Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KIMIA LINGKUNGAN

ANALISIS LINGKUNGAN HIDUP

DISUSUN OLEH:

1. LALU ARJU ARIA YUSMA (E1M019042)


2. NADIRATUL KHAIRAH (E1M019056)
3. RIEKE OKTAVIANA FANFIANA (E1M019074)
4. SPIR SENYUM REKA SAWIJI (E1M019084)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala
limpahan rahmat dan karunianya kami bisa menyusun makalah yang berjudul “Analisis Isu
Lingkungan Hidup”. Salawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, yang menjadi tauladan bagi kita semua.
Kami dapat menyusun makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang
terkait, kami mengucapkan terimakasih yang sebsar-besarnya terutama kepada Dosen
pengampu mata Kuliah Kimi Lingkungan Bapak Supriadi, S.Pd. yang telah membimbing
kami sehingga makalah ini bisa tersusun dan terselesaikan dengan baik. Kami berharap semua
bantuan yang bapak berikan kepada kami mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Kami sangat membutuhkan kritik dan saran dari pembaca untuk menjadi lebih
baik. Dibalik kekurangan yang kami miliki dalam penyusunan makalah ini kami juga sangat
berharap semoga makalah ini mampu memberikan manfaat bagi kami penulis makalah ini dan
juga teman-teman yang membacanya.

Mataram, 23 September
2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Isu Lingkungan Hidup Lokal...................................................................................3
B. Isu Lingkungan Hidup Global.................................................................................4
C. Hukum Lingkungan dan Penerapannya di Indonesia..............................................10
D. Analisis Dampak Lingkungan.................................................................................17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................................22
B. Saran........................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada disekitar kita. Lingkungan
hidup adalah sebuah kesatuan ruang dengan segala benda dan makhluk hidup di
dalamnya termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi keberlangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup yang lainnya (UU No
32 Tahun 2009). Kondisi lingkungan saat ini semakin memprihatinkan. Berbagai
macam isu lingkungan hidup bermunculan mulai dari local hingga global.
Isu lingkungan menjadi hal yang sangat sering terdengar saat ini, isu-isu
tersebut bermunculan karena banyaknya dampak negatif yang dirasakan makhluk
hidup terutama manusia. Banyaknya dampak yang dirasakan manusia ini berasal dari
kerusakan lingkungan yang terjadi akibat aktifitas manusia itu sendiri. Isu lingkungan
ini memiliki cakupan yang sangat luas karena dapat dirasakan secara menyeluruh di
seluruh dunia. Isu lingkungan hidup bermunculan berkaitan dengan perilaku manusia
terhadap kondisi sumber daya alam dan lingkungan yang cenderung tidak peduli,
maka mengubah perilaku manusia menjadi prioritas utama dalam mengatasi krisis
lingkungan.
Kualitas lingkungan hidup sekarang semakin menurun karena tindakan
eksploitatif terhadap alam yang berlebihan tanpa memperhatikan daya dukung
lingkungan dan fungsi ekologinya. Misalnya, penebangan hutan yang tidak
menggunakan system pilih dan tidak diiringi dengan reboisasi atau penanaman
kembali yang dapat menyebabkan banjir dan tanah longsor. Penggunaan bahan-bahan
kimia yang berlebihan sehingga dapat merusak lapisan ozon. Perilaku manusia yang
semakin konsumtif dan semakin berkembangnya teknologi sehingga lemahnya
kesadaran kita terhadap lingkungan hidup, adanya anggapan yang memandang bahwa
pemanfaat alam bagi manusia itu adalah hal yang wajar tanpa adanya perawatan
merupakan pemicu yang sangat besar terhadap kerusakan lingkungan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan isu lingkungan hidup?
2. Apa saja perbedaan antara isu lingkungan hidup lokal dan global?
3. Apa saja contoh isu lingkungan hidup lokal dan global?
1
4. Bagaimana hukum lingkungan hidup yang diterapkan di Indonesia?
5. Bagaimana dampak yang dapat dirasakan dari isu-isu lingkungan hidup yang ada?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud isu lingkungan hidup
2. Mengetahui perbedaan isu lingkungan hidup lokal dan global
3. Mengetahui apa saja contoh isu lingkungan hidup lokal dan global
4. Mengetahui hukum lingkungan hidup yang diterakpan di Indonesia
5. Dapat mendeskripsikan dampak dari isu lingkungan hidup

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. ISU LINGKUNGAN
Isu lingkungan merupakan hal yang sangat marak diperbincangan saat ini.
Permasalahan lingkungan dapat dikategorikan masalah lingkungan local, nasional,
regional dan global. Pengkategorian tersebu berdasarkan pada dampak dari
permasalahan lingkungan apakah dampaknya local, nasional, regional atau global.
Bila kita melihat bumi secara utuh maka bumi merupakan satu sistem yang utuh dan
tidak bisa dipisah-pisahkan. Hal tersebut sesuai dengan teori Gaia bahwa bumi
merupakan kumpulan sistem-sistem hidup yang menjadi satu kesatuan. Dalam sistem
tersebut ada sub sistem, akan tetapi apabila ada perubahan sekecil apapun dalam
subsistem bumi maka akan memberikan dampak bagi bumi sebagai satu system (Teori
Chaos).
Bila melihat dari pernyataan diatas sebenarnya dampak dari permasalahan
lingkungan pasti akan mempengaruhi sistem bumi secara keseluruhan. Pada tugas ini
dampak yang dimaksud adalah dampak yang dapat terlihat langsung atau dirasakan
secara langsung akibat dari permasalahan lingkungan yang terjadi. Pembagian isu
lingkungan lokal, nasional, regional dan global yaitu melihat dampak yang terjadi
secara langsung bisa dirasakan secara lokal, dampak nasional, regional atau global.
Memang agak sulit untuk menentukan secara ansih bahwa permasalahan lingkungan
tersebut hanya berdampak lokal saja, atau nasional saja dan seterusnya. Berikut
diuraikan mengenai isu lingkungan local dan global.

