KGU 3161
KELOMPOK TUTORIAL 3
Dosen Pengampu :
UNIVERSITAS JEMBER
2017
SKENARIO II
NEKROSIS PULPA
Seorang mahasiswi, usia 19 tahun datang ke RSGM, sejak 2 hari gigi belakang bawah
kirinya sakit cekot – cekot spontan hingga tidak bisa tidur. Dari hasil anamnesa, diketahui
bahwa sejak 2 tahun yang lalu, gigi tersebut lubang kecil dan terasa sakit bila kemasukan
makanan dan minum – minuman dingin, tetapi lama kelamaan lubangnya makin besar dan
terasa sakit spontan dan sering kambuh, terutama saat daya tahan tubuhnya menurun.
Pemeriksaan klinis menunjukkan pada gigi 36 tampak karies kelas I profunda perforasi
dengan kavitas yang luas (gambar 1). Oral hygine pasien sedang. Tes vitalitas positif yang
menunjukkan saluran akar mesial masih vital, sedangkan saluran akar distal sudah non vital
pada gigi 36. Tes perkusi dan tes tekan positif. Pemeriksaan radiografis periapikal
menunjukkan adanya gambaran radiolusen pada mahkota gigi dan radiolusen difuse
berdiameter 2 mm pada apikal akar distal (gambar 2). Dokter gigi menjelaskan bahwa gigi
pasien tersebut sudah mengalami nekrosis.
Gambar 1 gambar 2
(Reporting/ generalisation)
Nekrosis pulpa adalah kematian pulpa yang merupakan proses lanjutan dari proses
inflamasi pulpa akut atau kronis atau disebabkan oleh terhentinya sirkulasi darah secara tiba-
tiba karena trauma. Kematian pulpa ini sebagai akibat kegagalan jaringan pulpa dalam
mengusahakan pemulihan atau penyembuhan. Semakin luas jaringan pulpa yang (Siti
Mardewi Soerono Akbar, 1997).
Nekrosis pulpa merupakan perkembangan dari respon iritasi pulpa yang jika tidak
dirawat, bisa menyebar sampai jaringan sekitarnya dan menyebabkan penyakit periapikal
(Sagita, dkk. 2014). Nekrosis yang terjadi saat persediaan darah ke pulpa tidak ada dan saraf
pulpa menjadi tidak fungsional (Nindya et.al., 2014).
Nekrosis pulpa diawali karena adanya infeksi bakteri pada jaringan pulpa.
Infeksi bakteri dapat terjadi karena adanya kontak antara jaringan pulpa dengan lingkungan
oral akibat terbentuknya dentinal tubules dan direct pulp exposure. Dentinal tubules terbentuk
dari hasil operative/restorative prosedure yang kurang baik atau restorative material yang
bersifat iritatif. Sedangkan direct pulp exposure dapat terbentuk karena fraktur enamel, fraktur
dentine, karies, proses erosi, atrisi, dan abrasi (Apriyono, 2010).
Nekrosis dapat disebabkan karena bakteri, trauma, iritasi dari bahan-bahan restorasi
maupun inflamasi pulpa berlanjut (Rachmawati, 2011). Contoh dari trauma gigi yaitu intrusi.
Intrusi adalah pergeseran sebagian atau seluruh mahkota gigi ke soketnya dalam arah apeks.
Mahkota gigi bisa sampai terbenam ke dalam tulang alveolar dan tidak terlihat sama sekali.
Intrusi yang berat dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan pulpa, jaringan periodonsium,
dan dapa menyebabkan komplikasi, yaitu nekrosis pulpa dan resorbsi akar (Punta dan S.
Manulang, 2013).
