KIMIA LINGKUNGAN
KIMIA TOKSIKOLOGI
KELOMPOK II
UNIVERSITAS MATARAM
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-Nyalah,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kimia Toksikologi” sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari bahwa yang diungkapkan dalam
makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan
yang dimiliki oleh kami, sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi kami apabila
mendapatkan kritikan dan saran yang membangun makalah ini sehingga selanjutnya akan
lebih baik dan sempurna. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan
mata kuliah Kimia Lingkungan pada program studi pendidikan kimia Unversitas Mataram.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua
pihak dan sebagai media pembelajaran kimia lingkungan khususnya dalam segi teoritis
sehingga dapat membuka wawasan ilmu pengetahuan serta akan menghasilkan yang lebih baik
di masa yang akan datang.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia
(Casarett and Doulls, 1995). Selain itu toksikologi juga mempelajari atau kerusakan
(cedera) pada organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang diakibatkan oleh suatu
materi substansi (energy), mempelajari racun, tidak saja efeknya, tetapi juga
mekanisme terjadinya efek tersebut pada organisme dan mempelajari kerja kimia yang
merugikan terhadap organisme. Banyak sekali peran toksikologi dalam kehidupan
sehari-hari, tetapi bila dikaitkan dengan lingkungan dikenal istilah toksikologi
lingkungan dan ekotoksikologi.
Toksikologi lingkungan adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik
yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan menimbulkan pencemaran lingkungan
(Cassaret, 2000) dan Ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan
fisik pada mahluk hidup, khususnya populasi dan komunitas termasuk ekosistem,
termasuk jalan masuknya agen dan interaksi dengan lingkungan (Butler, 1978). Dengan
demikian ekotoksikologi merupakan bagian dari toksikologi lingkungan. Adanya
proses modernisasi yang akan menaikan tingkat konsumsi masyarakat sehingga
produksi juga akan meningkat dan akan mengakibatkan industrialisasi serta
penggunaan energi akan meningkat yang tentunya akan meningkatkan resiko
toksikologis.
Racun adalah setiap zat, termasuk obat yang memiliki kapasitas membahayakan
organisme. Paracelsus (1493-1541) seorang dokter pada masa Renaissance
mendefinisikan istilah racun dengan sebuah pertanyaan "Apa ada yang bukan termasuk
racun?, pada dasarnya semua hal/zat adalah racun dan tidak ada satu zat pun yang tidak
dapat menyebabkan keracunan. Dosislah yang semata-mata membedakan suatu zat itu
racun atau bukan". Keracunan menunjukan adanya efek fisiologis yang merusak akibat
paparan zat atau obat tertentu. Jadi secara umum dapat dinyatakan bahwa semua obat
adalah racun yang potensial, dosis, kondisi individu, lingkungan dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan gen yang akan berkontribusi menentukan apakah obat tersebut
memberikan efek racun atau tidak.
Beberapa senyawa kimia secara inheren dapat menjadi racun, seperti timah,
yang tidak diketahui bagaimana peran fisiologisnya dalam tubuh namun dapat
menyebabkan cedera neural bahkan pada tingkat paparan yang sangat rendah.
Kebanyakan obat-obatan adalah racun pada ambang batas tertentu, pada dosis terapi
obat memberikan efek yang menguntungkan, tetapi pada dosis yang lebih tinggi dapat
menyebabkan keracunan. Sebagai contoh, besi merupakan nutrisi yang penting untuk
sintesis heme dan berbagai fungsi fisiologis enzim, tetapi over dosis besi sulfat dapat
menyebabkan disfungsi berbagai organ yang mengancam jiwa.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan pengertian Toksikologi?
2. Jelaskan jenis-jenis efek toksik!
3. Jelaskan fase kinetik dan fase dinamis beracun dalam tubuh!
4. Jelaskan respon fisiologis terhadap racun!
5. Analisis penyebab terjadinya Teratogenesis, Mutagenesis, dan Karsinogenesis!
6. Analisis toksisitas logam, senyawa anorganik, dan senyawa organik!
C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian Toksikologi.