B. ISU LINGKUNGAN HIDUP LOKAL


Isu lingkungan local merupakan isu lingkungan yang banyak terjadi di
Indonesia sehingga kita dapat merasakannya secara langsung. Isu lingkungan local
dapat kita rasakan di Indonesia karena masih mempunyai kesadaran yang rendah
terhadap isu lingkungan terutama masyarakat yang kebanyakan masih terlalu fokus
pada usaha untuk bertahan hidup dan mendapatkan kehidupan yang lebih layak secara
ekonomi sehingga mereka melakukan segala upaya untuk mendapatkan uang lebih
meskipun hal ini berarti mereka harus mengancam lingkungan dan alam. Kegiatan ini
sudah berlangsung selama bertahun-tahun dan kini masyarakat mulai merasakan imbas
3
atas apa yang mereka lakukan terhadap alam. Berbagai macam isu lingkungan muncul
di berbagai wilayah di Indonesia dan tentu saja banyak yang merasakan deritanya baik
secara langsung maupun tidak langsung atas kerusakan alam yang terjadi di wilayah
mereka.
Contoh Isu Lingkungan Hidup Lokal
a) Kekeringan
Kekeringan adalah kekurangan air yang terjadi akibat sumber air tidak dapat
menyediakan kebutuhan air bagi manusia dan makhluk hidup yang lainnya.
b) Banjir
Banjir merupakan fenomena alam ketika sungai tidak dapat menampung
limpahan air hujan karena proses influasi mengalami penurunan. Itu semua
dapat terjadi karena hijauan penahan air resapan berkurang.
c) Longsor
Longsor adalah terkikisnya daratan oleh air resapan karena penahan air
berkurang.
d) Erosi pantai
Erosi pantai adalah terkikisnya lahan daratan pantai akibat gelombang air laut.
e) Instrusi Air Laut
Instrusi air laut (asin) mengisi ruang bawah tanah telah banyak digunakan oleh
manusia dan tidak adanya tahanan instrusi air laut seperti kawasan mangrove.
C. ISU LINGKUNGAN HIDUP GLOBAL
Isu lingkungan global merupakan isu lingkungan yang memiliki dampak untuk
seluruh bumi. Isu lingkungan global dapat mempengaruhi keberlangsungan kehidupan
makhluk hidup yang sangat menyeluruh sehingga menjadi perhatin seluruh
masyarakat baik nasional maupun internasionl. Isu lingkungan global tidak boleh di
abaikan begitu saja karena dibutuhkan kesadaran dari seluruh masyarakat dunia untuk
mengatasinya. Dampaknya mungkin tidak dirasakan begitu besar untuk saat ini namun
lambat laun semakin diabaikannya keadaannya akan semakin bertambah buruk. Di
Indonesia permasalahan ini sudah sempat dirasakan dampaknya. Pada tahun 2000-
20001, LAPAN melakukan sampling dengan hasil menunjukkan bahwa Cipedes pH
air hujan adalah 4,69 dan Kebon Kelapa adalah 5,47 sehingga dapat dipastikan terkena
hujan asam. Sumber utama pencemaran di kota Bandung, sebagian besar berasal dari
sektor transportasi yang padat. Kendaraan bermotor di kota-kota besar termasuk

4
Bandung memberikan kontribusi sekitar 70% pencemaran udara. Penyebab polusi
lainnya yaitu sektor industry sekitar 15%, rumah tangga 10% serta lainnya 5%.
Contoh Isu Lingkungan Hidup Global
a) Hujan Asam
Hujan asam adalah suatu masalah lingkungan yang serius yang benar-benar
menjadi masalah bagi manusia. Ini merupakan masalah umum yang secara
berangsur-angsur mempengaruhi kehidupan manusia. Berdasarkan penelitian
ditemukan bahwa peningkatan keasaman yang ada dalam air hujan beberapa
decade ini terjadv karena ulah manusia. Hujan asam menyerang margasatwa,
hasil panen dan air danau. Hal ini menyebabkan kerusakan hutan dan kerusakan
gedung serta monument-monumen. ini amat berbahaya bagi kelanjutan hidup
manusia. Proses revolusi industry mengakibatkan timbulnya zat pencemaran
udara. Pencemaran udara tersebut dapat bereaksi dengan air hujan dan turun
menjadi senyawa asam (Cahyono, 2010:48).
Hujan asam disebabkan oleh pousi. Penyebab polusi atau(polutan) seperti
Sulfur Dioksida dan Nitrogen Oksida tinggal dalam atmosfer dan akhirnya
bereaksi dengan kelembaban udara. Ketika pulusi ini jatuh menjadi hujan atau
embun ditanah, inilah yang disebut hyjan asaam. Sumber dari penyebab polusi
ini bukan hanya berasal dari pembakaran sambah, tetapi juga berasal dari
pembakaran bahan bakar bermotor dan limbah pabrik kimia (Cahyono,
2010:48).
Hujan asam memiliki pH air hujan rendah kurang dari 5,6 (Sutanto,2010:1).
Untuk mengukur keasaman hujan asam digunakan pH meter. Air murni
menunjukkan pH 7,0 air asam memiliki pH kurang dari 7,0 dan air basa
menunjukkan pH lebih dari 7. Air hujan normal memang agak asam. pH sekitar
5,6 karena karbon dioksida (CO2) dan air membentuk carbonic acid (asam
lemah). Jika air hujan memiliki pH dibawah 5,6 maka dianggap sudah tercemari
oleh gas yang mengandung asam di atmosfer. Hujan dikatakan hujan asam jika
telah memiliki pH dibawah 5,6. Makin rendah pH hujan tersebut maka makin
berat dampaknya bagi makhluk hidup (Cahyono,2010:48).
Peningkatan emisi gas-gas hasil pembakaran bahan bakar dan biomassa seperti
karbondioksida (CO2), karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2), nitrogen
oksida (NOx), dinitrogen oksida (N2O), metana (CH4), hidrokarbon lain dan

5
aerosol ke udara akan mempengaruhi konsentrasi ozon (O3), dan berdampak
pada terjadinya hujan asam. Polutan seperti oksida sulfur (SO2) dan oksida
nitrogen (NO2) melalui reaksi oksidasi akan berubah menjadi SO 3 dan NO3,
selanjutnya berubah menjadi senyawa sulfat dan senyawa nitrat. Emisi alkali
(partikel debu dan gas NH3) akan mempengaruhi keasaman air hujan secara
signifikan. CO2 di atmosfer telah meningkat sejak revolusi industri dikarenakan
pertumbuhan dari aktivitas manusia yang cepat. Sejumlah CO 2 di atmosfer tidak
hanya dipengaruhi oleh emisi CO2 antropogenik tetapi berasal dari perubahan
CO2 karena sistem karbon, biosfer daratan dan lautan (Ameilia, 2018:2)
Peoses Terjadinya Hujan Asam

