Anda di halaman 1dari 9

PERSEPSI GURU TERHADAP LAYANAN BIMBINGAN DAN

KONSELING
Sapto Irawan
sapto.irawan@uksw.edu
Bimbingan dan Konseling, FKIP Universitas Kristen Satya Wacana

Herwina Meylani
herwinameylani09@gmail.com
Bimbingan dan Konseling, FKIP Universitas Kristen Satya Wacana

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi guru mata pelajaran terhadap
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMK Al-Mustaqim Susukan. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran
2020/2021 di SMK Al-Mustaqim Susukan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru
mata pelajaran dengan jumlah 8 guru sedangkan sampel dalam penelitian ini yaitu
menggunakan semua jumlah populasi yaitu 8 guru. Pengumpulan data ini dilakukan dengan
menggunakan angket. Hasil penelitian menunjukkan cukup baik mengenai persepsi guru
teradap layanan bimbingan dan konseling, tetapi pada indikator pertama dan kedua yaitu
indikator proses pengamatan terhadap BK dan proses pengolahan informasi tentang BK
mengenai pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling hasilnya menujukkan sebagian
besar guru mata pelajaran berada pada kategori buruk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
persepsi guru mata pelajaran terhadap pelaksanaan BK di sekolah pada indikator proses
pengamatan terhadap BK sebesar 50% mengatakan sesuai, pada proses pengolahan informasi
sebesar 25% mengatakan cukup sesuai, dan 37,5% mengatakan sesuai.

Kata Kunci: Persepsi guru, Pelaksanaan Layanan Bimbingan Dan Konseling

PENDAHULUAN
Layanan bimbingan dan konseling merupakan proses pemberian bantuan kepada
peserta didik yang sedang mengalami suatu masalah, tantangan dan kesulitan di sekolah.
Layanan bimbingan dan konseling antara lain: layanan orientasi, layanan informasi,
layanan penyaluran, layanan penguasaan konten, layanan konseling individu, layanan
bimbingan kelompok, layanan konsultasi dan layanan mediasi. Kegiatan pendukung
layanan tersebut antara lain yaitu konferensi kasus, aplikasi instrumentasi, kunjungan
rumah, alih tangan kasus dan himpunan data. Idealnya layanan BK disekolah saat ini
mengacu pada Panduan Operasional Bimbingan dan Konseling (POP BK) Tahun 2016.
Hadirnya POP BK SMK diharapkan dapat menjawab tututan kebutuhan bagi guru
BK dan berbagai pihak terkait. POP BK secara khusus bertujuan untuk: (1) memandu
guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam upaya memahami kebutuhan dan
karakteristik perkembangan peserta didik atau konseli sebagai titik tolak layanan
bimbingan dan konseling; (2) memfasilitasi guru bimbingan dan konseling atau konselor
dalam pengelolaan program bimbingan dan konseling di sekolah, meliputi perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi, dan pengembangan program bimbingan dan konseling; (3)
memandu guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam penyelenggaraan berbagai
layanan bimbingan dan konseling dalam uapa membantu peserta didik/konseli mencapai
perkembangan secara optimal dalam berbagai aspek kehidupannya; (4) memberi acuan
bagi pimpinan satuan pendidikan, dinas pendidikan, pengawas sekolah, lembaga
pendidikan calon guru bimbingan dan konseling atau konselor, organisasi profesi