2. Mengetahui jenis-jenis efek toksik.
3. Mengetahui fase kinetik dan fase dinamis beracun dalam tubuh.
4. Mengetahui respon fisiologis terhadap racun.
5. Mengetahui penyebab terjadinya Teratogenesis, Mutagenesis, dan
Karsinogenesis.
6. Mengetahui toksisitas logam, senyawa anorganik, dan senyawa
organik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TOKSIKOLOGI
Toksikologi merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang
racun. Dan racun dapat didefinisikan sebagai zat yang dapat menyebabkan efek
yang berbahaya bagi makhluk hidup; racun merupakan zat yang bekerja di
dalam tubuh secara kimiawi dan fisiologis yang dalam dosis toksik akan
menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian. Sifat bahan
kimia dari racun apabila masuk ke jaringan tubuh manusia akan mampu
merusak sel darah merah dan sistem saraf. Mengikuti postulat Paracelsus, suatu
zat dikatakan beracun atau tidak bergantung pada seberapa banyak bahan atau
zat tersebut. Sehingga di dalam toksikologi industri yang penting adalah
menyatakan seberapa banyaknya sebagai taksiran beracun tidaknya suatu zat
tertentu. Toksikologi juga mencakup studi mengenai efek-efek berbahaya yang
disebabkan oleh fenomena fisik (Hodgson, 2004: 3).
Toksikologi adalah studi mengenai efek yang tidak diinginkan dari zat-
zat kimia terhadap organisme hidup. Jadi, kalau dilihat dari definisi tersebut
tidak perlu lagi kata kimia dituliskan sesudah toksikologi seperti yang dituliskan
dalam judul makalah ini, meskipun zat toksik bisa juga berasal dari tumbuhan
dan binatang.
Efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis tidak
akan dihasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk
biotransformasinya mencapai tempat yang sesuai di dalam tubuh pada
konsentrasi dan lama waktu yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik.
Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas yang berhubungan dengan situasi
pemaparan (pemajanan) terhadap bahan kimia tertentu adalah jalur masuk ke
dalam tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan. Pemaparan bahan-bahan
kimia terhadap binatang percobaan biasanya dibagi dalam empat kategori: akut,
subakut, subkronik, dan kronik. Untuk manusia pemaparan akut biasanya terjadi
karena suatu kecelakaan atau disengaja, dan pemaparan kronik dialami oleh
para pekerja terutama di lingkungan industriindustri kimia.
• Attempted Suicide
• Homicidal poisoning
Terdapat tiga fase dalam proses toksik senyawa racun di dalam lingkungan,
yakni (1) fase eksposur/pendedahan (exposure phase), (2) fase kinetik (kinetic phase),
(3) fase dinamik (dynamic phase). Fase pendedahan adalah fase dimana zat racun mulai
keluar dari sumbernya. Fase ini meliputi cara bagaimana lingkungan terkontaminasi
oleh bahan pencemar, termasuk kondisi sumber pencemar (racun). Fase kinetik
didefinisikan sebagai fase ketika zat racun mulai menyebar pada medium fisik, seperti
tanah, air dan udara. Fase dinamik adalah fase dimana zat racun sudah mulai
berinteraksi dengan traget serta menimbulkan efek terhadap target atau reseptor (flora,
fauna, ataupun manusia). Adapun parameter tiap fasenya adalah:
1. Fase Eksposur
a. Apakah sumber racun tersebar atau tidak.
b. Kondisi sumber tercemar (static sources: industri dan pemukiman
penduduk; mobile sources: transportasi—e. mobil, motor, kereta
api, bus, kapal laut, dll.).
c. Jenis emisi (zat yang dikeluarkan).
d. Jumlah emisi—termasuk frekuensi dan luas yang tertutup oleh
emisi.