Hujan asam adalah salah satu indikator untuk melihat kondisi pencemaran
udara. Di atmosfer, pertisipasi basah dari polutan di udara yang larut dalam
awan akan jatuh ke bumi dalam bentuk hujan, salju, atau kabut. Dengan polutan
SO2,SO3, NO2, dan HNO3, butiran-butiran air hujan akan membentuk asam
sulfat dan asam nitrat yang menjadikan pH air hujan kurang dari 5,6. Lebih dari
90% emisi sulfur dan nitrogen berasal dari aktifitas manusia. Senyawa sulfur
dan nitrat itu akan berpindah dari atmosfer ke bumi melalui presipitasi dan
depoisi langsung yang dikenal dengan istilah deposisi basah dan deposisi
kering. Deposisi basah terjadi dengan pembentukan awan dan akhirnya turun
sebagai hujan, salju, atau kabut yang mengandung asam. Sedangkan deposisi
kering diunjukkan dengan gas aerosol yang mengandung unsure asam sepert
gas SO2, NO2, dan (NH4)2SO4 dalam aerosol. Deposisi kering terjadi jika
keadaan cuaca cerah dan berawan sehingga buiran-butiran gas dan aerosol yang
bersifat asam diterbangkan angin dan memungkinkan tertinggal di pepohonan.
Keasaman air hujan sangat dipengaruhi senyawa sulfat, nitrat dan klorida.

6
Karena itulah, kenaikan dan penurunan senyawa tersebut dapat menyebabkan
pH air hujan turun atau naik (Cahyono, 2010:49).
Deposisi Polutan Asam

(Sumber: Cahyono, 2010:50)


b) Pertumbuhan Populasi
Pertumbuhan penduduk dunia yang mengikuti pertumbuhan secara
eksponensial merupakan permasalahan lingkungan. Pertumbuhan penduduk
akan menyebabkan peningkatan kebutuhan sumber daya alam dan ruang.
Krisis lingkungan global tengah terjadi sebagai akibat pembangunan yang terus
meningkat. Aktivitas pembangunan yang ditopang dengan teknologi maju, telah
membawa perilaku manusia mengubah lingkungan hingga melampaui batas-
batas daya dukungnya. Modernisasi pembangunan telah membawa perubahan
manusia dalam hal kualitas hidup dan gaya hidup konsumtif maupun
peningkatan secara kuantitas jumlah penduduk yang memerlukan dukungan
sumberdaya dan energy yang tinggi. Pertumbuhan penduduk yang besar dapat
mengakibatkan kerusakan lingkungan dan polusi yang besar (Baiquni,2009:49).
Grafik Pertumbuhan Populasi Dunia

7
c) Pemanasan Global
Pemanasan Global/ Global Warming pada dasarnya merupakan fenomena
penngkatan temperature global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek
rumah kaca yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas karbondioksida,
metana, dinitrooksida, dan CFC sehinggga energy matahari tertangkap dalam
atmosfer bumi.
d) Penipisan Lapisan Ozon
Keberadaan ozon perlu dievaluasi untuk usaha preferentif dari kerusakan akibat
penggunaan senyawa perusak lapisan ozon, yaitu CFC (Chlorofluorocarbon).
Senyawa ini secara luas digunakan sebagai cairan pendingin (refrigrant) pada
freezer, lemari es, AC ruangan, dan mesin pendingin lainnya, kaleng semprot
untuk pengharum ruangan, penyemprotan rambut atau parfum, bahan pelarut,
dan busa pengembang. Hasil penelitian menunjukkan satu atom Cl dapat
menguraikan 100.000 senyawa ozon dan dapat bertahan sampai 40-150 tahun di
atmosfer.(Widowati, 2009:143)
Dalam lapisan strotosfer pengaruh radiasi ultraviolet, CFC terurai dan
membebaskan atom klor. Klor akan mempercepat penguraian ozon menjadi gas
oksigen yang mengakibatkan efek rumah kaca. Beberapa atom lain yang
mengandung brom seperti metal bromide dan halon juga ikut memperbesar
penguraian ozon. Lapisan ozon berfungsi sebagai filter yang menyaring radiasi
ultraviolet.
Selain CFC, zat perusak ozon antara lain nitrogen oksida (N 2O). Senyawa ini
adalah hasil sampngan dari proses pembakaran, misalnya emisi pesawat terbang

8
dan halon (digunakan dalam cairan pemadam kebakaran). Penipisan lapisan
ozon di stratosfer akibat kerusakan ozon oleh unsure chlorine (Cl), senyawa
nitrogen oksida, metyl bromda, carbon tetrachloride, dan methyl chloroform,
menimbulkan dampak negative bagi kelangsungan hidup organisme di bumi.
Pengaruh penipisan ozon menimbulkan intensitas sinar ultraviolet dari radiasi
mataahari yang sampai ke permukaan bumi menjadi lebih besar. Bila intensitas
sinar ultraviolet dipermukaan bumi menjadi lebih besar dapat menimbulkan
penyakit pada manusia dan hewan serta mengganggu metabolisme tumbuhan.
Kerusakan tanaman, terutama daun menyebabkan terhambatnya proses
fotosintesis yang berdampak pada pertumbuhan dan hasil tanaman (Widowati,
2009:142-143).
Proses Penipisan Ozon