88 | Satya Widya
Volume XXXVI No. 2, Desember 2020 e-ISSN: 2549-967X

bimbingan dan konseling, dan komite sekolah dalam monitoring, mengevaluasi dan
mensupervisi penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah Menengah Kejuruan.
Implementasi layanan BK disekolah dengan mengacu POP tersebut harapannya dapat
memudahkan guru BK dan pihak-pihak terkait sehingga secara bersama-sama dapat
meningkatkan perkembangan peserta didik secara optimal.
Guru bimbingan dan konseling disekolah memiliki tugas masing-masing. Peran
guru sangat mempengaruhi proses kedewasaan peserta didik. Pencapaian dalam
perkembangan peserta didik, sekolah harus memberikan layanan yang maksimal. Tidak
hanya guru bimbingan dan konseling, guru mata pelajaran atau wali kelas harus
membantu memasyarakatkan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik.
Dengan demikian maka guru bimbingan dan konseling dapat terbantu untuk mengetahui
peserta didik yang memerlukan layanan serta pengumpulan data dari peserta didik
tersebut. Pada dasarnya dalam melaksanakan tugasnya, guru BK perlu berkolaborasi
dengan teman sejawat, dalam hal ini guru mata pelajaran dan wali kelas.
Kolaborasi guru BK dengan teman sejawat sedikitnya dapat membantu dalam
mengidentifikasi permasalahan peserta didik. Setiap peserta didik memiliki pengalaman
dan permasalahan yang berbeda-beda misalnya permasalahan pribadi, sosial, belajar, dan
karir. Hampir setiap individu atau peserta didik mempunyai permasalahan baik bersifat
pribadi maupun yang berhubungan dengan orang lain. Permasalahan peserta didik justru
sering disebabkan dari luar lingkungan sekolah. Identifikasi kebutuhan layanan
(assessment) peserta didik dan assessment lingkungan menjadi bagian yang harus
dilakukan oleh guru BK supaya layanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan peserta
didik. Hasil dari assessment tersebut digunakan sebagai salah satu dasar dalam
merencanakan program layaan BK, yang implementasinya dapat dikatagorikan dalam
program harian, mingguan, bulanan, semesteran dan tahunan. Program BK tersebut
diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan peserta didik dan dapat membantu dalam
menyelesaikan masalah.
Hal tersebut mengandung makna bahwa peran guru mata pelajaran atau wali kelas
terhadap layanan bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan. Dengan kata lain,
kolaborasi antara guru BK dengan guru mata pelajaran dan wali kelas merupakan salah
satu faktor penting keberhasilan pelaksanaan layanan BK disekolah. Disisi lain, terkadang
guru mata pelajaran dan wali kelas mempunyai persepsi yang lain terhadap layanan BK.
Salah satunya yaitu guru mata pelajaran beranggapan bahwa semua masalah peserta didik
merupakan tanggung jawab dan tugas guru BK saja.
Persepsi guru mata pelajaran terhadap layanan BK masih menjadi hambatan atau
permasalahan yang sering dijumpai oleh guru BK di sekolah. Pada dasarnya jika guru
mata pelajaran memahami hakikat bimbingan dan konseling yang sebenarnya maka guru
mata pelajaran akan menyadari keberadaan bimbingan dan konseling di sekolah. Adanya
persepsi-persepsi yang negatif tentang layanan bimbingan dan konseling di sekolah
menjadi hambatan guru BK dalam menyelenggarakan berbagai program layanan BK di
sekolah. Layanan tidak akan terlaksana dengan baik jika tanpa kerja sama dengan
berbagai elemen sekolah terutama dengan guru mata pelajaran.
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi P. P (2014) menunjukkan bahwa sering kali
BK dianggap sebagai polisi sekolah sehingga guru mapel merasa tidak perlu
berpartisipasi. Hal tersebut juga terjadi di SMA Negeri 1 Maos, dimana partisipasi guru
mapel terhadap pelaksanaan BK belum optimal dan persepsi guru mapel juga masih
kurang sesuai terhadap BK di sekolah.