2. Fase Kinetik (Beberapa kondisi yang dialami polutan pada fase
kinetik)
a. Pengikatan di dalam tanah.
b. Tingkat kelarutan di dalam air (pelarutan bahan pencemar).
c. Konversi senyawa secara fisiko-kimiawi.
d. Konversi oleh biologis.
e. Parameter iklim/cuaca (peruraian polutan oleh alam)
3. Fase Dinamik (Meliputi efek toksisitas [akut dan kronik] dari bahan
pencemar)
a. Mengenai efek toksisitasnya.
b. Penyerapan polutan oleh organisme.
c. Perpindahan polutan dalam tubuh organisme.
d. Transformasi polutan dalam tubuh organisme.
e. Pengeluaran polutan dari tubuh organisme.
Efek toksik dalam sistem biologis tidak akan terjadi jika bahan kimia tersebut
tidak mencapai tempat yang sesuai didalam tubuh pada konsentrasi dan lama waktu
yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik. Terjadi tidaknya respons toksik
tergantung pada sifat kimia dan fisik dari bahan tersebut, situasi paparan, dan
kerentanan sistem biologis dari subjek. Oleh karena itu untuk mengetahui karakteristik
lengkap tentang bahaya potensial dan toksisitas dari suatu bahan kimia tertentu, maka
perlu diketahui tidak hanya efek-efek dan dosis yang diperlukan untuk mengahsilkan
efek tersebut, tetapi juga informasi mengenai sifat bahan kimianya sendiri,
pemaparannya, dan subjeknya. Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas yang
berhubungan dengan situasi pemaparan terhadap bahan kimia tertentu adalah jalur
masuk (route of entry) kedalam tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan.
Ada 3 jalur utama bahan toksik masuk kedalam tubuh manusia yaitu melalui
saluran pencernaan atau makanan (gastro intestinal), jalur pernapasan (inhalasi) dan
melalui kulit (topikal). Bahan toksik masuk kedalam saluran pencernaan umunya
melalui makanan atau minuman dan kemudian diserap didalam lambung. Bahan toksik
yang masuk melalui saluran pernapasan menuju paru-paru akan diserap oleh alveoli
paru-paru. Pada umumnya kulit lebih impermeabel dan karenanya merupakan barier
(penghalang) yang baik bagi bahan toksik masuk kedalam tubuh. Namun beberapa
bahan kimia dapat diserap oleh kulit dalam jumlah yang cukup banyak sehingga
menimbulkan efek sistemik. Suatu zat kimia dapat diserap lewat folikel rambut atau
lewat sel-sel kelenjar keringat. Setelah bahan toksik tersebut diserap dan masuk
kedalam darah, kemudian didistribusikan keseluruh tubuh dengan cepat. Namun
demikian sebagian bahan toksik dapat dikeluarkan oleh mekanisme tubuh secara alami
melalui urine, empedu dan paru-paru. Dan sebagian lagi bisa mengalam
biotransformasi dan bioaktivasi. Yang lebih berbahaya adalah jika terjadi proses
bioaktivasi dimana bahan toksik diubah menjadi bahan yang lebih toksik oleh
metabolisme tubuh.
Bahan kimia yang masuk ke badan dapat mempengaruhi fungsi tubuh manusia
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya gangguan kesehatan atau keracunan, bahkan
dapat menimbulkan kematian. Adapun proses fisiologi yang berlangsung adalah:
Racun masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, misal pada jalan
pencernaan, pernapasan atau mata. Kemudian melalui peredaran darah akhirnya
dapat masuk ke organ-organ tubuh secara sistematik. Organ-organ tubuh yang
biasanya terkena racun adalah paru-paru, hati (hepar), susunan saraf pusat (otak dan
sumsum tulang belakang), sumsum tulang, ginjal, kulit, susunan saraf tepi, dan
darah.