Pada gambar tersebut tertera awalnya terjadi pelepasan CFC dari permukaan
bumi ke atmosfer(1), lalu menuju ke lapisan ozon(2). Setelah tu bahan persak
ozon seperti CFC sampai di atmosfer melepas clorin (Cl) lalu bereaksi dengan
ozon (3). Selanjutnya satu atom klorin dapat memisahkan ribuan molekul ozon,
sehingga lapisan ozon mengalami penipisan(4). Dengan berkurangnya lapisan
ozon akan meningkatkan radiasi UV yang sampai dipermukaan bumi(5).
Dengan demikian akan menyebabkan gangguan bagi kehidupan di bumi,
sebagai contoh pada manusia kanker kulit (Cahyono, 2010:39).
e) Desertifikasi
Desertifikasi atau penggurunan merupakan penurunan kemampuan daratan.
Pada proses desertifikasi terjadi proses pengurangan produktivitas manusia dan
iklim yang bervariasi seperti kekeringan dan banjir. Dampak dari desertifikasi
mulanya berdampak lokal akan tetapi sekarang sudah menjadi isu global yang
berdampak pada seluruh dunia. Kasus desertifikasi di meksiko menyebabkan

9
emigrasi penduduk ke USA. Selain itu desertifikasi menyebabkan semakin
meningkatnya lahan kritis dimuka bumi sehingga sink untuk penangkapan CO2
menjadi semakin berkurang.
f) Penurunan Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati adalah keberagaman spesies makhluk hidup dimuka
bumi. Keanekaragaman hayati tidak hanya mewakili jumlah atau persentasi
spesies yang ada di suatu wilayah, meliputi juga keunikan antar spesies, gen
serta ekosistem yang merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui.
Penurunan keanekaragaman hayati sekarang sudah menjadi isu global yang di
bahas dalam beberapa konvensi dunia. Dampak penurunan keanekaragaman
hayati adalah karena keanekaragaman hayati ini mempunyai potensi yang besar
bagi manusia baik untuk kesehatan (sumber bahan obat), Sumber pangan dan
mempunyai potensi ekonomi
g) Pencemaran Limbah B3
Didalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan
limbah bahan berbahaya dan beracun dapat diartikan semua bahan/ senyawa
baik padat, cair, ataupun gas yang mempunyai potensi merusak terhadap
kesehatan manusia serta lingkungan akibat sifat-sifat yang dimiliki senyawa
tersebut. Limbah B3 diidentifikasi sebagai bahan kimia dengan satu atau lebih
karakteristik:
a) Mudah meledak
b) Mudah terbakar
c) Bersifat reaktif
d) Beracun
e) Penyebab infeksi
f) Bersifat korosif

D. HUKUM LINGKUNGAN DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA


Hukum lingkungan adalah kategori hukum yang sifatnya luas yang mencakup
hukum yang secara khusus menunjuk persoalan-persoalan lingkungan dan secara
umum hukum yang secara langsung menunjuk pada dampak atas persoalan-persoalan
lingkungan. Hukum lingkungan menurut Lal Kurukulasuriya dan Nicholas A.

10
Robinson adalah “Seperangkat aturan hukum yang memuat tentang pengendalian
dampak manusia terhadap bumi dan kesehatan publik”. UNEP mendefinisikan hukum
lingkungan adalah “Seperangkat aturan hukum yang berisi unsur-unsur untuk
mengendalikan dampak manusia terhadap lingkungan”. A.B. Blomberg, A.A..J. de
Gier dan J. Robbe memberikan definisi hukum lingkungan sebagai berikut hukum
lingkungan secara umum dipahami sebagai hukum yang melindungi kualitas
lingkungan dan hukum konservasi alam. Siti Sundari Rangkuti menyatakan bahwa
dari substansi hukum yang merupakan materi hukum lingkungan, maka mata kuliah
hukum lingkungan digolongkan kedalam mata kuliah hukum fungsional (Functionele
Rechtsvakken), yaitu mengandung terobosan antara berbagai disiplin hukum klasik.
Dalam perkembangannya, konsepsi atas lingkungan hidup baru nampak jelas
pada saat diselenggarakannya Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Lingkungan dan Manusia di Stockholm, Swedia, pada 5-6 Juni 1972, yang
mencetuskan Deklarasi Stockholm. Konferensi ini merupakan pijakan awal dari
kesadaran komunitas internasional akan pentingnya keberlanjutan lingkungan hidup
sebagai bagian mendasar bagi pemenuhan HAM. Dalam Prinsip 21 dan Prinsip 11
Declaration on the Human Environment dari Konferensi Stockholm, menyatakan
bahwa negara memiliki hak berdaulat untuk memanfaatkan kekayaan alamnya sesuai
dengan kebijaksanaan pengamanan dan pemeliharaan lingkungannya. Dalam
pemanfaatan tersebut negara bertanggung jawab atas setiap kegiatan yang merugikan
lingkungan atau wilayah Negara yang berada di luar yurisdiksi nasionalnya.
Penegakan hukum lingkungan merupakan mata rantai terakhir dalam siklus
pengaturan dan perencanaan kebijakan tentang lingkungan yang urutannya sebagai
berikut:
1. Perundang-undangan,
2. Penentuan standar,
3. Pemberian izin,
4. Penerapan,
5. Penegakan hukum.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup menyediakan tiga macam penegakan hukum lingkungan yaitu
penegakan hukum administrasi, perdata dan pidana. Diantara ke tiga bentuk
penegakan hukum yang tersedia, penegakan hukum administrasi dianggap sebagai

11
upaya penegakan hukum terpenting. Hal ini karena penegakan hukum administrasi
lebih ditunjukan kepada upaya mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan
lingkungan. Disamping itu, penegakan hukum administrasi juga bertujuan untuk
menghukum pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan. Penegakan hukum adalah
proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara
nyata sebagai pedoman perilaku dalam hubungan-hubungan dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari subyeknya, penegakan hukum dapat
dilakukan oleh subyak yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan
hukum itu melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum menurut
subyeknya penegakan hukum dapat diartikan sebagai upaya aparatur penegak hukum
tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu dan aparatur penegak
hukum itu dapat menggunakan daya paksa dalam proses penegakan hukum.
Pengaturan hak atas lingkungan hidup dalam hukum positif Indonesia
tercantum dalam konstitusi dan beberapa peraturan lainnya, yaitu : Alinea keempat
Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan ”...membentuk suatu pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia...”, serta dikaitkan dengan Hak
Penguasaan kepada negara atas bumi, air, dan kekayaan yang terkandung didalamnya
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana ketentuan Pasal 33 (3)
UUD 1945 (Arliman, 2018:762-766).
Awal perkembangan hukum lingkungan Indonesia terlihat dalam Garis-garis
Besar Haluan Negara 1973-1978 yang mulai mengakomodir perlunya perlindungan
lingkungan dalam melaksanakan pembangunan. Di waktu ini, konsep awal RUU
tentang Lingkungan Hidup mulai dirumuskan oleh Panitia Nasional Perumus
Kebijakan di Bidang Lingkungan Hidup yang menghasilkan rumusan program
kebijaksanaan lingkungan hidup sebagaimana tertuang dalam Butir 10 Bab II GBHN
1973-1978 dan Bab 4 Repelita II.
Pada 1978, Indonesia untuk pertama kalinya secara khusus mengakomodir
perlindungan lingkungan hidup dalam cabang eksekutif dengan didirikannya
Kementerian Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup. Emil Salim
bertindak sebagai Menteri yang bertanggung jawab atas kementerian ini (selanjutnya
disebut “Men-PPLH”). Dalam tahun-tahun ini, Emil Salim melibatkan kelompok
masyarakat sipil yang dikenal sebagai Kelompok 10 Pengembangan Lingkungan
Hidup dalam KLH, di antaranya terdiri dari Erna Witoelar, George Junus, Nasihin

