DISUSUN OLEH :
INSANUL ADLI (5203131019)
PTE
Penulis
Insanul Adli
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
1.2 Tujuan..........................................................................................................................4
3.1 Kesimpulan................................................................................................................19
3.2 Saran..........................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam dunia pendidikan, penilaian merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari proses belajar mengajar. Sistem penilaian yang baik akan
mendorong guru menggunakan strategi mengajar yang lebih baik dan
memotivasi anak untuk belajar lebih giat. Penilaian biasanya dimulai dengan
kegiatan pengukuran. Pengukuran (measurement) merupakan cabang ilmu
statistika terapan yang bertujuan untuk membangun dasar-dasar pengembangan
tes yang lebih baik sehingga menghasilkan tes yang berfungsi secara optimal,
valid, dan reliabel.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini, yaitu:
Item analisis merupakan bagian integral dari validitas dan reliabilitas sebuah tes,
dan item analisis ini dilakukan oleh seorang evaluator, biasanya sesudah semua item
yang telah diberikan pada siswa dikembalikan, dan skornya sudah ditentukan. Disamping
itu, ketika seorang guru hendak melakukan analisis item suatu tes, sebaiknya ia
memerhatikan apakah tes yang hendak dianalisis direncanakan mengacu pada bentuk tes
normatif( norm referenced test ) atau pada bentuk kriterion ( criterion referenced mastery
test ). Perhatian terhadap acuan dengan melihat apakah mengacu pada acuan normatif
atau acuan kriterion, karena analisis item yang digunakan dalam normatif pada
prinsipnya tidak secara langsung dapat dipakai pada tes yang berbentuk kriterion
( criterion referenced mastery test ). Hal ini dikarenakan pada tes kriterion ini
direncanakan untuk mendeskripsikan kemampuan siswa sebagai konsekuensi hasil
belajar bisa ditampilkan. Pada tes yang berbentuk kriterion, indeks kesulitan dan indeks
pembeda tidak terlalu bermanfaat. Hal ini berbeda dengan tes normatif yang berusaha
menentukan posisi atau rangking siswa dengan siswa lainnya dalam satu grup kelas yang
sama. Item analisis merupakan suatu hal yang diperlukan kehadirannya.
Menurut Thorndike dan Hagen ( 1977 ) , analisis tehadap soal-soal ( items ) tes
yang telah dijawab oleh murid-murid mempunyai dua tujuan penting. Pertama, jawaban-
jawaban soal itu merupakan informasi diagnostik untuk meneliti pelajaran dari kelas itu
dan kegagalan-kegagalan belajarnya, serta selanjutnya untuk membimbing ke arah cara
belajar yang lebih baik. Kedua, jawaban-jawaban terhadap soal-soal yang terpisah dan
perbaikan ( review ) soal-soal yang didasarkan atas jawaban-jawaban itu merupakan
basis bagi penyiapan tes-tes yang lebih baik untuk ditahun berikutnya. Jadi tujuan khusus
dari item analysis ialah mencari soal tes mana yang baik dan mana yang tidak baik.