Efek racun pada tubuh juga akan memberikan efek local seperti iritasi, reaksi alergi,
dermatitis, ulkus, jerawat, dan gejala lain. Gejala-gejala keracunan sistematik juga
tergantung pada organ tubuh yang terkena.
2. Fungsi detoksikasi hati (hepar):
F. EFEK TOKSIK
Efek toksik sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran, maupun mekanisme
kerjanya. Pengertian yang mendalam mengenai ciri-cirinya berguna untuk menilai
bahayanya bagi kesehatan, dan untuk mengembangkan upaya pencegahan dan terapi.
Semua efek toksik terjadi karena interaksi biokimiawi antara toksikan (dan/atau
metabolitnya) dengan struktur reseptor tertentu dalam tubuh. Struktur itu dapat bersifat
non-spesifik, seperti jaringan yang berkontak langsung dengan bahan korosif. Tetapi
pada umumnya struktur itu spesifik, misalnya struktur subseluler tertentu. Berbagai
struktur, termasuk reseptor dapat juga dipengaruhi. Sifat efek toksik pun dapat berbeda.
Organ Sasaran
a. Kepekaan Organ
Neuron dan otot jantung sangat bergantung pada adenosis trifosfat (ATP), yang
dihasilkan oleh oksidasi mitokondria; kapasitasnya dalam metabolisme
anaerobik juga kecil, dan ion bergerak dengan cepat melalui membran sel. Maka
jaringan itu sangat peka terhadap kekurangan oksigen yang timbul karena
gangguan sistem pembuluh darah atau hemoglobin (misalnya, keracunan CO).
Sel-sel yang membelah cepat, seperti sel-sel di sumsum tulang dan mukosa
usus, sangat peka terhadap racun yang mempengaruhi pembelahan sel.
b. Penyebaran
Saluran napas dan kulit merupakan organ sasaran bagi toksikan yang berasal
dari industri dan lingkungan karena di sinilah terjadi penyerapan. Berdasarkan
satuan berat, volume darah di hati dan ginjal paling tinggi. Akibatnya mereka
paling banyak terpajan toksikan. Lagi pula, fungsi metabolisme dan ekskresi
pada kedua organ ini lebih besar, sehingga keduanya lebih peka terhadap
toksikan.
c. Ambilan Selektif
Beberapa sel tertentu mempunyai afinitas yang tinggi terhadap zat kimia
tertentu. Contohnya, pada saluran napas, sel-sel epitel alveolus tipe I dan II yang
mempunyai sistem ambilan aktif untuk poliamin endogen, akan menyerap
parakuat, yang struktur kimianya mirip. Proses ini dapat menyebabkan
kerusakan jaringan alveoli walaupun parakuat masuk secara oral.
d. Biotransformasi Akibat bioaktivasi, terbentuk metabolit yang reaktif. Proses ini
biasanya membuat sel-sel di dekatnya menjadi lebih rentan. Karena merupakan
tempat utama biotransformasi, hati rentan terhadap pengaruh bermacam-macam
toksikan. Untuk beberapa toksikan, bioaktivasi pada tempat-tempat tertentu
mempengaruhi efeknya. Contohnya, berbagai insektisida organofosfat, seperti
paration. Mereka terutama mengalami bioaktivasi di hati, namun banyaknya
enzim detoksikasi di tempat itu serta banyaknya tempat pengikatan yang reaktif,
mencegah munculnya tanda-tanda keracunan yang nyata. Di sisi lain, jaringan
otak memiliki enzim-enzim bioaktivasi yang jauh lebih sedikit, akan tetapi
karena bioaktivasi tersebut terjadi di dekat tempat sasaran yang kritis, yakni
sinaps, manifestasi toksik yang paling menonjol dalam kelompok toksikan ini
tampak pada sistem saraf.
e. Mekanisme pemulihan Suatu toksikan dapat mempengaruhi organ tertentu
akibat tidak adanya mekanisme pemulihan. Contohnya MNU menyebabkan
berbagai tumor pada tikus terutama di otak, kadang-kadang di ginjal, tetapi tidak
di hati.