12
Hasan, Bedjo Rahardjo, Dr. Meizar. Selain itu, di berbagai perguruan tinggi didirikan
pula Pusat Studi Lingkungan (PSL), dari mana berbagai diskursus dan ide pengelolaan
dan perlindungan lingkungan hidup muncul. Selain itu, keterlibatan Emil Salim dalam
Bruntland Commission turut berkontribusi dalam pengembangan partisipasi dalam
pengambilan keputusan lingkungan hidup.
Tahun 1982 merupakan tahun monumental bagi hukum lingkungan Indonesia,
dengan disahkannya Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang merupakan peraturan perundang-
undangan pertama yang secara komprehensif mengatur mengenai pengelolaan
lingkungan hidup sebagai UU payung (umbrella act) bagi perundang-undangan
sektoral. Penting pula untuk dicatat bahwa penyusunan RUU ini sudah dimulai sejak
1976, bersamaan dengan permintaan pemerintah Amerika Serikat kepada USAID (US
Aid for International Development) agar mulai melengkapi laporannya dengan analisa
dampak lingkungan dari setiap proyek bantuan dan hibah mereka. Beberapa kasus
penting yang menjadi landmark dalam perkembangan hukum lingkungan Indonesia
mengikuti pengesahan UU 4/1982 ini.
Di tahun 1992, UU 24/1992 tentang Penataan Ruang disahkan, yang dalam
praktek administrasinya menyebabkan polemik kewenangan KLH dalam penataan
ruang. Pada era ini muncul cukup banyak regulasi mengenai lingkungan hidup,
terutama pada 1994, di mana sebagai respon dari Konferensi Rio, Indonesia
mengeluarkan beberapa produk UU untuk meratifikasi CBD, dan UNFCCC.
Di tahun 1997, dilakukan perubahan pertama terhadap UU 4/1982 yaitu
dengan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya
disebut “UU 23/1997”). Dalam UU ini, disediakan perangkat “stick” yang lebih
banyak dan bervariasi, enforcement squad bernama Satuan Tugas Jaga Nusa didirikan
untuk memperlancar penegakan hukum lingkungan. Class Action, atau gugatan
perwakilan kelompok, pertama kali diterima di Indonesia melalui hukum lingkungan,
yaitu dengan diakuinya gugatan perwakilan kelompok dalam UU 23/1997 ini,
khususnya dalam penjelasan pasal 37 ayat (1) UU 23/1997. Akan tetapi, saat itu belum
ada penjelasan / pengaturan lebih lanjut mengenai mekanisme class action, yang
kemudian diatur dalam PERMA 1/2002, salah satunya atas advokasi dari penggiat
hukum lingkungan.

13
Keseluruhan tatanan kenegaraan Indonesia maupun situasi politik mengalami
perubahan besar dengan tumbangnya rezim Orde Baru pada tahun 1998, yang diikuti
dengan reformasi birokrasi pada 1999-2000. Di era transisi ini, dimulailah
desentralisasi dan otonomi daerah melalui UU No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, yang bercita-cita mulia untuk menghapuskan kesenjangan
pusat-daerah dengan memberikan otoritas pengelolaan SDA yang lebih besar kepada
Pemerintah Daerah. Perbaikan pola penguasaan SDA ini diperkuat pula dalam TAP
MPR IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam,
yang merupakan pernyataan politik bahwa Indonesia telah mengalami kegagalan
pengelolaan SDA di masa lalu sehingga berbuah kerusakan lingkungan dan konflik ,
serta prinsip-prinsip yang harus menjadi landasan dalam peraturan perundang-
undangan di masa depan. Akan tetapi, TAP MPR IX/2001 ini tenggelam dalam
konstelasi politik dan berbagai perdebatan lainnya. Terlepas dari TAP IX/2001 dan
intensi awal otonomi daerah, di masa mendatang kepentingan politik jangka pendek
dan ambisi ekonomi daerah justru berdampak sangat luas terhadap pola eksploitasi
sumber daya alam, yang ditengarai memperparah kondisi lingkungan hidup di
Indonesia. Desentralisasi daerah yang diikuti dengan pelimpahan beberapa
kewenangan pemberian perizinan pengelolaan SDA mendorong penerbitan izin-izin
yang tidak terkendali dan menimbulkan dampak lingkungan yang serius. Deforestasi,
degradasi hutan, serta kebakaran hutan mencapai puncaknya selama periode awal
desentralisasi daerah.
Tahun 2007, Kementerian Lingkungan Hidup dengan UU No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang dan SKB Menteri Dalam Negeri dan Menteri Lingkungan
Hidup memasukkan pertimbangan lingkungan hidup dalam perencanaan kebijakan,
rencana, dan program secara spesifik dengan mengutamakan Kajian Lingkungan
Hidup Strategis dalam revisi tata ruang wilayah.
Pada 2008, salah satu perjuangan masyarakat sipil dalam memperkuat akses
atas informasi lingkungan membuahkan hasil dengan disahkannya UU No. 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Di balik pengesahan UU ini tercatat
beberapa organisasi lingkungan hidup yang mengawal, diantaranya ICEL. UU ini
merupakan jaminan hukum hak atas informasi untuk mewujudkan keadilan
lingkungan, yang merupakan perwujudan salah satu dari tiga akses yang dijamin oleh
Prinsip 10 Deklarasi Rio.

