Anda di halaman 1dari 12

PENENTUAN TEGANGAN JARINGAN

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK X

Nama : 1. Aprida Valentina Hutagalung (5193331002)


2. Naomi Efenty Fier Sitorus (5193131001)
3. David Nixon Simanjuntak (5193131019)
Kelas : PTE A stanbuk 2019
Matakuliah : SISTEM TRANSMISI TENAGA LISTRIK

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah. Makalah ini
membahas “Penentuan tegangan jaringan”
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Sidikalang, 03 November 2021

Kelompok X
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI……………………………………………..……………………………………….ii
BAB I………………………………………………………….………………..…………………1
A. Latar Belakang…………………………………………….………………………………1
B. Manfaat Penulisan…………………………………………….……………...……………1
C. Rumusan Masalah……………………………………………….…………...……………1
BAB II…………...………………………………………….……………...……………………..2
A. Pemilihan Sistem Transmisi…………………………...………………………………….2
B. Pemilihan Tegangan……………………………………………………………………….3
BAB III………………………..…………………..………………………………………………8
A. Kesimpulan…………………………………….………………………………………….8
B. Saran…………………...…………………………….……………………………………8
DAFTAR PUSTAKA………………………..…………………...……………..………………..9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tenaga listrik dibangkitkan pada dalam pusat-pusat pembangkit listrik (power plant) seperti
PLTA, PLTU, PLTG, dan PLTD lalu disalurkan melalui saluran transmisi setelah terlebih dahulu
dinaikkan tegangannya oleh transformator step-up yang ada dipusat listrik. Saluran transmisi
tegangan tinggi mempunyai tegangan 70kV, 150kV, atau 500kV. Khusus untuk tegangan 500kV
dalam praktek saat ini disebut sebagai tegangan ekstra tinggi. Setelah tenaga listrik disalurkan,
maka sampailah tegangan listrik ke gardu induk (G1), lalu diturunkan tegangannya menggunakan
transformator step-down menjadi tegangan menengah yang juga disebut sebagai tegangan
distribusi primer. Kecenderungan saat ini menunjukan bahwa tegangan distribusi primer PLN yang
berkembang adalah tegangan 20kV. Setelah tenaga listrik disalurkan melalui jaringan distribusi
primer atau jaringan Tegangan Menengah (JTM), maka tenaga listrik kemudian diturunkan lagi
tegangannya dalam gardu-gardu distribusi menjadi tegangan rendah, yaitu tegangan 380/220 volt,
lalu disalurkan melalui jaringan Tegangan Rendah (JTR) ke rumah- rumah pelanggan (konsumen)
PLN. Pelanggan-pelanggan dengan daya tersambung besar tidak dapat dihubungkan pada Jaringan
Tegangan Rendah, melainkan dihubungkan langsung pada jaringan tegangan Transmission of
Electrical Energy 3 menengah, bahkan ada pula pelanggan yang terhubung pada jaringan
transmisi,tergantung dari besarnya daya tersambung.Setelah melalui jaringan Tegangan
menengah, jaringan tegangan rendah dan sambungan Rumah (SR), maka tenaga listrik selanjutnya
melalui alat pembatas daya dan kWh meter. Rekening listrik pelanggan tergantung pada besarnya
daya tersambung serta pemakaian kWh nya. Setelah melalui kWh meter, tenaga listrik lalu
memasuki instalasi rumah,yaitu instalasi milik pelanggan. Instalasi PLN umumnya hanya sampai
pada kWh meter, sesudah kWh meter instalasi listrik umumnya adalah instalasi milik pelanggan.
Dalam instalasi pelanggan, tenaga listrik langsung masuk ke alat-alat listrik milik pelanggan
seperti lampu, kulkas, televisi, dam lain-lain.
B. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah mengetahui tegangan jaringan transmisi
C. Perumusan Masalah
Dari uraian di atas tersebut, maka perumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Menentukan tegangan jaringan transmisi
2. Agar Mahasiswa mengetahui perencanaan transmisi sistem tenaga listrik
3. Agar mahasiswa mempelajari lagi tentang transmisi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemilihan Sistem Transmisi
Transmisi tenaga listrik merupakan proses penyaluran tenaga listrik dari tempat pembangkit
tenaga listrik sampai ke saluran distribusi sehingga dapat disalurkan sampai pada pengguna
consumer listrik. Berikut merupakan gambar sistem tenaga listrik