Kanker tidak dapat berkembang pada sel yang tidak berproliferasi. Oleh karena
itu satu tahap inisiasi saja belum cukup untuk menimbulkan neoplasma. Diperlukan
gena promotor untuk dapat melewati tahap selanjutnya, yaitu tahap promosi. Pada tahap
ini terjadi perubahan siklus sel sehingga sel aktif berproliferasi dengan demikian mutasi
yang terjadi akan tersebar pada sel-sel baru dan terbentuklah jaringan tumor (King,
2000). Pada fase progresi, gena-gena pertumbuhan yang diaktivasi oleh kerusakan
DNA mengakibatkan mitosis dipercepat dan pertumbuhan liar dari sel-sel ganas.
Tumor menjadi manifers (Tjay dan Rahardja, 2002). Kemudian jaringan asalnya akan
rusak (destruksi) dan pada bagian tubuh lainnya akan membentuk sel anak (metastasis)
(Mutschler, 1999).
1. Teratogenesis
Teratogen adalah agen asing yang dapat menyebabkan bayi cacat lahir
akibat terjadinya kelainan perkembangan pada janin selama dalam kandungan.
Teratogen dapat berupa zat kimia, infeksi, bahan asing, atau obat-obatan
tertentu, bahkan penyakit yang dialami pada ibu hamil. Penyebab utama
munculnya teratogenik telah diklasifikasikan disebabkan oleh:
a. Zat beracun. Zat veracun pada manusia berasal dari obat-obatan ketika
dalam masa kehamilan dan berbagai racun yang bersumber dari lingkungan
pada saat kehamilan.
b. Kalium iodida atau suplemen makanan dapat menyebabkan munculnya
teratogenik, dan paparan ini akan menyebabkan terjadinya iritasi ringan dan
harus segera ditangani dengan menggunaka sarung tangan.
c. Infeksi vertikal. Infeksi vertikal ialah infeksi yang disebabkan oleh patogen,
seperti bakteri dan virus, yang penularannya melalui ibu ke anak, ketika
dalam masa kehamilan atau persalinan. Kekurangan nutrisi dapat
menyebabkan risiko infeksi perinatal.
d. Kekurangan nutrisi. Kekurangan nutrisi bisa merupakan kekurangan asam
folat, dan kekurangan asam folat dapat menyebabkan terjadinya spina bifida
pada manusia atau cacat lahir akibat gangguan pada tabung saraf.
e. Pengekangan fisik. Terjadi sindrom potter akibat adanya Oligohidramnion
pada manusia.
f. Kelainan genetik
g. Alkohol. Mengonsumsi alkohol selama masa kehamilan.
2. Mutagenesis
Ada beberapa faktor penyebab mutasi (mutagen) dapat kita bedakan menjadi:
• Fisik yaitu suhu, radiasi sinar ultraviolet, alfa, beta, gamma, sinar-X dan
juga radioaktif.
• Kimiawi yaitu asam nitrat, hidroksil amino, kolkisin dan digitonin.
• Biologis yaitu berupa virus.
3. Karsinogenesis
Faktor penyebab:
• Pada Saraf
Uap logam merkuri dan metil merkuri dengan mudah dapat memasuki susunan
saraf dan menambah efek racun. Senyawa merkuri anorganik tidak dapat
memasuki susunan saraf dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga tidak
menimbulkan keracunan (neurotoksik). Senyawa organik timbal bersifat
neurotoksik, sedangkan senyawa timbal anorganik memengaruhi sistem hem.
Sistem hem merupakan sistem yang mengandung zat penting bagi hemoglobin
dan sitokrom. Pada tingkat pemakaian yang tinggi, senyawa-senyawa ini dapat
menambah ensefalopati yang mengakibatkan gangguan fungsi kejiwaan pada
anak-anak kecil, seperti gangguan kesadaran dan kelakuan.Logam lain yang
bersifat neurotoksik adalah tembaga, trietiltimah, emas, litium, dan mangan.
