialah ekonomi. Keberlanjutan kesejahteraan
manusia merupakan salah satu tujuan utama dari serangkaian proses
perencanaan. Aspek kesejahteraan manusia sebagai salah satu objek
perencanaan wilayah dan kota dapat dilihat dari kondisi perekonomian di
wilayah atau kota.

Tujuan Pembangunan ekonomi adalah untuk memacu


pertumbuhan dengan memperhatikan aspek pemerataan (Shayza, Tanpa
Angka Tahun dalam Lestari, 2013). Meningkatnya Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) pada tiap berbagai sektor ekonomi seperti: Sektor
Pertanian, Sektor Pertambangan dan penggalian, Sektor Industri
Pengolahan, Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor Konstruksi, Sektor
Pengangkutan dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Real Estate dan
Perusaan juga Sektor Jasa-jasa. Tiap sektor memiliki peranan dan
kontribusi terhadap perkembangan suatu wilayah. Ada sektor yang
berkontribusi besar dan kecil terhadap perkembangan ekonomi suatu
wilayah (Lestari, 2013).
Salah satu aspek pendukung di dalam Perencanaan yaitu pada
aspek ekonomi. Aspek ekonomi merupakan aspek utama yang
mendukung proses perencanaan wilayah dan kota. Pada dasarnya suatu
wilayah atau kota yang terencana dengan baik akan memiliki
perekonomian yang baik, karena perekonomian yang baik mampu
memberikan kesejahteraan bagi penduduk di dalamnya. Adapun indikator
pertumbuhan dan perkembangan perekonomian suatu kota dapat dilihat
dari data PDRB dan APBD. Pertumbuhan perekonomian suatu kota dapat
dilihat dari trend PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), di mana
apabila PDRB kota meningkat hal tersebut berarti pula perekonomian di
kota tersebut tumbuh. Selain PDRB, pertumbuhan perekonomian suatu
kota dapat dilihat dari data APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah), di mana apabila pendapatannya lebih besar dari pengeluaran
memiliki arti bahwa perekonomian di kota tersebut mengalami
pertumbuhan Dalam kenyataannya banyak fenomena tentang
pertumbuhan ekonomi wilayah seperti Kesenjangan (ketimpangan)
wilayah dan pemerataan pembangunan menjadi permasalahan utama
dalam pertumbuhan wilayah.
Dalam upaya pertumbuhan ekonomi, perbedaan pendapatan
dalam suatu wilayah timbul karena tidak meratanya pendistribusian
pendapatan. Sebagai tolak ukur hasil pembangunan, perbedaan
pendapatan ini dalam konteks kewilayahan disebut disparitas spasial
karena perbandingannya melibatkan lingkup wilayah/kawasan/ruang,
bukan lagi antar perorangan. Dalam hal ini, PDRB dapat menjadi
gambaran pendapatan suatu wilayah, sehingga melalui PDRB dapat
diketahui tingkat kesejahteraan dan struktur perekonomian di wilayah
tersebut.

Pertumbuhan ekonomi yang dipacu selama ini belum


mencerminkan distribusi pendapatan yang adil dan merata sebab hanya
dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat (masyarakat perkotaan),
sedangkan masyarakat pedesaan/pinggiran kota termarginalkan dan
tertinggal. Sehingga dinilai masih terjadinya disparitas (ketimpangan)
antar sektor daerah dan sektor antar golongan masyarakat (Syahza,
Tanpa Angka Tahun dalam Lestari, 2013).

Sulawesi Tenggara merupakan sebuah provinsi di Indonesia yang


beribukotakan Kendari. Provinsi Sulawesi Tenggara secara administratif
terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, secara geografis terletak di
bagian selatan garis khatulistiwa di antara 02°45' - 06°15' Lintang Selatan
dan 120°45' - 124°30' Bujur Timur serta mempunyai wilayah daratan
seluas 38.140 km² (25,75 persen) dan perairan (laut) seluas 110.000 km²
(74,25 persen). Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki 15 Kabupaten/Kota
dan 2 (dua) Kabupaten yang baru dimekarkan yakni Kabupaten Kolaka
Timur pada tahun 2012 dan Kabupaten Konawe Kepulauan pada tahun
2013. Untuk melihat terjadinya disparitas pada sebuah wilayah adalah
dengan menganilisis Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang
dijadikan sebagai parameter peningkatan pekembangan sebuah wilayah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis melakukan


analisis secara spasial melalui perhitungan Indeks Williamson sehingga
jelas diketahui disparitas ekonomi wilayah/spasial yang terjadi di Provinsi
Sulawesi Tenggara.