MEKANIS
MEKANIS
THERMAL
THERMAL
BERHUBUNGAN
BERHUBUNGAN
DENGAN PROSEDUR
DENGAN PROSEDUR
DENTISTRY
DENTISTRY
KIMIAWI
KIMIAWI
ELEKTRIK
ELEKTRIK
ETIOLOGI
ETIOLOGI
BAKTERI
BAKTERI
TIDAK
TIDAK BERHUBUNGAN
BERHUBUNGAN
DENGAN PROSEDUR
DENGAN PROSEDUR MEKANIS
MEKANIS
DENTISTRY
DENTISTRY
KIMIAWI
KIMIAWI
Iritan mekanis salah satunya adalah preparasi kavitas. Apabila saat melakukan
preparasi kavitas terlalu dalam, maka banyak jaringan/dentin yang terbuang. Dalam kondisi
normal, tubulus dentinalism semakin banyak dan besar ketika mendekati pulpa. Jadi apabila
jaringan yang diambil terlalu banyak dan dalam, akan memudahkan bakteri masuk ke pulpa
melalui tubulus dentinalis yang besar. Bakteri akan menciderai pulpa dan menyebabkan pulpa
inflamasi. Karena respon inflamasi tersebut, menyebabkan venula pada pulpa mengalami
kelumpuhan. Sehingga, dapat menyebabkan pulpa infarct (karena suplai nutrisi dan oksigen
berkurang) dan pulpa mengalami nekrosis (Walton dan Torabinejad, 2008:44-45).
Injury termal dapat berupa panas yang berasal dari preparasi kavitas (pada kecepatan
rendah atau tinggi). Proses ekdotermik karena proses pengerasan (setting) semen (Diana,
2013). Sebab-sebab bacterial bisa berupa toksin yang berhubungan dengan karies, invasi
langsung pulpa karies atau trauma, kolonisasi bakteri di dalam pulpa oleh mikroorganisme
blood-borne (anakoresis) (Diana, 2013).
Selain diatas etiologi nekrosis pulpa yaitu:
1. Jaringan pulpa yang rusak terkurung dalam jaringan keras gigi, sehingga jaringan
tidak dapat ber-ekspansi dan nekrosis.
2. Ruang pulpa tidak memiliki sirkulasi kolateral.
3. Venul dan limfatik mengalami kolaps, sehingga terganggunya sistem drainase
limfatik jaringan yang mengalami distruksi dan menyebabkan nekrosis.
(Walton et al., 2008).
Bakteri dan produk toksin nya bertanggungjawab terhadap respon inflamasi yang
terjadi. Bakteri dan produk toksin nya masuk ke pulpa melalui tubulus dentin. Ketika pulpa
terpapar oleh bakteri dan produk toksin nya, jaringan pulpa diinfiltrasi secara lokal oleh
leukosit polimorfonuklear (PMN), membentuk area nekrosis liquefaksi. Bakteri dapat
mengkolonisasi dan bertahan pada area nekrosis. Jaringan pulpa akan tetap mengalami
inflamasi untuk jangka waktu yang lama dan nekrosis cepat atau lambat dapat terjadi. Hal ini
bergantung pada beberapa faktor, antara lain : (1) virulensi dari bakteri, (2) kemampuan untuk
mengeluarkan cairan inflamasi untuk menghindari akibat dari peningkatan tekanan
intrapulpal, (3) host resistance, (4) jumlah sirkulasi, dan yang paling penting, (5) drainase
limfatik ( Garg N dan Amit Garg, 2014., Hargreaves dan Louis, 2015)
Gambaran klinis:
1. Selama terjadi proses infeksi pada jaringan pulpa, tubuli dentin akan dimasuki
produk dekomposisi darah, bakteri, dan kadang-kadang sisa makanansehingga
dentin mengalami perubahan warna atau diskolorasi (Grossmann et.al., 1995:71).
2. Terdapat perubahan warna (discolorasi) pada gigi menjadi suram atau coklat
kehitaman
Gambaran radiografi
Lesi periradikuler yang disebabkan oleh pulpa memiliki empat karakter:
a. Hilangnya lamina dura di daerah apeks
b. Radiolusensi tetap terlihat di apeks bagaimanapun sudut pengambilan
gambarnya
c. Radiolusensi menyerupai hanging drop
d. Dan pulpanya jelas terlihat nekrosis
(Walton et al., 2008).
Rasa sakit yang ada pada pulpa dan peri-apek dapat kita lihat dari dua teori. Yang
pertama adalah teori persepsi rasa sakit dari Branstrom yang dilandaskan pada mekanisme
fisik yaitu pergerakan cairan intra pulpa yang akan merangsang serabut saraf. Teori rasa sakit
yang lainnya dilandaskan pada adanya peradangan dari jaringan pulpa dengan terlepasnya
mediator kimia yang akan menimbulkan rasa sakit. Mekanisme rasa sakit pada pulpanekrosis
yaitu: rongga periodontal yang sempit dan dikelilingi oleh jaringan keras berupa tulang dan
gigi sangat rentan terhadap tekanan yang juga akan menekan serabut saraf sensoris rasa sakit
pada jaringan periodontal. Peradangan yang terjadi karena iritasi dari pulpanekrosis akan
menyebabkan terbentuknya mediator kimia penyebab rasa sakit (Sutrisno, 2002).