Satya Widya | 89
Persepsi Guru Terhadap Layanan Bimbingan Dan Konseling

Hasil wawancara dengan beberapa guru mata pelajaran yang ada di SMK Al-
Mustaqim mengatakan bahwa peran guru BK tidak hanya menangani peserta didik yang
bermasalah tetapi juga berperan memberikan bimbingan arahan dan pendampingan bagi
peserta didiknya. SMK Al-Mustaqim di kabupaten Semarang, Jawa Tengah, merupakan
salah satu sekolah swasta yang tergolong baru karena berdiri pada tahun 2015.
Berdasarkan hasil wawancara dan informasi yang didapatkan bahwa selama ini belum
pernah dilakukan penelitian tentang persepsi guru mata pelajaran terhadap layanan BK.
Permasalahan yang ada yaitu guru BK merasa bahwa pelayanan BK selama ini sudah
baik, sedangkan dari persepsi guru mata pelajaran belum tentu demikian. Oleh karena itu
penelitian tentang persepsi guru mata pelajaran terhadap layanan BK penting dilakukan
untuk mengetahui bagaimana layanan BK disekolah dari persepsi para guru.
Penelitian serupa sebelumnya juga pernah dilakukan oleh Zil Ikram (2017), hasil
penelitian menunjukkan bahwa persepsi guru bidang studi terhadap layanan bimbingan
konseling sebesar 56,83%, menunjukkan bahwa persepsi guru bidang studi cukup baik
terhadap layanan bimbingan konseling. Hasil penelitian persepsi siswa terhadap layanan
bimbingan konseling sebesar 71,20%, menunjukkan bahwa persepsi siswa terhadap
layanan bimbingan konseling cukup baik.
Berdasarkan latar belakang tersebut manarik untuk dilakukan penelitian tentang
“Persepsi guru terhadap layanan Bimbingan dan Konseling di SMK Al-Mustaqim tahun
ajaran 2020/2021”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi guru mata
pelajaran terhadap layanan BK. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran tentang layanan BK dari persepsi guru dan dapat dijadikan bahan refleksi bagi
guru BK untuk meningkatkan layanannya.
Persepsi sangat erat kaitannya dengan pandangan atau interpretasi seseorang
terhadap sesuatu berdasarkan pengalaman, data dan fakta yang diketahuinya. Menurut
Rahmat (Sugiyo 2006:28) mengemukakan pengertian persepsi sebagai berikut: “Persepsi
adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi adalah memberikan
makna pada stimuli inderawi. Walgito (1997:53) mengemukakan bahwa persepsi
merupakan suatu proses yang didahului oleh pengindraan, yaitu proses yang berwujud
diterimanya oleh stimulus oleh individu melalui alat reseptornya”. Pengertian tersebut
mengandung makna bahwa persepsi merupakan suatu bentuk prasangka terhadap suatu
objek tertentu yang melalui proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap
stimulus yang diterima berupa peristiwa, pengalaman, informasi.
Natawidjaja (dalam Winkel, 2006) menjelaskan pengertian bimbingan sebagai
“proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan,
supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan diri
dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga, serta
masyarakat”. Selanjutnya, menurut Selanjutnya pengertian konseling menurut Winkel
(2005) adalah sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha
membantu konseli/ klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil
tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.
Bimbingan dan konseling merupakan upaya pemberian bantuan kepada peserta
didik dengan dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, menciptakan
lingkungan perkembangan yang kondusif, supaya peserta didik dapat memahami dirinya
dan dapat menemukan jalan keluarnya dengan caranya. Upaya bantuan ini dilakukan
sesuai dengan kebutuhan mereka secara sistematis dan terencana untuk semua peserta

