Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TASAWUF ISLAM NUSANTARA


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
ISLAM NUSANTARA
Dosen pengampu : Ahmad Izzudin M.pd.I

Disusun oleh :
1.NAZALUL BAIZ (2061206007)
2. MUHAMMAD LUTFI FATAWI (2061206006)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA’ BLITAR
JUNI 2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan berkat dan
rahmat-Nya semata MAKALAH yang berjudul “TASAWUF ISLAM
NUSANTARA” ini telah dapat terselesaikan. Sholawat serta salam semoga
senantiasa abadi tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan umatnya.
Sehubungan dengan selesainya makalah ini maka penulis mengucapkan terima
kasih kepada:

1. Bapak Prof. HM. Zainuddin, M.Pd, selaku rektor UNU Blitar.


2. Bapak Puji Wianto, M.Pd, selaku wakil rektor UNU Blitar
3. Bapak Ahmad Izzudin M.pd.I,selaku dosen pengampu dan pembimbing
yang telah memberikan pengarahan dan koreksi sehingga makalah ini
dapat terselesaikan sesuai waktu yang direncanakan.
4. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan makalah ini.

Dengan penuh harap semoga jasa kebaikan beliau diterima Allah dan tercatat
sebagai amal sholeh.

Akhirnya karya ini penulis suguhkan kepada segenap pembaca, dengan harapan
adanya saran kritik yang bersifat produktif demi pengembangan dan perbaikan
lebih sempurna dalam kajian kajian pendidikan islam.

Semoga karya ini bermanfaat dan mendapatkan ridho Allah. Amiin.

Blitar,25 Juni 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan.........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2

2.1 Kontruksi Ilmu Tasawuf Islam Nusantara (Imam Al-Ghazali dan


Junaid Al-Baghdadi) .......................................................................................2
2.2 Singkretisme dalam Islam Nusantara......................................................7

BAB III PENUTUP................................................................................................9

3.1 Kesimpulan.................................................................................................9
3.2 Saran.........................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebelum masuknya islam, masyarakat Nusantara telah menganut berbagai
agama dan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi. Menurut para ahli,
salah satu kunci keberhasilan pengembangan Islam di Nusantara adalah para
pejuang Islam (ulama) melakukan pendekatan tasawuf dalam penyebarannya.
Nilai-nilai tasawuf banyak mengajarkan tentang kebijaksanaan, perilaku sosial,
dengan tanpa meninggalkan aturan pokok dari ajaran islam. Salah satu ciri khas
pelaku tasawuf adalah mengedepankan tauhid (iman kepada allah) dalam pikiran
dan hati dengan sedikit longgar terhadap atribut peribadatan. Misalnya, para
pelaku tasawuf tidak mempersoalkan bentuk pakaian dalam ibadah, apakah akan
memakai sorban, peci atau blangkon. Apakah akan memakai jubah, kain, atau
sarung sebagaimana dicontohkan para anggota Para Walisongo atau para sultan.
Contoh lain adalah bentuk bangunan masjid yang masih banyak corak Hindu.
Mencerminkan bahwa inti idadah atau tempat ibadah adalah bagaimana
mentauhidkan Allah Swt, bukan pada persoalan atribut. Karenanya, dengan
pendekatan tasawuf ini, Walisongo, para ulama dan pemimpin islam (sultan dan
keluarga kerajaan), bisa menerima dan menjaga tradisi yang ada dalam
masyarakat dengan merubah muatan atau isinya dengan nilai-nilai islam sehingga
budaya umat islam meskipun modelnya mirip dengan tradisi-tradisi sebelum
islam.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan Masalah dari makalah ini sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana konstruksi ilmu tasawuf Islam Nusantara (Imam Ghazali dan
Imam Junaid Al-Baghdadi)?
1.2.2 Bagaimana singkretisme dalam Islam Nusantara?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini sebagai berikut :
1.3.1 Untuk mendeskripsikan konstruksi ilmu tasawuf Islam Nusantara (Imam
Ghazali dan Imam Junaid Al-Baghdadi).
1.3.2 Untuk mendeskripsikan singkretisme dalam Islam Nusantara.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kontruksi Ilmu Tasawuf Islam Nusantara (Imam Al-Ghazali dan Imam
Junaid Al-Baghdadi)
1. Pemikiran tasawuf menurut Imam Al-Ghazali