Dalam dunia kelistrikan, dikenal dua kategori arus listrik, yaitu arus bolak-balik (Alternating
Current/AC) dan arus searah (Direct Current/DC). Maka berdasarkan jenis arus listrik yang
mengalir di saluran transmisi, saluran transmisi terdiri dari:
• Saluran transmisi AC
• Saluran Transmisi DC
Berikut blok diagram saluran transmisi & distribusi
Transmision substation disini, bertujuan untuk merubah dalam menaikkan dan menurunkan
tegangan pada saluran tegangan yang ditransmisikan serta meliputi regulasi tegangan.
B. Pemilihan Tegangan
1. Klasifikasi Saluran Transmisi Berdasarkan Tegangan
Transmisi adalah proses penyaluran energi listrik dari satu tempat ke tempat lainnya, yang besaran
tegangannya adalah Tegangan Ultra Tinggi (Ultra High Voltage / UHV), Tegangan Ekstra Tinggi
(Extra High Voltage / EHV), Tegangan Tinggi (High Voltage / HV),
Sedangkan Transmisi Tegangan Tinggi, adalah :
• Berfungsi menyalurkan energi listrik dari satu gardu induk ke gardu induk lainnya.
• Terdiri dari konduktor yang direntangkan antara tiang-tiang (tower) melalui isolator-
isolator, dengan sistem tegangan tinggi.
• Standar tegangan tinggi yang berlaku di Indonesia adalah : 30 KV, 70 KV dan 150 KV.
Di Indonesia, kosntruksi transmisi terdiri dari:
• Menggunakan kabel udara dan kabel tanah, untuk tegangan rendah, tegangan menengah
dan tegangan tinggi.
• Menggunakan kabel udara untuk tegangan tinggi dan tegangan ekstra tinggi.
Berikut ini disampaikan pembahasan tentang transmisi ditinjau dari klasifikasi tegangannya:
a) Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 200 KV – 500 KV
➢ Pada umumnya digunakan pada pembangkitan dengan kapasitas di atas 500 MW.
➢ Tujuannya adalah agar drop tegangan dan penampang kawat dapat direduksi secara
maksimal, sehingga diperoleh operasional yang efektif dan efisien.
➢ Permasalahan mendasar pembangunan SUTET adalah: konstruksi tiang (tower) yang besar
dan tinggi, memerlukan tapak tanah yang luas, memerlukan isolator yang banyak, sehingga
pembangunannya membutuhkan biaya yang besar.
➢ Masalah lain yang timbul dalam pembangunan SUTET adalah masalah sosial, yang
akhirnya berdampak pada masalah pembiayaan, antara lain: Timbulnya protes dari
masyarakat yang menentang pembangunan SUTET, Permintaan ganti rugi tanah untuk
tapak tower yang terlalu tinggi tinggi, Adanya permintaan ganti rugi sepanjang jalur
SUTET dan lain sebagainya.
➢ Pembangunan transmisi ini cukup efektif untuk jarak 100 km sampai dengan 500 km.
b) Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 30 KV – 150 KV
➢ Tegangan operasi antara 30 KV sampai dengan 150 KV.
➢ Konfigurasi jaringan pada umumnya single atau double sirkuit, dimana 1 sirkuit terdiri dari
3 phasa dengan 3 atau 4 kawat. Biasanya hanya 3 kawat dan penghantar netralnya
digantikan oleh tanah sebagai saluran kembali.
➢ Apabila kapasitas daya yang disalurkan besar, maka penghantar pada masing-masing phasa
terdiri dari dua atau empat kawat (Double atau Qudrapole) dan Berkas konduktor disebut
Bundle Conductor.
➢ Jika transmisi ini beroperasi secara parsial, jarak terjauh yang paling efektif adalah 100
km.
➢ Jika jarak transmisi lebih dari 100 km maka tegangan jatuh (drop voltaje) terlalu besar,