90 | Satya Widya
Volume XXXVI No. 2, Desember 2020 e-ISSN: 2549-967X

didik. Namun demikian pada kenyataannya sering terjadi kesalahan pemahaman atau
pandangan terhadap guru BK atau konselor.
Berkenaan dengan perbedaan paradigma atau pandangan tersebut, Prayitno
(2004:20), yang menyebutkan bahwa kesalahpahaman guru terhadap pelayanan
bimbingan dan konseling itu sendiri antara lain sebagai berikut: (1) Bimbingan dan
Konseling Disamakan Saja dengan atau Dipisahkan Sama Sekali dari Pendidikan.
Bimbingan dan konseling di sekolah secara umum termasuk ke dalam ruang lingkup
upaya pendidikan di sekolah, namun tidak berarti bahwa dengan penyelenggaraan
pengajaran (yang baik) saja seluruh misi sekolah akan dapat tercapai dengan penuh.
Kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak hal yang menyangkut kepentingan siswa
yang harus ditanggulangi oleh sekolah yang tidak dapat teratasi dengan pengajaran
semata-mata; (2) Konselor di Sekolah Dianggap sebagai Polisi Sekolah. Petugas
bimbingan dan konseling bukanlah pengawas ataupun polisi yang selalu mencurigai dan
akan menangkap siapa saja yang bersalah. Petugas bimbingan dan konseling adalah
kawan pengiring penunjuk jalan, pembangun kekuatan, dan pembina tingkah laku positif
yang dikehendaki.Petugas bimbingan dan konseling hendaknya bisa menjadi sitawar-
sidingin bagi siapa pun yang datang kepadanya. Dengan pandangan, sikap, keterampilan,
dan penampilan konselor siswa atau siapa pun yang berhubungan dengan konselor akan
memperoleh suasana sejuk dan memberi harapan; (3) Bimbingan dan Konseling
Dianggap Semata-Mata sebagai Proses Pemberian Nasihat. Konselor juga harus
melakukan upaya-upaya tindak lanjut serta mensinkronisasikan upaya yang satu dengan
upaya yang lainnya sehingga keseluiruhan upaya itu menjadi satu rangkaian yang terpadu
dan bersinambungan; (4) Pelayanan Bimbingan dan Konseling Dibatasi pada Hanya
Menangani Masalah yang Bersifat Insidental. Pelayanan bimbingan dan konseling
bertitik tolak dari masalah yang dirasakan klien sekarang, yang sifatnya diadakan. Namun
pada hakikatnya pelayanan itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang lebih luas, yaitu
yang lalu, sekarang, dan yang akan datang. Disamping itu konselor tidaklahhanya
menunggu saja klien yang datang dan mengemukakan masalahnya; (5) Bimbingan dan
Konseling Dibatasi Hanya untuk Klien-Klien Tertentu Saja. Pelayanan bimbingan dan
konseling bukan tersedia dan tertuju hanya untuk klien-klien tertentu saja, tetapi terbuka
untuk segenap individu ataupun kelompok yang memerlukannya. Di sekolah misalnya,
pelayanan bimbingan dan konseling tersedia dan tertuju untuk semua siswa. Semua siswa
mendapat hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan bimbingan dan
konseling. Petugas bimbingan dan konseling membuka pintu yang selebar-lebarnya bagi
siapa saja siswa yang ingin mendapatkan atau memerlukan pelayanan bambingan dan
konseling; (6) Bimbingan dan Konseling Melayani “Orang Sakit” dan “Kurang Normal”.
Sebagaimana telah dikemukakan, bimbingan dan konseling tidak melayani “orang sakit”
dan “kurang normal”. Bimbingan dan konseling hanya melayani orang-orang normal
yang mengalami masalah tertentu. Konselor yang memiliki kemampuan yang tinggi akan
mampu mendeteksi dan mempertimbangkan lebih jauh tentang mantap atau kurang
mantapnya fungsi-fungsi yang ada pada klien sehingga kliennya itu perlu dikirim kepada
dokter atau psikiater; (7) Pelayanan Bimbingan dan Konseling Bekerja Sendiri. Konselor
harus pandai menjalin hubungan kerja sama yang saling mengerti dan saling menunjang
demi terbantunya klien yang mengalami masalah itu serta harus bisa memanfaatkan
berbagai sumber daya yang ada dan dapat diadakan untuk kepentingan pemecahan
masalah.
Guru BK dalam melaksanakan tugasnya tidak bisa terlepas dari bantuan dan
dukungan dengan teman sejawat, yaitu guru mata pelajaran, wali kelas, dan komponen