1.3 Tujuan dan Sasaran


1.3.1 Tujuan
Dari rumusan masalah diatas penulis bertujuan untuk
menganalisis disparitas antar wilayah di Provinsi Sulawesi Tenggara dan
mengetahui sektor-sektor mana saja yang memiliki kontribusi terhadap
disparitas spasial di Provinsi Sulawesi Tenggara.
1.3.2 Sasaran
Sasaran dari penulisan makalah ini adalah menganalisis PDRB
dan peranan sektor serta menganalisis disparitas yang terjadi di Provinsi
Sulawesi Tenggara.
1.4 Ruang Lingkup
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah yang menjadi objek analisis adalah Provinsi
Sulawesi Tenggara.
1.4.2 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi dalam penulisan ini meliputi analisis
perkembangan perekonomian wilayah berdasarkan sektor-sektor dalam
PDRB dan menganalisis disparitas spasial di objek analisis.
BAB II
GAMBARAN UMUM

Gambar 1 Peta Administrasi Provinsi Sulawesi Tenggara


BAB III
STUDI LITERATUR

2.1 Pengertian Pendapatan Domestik Regional Bruto


Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat diartikan ke dalam 3
pengertian, yaitu :
a. PDRB Menurut Pengertian Produksi
PDRB adalah jumlah nilai produk barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi dalam suatu wilayah
(region) pada suatu jangka waktu tertentu biasanya setahun.
b. PDRB Menurut Pengertian Pendapatan
PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-
faktor produksi yang ikut didalam proses produksi di suatu wilayah
(region) pada jangka waktu tertentu (setahun). Balas jasa faktor
produksi tersebut adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal
dan keuntungan, semuanya dipotong pajak penghasilan dan pajak
tak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB kecuali faktor
pendapatan di atas, termasuk pula komponen penyusutan barang
modal tetap dan pajak tak langsung neto. Jumlah seluruh
komponen tersebut disebut nilai tambah bruto dan Produk
Domestik Regional Bruto diperoleh dari penjumlahan nilai tambah
bruto seluruh sektor lapangan usaha.
c. PDRB Menurut Pengertian Pengeluaran
PDRB adalah jumlah semua pengeluaran untuk konsumsi
rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung,
konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto,
perubahan stok dan ekspor neto di suatu wilayah (region). Ekspor
neto disini adalah ekspor dikurangi impor.

2.2 Macam-macam Produk Domestik Regional Bruto

a. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku


PDRB atas dasar harga berlaku adalah Produk Domestik
Regional Bruto yang dinilai sesuai dengan harga yang berlaku
pada tahun yang bersangkutan. Penyajian PDRB atas dasar
harga berlaku ini untuk melihat besarnya nilai PDRB berdasarkan
harga pada tahun berjalan.

b. PDRB Atas Dasar Harga Konstan


PDRB atas dasar harga konstan adalah Produk Domestik
Regional Bruto yang dinilai atas dasar harga tetap suatu tahun
tertentu (tahun 2000). Penghitungan PDRB atas dasar harga
konstan bertujuan untuk melihat perkembangan PDRB riil yang
kenaikannya tidak dipengaruhi oleh adanya kenaikan harga.
Penyajian PDRB ini dinilai seluruhnya dengan harga tahun dasar
(Tahun 2000). Karena setiap tahun dinilai atas dasar harga tetap
yang terjadi pada tahun dasar, maka perkembangan PDRB dari
tahun ke tahun semata-mata karena perkembangan riil dan bukan
disebabkan oleh kenaikan harga.
c. PDRB Per Kapita
PDRB per kapita adalah Produk Domestik Regional Bruto dibagi
dengan jumlah penduduk.
2.3 Pengertian Disparitas Spasial
Disparitas spasial adalah ketimpangan distribusi pendapatan per
kapita antarwilayah yang satu dengan wilayah yang lainnya. Disparitas
spasial dapat diukur melalui 3 metode yaitu:

a. Kurva Lorenz

Sumbu vertikal adalah persentase output nasional atau pendapatan


nasional. Angka-angkanya akumulatif. Sumbu horizontal menggambarkan
persentase jumlah keluarga menjadi lima kelompok, masing-masing 20%
kelompok keluarga paling miskin, sampai dengan 20% keluarga paling
kaya. Angka-angka sumbu horizontal juga akumulatif.
 Dalam kondisi adil sempurna, kurva Lorenz membentuk garis lurus
diagonal OB yang membagi bidang kubus OABD menjadi dua segitiga
sama kaki OAB dan BOD.
 Jika distribusi pendapatan kurang adil, kurva Lorenz berbentuk garis
lengkung OB, menjauhi garis lurus OB.

Sumber: Rahardja, Pratama, dan Mandala Manurung, 2008


Gambar 2.1 Kurva Lorenz

Jadi, distribusi pendapatan dikatakan makin memburuk bila garis


lengkung kurva Lorenz makin menjauhi garis diagonal.
Cara membaca kurva Lorenz (2.1-a)
 5% pendapatan nasional terdistribusi pada 20% penduduk
 10% pendapatan nasional terdistribusi pada 20% penduduk
berikutnya
Sehingga 40% kelompok pertama hanya menikmati 15% pendapatan
nasional.

b. Koefisien Gini
Koefisien Gini merupakan alat ukur ketidakadilan distribusi
pendapatan (inequality income distribution) dengan menghitung luas
kurva Lorenz. Areal kurva Lorenz yang dihitung adalah areal yang
dibatasi garis diagonal OB dan garis lengkung OB (areal C). Telah
dijelaskan di muka, jika distribusi pendapatan memburuk, garis lengkung
OB makin menjauhi garis lurus diagonal OB. Kurva Lorenz makin meluas
(areal semakin luas), angka koefisien Gini semakin besar.
 Jika distribusi pendapatan adil sempurna, area tersebut tidak ada
(luasnya nol); angka koefisien Gini sama dengan nol.
 Jika distribusi pendapatan tidak adil sempurna, luas kurva Lorenz
mencakup seluruh segi tiga BOD; angka koefisien Gini sama dengan
satu.
Jadi, angka koefisien Gini berkisar nol sampai dengan satu. Makin buruk
distribusi pendapatan, angka koefisien Gini makin besar.

Adapun patokan nilai koefisien Gini sebagai berikut.


Lebih kecil dari 0,3 : tingkat ketimpangan rendah
Antara 0,3-0,5 : tingkat ketimpangan moderat (sedang)
Lebih tinggi dari 0,5 : tingkat ketimpangan tinggi

c. Indeks Williamson
Indeks Williamson adalah suatu besaran angka yang menunjukkan
disparitas spasial.

Iw : Indeks Williamson
fi : jumlah penduduk di masing-masing daerah region
n : jumlah penduduk nation
Yi : pendapatan per kapita di masing-masing daerah region
Y : pendapatan per kapita nation

Angka indeks bergerak dari nol sampai 1 (0 < Iw< 1). Indeks
Williamson semakin mendekati 1 menunjukkan semakin besar disparitas
antar daerah (disparitas spasial).
Iw (setelah dikurangi satu sektor) yang bertambah besar daripada
Iw (sebelum dikurangi satu sektor), berarti apabila tidak ada sektor
tersebut, pendapatan akan tersebar tidak merata (terjadi ketimpangan).
Iw (setelah dikurangi satu sektor) yang bertambah kecil daripada
Iw (sebelum dikurangi satu sektor), berarti apabila tidak ada sektor
tersebut, pendapatan akan tersebar secara merata (tidak terjadi
ketimpangan).
BAB IV
PEMBAHASAN

2.1 Analisis PDRB Seluruh Sektor Tahun 2009-2013


PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara dari tahun 2009 hingga tahun
2013 terus mengalami peningkatan dari berbagai sektor lapangan usaha.
Terdapat beberapa sektor yang mengalami pertumbuhan pesat dan ada
pula sektor yang mengalami pertumbuhan lambat setiap tahunnya.