• Pada Ginjal
Sebagai organ ekskresi utama dalam tubuh, ginjal menjadi organ sasaran
keracunan logam. Kadmium memengaruhi sel tubulus proksimal ginjal,
sehingga menyebabkan ekskresi protein molekul kecil, asam amino, dan
glukosa bersama urin. Kadmium terkumpul dalam lisosom sel tubulus
proksimal ginjal. Dalam lisosom, kompleks kadmium melepaskan Cd2+. Ion
kadmium menghambat enzim proteolitik dalam lisosom dan menyebabkan
cedera sel.
• Pada Pernapasan
Sistem pernapasan merupakan organ sasaran utama bagi sebagian besar logam.
Banyaknya logam menyebabkan iritasi dan radang saluran pernapasan, bagian
yang dipengaruhi bergantung pada jenis logam dan tingkat pemakaian. Pada
tingkat pemakaian yang tinggi, kromium memengaruhi lubang hidung, arsen
memengaruhi bronki, dan berilium memengaruhi paru-paru.
• Karsinogenisitas
Karsinogenisitas merupakan pembengkakan pada jaringan tubuh (tumor).
Tumor diakibatkan oleh peningkatan zat-zat kimia yang beracun. Beberapa
logam bersifat karsinogenik pada manusia dan hewan. Logam-logam tersebut
adalah arsen, kromium, berilium, kadmium, dan sisplatin.
• Gangguan Fungsi Imun
Konsumsi makanan yang mempunyai bahan logam beracun dapat
mengakibatkan penghambatan berbagai fungsi imun. Logam-logam lain, seperti
berilium, kromium, nikel, emas, merkuri, platina, dan zirkonium dapat
menginduksi reaksi hipersensitivitas.
Logam Beracun
• Aluminium (Al)
• Barium (Ba)
• Berilium (Be)
• Kadmium (Cd)
• Merkuri (Hg)
• Besi (Fe)
• Arsene (As)
• Timbal Pb)
• Kromium (Cr)
• Kobalt (Co)
• Nikel (Ni)
• Selenium (Se)
• Zink (Zn)
KESIMPULAN
Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat kimia
terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara kuantitatif
tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di timbulkannya.
Efek merugikan/ toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan kimia yang
mengalami biotransformasi dan dosis serta susunannya cocok untuk menimbulkan keadaan
toksik. Respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain tergantung kepada sifat fisik dan
kimia, situasi paparan, kerentanan sistem biologis, sehingga bila ingin mengklasifiksikan
toksisitas suatu bahan harus mengetahui macam efek yang timbul dan dosis yang dibutuhkan
serta keterangan mengenai paparan dan sasarannya.
SARAN
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun agar dalam pembuatan
makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi, atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta : Andi.
Bird, Tony. 1993. Kimia Untuk Universitas. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Cotton dan Wilkinson . 2009 . Kimia Anorganik Dasar . Jakarta : UI-Press
Darmono.2006. Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya
Dengan ToksikologiSeyawa Logam . Jakarta . UI-Press
Darmono . 2009 . Farmasi Forensik dan Toksikologi . Jakarta : UI-Press
Alifia, U, 2008. Apa Itu Narkotika dan Napza. Semarang: PT Bengawan Ilmu.
Abdul. 2008. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalamProses Penyidikan.
Jakarta: Sagung Seto.
Mun’im Idries. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bina Rupa Aksara
Brady, James. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta : Binaputra
Aksara.
Cotton dan Wilkinson . 2009 . Kimia Anorganik Dasar . Jakarta : UI-Press.
Gunawan, Adi. dan Roeswati. 2004. Tangkas Kimia. Surabaya : Kartika.
Sukartono. 1993. Ilmu Kimia. Jakarta : Erlangga.