Teori lain menyebutkan bahwa pergerakan cairan dalam tubulus dentin dapat merangsang
ujung serabut saraf yang berjalan disamping ujung odontoblast. Serabut saraf paling luar yaitu
serabut saraf A delta yang sangat sensitif. Mediator kimia dari hasil peradangan jaringan
berperan dalam meningkatkan intensitas rasa sakit dengan meningkatkan peradangan jaringan
sehingga tekanan infrapulpa meningkat dan saraf tertekan sehingga rasa sakit meningkat.
Mediator kimia juga dapat meningkatkan pembentukan prostaglandin (yang utama yaitu
prostaglandin E2) dalam meningkatkan intensitas rasa sakit (Sutrisno, 2002).
1. Karies dapat berjalan dengan cepat/ lambat dan dapat melibatkan pulpa sebelum
pasien menyadari jika terdapat lesi.
2. Pada sebagian besar keadan, diperlukan waktu beberapa tahun untuk mencapai pulpa.
3. Jika karies tidak dirawat, infeksi bakteri dapat berkembang melalui dentin. Bakteri
dapat masuk melalui tubuli dentin dan dapat menimbulkan keradangan pulpa.
4. Tahap awal kerusakan pulpa disebut dengan pulpitis reversible dan memiliki ciri
hiperemi pulpa.
5. Perubahan pulpa yang persisten dapat menimbulkan perubahan yang irreversibel atau
dapat disebut dengan pulpitis irreversibel.
6. Kerusakan jaringan pulpa yang parah oleh infeksi bakteri dapat menyebabkan
terputusnya pasokan darah ke pulpa yang akan berakibat pulpa menjadi nonvital dan
terjadi perubahan peri apeks (peradangan periapek kronis)
Kolonisasi mikroorganisme dari nekrosis pulpa diakui sebagai penyebab lesi
periapikal/ periodontitis akut dan kronis.
Secara ringkas setelah terjadi karies profunda, pulpa akan mengalami peradangan
akibat infeksi bakteri. Saat inflamasi, eksudet akan menekan tulang dan menyebabkan tulang
mengalami resorpsi. Jika tulang dganti oleh jaringan granulasi, maka akan menghasilkan lesi
periapikal yang disebut granuloma. Sedangkan apabila terjadi proliferasi sel Mallasez, ini
akan menghasilkan kista (Rasinta, 2004:59).
Pendapat dari sumber lain menjelaskan bahwa ketika karies mendekati pulpa, reaksi
pertahanan normal akan terjadi, meliputi inflamasi dan pembentukan dentin reparative. Saat
karies mengenai atau membuka pulpa, bakteri dapat mengganggu sistem pertahanan dan gigi
akan terasa sakit. Ketika penyakit yang berawal dari mahkota telah meluas ke pulpa, jaringan
pulpa dalam saluran akar sedikit demi sedikit akan mengalami kematian. Saat bakteri dan
produknya merusak pulpa yang terdapat di dalam saluran akar hingga ke foramen apikal,
jaringan periapeks di luar foramen apikal akan bereaksi terhadap rangsangan ini. Respon
inflamasi kronis pada tulang dapat menyebabkan terbentuknya granuloma (Scheid, 2013).
Setelah nekrosis pulpa, reaksi inflamasi dari jaringan pulpa akan berlanjut ke jaringan
periapikal. Di jaringan periapikal bakteri tersebut akan mengeluarkan produknya berupa
Lipopolisakarida (LPS). Lipopolisakarida ini menginduksi fibroblas pada pulpa dan osteoblast
untuk memprosuksi IL-8, dimana IL-8 ini akan mengaktivasi Polymorphonuclear leukocytes
untuk mengelilingi dan membunuh bakteri, menstimulasi aktivitas osteoklas. Jika keadaan
inflamasi yang telah meluas ke jaringan periapikal tidak segera dilakukan tindakan, maka
nekrosis akan berlanjut pada daerah periapikal dan aktivitas osteoklas akan menyebabkan
kerusakan jaringan periapikal serta akan menimbulkan lesi periapikal ( Bergenholt et al,
2013., Cilmiaty et al, 2013)
Iritasi kronis pada pulpa gigi dapat menyebabkan kerusakan lapisan tulang periapikal.