Satya Widya | 91
Persepsi Guru Terhadap Layanan Bimbingan Dan Konseling

pendidikan yang lainnya. Hal ini berarti bahwa dalam implementasi tugas dan tanggung
jawabnya, guru BK perlu melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak, salah satunya
dengan guru mata pelajaran. Kolaborasi antara guru mata pelajaran dan guru bimbingan
konseling sangat dibutuhkan, hal ini sesuai dengan pernyataan (Sugiyo, 2011) yang
mengatakan bahwa: (1) Memperoleh informasi tentang peserta didik seperti kehadiran,
prestasi belajar, kebiasaan dalam mengikuti pelajaran yang diberikan, partisipasi peserta
didik dalam kelas; (2) Membantu mengatasi masalah peserta didik. Bentuk kolaborasi
dalam hal ini konselor bertugas menganalisis berbagai timbulnya masalah, menunjukkan
berbagai alternatif jalan keluar, dan pihak guru membantu mengatasi dalam substansi
pelajarannya yang dapat berupa remedial teaching atau yang lain; (3) Membantu guru
dalam menciptakan suasana belajar mengajar yang kondusif dan menyenangkan; (4)
Memberi bantuan kepada guru dalam memahami karakteristik peserta didik; (5)
Membantu guru agar dalam pembelajaran diselingi informasi yang terkait dengan dunia
industri; (6) Membantu guru dalam mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat
dilakukan oleh guru bidang studi.
Berdasarkan uraian tersebut menyebabkan kesalahpahaman antara guru mata
pelajaran dengan guru BK. Persepsi guru mata pelajaran terhadap layanan BK disekolah
sangat diperlukan. Guru BK dapat membantu dalam melaksanakan tugas dan peranannya
sebagai konselor sekolah yang baik tentunya dengan penilaian atau persepsi yang positif
dari guru mata pelajaran itu sendiri. Sedangkan pada persepsi negatif, konselor sekolah
atau guru pembimbing dapat mengetahui kekurangan yang dimilikinya, sehingga dalam
melaksanakan tugas dan peranannya dapat di tingkatkan sesuai dengan ketentuan dan
mekanisme yang berlaku.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui Persepsi Guru Mata Pelajaran Terhadap Pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling di SMK Al-Mustaqim Susukan tahun ajaran 2020/2021. Penelitian ini
merupakan penelitian yang menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, berlangsung
saat ini maupun lampau.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru mata pelajaran di SMK Al-
Mustaqim Susukan yang berjumlah 8 guru. Sedangkan Penarikan sampel dalam
penelitian ini dilakukan dengan teknik sensus, artinya seluruh populasi diambil sebagai
sampel penelitian. Menurut Arikunto (2006) teknik pengambilan sampel yaitu apabila
subjek kurang dari 100 orang, maka lebih baik diambil semua.
Dalam mengukur tingkat persepsi guru, peneliti menggunakan skala Likert yaitu
skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi, seseorang tentang
fenomena sosial. Skor skala Likert terdiri antara 1-5 alternatif pilihan yaitu Sangat Sesuai
(SS), Sesuai (S), Cukup Sesuai (CS), Tidak Sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS).
Instrumen persepsi guru terhadap layanan BK berdasarkan tiga indikator, yaitu: Proses
Pengamatan terhadap BK, Proses Pengolahan Informasi Tentang BK, Proses
Penginterpretasian Terhadap BK
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah statistik yang
digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan
data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan
yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

92 | Satya Widya
Volume XXXVI No. 2, Desember 2020 e-ISSN: 2549-967X

Hasil Penelitian dan Pembahasan


Hasil Analisis Persepsi Guru Mata Pelajaran Terhadap Pelaksanaan Layanan
Bimbingan dan Konseling per-indikator sebagai berikut:
1. Proses Pengamatan terhadap BK
Berdasarkan hasil perhitungan angket persepsi guru mata pelajaran terhadap
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling pada indikator pertama proses pengamatan
terhadap BK yaitu dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Proses Pengamatan terhadap BK


Interval Kriteria F Persentase
71-85 Sangat Sesuai 2 25 %
57-70 Sesuai 2 25 %
43-56 Cukup Sesuai 4 50 %
29-42 Tidak Sesuai 0 0
15-28 Sangat Tidak Sesuai 0 0
Jumlah 8 100,00%