Nama asli Imam Al-Ghazali adalah Muhammad bin Muhammad bin


Ahmad Ath-Thusi, Abu Hamd Al-Ghazali. Para ulama nasab berselisih dalam
penyadaran nama Imam Al-Ghazali. Sebagian mengakatakan bahwa
penyadaran nama beliau ke daerah Ghazalah di Thusi, tempat kelahiran beliau.
Sebagian lagi mengatakan penyadaran nama bekiau kepada pencaharian dan
keahlian keluarganya yaitu menenun.

Al-Ghazali adalah salah seorang ulama dan pemikir dalam dunia islam
yang sangat produktif dalam menulis. Dijelaskan dalam pengantar buku karya
Imam Al-Ghazali yang berjudul Mukhtashar Ihya Ulumuddin bahwa As-
Shubki didalam Thabaqai asy-Syafi’iah menyebutkan bahwa karangan Imam
Al-Ghazali sebanyak 58 karangan dan masih banyak lagi pendapat-pendapat
tentang berapa banyaknya kitab yang sudah di karang oleh Imam Al-Ghazali.

Jumlah kitab yang ditulis Al-Ghazali sampai sekarang belum disepakati


secara definitif oleh para penulis sejarahnya. Berbeda dengan pernyataan
diatas, badawi menyatakan bahwa jumlah karangan Imam Al-Ghazali ada 47
buah. Diantaranya judul-judul buku tersebut adalah :

a. Ihya Ulum ad-Din (membahas ilmu agama)


b. Tahafut Al-Falasifah (menerangkan pendapat para filsuf ditinjau dari segi
agama).
c. Al-Iqishad fi Al-‘Itiqqqod ( inti ilmu ahli kalam)
d. Al-Munqidz min adh-Dhahal (menerangkan tujuan-tujuan dan rahasia
ilu)

2
e. Jawahi Al-Qur’an (rahasia-rahasia yang terkandung dalam Al-Qur’an)
f. Mizan Al-amal (tentang falsafah keagamaan)
g. Al-Qistas Al-Muttaqin (jalan untuk mengatasi perselisihan pendapat).
Imam Al-Ghazali setelah melalui pengembaraannya mencari kebenaran
akhirnya memilih jalan tasawuf. Menurutnya, para sufilah pencari kebenaran
yang paling hakiki.lebih jauh lagi, menurutnya jalan para sufi adalah panduan
ilmu dengan amal, sementara sebagai buahnya adalah moralitas dan juga
mempelajari ilmu para sufi lewat karya-karya mereka ternyata lebih mudah
daripada mengamalkannya dan ternyata tidak harus dengan belajar tetapi juga
harus dengan ketersingkapan batin, keadaan rohaniah, serta penggantian tabiat-
tabiat. Jadi menurutnya tasawuf adalah semacam pengalaman maupun
penderitaan yang rill. (al-taftazani, 2003,hal. 165).
1. Jalan (at-thariq)
Menurut Al-Ghazali ada beberapa jenjang (maqamat) yang harus dilalui
oleh seorang ahli sufi, daiantaranya
a) Ilmu
Ilmu adalah penegetahuan seseoarang tentang bahaya yang diakibatkan dosa
besar yang melahirkan sikap sedih dan menyesal sehingga melahirkan
penyesalan dan Tindakan untuk bertobat. Bertobat harus dilakukan dengan
berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang pernah diperbuat dan harus
dengan kesadaran hati.
b) Sabar
Al-Ghazali menyebutkan ada 3 hal dalam daya manusia, yaitu daya nalar, daya
untuk melahirkan dorongan untuk berbuat baik dan daya yang melahirkan
untuk berbuat jahat.
c) Kefakiran
Berusaha menghindarkan diri dari hal-hal yang dibutuhkan, maksudnya jika
calon sufi seperti mendapatkan makanan atau minuman maka harus ditelitinya
dulu apakah makanan atau minuman itu halal atau haram. Jika haram atau
shubhat maka mereka harus menolaknya, jika makan atau minuman kendatipun
makanan itu sanagt diperlukan dan juga harus melihat-lihat orangnya.
3
d) Zuhud
Dalam keadaan ini seorang calon sufi harus bisa meninggalkan kesenangan
duniawi dan menggarapkan kesenangan ukhrawi.
e) Tawakkal
Sikap tawakal lahir dari keyakinan teguh akan kemahakuasaan Allah. Maka
dari itu manusia harus berserah diri kepada Allah dengan sepenuh hati
f) Ma’rifat
Ma’rifat adalah mengetahui rahasia Allah dan mengetahui peraturan-peraturan-
Nya dengan segala yang ada. Ma’rifat inilah yang akhirnya akan menimbulkan
mahabbah (mencintai tuhan).