Apabila rangsangan berlangsung terus menerus makan tubuh akan memperbaiki dengan
menambahn vaskularisasi dan pembentukan jaringan ikat muda. Jaringan ikat ini bersama
dengan eksudat peradangan berubah menjadi jaringan granulasi gigi (Setyawati, 2007). Pada
beberapa kasus, granuloma mengalami degenerasi dan menghasilkan terbentuknya kista
(Scheid, 2013).
Daftar Pustaka
Bergenholtz G, Preben HB, and Claes R. 2010. Textbook of endodontology 2nd ed. ISBN
978-1-4051-7095-6. Singapore.
Walton R.E dan Mahmoud Torabinejad. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia edisi
3.Alih bahasa, Narlan Sumawinata; editor bahasa Indonesia, Lilian Juwono. Jakarta:
EGC.
Tarigan, Rasinta. 2004. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti). Jakarta:EGC
Grossman, L., Seymour Oliet, dan Carlos E. Del. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek Ed
11. Jakarta:EGC
Walton dan Torabinejad M. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Jakarta: EGC
Larasati, Nindya., Kamizar, dan Munyati Usman. 2014. Distribusi Penyakit Pulpa
Berdasarkan Etiologi dan Klasifikasi di RSKGM, Fakultas Kedoktern Gigi,
Universitas Indonesia Tahnun 2009-2013
Rachmawati, Mia. 2011. Perawatan Saluran Akar Satu Kali Kunjungan pada Gigi Insisivus
dengan Nekrosis Pulpa tanpa Lesi Periapikal. Jurnal Dentofasial. Vol 10. No. 3: 175-
178.
Setyawati, Any. 2007. Kuretase Periapikal pada Gigi Insisivus Lateral Kanan Atas dengan
Nekrosis Pulpa, disertai Lesi Periapikal. Mutiara Medika. Vol. 7 No. 1: 22-26.
Scheid, Rickne C. 2013. Buku Anatomi Gigi Woelfel. Jakarta: EGC.
Diana, Sherli. 2013. Perawatan Satu Kunjungan pada Premolar Pertama Atas Menggunakan
Protaper Rotary dan Restorasi Resin Komposit. Majalah Kedokteran Gigi. Vol 20. No.
1: 85-91.
Sutrisno, Gatot. 2002. Penanganan Rasa Sakit Gigi pada Kasus – Kasus Endodontik. Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Vol 9. No. 1: 3-4.
Punta, B. dan S. Manulang. 2013. Endodontic Treatment of Surgical Repositioned
Traumatically-Intruded Maxillary Incisors Permanent Teeth. Journal of Dentistry
Indonesia 20(2): 51-56
Sagita, M., Cholil, dan D. K. Putri. 2014. Gambaran Perawatan Saluran Akar Gigi Di Poli
Gigi RSUD Ulin Banjarmasin. Jurnal Dentino Kedokteran Gigi 2(2):174-178
Sutrisno, G. 2002. Penanganan Rasa Sakit Gigi Pada Kasus-kasus Endodontik. Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 9(1):3-4
Garg, N dan Amit Garg. 2014. Textbook of Endodontics Third edition. London: JP Medical
Ltd
Akbar, S.M.S. 1997. Gambaran sitologik lesi periapeks pada gigi dengan pulpa nekrosis.
Jurnal FKG UI; 4(1): 8
Bergenholt G, P. H. Bindslev, C. Reit. 2013. Textbook of endodontology 2th. United
Kindom: Willey-Blackwell
Cilmiaty, R., A. Agung, K. Ulin, M. Rukmo, S. T. Putra, W. Asmara. 2013. Prevotella
Intermedia and Porphyromonas gingivalis in dental caries with periapical granuloma.
Dental Journal 46(4) : 213-217
Sumber : Langlais, Robert P. 2014. Atlas Berwarna Lesi Mulut yang Sering Ditemukan. Alih
Bahasa: drg. Enny Suta. Jakarta : EGC
Sumber: Apriyono, Kartika Dwi. 2010. Kedaruratan Endodonsia. Jurnal Stomatognatic. Vol.
7. No. 1 (45-50)