Sektor Lapangan Usaha Pertanian


2009-2013
14,000,000
12,000,000
10,000,000 Pertanian
8,000,000
6,000,000
4,000,000
2,000,000
-
2009 2010 2011 2012* 2013**

Sektor lapangan usaha yang memiliki kontribusi terkecil terhadap PDRB


Provinsi Sulawesi Tenggara adalah Listrik, Gas dan Air bersih,
mengindikasikan bahwa sektor lapangan usaha tersebut bukan
merupakan sektor yang diunggulkan di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Angka yang kecil memberikan nilai tambah yang kecil kontribusinya
terhadap PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara. Sektor yang
mengalami pertumbuhan paling pesat adalah sektor pertanian yang
meningkat dari tahun 2009-2013 sebesar Rp. 51.988.566.
Gambar 1 Sektor Lapangan Usaha Pertanian 2009-2013

Tabel 1. PDRB Sulawesi Tenggara menurut Lapangan Usaha Atas Dasar


Harga Berlaku, 2009-2013 (Jutaan Rupiah)
Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012* 2013**

8.985.34 9.419.17 10.234.5 11.170.5 12.178.8


Pertanian 5 8 84 87 72

Pertambangan dan 1.099.23 1.391.27 1.948.31 2.838.45 3.161.27


Penggalian 6 3 6 0 4

1.649.90 2.026.04 2.217.58 2.326.79 2.495.11


Industri Pengolahan 1 0 6 8 8
Listrik, Gas dan Air
Bersih 237.690 262.557 296.357 359.943 439.623

1.980.24 2.344.16 2.742.10 3.216.92 3.630.69


Konstruksi 7 9 5 5 7

Perdagangan, Hotel dan 4.475.78 5.141.82 5.963.72 6.985.43 8.054.15


Restoran 6 1 6 6 6

Pengangkutan dan 2.375.02 2.636.52 2.950.07 3.287.85 3.603.03


Komunikasi 9 2 5 0 3

Keuangan, Persewaan 1.359.78 1.569.22 1.905.73 2.183.99 2.546.39


dan Jasa Perush. 6 9 1 2 9

3.492.92 3.585.76 3.854.55 4.230.76 4.664.02


Jasa-jasa 1 7 6 4 8
Total PDRB
25.655.9 28.376.5 32.113.0 36.600.7 40.773.1
41 80 37 46 99
* Angka Sementara
**Angka sangat
sementara

PDRB Sulawesi Tenggara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku
2009-2013

14,000,000
12,000,000
Pertanian
10,000,000 Perdagangan, Hotel dan
Restoran
8,000,000
Jasa-jasa
PDRB

6,000,000
4,000,000
2,000,000
-
2009 2010 2011 2012*2013**

Gambar 2
Grafik Perbandingan 3 (tiga) sektor yang berpengaruh terhadap kontribusi PDRB
di Provinsi Sulawesi Tenggara.

2.2 Analisis PDRB Sektor Pertanian Tahun 2009-2013


2.3 Analisis Indeks Williamson 2009-2012
Berdasarkan Ketentuan menurut Oshima (BPS, Pemerataan
Pendapatan dan Pola Konsumsi Penduduk Jawa Tengah, 2000)
Parameter Indeks Williamson adalah sebagai beriku: Ketimpangan Tinggi
jika IW > 0,5;  Ketimpangan Sedang jika IW = 0,35 – 0,5; Ketimpangan
Rendah jika IW < 0,35.
Perhitungan indeks Williamson dapat digunakan untuk
mengetahui disparitas spasial dengan seluruh sektor dan tanpa sektor
industri di Provinsi Sulawesi Tenggara. Berikut hasil perhitungan Indeks
Williamson di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Tabel 2. Indeks Williamson Seluruh Sektor dan Tanpa Sektor Pertanian di
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009-2012
Pendapatan
Tahun Indeks Williamson Perkapita
2009 150.563.128
0,351
2010  0,504 142.052.775
2011  0,341 174.479.601
2012  0,576 209.821.680
Sumber: Analisis Penulis, 2016