Pada sajian tabel 1 dapat diketahui bahwa persepsi guru mata pelajaran dalam
pelaksanaan BK di sekolah masuk dalam kategori tidak sesuai, hal ini didukung oleh 8
orang guru mata pelajaran yang menjadi sampel penelitian yaitu di SMK Al-Mustaqim
Susukan tahun ajaran 2020/2021 sebagian besar memiliki persepsi yang sesuai terhadap
pelaksanaan BK di sekolah dengan persentase 50%.
2. Proses Pengolahan Informasi tentang BK
Berdasarkan hasil perhitungan angket persepsi guru mata pelajaran terhadap
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling pada indikator kedua proses pengolahan
informasi tentang BK yaitu dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Proses Pengolahan Informasi tentang BK


Interval Kriteria F Persentase
151-180 Sangat Sesuai 2 25%
122-150 Sesuai 0 0
93-121 Cukup Sesuai 2 25%
64-92 Tidak Sesuai 2 25%
35-63 Sangat Tidak Sesuai 2 25%
Jumlah 8 100,00%

Melalui sajian tabel 2 dapat diketahui bahwa persepsi guru mata pelajaran dalam
pelaksanaan BK di sekolah sebesar 25% masuk dalam katagori sangat tidak sesuai, 25%
masuk dalam kategori Tidak Sesuai, sesesar 25% mengatakan cukup sesuai dan 25%
mengatakan sangat sesuai. Dengan demikian maka persepsi guru SMK Al-Mustaqim
Susukan tahun ajaran 2020/2021 masing-masing terbagi menjadi 25% untuk setiap
katagori atau aspek.
3. Proses Penginterpretasian terhadap BK
Berdasarkan hasil perhitungan angket persepsi guru mata pelajaran terhadap
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling pada indikator ketiga proses
penginterpretasian terhadap BK yaitu dapat dilihat pada tabel berikut:

Satya Widya | 93
Persepsi Guru Terhadap Layanan Bimbingan Dan Konseling

Tabel 3. Proses Penginterpretasian terhadap BK


Interval Kriteria F Persentase
21-25 Sangat Sesuai 3 37,5 %
17-20 Sesuai 2 25 %
13-16 Cukup Sesuai 1 12,5%
9-12 Tidak Sesuai 1 12,5%
5-8 Sangat Tidak Sesuai 1 12,5%
Jumlah 8 100,00%

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa persepsi guru mata pelajaran dalam
pelaksanaan BK di sekolah masuk dalam kategori sangat sesuai, hal ini didukung oleh
sebagian besar guru mata pelajaran yang menjadi sampel penelitian yaitu di SMK Al-
Mustaqim Susukan tahun ajaran 2020/2021 memiliki persepsi yang kurang sesuai
terhadap pelaksanaan BK di sekolah dengan persentase 37,5%.
Untuk lebih mengetahui keseluruhan dari persepsi guru mata pelajaran, maka
disusun analisis deskripsi secara keseluruhan yang mencakup perolehan skor total dari
masing-masing per indikator beserta persentase untuk menentukan tingkat kriteria.
Deskripsi persentase dari semua indikator dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :

Tabel 4. Deskriptif Persentase Per-Indikator Partisipasi


No. Indikator Jml Rata-rata % Kriteria
1. Proses Pengamatan Terhadap BK 442 52,55 50 % Sesuai
2. Proses Pengolahan Informasi Tentang BK 910 55,31 25 % Cukup Sesuai
3. Proses Penginterpretasian Terhadap BK 110 14,36 37,5 % Sesuai