2. Ma’rifah

Ma’rifah merupakan pengetahuan yang tidak ada keraguan lagi


didalamnya Ketika pengetahuan itu terkait dengan persoalan zat Allah SWT.
Ma’rifah kepada Allah dengan sendirinya zikir kepada Allah Swt, karena
ma’rifah berarti hadir Bersama-Nya. Tanda-tanda ma’rifah pada mulanya,
munculnya kilatan-kilatan kecemerlangan cahaya.

3. Tingkatan Manusia

Al-Ghazali membagi manusia ke dalam 3 golongan yaitu yang pertama


kaum awam, yang cara berfikirnya sederhana sekali. Kedua kaum pilihan
(khawas) yang akalnya tajam dan berfikir secara mendalam. Ketiga kaum ahli
debat (ahl-al-jadl).

Dalam hal ini Imam Al-Ghazali membagi manusia kedalam 2 golongan


besar yaitu awam dan khawas, yang daya tangkapnya kepada golongan khawas
tidak selamanya dapat diberikan kepada kaum awam. Dan sebaliknya,
pengertian kaum awam dan kaum khawas tentang hal yang sama tidak
selamanya sama, tetapi acapkali berbeda, berbeda menurut daya berfikir
masing-masing. Kaum awam membaca apa yang tersurat sedangkan kaum
khawas membaca apa yang tersirat (maftukhin, 2012, hal.138)

4
4. Kebahagiaan

Al- Ghazali berpendapat bahwa kebahagiaan adalah tujuan akhir jalan para
sufi, sebagai buah pengenalan terhadap Allah (Al-Taftazani, 2003, hal. 182).
Menurut Al-Ghazali jalan menuju kabahagiaan itu adalah ilmu serta amal. Ia
menjelaskan bahwa seandainya anda memandang kearah ilmu, anda nisacaya
melihatnya bagaikan begitu lezat, sehingga ilmu itu dipeajari karena
kemanfaatannya. Jadi anda berfikir itu adalah cara untuk menuju akhirat serta
kebahagiaan dan juga sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah (Al-
Taftazani, 2003, hal. 182-183).

Lanjut Al-Ghazali segala sesuatu memiliki rasa Bahagia, nikmat dan


kepuasan. Rasa nikmar akan diperoleh apabila ia melakukan semuanya yang
diperintahkan oleh tabiatnya atau segala sesuatu yang tercipta untuknya.
Kenikmtan mata pada gambar-gambar indah, kenikmata telinga pada bunyi-
bunyi yang merdu (Al-Ghazali, 2002, hal. 118-119).