14
Tahun 2009 kembali menjadi tahun yang penting dalam perkembangan hukum
lingkungan Indonesia dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut “UU
32/2009”). Penyusunan UU 32/2009 ini, selain bertujuan menjawab kekurangan-
kekurangan dalam pengaturan UU 23/1997, terutama dilatarbelakangi adaptasi
terhadap desentralisasi. Selain itu, UU ini juga mencoba untuk mengakomodir aspirasi
yang ingin dituangkan kelompok akademisi dan masyarakat sipil untuk
mengundangkan UU Pengelolaan Sumber Daya Alam (UU PSDA) ke dalam satu UU
mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. UU ini kembali
mengakomodir konsep-konsep baru dalam perlindungan maupun pengelolaan
lingkungan, seperti Anti-SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation),
instrumen ekonomi lingkungan hidup, baik yang bersifat sukarela maupun wajib,
inkorporasi aspek perencanaan melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
dan Rencana Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (RPPLH), pengaturan
mengenai perubahan iklim, dan perizinan lingkungan. Adanya ketentuan Anti-SLAPP
dalam UU No. 32 Tahun 2009 memberikan perlindungan bagi setiap orang yang
memperjuangkan hak atas lingkungan hidup agar tidak dituntut secara pidana ataupun
digugat secara perdata. Ketentuan ini memperkuat jaminan partisipasi publik dalam
pengelolaan lingkungan hidup dan SDA, terutama melindungi para aktivis (termasuk
saksi dan ahli) dari tindakan pembalasan melalui lembaga peradilan oleh pihak lawan.
Pada 2012, salah satu inisiatif masyarakat sipil yang diprakarsai ICEL,
”menghijaukan” lembaga peradilan melalui gagasan Green Bench Indonesia,
mendapatkan legitimasi positif dengan SK Ketua Mahkamah Agung tentang
Sertifikasi Hakim Lingkungan. Upaya menghijaukan pengadilan ini diawali dengan
sejumlah kegiatan di forum internasional yang membahas mengenai perkembangan
konsep green bench di berbagai belahan dunia. ICEL yang menjadi bagian dari E-Law
dan Commission of Environmental Law (CEL) IUCN kerap kali mendiskusikannya
dengan mitra global yaitu ahli-ahli hukum lingkungan di dunia. Konsolidasi gagasan
green bench di Indonesia dilakukan selama kurang lebih 5 (lima) tahun yaitu selama
penyelenggaraan pelatihan hukum lingkungan kepada ribuan hakim di hampir seluruh
provinsi di Indonesia. Pelatihan hukum lingkungan ini dimotori oleh ICEL,
Mahkamah Agung Republik Indonesia, dan pakar-pakar hukum lingkungan di
Australia, yaitu Prof. Ben Boer, Prof. Rob Fowler, Prof. Brian Preston, dan ahli

15
hukum lingkungan dari kalangan peradilan yaitu Justice Paul Stein dari Land and
Environment Court New South Wales, Australia. Program pelatihan selama lima tahun
ini didukung oleh Lembaga Kerja Sama Pembangunan Pemerintah Australia
(AusAid). Manifestasi pengembangan kebijakan green bench oleh MA kemudian
ditindaklanjuti oleh MA, Kementerian Lingkungan Hidup, dan ICEL sendiri. Sampai
dengan tahun 2013, Mahkamah Agung dan Kementerian Lingkungan Hidup telah
bekerjasama mengadakan pelatihan sertifikasi hakim lingkungan hidup yang telah
melatih 154 hakim dari lingkungan Peradilan Umum maupun Peradilan Tata Usaha
Negara.
Letter of Intent RI-Norwegia tentang Cooperation On Reducing Greenhouse
Gas Emissions From Deforestation And Forest Degradation kemudian diikuti dengan
penerbitan Inpres No. 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan
Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, atau lebih
dikenal sebagai Inpres Moratorium. Selanjutnya, Perpres No. 61 Tahun 2011 tentang
Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) menjadi
payung nasional strategi pencapaian komitmen Indonesia dalam menurunkan emisi
GRK. REDD+ di Indonesia kemudian persiapannya dilakukan oleh Satuan Tugas
REDD+ (Fase I, II) dan Pendirian Badan Pengelola REDD+. Dalam Fase I, tercapai
penundaan pemberian izin baru pada hutan alam primer dan lahan gambut melalui
Inpres No. 10 Tahun 2011. Dalam Fase II, dilakukan persiapan kelembagaan REDD+
yang dimulai dari pengembangan strategi nasional, strategi daerah, pengembangan
konsep dan mekanisme monitoring, reporting, verification (MRV) pendanaan, peta
jalan (mencakup harmonisasi peraturan perundan-undangan) serta pendirian Badan
Pengelola REDD+ sendiri. Dari Fase II ini lahir Perpres No. 62 Tahun 2013 serta
Inpres No. 6 Tahun 2013 tentang Perpanjangan Moratorium, penataan perizinan di 3
provinsi dan 11 kabupaten sebagai percontohan, pengembangan pendekatan
penegakan hukum multi-door. Pembentukan Badan Pengelola REDD+ pada 2013
merupakan salah satu kebijakan penting untuk mempercepat pelaksanaan komitmen
Pemerintah untuk mengurangi gas rumah kaca yang dihasilkan dari deforestasi dan
degradasi hutan.
Perkembangan lain yang mencerminkan kemajuan dalam partisipasi masyarakat
sipil adalah terbitnya Keputusan MenLH No. 17 Tahun 2012 yang merupakan

16
pedoman teknis perlibatan masyarakat dalam proses AMDAL dan Izin Lingkungan
(Santosa, 2014:34-41).

E. ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL)

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pertama kali diperkenalkan


pada tahun oleh National Environmental Policy Act di Amerika Serikat. Menurut UU No.
32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No. 27/1999
tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, AMDAL adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan
pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 27 tahun
1999, disebutkan bahwa AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting
untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. AMDAL didefinisikan sebagai kajian
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan
pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha/kegiatan.