Dari tabel di atas terlihat bahwa disparitas atau ketimpangan


spasial terjadi secara fluktuasi pada indeks Williamson dari tahun 2009
hingga tahun 2012. Berdasarkan data yang terdapat dalam tabel,terlihat
bahwa Indeks Williamson di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2009
sebesar 0,351 dengan tingkat pendapatan perkapita sebesar Rp. 150.
563.128 dan tingkat pengangguran sebesar 5,38. Indeks tertinggi terjadi
di tahun 2012 sebesar 0,576; walaupun nilai indeks williamson sebagai
indikasi ketimpangan sedang pada tahun 2012, akan tetapi ditahun
tersebut (2012) memiliki pendapatan perkapita cukup tinggi senilai Rp.
209.821.680, hal tersebut dipengaruhi oleh adanya pemekaran 2 (dua)
wilayah baru yang memberikan perolehan nilai tambah baru terhadap
PDRB wilayah Provinsi. walaupun di tahun 2012 Provinsi Sulawesi
Tenggara memperoleh kontribusi yang besar Paramater angka atau nilai
indeks tersebut (0,576) menjelaskan bahwa tingkat disparitas Provinsi
Sulawesi Tenggara adalah tinggi berdasarkan parameter indeks
(IW=0,35-0,55).

Fluktuasinya Tingkat disparitas spasial Provinsi Sulawesi


Tenggara juga sangat berpengaruh terhadap tingkat pengangguran
secara fluktuatif, berikut tabel 3 yang menjelaskan tingkat pengangguran.

Tabel 3. Tingkat Pengangguran di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun


2009-2012

Tahun Tingkat Pengangguran


2009 5,38
2010 4,77
2011 3,06
2012 4,04
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, 2016
Dari tahun ke tahun tingkat pengangguran di Provinsi Sulawesi
Tenggara meningkat dan menurun secara fluktuatif, tingkat
pengangguran tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar 5,38 atau 0,05%
dan tingkat pengangguran terkecil sebesar 3,06 atau 0,03% terjadi pada
tahun 2011. Menurunnya tingkat pengangguran dari tahun 2009-2011
mengindikasikan bahwa ketiga sektor lapangan usaha yang berkontribusi
cukup besar terhadap PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara telah
memberikan dampak positif terhadap penduduk atau masyarakat dalam
hal penyerapan tenaga kerja. Ditahun 2012 tingkat pengangguran
kembali meningkat sebesar 4,04 atau 0,0404%, namun peningkatan
tersebut tidak melampaui angka pengangguran yang lebih tinggi pada
tahun 2009.

BAB V
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
1. Sektor pertanian merupakan sektor penyumbang utama atau sektor
yang diunggulkan di Provinsi Sulawesi Tenggara;
2. Naiknya indeks Williamson mempengaruhi meningkatnya tingkat
pengangguran sebagaimana telah dijelaskan diatas sebelumnya,
sehingga nampak terlihat ketimpangan spasial, pendapatan
perkapita di tahun 2012 yang tinggi, pengangguran yang tinggi lebih
jelas memperlihatkan bahwa kesejahteraan di Provinsi Sulawesi
Tenggara tidak merata sehingga butuh perencanaan matang dan
jangka panjang dalam pembangunan sektor lapangan usaha guna
menopang perekonomian daerah/wilayah.
3. Sektor lapangan usaha jasa-jasa memiliki peluang untuk
dikembangkan guna menopang perekonomian wilayah Provinsi
Sulawesi Tenggara.
3.2 Saran
1. Butuh perencanaan matang dan jangka panjang dalam
pembangunan sektor lapangan usaha guna menopang perekonomian
daerah/wilayah.

Anda mungkin juga menyukai