2. Pemikran Ilmu Tasawuf menurut Imam Junaid Al-Baghdadi


Nama lengkap Imam Junaid Al-Baghdadi adalah Abu Al-Qasim Al-
Junaid bin Muhammad bin Al-Junaid Al-Khazzaz Al-Qawariri Nihawandi Al-
Baghdadi. Di waktu kecil Imam Junaid sering mengikuti ayahnya berdagang
sambil belajar. Imam Junaid belajar langsung dan dididik oleh pamannya Sari
as-Saqati. Beliau merupakan pedagang bumbu dan rempah – rempah. Sering
dikenal dengan ibadahnya yang tekun serta ke wara’annya. Selain berguru
dengan guru Sari As-Saqati, Imam Junaid juga berguru pada Ma’ruf Al-Karkhi.
Ma’ruf Al-Karkhi merupakan guru dari Imam Sari As-Saqati. Selain sari As-
Saqati dan Ma’ruf Al-Karkhi, Imam Junaid juga berguru pada Abu Ja’far bin
Ali Al-qashshab.

Sebagai seorang sufi yang masyhur, Imam Junaid tidak pernah menulis
kitab khusus di bidang tasawuf. Akan tetapi, Imam Junaid menulis pengalaman
spiritualnya dan pemikiran tasawufnya dalam bentuk risalah yang kemudian di
bagikan kepada sahabat dan murid – muridnya.

5
Risalahnya bernama Abu Al-Qasim Al-Junaid. Hal yang menarik dari
kitab ini adalah Imam Junaid tidak mengkonsepsikan tasawuf, tetapi Imam
Junaid menuangkan pengalaman spiritualnya terutama dalam membahas tiga
teori pokok tasawufnya, yaitu mitsaq, fans, dan tauhid. Karena keluasan
pengalaman spiritual dan kedalaman ilmunya, Imam Junaid dijadikan sebagai
sumber rujukan ilmu tasawuf oleh sufi-sufi besar setelahnya. Seperti Abu
Nashr As-SarrajAth-Thusi dalam kitabnya Al-Luma’, Imam Al-Hujwiri dalam
kitabnya kasyful mahjub, dan imam Al-Qusyairi dalam risalah qusyairiyah.

Untuk memahami dan mengikuti ajaran tasawuf Imam Junaid Al-


Baghdadi, kita harus mempelajari tiga teori pokok tasawuf Imam Junaid,

1. Mitsaq (Perjanjian Agung)


Dalam bab mitsaq ini, Imam Junaid berpendapat sebelum terbentuknya
raga atau jasad manusia, seorang hamba selalu mengalami kebersamaan
dengan Allah. Jika seorang hamba sudah mampu kembali pada keberadaan
primordialnya, maka syahadat bukan lagi penyaksian seorang hamba terhadap
Alloh, melainkan Alloh sendiri yang menyaksikan ke Maha Esaan-Nya yang
diperjalankan melalui diri hambanya.
2. Fana (peleburan)
Secara etimologi al-fana memiliki arti rusak, sedangkan secara
terminology berarti lenyapnya sifat-sifat tercela. Melihat kedua teori Imam
Junaid Al-Baghdadi, baik mitsaq (peleburan) maupun fana (peleburan),
keduanya memiliki fokus yang sama yaitu tauhid. Mitsaq dan fana
menggunakan pendekatan yang berbeda dalam meraih tauhid, mitsaq
menjelaskan kembali kondisi primordial hamba, sedangkan fana menjelaskan
metode, pelatihan, dan langkah-langkah menuju kondisi primordial tersebut.
Dengan demikian, seorang muwahhid harus menghilangkan sifat kemanusiaan,
yang merupakan wujud sekunder, sehingga dia bisa merasakan wujud
ilahiyahnya dalam penyatuan dengan Tuhan, yang merupakan wujud primer,
walaipun pada dasarnya kedua teori ini saling melengkapi dalam mencapai
tauhid.