Dengan mengetahui soal-soal yang tidak baik itu selanjutnya kita dapat mencari
kemungkinan sebab-sebab mengapa item itu tidak baik. Dengan membuat analisis soal,
sedikitnya kita dapat mengetahui tiga hal penting yang dapat diperoleh dari tiap soal,
yaitu :
P: 0,0
0,1
0,2 Sukar
0,3
0,4
0,5
Sedang
0,6
0,7
0,8
Mudah
0,9
Berikut ini akan dibahas analisis tingkat kesukaran butir dengan berbagai cara
yaitu sebagai berikut :
M = jumlah peserta
10 | A N A L I S I S B U T I R T E S
1 f
pi =
M −M g (
f b− s
k −1 )
q i=1− p
Keterangan :
K = jumlah pilihan jawaban
M = jumlah peserta tes
M g = peserta tidak menjawab
f b = frekuensi jawaban benar
f s = frekuensi jawaban salah
pi = proporsi jawaban benar
q i = proporsi jawaban salah
b) Kelompok Tinggi – Rendah
Penghitungan tingkat kesukaran cara ini, langkah pertama adalah membagi
peserta yang menjawab benar suatu butir tes menjadi dua bagian, yaitu
kelompok tinggi dan kelompok rendah. Langkah kedua, menghitung
proporsi tingkat kesukaran butir. Rumus untuk penghitungan proporsi
penalti tingkat kesukaran (p) kelompok tinggi – rendah adalah :
Kelompok Tinggi :
1 f
p Ri=
M −M g (
f b− s
k−1 )
Kelompok Rendah :
1 f
p Ri=
M −M g (
f b− s
k−1 )
Proporsi tingkat kesukaran :
pi=0,5 ( p Ti + p Ri)
3) Skala Linear
Penghitungan tingkat kesukaran butir tes pada teknik ini dengan
mentransformasikan nilai p menjadi nilai z dan menggunakan tabel distribusi
normal. Nilai p yang diperoleh dikoreksi sehingga menjadi pb dengan rumus :
ap−1
pbi=
a−1
Keterangan :
P = jumlah yang menjawab benar butir ke – i
pbi = p terkoreksi pada butir ke – i
11 | A N A L I S I S B U T I R T E S
a = jumlah pilihan jawaban
4) Tingkat Kesukaran dengan Indeks Davis
Penghitungan tingkat kesukaran dengan skala linier ada kemungkinan
diperoleh hasil bertanda negatif sehingga menyulitkan dalam mengambil
kesimpulan. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, digunakan Indeks Davis yang
mengacu pada tabel probabilitas normal baku dengan rumus :
D=21,063 z +50
Untuk memperoleh nilai D secara cepat dapat dilakukan dengan melihat tabel
khusus yang disediakan. Tingkat kesukaran suatu butir tes mencapai
maksimum jika terdapat kecocokan di antara kemampuan (ability) responden
dengan tingkat kesukaran butir tes, yaitu :
Tingkat kesukaran maksimum : p=q=0,5
Pada tes yang berbentuk pilihan ganda, ada dua macam kemungkinan, yaitu
0,5 kemungkinan dijawab salah dan 0,5 kemungkinan dijawab benar karena
terkaan. Jumlah pilihan (n) atau alternatif jawaban dapat dihitung tingkat
kesukaran maksimum suatu tes, hasilnya tampak pad tabel berikut :
Jumlah Opsi dan tingkat Kesukaran Maksimum
12 | A N A L I S I S B U T I R T E S
sejauh 13 satuan ke kanan. Dengan demikian, tingkat kesukaran butir tes
bernilai positif, skala baru ini dinamakan dengan skala delta (Δ) sehingga
skalanya menjadi :
Δ = 13 + 4z
Bentagan skala delta dari 1 sampai 25, dengan nilai tengah (median) sebesar
13, sedangkan nilai z membentang dari -3 hingga +3.
Penghitungan daya beda suatu butir tes dapat dilakukan dengan berbagi
cara, yaitu sebagai berikut :
13 | A N A L I S I S B U T I R T E S
f Ti = frekuensi yang menjawab benar butir tes ke – i untuk kelompok tinggi
f Ri = frekuensi yang menjawab benar butir tes ke – i untuk kelompok
rendah
M T = jumlah seluruh peserta kelompok tinggi
M R = jumlah seluruh peserta kelompok rendah
2) Penghitungan daya beda dengan kelompok tinggi – rendah cara 2
Penghitungan dilakukan dengan menggunakan rumus :
f Ti (x=1)
D i=
f Ti ( x=1 ) +f Ri (x=1)
3) Penghitungan daya beda dengan kelompok tinggi – rendah cara 3
Penghitungan dilakukan dengan menggunakan rumus :
f Ti ( x=1 )−f Ri (x=1)
D i=
1
(M T + M R )
2
Karena M T =M R , maka ½ ( M T + M R )=M T =M R , dengan demikian maka
indeks daya beda jenis pertama sama dengan indeks daya beda jenis ketiga.