sehingga tegangan diujung transmisi menjadi rendah.
➢ Untuk mengatasi hal tersebut maka sistem transmisi dihubungkan secara ring system atau
interconnection system. Ini sudah diterapkan di Pulau Jawa dan akan dikembangkan di
Pulau- pulau besar lainnya di Indonesia
c) Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT) 30KV – 150KV
SKTT dipasang di kota-kota besar di Indonesia (khususnya di Pulau Jawa), dengan beberapa
pertimbangan:
➢ Di tengah kota besar tidak memungkinkan dipasang SUTT, karena sangat sulit
mendapatkan tanah untuk tapak tower.
➢ Untuk Ruang Bebas juga sangat sulit dan pasti timbul protes dari masyarakat, karena padat
bangunan dan banyak gedung-gedung tinggi.
➢ Pertimbangan keamanan dan estetika.
➢ Adanya permintaan dan pertumbuhan beban yang sangat tinggi.
Kelemahan SKTT:
• Memerlukan biaya yang lebih besar jika dibanding SUTT.
• Pada saat proses pembangunan memerlukan koordinasi dan penanganan yang kompleks,
karena harus melibatkan banyak pihak.
Panjang SKTT pada tiap haspel (cable drum), maksimum 300 meter. Untuk desain dan pesanan
khusus, misalnya untuk kabel laut, bisa dibuat tanpa sambungan sesuai kebutuhan. Pada saat ini di
Indonesia telah terpasang SKTT bawah laut (Sub Marine Cable) dengan tegangan operasi 150 KV,
yaitu:
• Sub marine cable 150 KV Gresik – Tajungan (Jawa – Madura).
• Sub marine cable 150 KV Ketapang – Gilimanuk (Jawa – Bali).
2. Jatuh Tegangan
Jatuh tegangan pada saluran transmisi adalah selisih antara tegangan pada pangkal
pengiriman (sending end) dan tegangan pada ujung penerimaan (receiving end) tenaga listrik. Pada
saluran bolak balik besarnya tergantung dari impedansi dan admintasi saluran serta pada beban
dan factor daya. Jatuh tegangan relative dinamakan regulasi tegangan (voltage regulation) dan
dinyatakan oleh rumus:
(vs - vr) / vr x 100%
Dimana:
vs = tegangan pada pangkal pengiriman
vr = tegangan pada ujung penerimaan
Untuk jarak dekat regulasi tegangan tidak berarti (hanya beberapa % saja), tetapi untuk
jarak sedang dan jauh dapat mencapai 5- 15 %.
Bila beban pada saluran EHV tidak berat, sistem tenaga dioperasikan pada regulasi yang
konstan, karena pengaruh arus pemuat besar. Untuk memungkinkan regulasi yang kecil, saluran
transimisi dioperasikan pada tegangan yang konstan pada ujung penerimaan dan pangkal
pengiriman tanpa dipengaruhi oleh beban. Bila tegangan pada titik penerimaan turun karena
naiknya beban, maka dipakai pengatur tegangan dengan beban, guna menmungkinkan tegangan
skeunder yang konstan, meskipun tegangan primernya berubah.
3. Tegangan Transmisi dan Rugi-rugi Daya
Suatu sistem tenaga listrik terdiri dari: pusat pembangkit listrik, saluran transmisi, saluran
distribusi dan beban. Pada saat sistem tersebut beroperasi, maka pada sub-sistem transmisi akan
terjadi rugi-rugi daya. Jika tegangan transmisi adalah arus bolak-balik (alternating current, AC) 3
fase, maka besarnya rugi-rugi daya tersebut adalah:
ΔPt = 3I2R (watt)…………………………………………………………………………………(1)
dimana:
I = arus jala-jala transmisi (ampere)
R = Tahanan kawat transmisi perfasa (ohm)
Arus pada jala-jala suatu transmisi arus bolak-balik tiga fase adalah:

I= P/√3.Vr.Cos φ ……………………………………………………………………………..…(2)
dimana:
P = Daya beban pada ujung penerima transmisi (watt)
Vr = Tegangan fasa ke fasa pada ujung penerima transmisi (volt)
Cos φ = Faktor daya beban
Jika persamaan (1) disubstitusi ke persamaan (2), maka rugi-rugi daya transmisi dapat ditulis
sebagai berikut:
ΔPt = P2.R/Vr2.cos2 φ
Terlihat bahwa rugi-rugi daya transmisi dapat dikurangi dengan beberapa cara, antara lain:
▪ meninggikan tegangan transmisi
▪ memperkecil tahanan konduktor
▪ memperbesar faktor daya beban
Sehingga untuk mengurangi rugi-rugi daya dilakukan dengan pertimbangan:
1) Jika ingin memperkecil tahanan konduktor, maka luas penampang konduktor harus
diperbesar. sedangkan luas penampang konduktor ada batasnya.
2) Jika ingin memperbaiki faktor daya beban, maka perlu dipasang kapasitor kompensasi
(shunt capacitor), perbaikan faktor daya yang diperoleh dengan pemasangan kapasitor pun
ada batasnya.
3) Rugi-rugi transmisi berbanding lurus dengan besar tahanan konduktor dan berbanding
terbalik dengan kuadrat tegangan transmisi, sehingga pengurangan rugi-rugi daya yang
diperoleh karena peninggian tegangan transmisi jauh lebih efektif daripada pengurangan
rugi-rugi daya dengan mengurangi nilai tahanan konduktornya.
Pertimbangan yang ketiga, yaitu dengan menaikkan tegangan transmisi adalah yang cenderung
dilakukan untuk mengurangi rugi-rugi daya pada saluran transmisi. Kecenderungan itupun dapat
terlihat dengan semakin meningkatnya tegangan transmisi di eropa dan amerika.
4. Masalah Penerapan Tegangan Tinggi Pada Transmisi
Pada penerapannya, peninggian tegangan transmisi harus dibatasi karena dapat menimbulkan
beberapa masalah, antara lain:
a) Tegangan tinggi dapat menimbulkan korona pada kawat transmisi. korona ini pun akan
menimbulkan rugi-rugi daya dan dapat menyebabkan gangguan terhadap komunikasi
radio.
b) Jika tegangan semakin tinggi, maka peralatan transmisi dan gardu induk akan
membutuhkan isolasi yang volumenya semakin banyak agar peralatan-peralatan tersebut
mampu memikul tegangan tinggi yang mengalir. Hal ini akan mengakibatkan kenaikan
biaya investasi.
c) Saat terjadi pemutusan dan penutupan rangkaian transmisi (switching operation), akan
timbul tegangan lebih surja hubung sehingga peralatan sistem tenaga listrik harus
dirancang untuk mampu memikul tegangan lebih tersebut. Hal ini juga
mengakibatkan kenaikan biaya investasi.
d) Jika tegangan transmisi ditinggikan, maka menara transmisi harus semakin tinggi untuk
menjamin keselamatan makhluk hidup disekitar trasnmisi. Peninggian menara transmisi
akan mengakibatkan trasnmisi mudah disambar petir. Seperti telah kita ketahui, bahwa
sambaran petir pada transmisi akan menimbulkan tegangan lebih surja petir pada sistem
tenaga listrik, sehingga peralatan-peralatan sistem tenaga listrik harus dirancang untuk
mampu memikul tegangan lebih surja petir tersebut.
e) Peralatan sistem perlu dilengkapi dengan peralatan proteksi untuk menghindarkan
kerusakan akibat adanya tegangan lebih surja hubung dan surja petir. Penambahan
peralatan proteksi ini akan menambah biaya investasi dan perawatan.
Kelima hal diatas memberi kesimpulan, bahwa peninggian tegangan transmisi akan menambah
biaya investasi dan perawatan, namun dapat megurangi kerugian daya. Namun jika ditotal biaya
keseluruhan, maka peninggian tegangan transmisi lebih ekonomis karena member biaya total
minimum, dan tegangan ini disebut tegangan optimum.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Untuk memproduksi listrik dibutuhkan Pembangkit Listrik dari berbagai sumber tenaga.
2. Untuk menyalurkan ke konsumer pengguna listik dibutuhkan Saluran Transmisi sebagai
penyalur tenaga listrik dari tempat pembangkit tenaga hingga saluran distribusi listrik.
B. Saran
Makalah ini dibuat sebagai tugas rutin dari setiap pertemuannya, untuk itu penulis
menyarankan kepada pembaca agar dapat membaca atau menambah pengetahuan mengenai
Penentuan tegangan jaringan dengan membaca refernsi lain mengenai Penentuan tegangan
jaringan, baik di buku cetak maupun secara online di internet.
DAFTAR PUSTAKA

dunialistrik.fr.yuku.com/forums/20
http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/Bahan%20Ajar%20Motor%20dan%20Tenaga%20
Pertanian/sistem%20transmisi%20tenaga-1.htm
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/transient/article/view/1288
Abdul Kadir, Distribusi dan Utilisasi Tenaga Listrik, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 2000
Iman Sugandi Cs, Panduan Instalasi Listrik, Gagasan Usaha Penunjang Tenaga Listrik - Copper
Development Centre South East Asia, 2001.
https://www.scribd.com/search?page=1&content_type=tops&query=saluran%20transmisi
https://www.scribd.com/doc/202476118/Klasifikasi-Saluran-Transmisi
https://www.scribd.com/doc/86231442/Kategori-Saluran-Transmisi-Berdasarkan-Pemasangan
https://www.scribd.com/doc/143862490/Makalah-Perencanaan-Sistim-Transmisi
https://www.scribd.com/presentation/251796998/Perencanaan-Sistem-Transmisi-Tenaga-Listrik

Anda mungkin juga menyukai