6
3. Tauhid (penyatuan)
Dalam keilmuan tasawuf, tauhid tidak lagi membahas seperti
pembahasan kaum fikih seperti sifat wajib bagi Allah, sifat mustahil bagi
Allah, dan sebagainya. Hassan Hanafi menuturkan, yang kami (kaum sufi)
maksud dengan tauhid bukanlah deskripsi atau konsep tentang tuhan belaka,
tetapi cenderung kepada tindakan atau perbuatan baik yang dilakukan di
kehidupan nyata. Sebab, tauhid tidak akan bermakna tanpa direalisasikan
dalam kehidupan.
2.2 Singkretisme dalam Islam Nusantara

Singkretisme merupakan perpaduan dari beberapa paham atau aliran atau


kepercayaan. Secara umum masyarakat yang hidup di daerah pedalaman lebih
tertarik denagn karya sastra yang berorientasi tasawuf dari pada karya sastra yang
berorientasi syari’at. Kecenderungan mistik diwilayah pedalaman muncul karena
di wilayah ini terjadi pencampuran antara budaya Islam dengan budaya – budaya
yang sudah ada sebelumnya, yaitu budaya Hindu kejawen yang sudah terlanjur
mengakar dalam kehidupan masyarakat sebelum islam datang.

Tokoh Walisongo yang paling berpengaruh dalam Islam Jawa adalah


Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga dianggap sebagai mahaguru sekaligus contoh
yang ideal bagi Islam Jawa. Sunan kalijaga semakin dikagumi oleh sebagian besar
penganut Islam di Jawa karena kemampuannya memasukkan ajaran-ajaran Islam
dalam budaya Jawa. Baik itu melalui upacara-upacara seperti slametan atau
grebeg, juga melalui wayang kulit dengan membonceng cerita mahabarata dan
Ramayana.

Salah satu ritual yang dianggap sebagai bagian dari hasil singkretisme di
Nusantara adalah ziarah kubur. Islam datang dengan membawa perubahan bentuk
dan esensi dari sebuah kegiatan ziarah. Kegiatan ziarah yang dibawa dan
diajarkan oleh Islam dari luar hampir tidak banyak mengubah tradisi ziarah
masyarakat sebelumnya.

7
Perubahan pokok yang ada adalah pada tatanan niat dan tujuan dari ziarah,
yang awalnya ditujukan untuk meminta kepada arwah dirubah untuk mengingat
mati, akhirat, dan mendoakan para jrnazah yang telah dikuburkan.

Sinkretisme dalam tasawuf juga dapat dilihat dalam karya sastra para
pujangga Mataram. Sebagai contoh:

1. Dalam buku-buku serat banyak dijabarkan tentang


wadah(bungkus/tempat) sebagai pembahasan tentang syariat dan
tharekat, dan wiji(benih/isi) sebagai pembahasan tentang hakekat dan
ma’rifat.
2. Dalam Wedhatama, terdapat pembahasan tentang ilmu yang
merupakan pengaruh dari kitab-kitab Al-Ghazali. Wedhatama
menjelaskan bahwa Ngelmu iku kalakone kanthi laku (ilmu itu hanya
akan tercapai dengan mujahadah/berjuang.
3. Inti ajaran Wedhatama yang banyak dikutip adalah adanya sembah
catur. Sembah catur tersebut adalah syari’at, tharekat, hakikat, dan
ma’rifat dalam kitab-kitab Arab. Sembah raga yang menggunakan air
sebagai sarana bersuci bisa dikatakan sebagai upaya menempuh jalan
syari’at. Sembah cipta adalah upaya menempuh tharekat, melatih diri
melakukan dzikir, dan lain-lain. Sembah jiwa adalah tataran hakikat
dalam dunia tasawuf dan sembah rasa adalah tataran ma’rifat dalam
dunia tasawuf.