Berdasarkan sajian tabel 4, maka dapat diambil simpulan bahwa persepsi guru
mata pelajaran terhadap pelaksanaan BK di sekolah pada indikator proses pengamatan
terhadap BK sebesar 50% mengatakan sesuai, pada proses pengolahan informasi sebesar
25% mengatakan cukup sesuai, dan 37,5% mengatakan sesuai. Hal tersebut ditunjukkan
oleh besaran persentase yang diperoleh dari pembagian antara jumlah perolehan skor
untuk setiap indikator dengan jumlah skor maksimal dari komponen tersebut kemudian
dikalikan dengan 100%.
Pada tahap analisis permasalahan ini bahwa di SMK Al-Mustaqim Susukan belum
pernah dilakukan penelitian tentang tentang persepsi guru dan peserta didik terhadap
layanan BK. Penelitian tentang persepsi guru terhadap layanan BK penting dilakukan
untuk melihat sejauh mana layanan BK dari persepsi para guru mata pelajaran. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari ketiga indikator termasuk pada kriteria sesuai dan
cukup sesuai dan belum ada yang masuk dalam kriteria sangat sesuai. Hal ini
menunjukkan bahwa persepsi guru mata pelajaran terhadap layanan BK dari ketiga
indikator tersebut belum maksimal karena belum pada kriteria sangat sesuai. Idealnya
guru BK guru bimbingan dan konseling atau konselor bekerja dalam tim bersama guru
mata pelajaran, ketua atau koordinator kelompok guru (normatif, adaptif,
keahlian/produktif), kepala sekolah, dunia usaha dan industri, orangtua, dan masyarakat
untuk menciptakaan kondisi belajar yang kondusif, yang akan membantu semua peserta
didik/konseli mencapai perkembangan optimal dan berhasil dalam kehidupan masa
depannya (POP BK SMK Tahun 2016).
Berdasarkan dari hasil analisis permasalahan maka guru mata pelajaran dapat
mendengar tentang informasi baik positif maupun negatif tentang persepsi guru mata
pelajaran terhadap pelaksanaan BK di sekolah dan guru mata pelajaran dapat melihat
bagaimana proses pelaksanaan BK yang diberikan terhadap siswa di sekolah. Proses

94 | Satya Widya
Volume XXXVI No. 2, Desember 2020 e-ISSN: 2549-967X

pengorganisasian, proses menyeleksi informasi tentang BK dan pengalaman tentang BK,


alangkah baiknya jika dilakukan dengan kerja sama yang baik. Guru mata pelajaran bisa
menyeleksi informasi baik yang bersifat positif maupun negatif tentang BK di sekolah
dan dapat mengetahui pentingnya informasi yang diperoleh melalui pelaksanaan BK di
sekolah.
Penelitian relevan sebelumnya dilakukan oleh Dewi Pradnya Paramita (2014)
mengatakan bahwa tingkat partisipasi guru mata pelajaran termasuk dalam kategori tinggi
(75,13%) dan persepsi guru mapel terhadap BK dalam kriteria sesuai (70,52%). Dengan
kontribusi yang diperoleh dari pengaruh partisipasi terhadap persepsi adalah (0,49616)2
= 0,2462 = 24,62% yaitu kontribusi persepsi terhadap naik turunya tingkat partisipasi
adalah 24,62%, sedangkan 75,38% merupakan kontribusi dari faktor lain.
Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Winadi,
Nurwidiasih Firstyana (2015), hasil penelitian menunjukkan bahwa dari seluruh aspek
yang ada, terlihat bahwa subjek penelitian memiliki persepsi yang baik terhadap layanan
bimbingan dan konseling (72%). Dari penelitian ini disimpulkan bahwa, subjek
cenderung positif terhadap aspek tujuan dan fungsi bimbingan dan konseling dari seluruh
aspek yang diteliti (78%). Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi guru bidang studi
terhadap layanan bimbingan dan konseling adalah pengalaman selama mengajar, cara
penyampaian layanan bimbingan dan konseling, sifat dan karakteristik guru bimbingan
dan konseling.
Berkaitan dengan persepsi, Sugiyo (2006) mengatakan bahwa “persepsi adalah
bagaimana seseorang membuat kesan pertama, prasangka apa yang mempengaruhi
mereka dan jenis informasi apa yang kita pakai untuk sampai terhadap kesan dan
bagaimana akuratnya pesan tersebut”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
persepsi yang baik dari guru mata pelajaran terhadap pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling pada SMK Terpadu Al-Mustaqim Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang
merupakan pengaruh pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang baik yang
dilakukan oleh guru BK di sekolah. Namun pada kenyataan di lapangan, menurut guru
pembimbing dirasakan terdapat sedikit persepsi yang kurang baik terhadap pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling. Sehingga diharapkan kedepannya profesi bimbingan
dan konseling ini yang secara subtansial merupakan bagian dari tenaga pendidikan yang
juga turut memegang peranan besar dalam proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah
dapat dimanfaatkan secara maksimal.

SIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara umum persepsi guru
mata pelajaran terhadap pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling berada pada
kategori cukup baik. Hasil analisis deskriptif instrumen setiap indikator menunjukkan
bahwa sebagian besar guru mata pelajaran dari ketiga indikator berada pada kategori
cukup baik, tetapi pada indikator pertama dan kedua yaitu indikator proses pengamatan
terhadap BK dan proses pengolahan informasi tentang BK tentang pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling hasilnya menujukkan sebagian besar guru mata pelajaran
berada pada kategori kurang baik. Hasil ini menunjukkan bahwa masih banyak dari guru
mata pelajaran yang memiliki persepsi yang kurang baik dalam hal proses pengelolaan
informasi terhadap pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling tertutama dalam
konteks pengalaman dalam pelakasanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka penulis memberikan rekomendasi
kepada guru BK untuk meningkatkan kinerja pelaksanaan layanan BK dan berpedoman

Satya Widya | 95
Persepsi Guru Terhadap Layanan Bimbingan Dan Konseling

pada POP BK SMK tahun 2016. Selain itu perlu peningkatan koordinasi, kerjasama, dan
kolaborasi dengan guru mata pelajaran dan wali kelas, demikian juga sebaliknya. Dengan
demikian persepsi guru mata pelajaran terhadap layanan BK dapat meningkat, karena
penanganan masalah dan upaya pengembangan potensi peserta didik secara optimal
merupakan tanggung jawab bersama.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2009). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Daosi, I.H., Binasar, S.S., & Silondae, D.P. (2018). Persepsi guru mata pelajaran terhadap
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMA Negeri 1 Menui. Jurnal
BENING, 2(2), 137-146. Diunduh dari
http://ojs.uho.ac.id/index.php/bening/article/view/10649
Ikram, Z. (2017). Persepsi guru bidang studi dan siswa terhadap layanan bimbingan konseling di
SMAN 8 Banda Aceh. Diunduh dari https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/1271/
Paramita, D. P. (2014). Persepsi guru mata pelajaran terhadap Bimbingan dan Konseling
dikaji dari partisipasi mereka terhadap pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di
SMA Negeri 1 Maos Tahun Ajaran 2013/2014 (Doctoral dissertation, Universitas
Negeri Semarang).
Prayitno. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Sitti Asriani, La Ode Muharam, Abas Rudin. (2019). Partisipasi guru mata pelajaran
dalam kegiatan Bimbingan dan Konseling dI SMP Negeri 2 Kendari. Jurnal
BENING, 3(2), 45-52. Diunduh dari
http://ojs.uho.ac.id/index.php/bening/article/view/10706/7524
Sugiyo. (2006). Psikologi Sosial. Semarang: Unnes Press.
Walgito, Bimo. (1997). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: AndiOffset.
Walgito, Bimo. (2005). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: AndiOffset.
Winadi, Nurwidiasih, & Firstyana (2015). Persepsi guru bidang studi terhadap layanan
Bimbingan dan Konseling di SMAN 10 Surabaya. Diunduh dari
http://repository.ubaya.ac.id/25421/
Winkel & Hastuti, S. (2005). Bimbingan dan Konseling DiInstitusi Pendidikan.
Yogyakarta: Media Abadi.

96 | Satya Widya

Anda mungkin juga menyukai