4) Penghitungan daya beda dengan rumus Chi – Kuadrat
Penghitungan dilakukan dengan menggunakan rumus :
a) f Bi positif, maka rumus :
f Bi −1
x 2=
f Bi
√ (
f Bi 1−
M −M g )
b) f Bi negatif, maka rumus :
f Bi + 1
x 2=
f Bi
√ (
f Bi 1−
M −M g )
Keterangan :
f Bi =f Ti ( x=1 )−f Ri ( x=1)
M = banyaknya peserta
M g = banyaknya peserta yang tidak menjawab
5) Penghitungan daya beda dengan koefisien korelasi butir – total dan
koefisien biserial titik
14 | A N A L I S I S B U T I R T E S
Korelasi butir – total merupakan korelasi yang didasarkan pada skor
butir dan skor total atau skor responden untuk semua butir yang dijawab
benar. Koefisien korelasi akan bertanda positif tinggi jika skor butir tinggi
berpasangan dengan total skor tinggi. Sebaliknya, skor yang satu tinggi dan
yang lainnya rendah, maka korelasi akan bertanda negatif. Skor yang tinggi
pada suatu butir tes berpasangan dengan skor total yang tinggi, dan skor
rendah berpasangan dengan skor total yang rendah.dalam perhitungan
korelasi butir, pasangan yang demikian menunjukkan butir memiliki daya
untuk membedakan responden yang berkemampuan tinggi dan
berkemampuan rendah.
Pada korelasi butir total diperoleh nilai koefisien korelasi tinggi jika
skor X tinggi berpasangan dengan A tinggi dan X rendah berpasangan
dengan A rendah, ini berarti daya beda tinggi.
M ∑ X i A−∑ X i ∑ A
ρ XiA =
√ ¿¿ ¿
15 | A N A L I S I S B U T I R T E S
mempergunakan rumus koefisien korelasi point biserial menurut Thorndike L
(1982:71) adalah :
μ pi −μ qi
ρ pbis = √ pi q i
σt
Keterangan :
16 | A N A L I S I S B U T I R T E S
N ρbis σ A −√ pi qi
ρ pbis k =
√ N −1 σ 2A −∑ pi qi
√
Ujian
Tak tuntas Tuntas
butir Benar a b
Salah c d
b a
D= −
b+ d a+c
18 | A N A L I S I S B U T I R T E S
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Analisis butir tes adalah suatu prosedur yang sistematis, yang akan memberikan
informasi-informasi yang sangat khusus terhadap butir tes yang kita susun. Teori tes
klasik adalah teori mengenai analisis butir tes dimana analisis dilakukan dengan
memperhitungkan kedudukan butir dalam suatu kelas atau kelompok ,Analisis butir
digunakan untuk menentukan kualitas butir pada suatu perangkat tes. Butir tes
berkualitas rendah akan menurunkan kualitas ujian. Analisis butir pada teori ujian klasik
terdiri atas tingkat kesukaran, daya beda, dan distraktor.
o Tingkat kesukaran adalah seberapa sukar suatu butir dijawab oleh peserta tes
atau responden. Tingkat kesukaran butir tes merupakan perbandingan antara
peserta tes yang menjawab benar dan jumlah seluruh responden yang
menjawab butir tes. Tingkat kesukaran butir tes dapat dihitung dengan
berbagai rumus.
o Daya beda (D) butir tes adalah kemampuan butir tes untuk mengetahui
seberapa besar suatu butir tes dapat membedakan (diskriminasi) antara peserta
tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan
rendah. Daya beda dapat diketahui melalui besar kecilnya angka indeks
diskriminasi dari setiap butir tes.
o Analisis pengecoh atau distraktor tujuannya adalah mengetahui kemampuan
responden yang sebenarnya dengan jalan memberikan pilihan alternatif yang
memungkinkan untuk dipilih, terutama bagi responden yang tidak memahami
butir tes tersebut.
3.2 Saran
Dengan dibuat makalah ini semoga pembaca lebih memahami tentang analisis
butir tes dalam pembelajaran matematika khususnya mampu mendeskripsikan pengertian
analisis butir tes, mengetahui cara menghitung indeks kesukaran butir tes, mengetahui
cara menghitung indeks daya beda butir tes, menganalisis keefektifan jawaban pengecoh.
Penulis menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
19 | A N A L I S I S B U T I R T E S
itu, penulis meminta saran yang membangun demi tercapainya kesempurnaan dalam
makalah singkat ini
20 | A N A L I S I S B U T I R T E S
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2013. DASAR – DASAR EVALUASI PENDIDIKAN Edisi Kedua.
Jakarta : Bumi Aksara.
Muliani, T, Dina H . 2016. Pengembangan Instrumen Tes Geometri dan Pengukuran pada
jenjang SMP. Jurnal Pendidikan Matematika. No(2).Vol(2). Hal. 2442-3041.
21 | A N A L I S I S B U T I R T E S