8
BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan
Nama asli Imam Al-Ghazali adalah Muhammad bin Muhammad bin
Ahmad Ath-Thusi, Abu Hamd Al-Ghazali. Al-Ghazali adalah salah seorang
ulama dan pemikir dalam dunia islam yang sangat produktif dalam menulis.
Jumlah kitab yang ditulis Al-Ghazali sampai sekarang belum disepakati secara
definitif oleh para penulis sejarahnya. Imam Al-Ghazali setelah melalui
pengembaraannya mencari kebenaran akhirnya memilih jalan tasawuf.
Menurutnya, para sufilah pencari kebenaran yang paling hakiki.lebih jauh lagi,
menurutnya jalan para sufi adalah panduan ilmu dengan amal, sementara sebagai
buahnya adalah moralitas dan juga mempelajari ilmu para sufi lewat karya-karya
mereka ternyata lebih mudah daripada mengamalkannya dan ternyata tidak harus
dengan belajar tetapi juga harus dengan ketersingkapan batin, keadaan rohaniah,
serta penggantian tabiat-tabiat.

Nama lengkap Imam Junaid Al-Baghdadi adalah Abu Al-Qasim Al-


Junaid bin Muhammad bin Al-Junaid Al-Khazzaz Al-Qawariri Nihawandi Al-
Baghdadi. Sebagai seorang sufi yang masyhur, Imam Junaid tidak pernah
menulis kitab khusus di bidang tasawuf. Akan tetapi, Imam Junaid menulis
pengalaman spiritualnya dan pemikiran tasawufnya dalam bentuk risalah yang
kemudian di bagikan kepada sahabat dan murid – muridnya. Untuk memahami
dan mengikuti ajaran tasawuf Imam Junaid Al-Baghdadi, kita harus
mempelajari tiga teori pokok tasawuf Imam Junaid, yaitu mitsaq, fana, dan
tauhid.

Singkretisme merupakan perpaduan dari beberapa paham atau aliran atau


kepercayaan. Tokoh Walisongo yang paling berpengaruh dalam Islam Jawa
adalah Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga dianggap sebagai mahaguru sekaligus
contoh yang ideal bagi Islam Jawa. Salah satu ritual yang dianggap sebagai
bagian dari hasil singkretisme di Nusantara adalah ziarah kubur. Islam datang
dengan membawa perubahan bentuk dan esensi dari sebuah kegiatan ziarah.

9
B. Saran.
Makalah ini dapat digunakan sebagai bahan untuk belajar tentang ilmu
tasawuf Islam Nusantara dimana dalam makalah ini membahas tentang kontruksi
ilmu tasawuf Islam Nusantara (Imam Al-Ghazali dan Imam Junaid Al-Baghdadi)
dan singkretisme dalam Islam Nusantara. Kami sebagai penulis menyadari bahwa
makalah ini banyak sekali kesalahan dan sangat jauh dari kesempurnaan,
tentunya penulis akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber
yang dapat dipertanggung jawabkan nantinya, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah yang kami buat.

10
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali. 2002. Samudra Pemikiran Al-Ghazali. Yogyakarta: Pustaka Sufi
Maftukhin. 2012. Filsafat Islam. Yogyakarta: Teras
Al-Taftazani, Abu Al-Wafa Al-Ghanimi. 2003. Sufi dari Zaman ke Zaman: Suatu
Pengantar tentang Tasawuf. Diterjemahkan oleh Ahmad Rofi’ Utsmani dari
Madkhal Ila Al-Tashawwuf Al-Islam. Bandung: Pustaka
Al-Ghazali. 1997. Mutiara Ihya Ulumudin. Diterjemahkan oleh Irwan Kurniawan
dari Muhtashar Ihya Ulumuddin. Bandung: Mizan
Al-Wafa, Abu. 1985. Sufi dari Zaman ke Zaman. Jakarta: Pustaka
Al-Jurjani. 1988. Al-Ta’rifat. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Imiyah
Al-Hujwiri. 2015. Kasyiful Mahjub. Bandung: Mizan Pustaka
Abu Mujahid. 2011. Pemuja Filsafat. Bandung: Toobagus Publishing

11

Anda mungkin juga menyukai