Pasal 22 Ayat (2) UUPPLH menyebutkan mengenai dampak penting yang


ditentukan berdasarkan kriteria :

1. Besarnya penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau


kegiatan usaha;
2. Luas wilayah penyebaran dampak;
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
4. Banyaknya komponen lingkungan hidup yang lain yang akan terkena dampak;
5. Sifat kumulatif dampak;
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
7. Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.

Untuk mengetahui jenis-jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib


dilengkapi dengan AMDAL dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Negara

17
Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau
Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Dampak Lingkungan Hidup.
Dalam lampiran Keputusan tersebut, diatur beberapa jenis usaha yang wajib disertai
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yaitu :

1. Bidang multisektoral
2. Bidang pertahanan
3. Bidang perikanan dan kelautan
4. Bidang kehutanan
5. Bidang perhubungan
6. Bidang tehnologi satelit
7. Bidang perindustrian
8. Bidang pekerjaan umum
9. Bidang perumahan dan kawasan pemukiman
10. Bidang energi dan sumber daya mineral
11. Bidang pariwisata
12. Bidang ketenaga nukliran

Beberapa Dampak Dari Isu Lingkungan

1. Kekeringan

Kekeringan dapat penyebab, sudah pasti selama ada penyebab pasti akan ada dampak
yang ditimbulkan. Banyak sekali dampak yang mungkin ditimbulkan apabila tidak
segera mengatasinya. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Sumber air bersih berkurang, kekeringan berdampak pada berkurangnya konsumsi


air minum yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kondisi tubuh yang dehidrasi
sangat berbahaya jika terus-menerus dibiarkan salah satunya dapat menyebabkan
kematian.

b. Banyak tanaman mati karena tanaman tidak bisa mendapatkan sumber air untuk
hidup.

c. Meningkatnya polusi dampak selanjutnya ketika tanaman mati, maka polusi udara
akan semakin merajalela.

2. Banjir

18
Awal tahun kemarin ibu kota Indonesia dan berbagai daerah lainnya dihadapkan pada
banjir yang terjadi di mana-mana. Bencana banjir adalah kerugian yang terjadi karena
aliran air berlebih dan merendam satu daratan. Ada berbagai dampak bencana banjir
yang bisa menimpa setiap keluarga. Adapun dampak yang ditimbulkan dari banjir :

a. Masalah kesehatan ketika air kotor dalam jumlah banyak menggenang, masalah
kesehatan pun tidak dapat dihindari.

b. Kerugian ekonomi terjadinya kerusakan pada rumah dan barang-barang yang ada
di dalamnya ternyata menimbulkan kerugian ekonomi.

c. Sulitnya air bersih, apabila banjir datang jumlah air bersih pun otomatis berkurang.

d. Aktivitas warga terhambat, dampak banjir bagi masyarakat yang paling sederhana
adalah terendamnya rumah sehingga membuat mereka harus melakukan
penanganan terlebih dahulu sebelum beraktivitas.

e. uncul korban jiwa, dampak negatif banjir yang paling parah, yakni munculnya
korban jiwa.

3. Tanah Longsor

a. Korban jiwa keemungkinannya sangat kecil ketika terjadi bencana tersebut dan
masyarakat mau menyelamatkan diri.

b. Kehilangan tempat tinggal

c. Terputus jalur transportasi hal itu terjadi ketika kejadian bencana itu disekitar jalur
transportasi, terutama yang sering digunakan para pengemudi kendaraan

d. Perekonomian tersendat, tanah longsor terjadi tentunya akan merusak sumber mata
pencaharian para warga.

e. Rusaknya infrastruktur, longsor berdampak pada kerusakan sarana kesehatan,


pendidikan serta tempat peribadatan.

f. Trauma psikis

g. Harga Tanah Turun

h. Keselamatan masyarakat sekitar terancam masyarakat yang lahan sekitarnya rawan


bencana tentunya juga harus paham tentang jenis-jenis hujan yang mengamcam
keselamatan mereka.

i. Rusaknya sanitasi lingkungan, sanitasi atau pembudayaan hidup bersih ini menjadi
perihal utama masyarakat untuk menjaga keutuhan planet bumi ini dari bencana

19
alam. Salah satu bentuk sanitasi ini adalah menjaga saluran air dan pengedalikan
pencemaran air untuk mengurangi kerusakan sanitasi lingkungan.

4. Erosi Pantai

Erosi pantai jika terus menerus terjadi dapat merugikan ekosistem air laut karena
dampak yang ditimbulkan oleh erosi pantai yaitu :

a. Penyusutan area pantai dapat menyempitnya daerah pantai adalah dampak dari
erosi pantai yang paling jelas terlihat.

b. Rusaknya hutan mangrove, penanaman hutan mangrove yang sebenarnya


ditujukan untuk menangkal dan mengurangi resiko erosi pantai juga berpotensi
gagal total jika abrasi pantai sudah tidak bisa ditanggulangi.

c. Hilangnya tempat berkumpul ikan perairan pantai, terkikisnya daerah pantai yang
diawali gelombang dan arus laut yang destruktif serta kegiatan penambangan
terumbu karang menyebabkan ikan perairan pantai kehilangan habitatnya.

5. Instrusi Air Laut


Instrusi air laut memiliki penyebab, sehingga instrusi air laut dapat memiliki dampak
yang berbahaya bagi lingkungan dan makhluk hidup. Adapun dampak dari instrusi air
laut yaitu :
a. Kebutuhan akan air bersih semakin sulit, karena air tanah sudah terkontaminasi
dengan air laut sehingga rasanya menjadi asin.
b. Pertanian disekitar pesisir pantai akan mengalami kerugian karena kebutuhan air
tawaruntuk irigasi semakin berkurang.
c. Kesehatan penduduk sekitar pesisir pantai memburuk karena kurangnya konsumsi
air bersih.
6. Pemanasan Global
Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-
geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir,
peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu,
migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-
ekonomi masyarakat meliputi :
a. gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai,
b. gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan
dan bandara
c. gangguan terhadap permukiman penduduk,
d. pengurangan produktivitas lahan pertanian,
e. peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb).
7. Penipisan Lapisan Ozon

20
Dengan berkurangnya lapisan ozon dalam stratosfer dan terbentuknya lubang ozon
(ozone hole) yang makin luas, maka radiasi ultraviolet lebih banyak sampai ke
permukaan bumi. Badan proteksi lingkungan Amerika (EPA) memperkirakan 5%
ozon yang berkurang akan dapat menyebabkan gangguan pada makhluk hidup, antara
lain:
a. Lebih banyak kasus kanker kulit melanoma yang sering berakibat fatal dan
menyebabkan kematian tiap tahun.
b. Menaikkan kasus katarak pada mata, kulit terbakar matahari dan kanker mata
pada sapi.
c. Menghambat daya kebal (imunitas) pada manusia, sehingga lebih mudah
terinfeksi penyakit.
d. Penurunan produksi tanaman pangan, seperti beras, jagung, dan kedelai.
e. Kenaikkan suhu udara, karena terjadi perubahan iklim, penurunan produksi
pertanian, dan kematian hewan liar yang dilindungi.
8. Pertumbuhan Populasi
Dampak pertumbuhan penduduk menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan
sumber daya alam dan ruang. Untuk kebutuhan sumber daya alam dapat menyebabkan
over eksploitasi sedangkan kebutuhan ruang menyebabkan terjadinya pengalihan lahan
dari hutan atau daerah hijau menjadi lahan pemukiman
9. Pencemaran Limbah B3
Limbah B3 merupakan bahan berbahay dan beracun yang penanangganannya harus
secara khusus dengan Konsep from Cradle to grave. Kondisi sekarang limbah B3 tidak
berdampak lokal saja karena terjadi kegiatan pemindahan limbah B3 antar negara
bahkan ada yang membuang di laut lepas. Hal tersebut menyebabkan isu tentang
limbah B3 menjadi isu global karena bisa berdampak kepada semua negara apabila
pembuangan limbah B3 di laut lepas terjadi kebocoran atau pembuangan limbah B3 ke
teretori negara lain. Dampak limbah B3 bersifat akut sampai kematian bagi mahluk
hidup.

21
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Isu lingkungan merupakan suatu permasalahan yang harus diperhatikan karena
merupakan permasalahan yang cukup serius dan memberikan dampak yang cukup
mempengaruhi kehidupan manusia. Isu lingkungan dapat di kelompokkan menjadi
beberapa namun dalam makalah ini dibahas mengenai isu lingkungan lokal dan
global. Isu lingkungan lokal merupakan isu lingkungan yang dapat kita rasakan
dampaknya secara langsung, seperti banjir, tanah longsor, kekeringan dan lain
sebagainya. Isu lingkungan global merupakan isu lingkungan yang dampaknya
dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat dunia, seperti penipisan lapisan ozon,
pemanasan global, pertumbuhan populasi, hujan asam dan lain sebagainya. Isu-isu
lingkungan tersebut baik lokal maupun global faktor utama penyebab terjadinya
adalah manusi. Manusia memiliki jiwa konsumtif terhadap perkembangan
teknologi tanpa memperhatikan dampaknya bagi keberlangsungan di masa yang
akan datang. Perlu kesadaran yang tinggi untuk menanggulangi hal tersebut saat
ini, terutama penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya yang dapat merusak
lingkungan dan akan mengganggu keberlangsungan hidup di muka bumi, seperti
penggunaan parfum, lemari pendingin, AC dan terutama penggunaan kendaraan
berbahan bakar yang menjadi penyumbang polusi terbesar saat ini. Selain itu perlu
kesadaran dari pabrik-pabrik yang dapat menghasilkan limbah berbahaya untuk
tidan membung limbahnya sembarangan sehingga dapat merusak ekosistem yang
ada.
B. Saran
Tidak ada yang salah dengan manusia yang mencoba memanfaatkan alam
untuk mendukung kehidupan mereka karena memang alam diciptakan untuk
mendukung kehidupan manusia. Akan tetapi, pemanfattan alam menjadi hal yang
salah ketika pemanfaatan alam tidak diimbangi dengan pelestarian lingkungan.
Dampak dari isu lingkungan begitu banyak dan sudah kita rasakan dampak
tersebut, sehingga kita harus melestarikan lingkungan agar alam tidak rusak dan
ekosistem tetap terjaga.

22
DAFTAR PUSTAKA

Ameilia, Farsah. 2018. Analisis Hujan Asam dan CO 2 Atmosfer. Jurusan Teknik Industri,
FTI, Universitas Trisakti, Jakarta:1-10.

Arliman, Laurensius S.2018."Eksistensi Hukum Lingkungan dalam Membangun Lingkungan


Sehat di Indonesia".Jurnal Lex Librum.5(1).761-770.

Baiquni, M. 2009. “Revolusi Industri, Ledakan Penduduk Masalah Lingkungan”. Jurnal


Sains dan Teknologi Lingkungan. 1(1): 38-59.

Cahyono, W.Eko. 2010. “Pengaruh Hujan Asam Pada Biotik dan Abiotik. Penelitian Bidang
Pengkajian Ozon dan Polusi Udara”, LAPAN.

Cahyono, W.Eko. 2010. Urgensi Menjaga Lapisan Ozon Bagi Penghuni Bumi, LAPAN.
38-41.

Kurniasari, Netty Dyah. 2017. "Perempuan dan Isu Lingkungan (Analisis Pemberitaan di
Media Nasional dan Lokal Tahun 2014-2017)." Jurnal Palastren. 10 (1). 91-108.

Santoso, Mas Achmad., dan Margaretha Quina.2014."Gerakan Pembaruan Hukum


Lingkungan Indonesia dan Perwujudan Tata Kelola Lingkungan Yang Baik dalam
Negara Demokrasi".Jurnal Hukum Lingkungan.1(1):23-54.

Wibowo, Hendro Ari., Wasino, dan Dewi Lisnoor Setyowati. 2012. "Kearifan Lokal dalam
Menjaga Lingkungan Hidup (Studi Kasus Masyarakat di Desa Colo Kecamatan Dawe
Kaupaten Kudus." Journal of Education Social Studies. 1(1). 25-30.

Widowati dan Sutoyo. 2009. “Upaya Mengurangi Penipisan Lapisan Ozon”. Buasa
sains.9(2):141-146.

23

Anda mungkin juga menyukai