Anda di halaman 1dari 4

WAKTU DAN PERENCANAAN HIDUP

Salah seorang cendekiawan muslim asal Al Jazair, Malik bin Nabi pernah merumuskan
dalam satu bukunya tentang syuruut an nahdlah atau syarat-syarat kebangkitan suatu
peradaban. Malik bin Nabi mengatakan, “Kebangkitan dan kejayaan suatu komunitas itu
sangat ditentukan oleh tiga hal. Yang pertama, manusia atau sumber daya insani. Yang kedua,
waktu. Dan yang ketiga adalah alam atau sumber daya alam.”

Peradaban terbangun berdasarkan hasil interaksi manusia dengan waktu yang digunakan
secara baik dalam hidupnya. Dan, peradaban juga dapat terbangun melalui interaksi manusia
dengan alam yang menjadi sumber kehidupan. Atau, keterkaitan di antara ketiganya.

Di dalam Al Quran Allah Swt. berfirman,

َ َ َّ َّ
‫ّللا خ ِبير ِب َما‬ ‫ّللا ۖ ِإن‬
ُ َ ْ َ َ َّ
َ َّ ‫نظ ْر َن ْفس َّما َق َّد َم ْت ل َغد ۖ َو َّات ُقوا‬ َ ‫َيا َأ ُّي َها َّالذ‬
‫ين َآم ُنوا َّات ُقوا ّللا ولت‬
ِ ِ
ُ َ
‫ت ْع َملو َن‬

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al
Hasyr [59] : 18)

Pada ayat ini terdapat kalimat “li ghad” yang berarti “untuk hari esok”. Kalimat ini
berbentuk Nakirah yang dalam bahasa Arab menunjukkan sesuatu yang belum diketahui,
masih menjadi misteri. Ini menurut banyak ahli tafsir sesungguhnya menggambarkan
kedahsyatan dan keagungan hari tersebut. Oleh karena itu, para ulama tafsir memahami kata
‘hari esok’ dalam ayat tersebut sebagai hari kiamat.

Tetapi ‘hari esok’ dalam ayat ini juga bisa bermakna hari setelah hari ini. Maka dengan
begitu setiap waktu dalam kehidupan kita hendaknya dilalui dengan perencanaan yang cermat.

Waktu di dalam Al Quran diungkapkan dengan kata Al Ashr, sebagaimana terdapat surat
Al Ashr, surat ke 103 di dalam Al Quran. Nama Al Ashr ini berasal dari akar kata yang sama
dengan kata Ashiir yang berarti perasan buah atau jus buah. Ini memberi kesan bahwa waktu
adalah sesuatu yang harus diperas agar menghasilkan kehidupan yang berkualitas.

TAKWIL YUSUF
Pentingnya perencanaan dalam hidup juga disampaikan di dalam Al Quran melalui kisah
nabi Yusuf as. ketika beliau menta’wil mimpi seorang raja. Dalam mimpinya itu disebutkan
bahwa sang raja melihat tujuh ekor sapi gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi yang kurus.
Dia juga melihat dalam mimpinya itu tujuh tangkai gandum hijau dan yang kering.

Dalam ta’wilnya itu nabi Yusuf menjelaskan bahwa tujuh tahun masa kejayaan yang
digambarkan dengan tujuh ekor sapi gemuk, itu harus disertai dengan persiapan dan
perhitungan ketika akan memasuki tujuh tahun masa sulit akibat paceklik. Kesenangan tidak
boleh membuat kita terlena sehingga lupa bahwa suatu saat akan datang masa kesulitan.
Hendaknya ada yang disisihkan dari perolehan di masa jaya sebagai bekal. Sebab boleh jadi ia
akan mengalami kesulitan di masa yang akan datang.

Dari ta’wil mimpi oleh nabi Yusuf as. ini, Mesir ternyata benar-benar mengalami masa
paceklik yang berkepanjangan selama tujuh tahun. Akantetapi, karena semua sudah diprediksi
dan direncanakan, maka paceklik panjang itu tidak sampai menyengsarakan masyarakat Mesir
karena logistik sudah dipersiapkan untuk persediaan di masa-masa sulit. Maasyaa Allah!

Ada pelajaran penting dari ta’wil mimpi ini, bahwa kualitas hidup itu sangat ditentukan
oleh perencanaan yang matang dengan memperhitungkan setiap waktu yang dilaluinya. Waktu
adalah sesuatu yang harus diperas seperti halnya anggur yang jika diperas maka akan
menghasilkan minuman yang lezat. Hidup harus diisi dengan hal-hal yang produktif, hal-hal
yang bermanfaat, bukan sekedar konsumtif apalagi bermalas-malasan.

Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw. yang diriwayatkan Imam Tirmidzi disebutkan
bahwa sesungguhnya orang yang beruntung itu, orang yang bijak itu adalah orang yang selalu
melakukan perhitungan-perhitungan atau perencanaan-perencanaan dalam hidupnya.

ِ ‫ و َع ِمل لِما ب ْع َد الْمو‬،ُ‫ال َكيِس من َدا َن نَ ْفسه‬: ‫ال‬


،‫ت‬ َ َ‫َّب ﷺ ق‬ ِ
ْ َ َ َ َ َْ ‫ي‬ ‫عن الن ي‬ ‫أيب يَ ْعلَى َشدَّاد بْن أ َْوس‬
“Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling siap menghadapinya. Merekalah
orang paling cerdas. Mereka pergi dengan membawa kemuliaan di dunia dan kehormatan
di akhirat.” (HR. Tirmidzi)

Oleh karenanya, marilah kita gunakan waktu yang Allah karuniakan kepada kita ini
dengan amal-amal berkualitas, produktif dan penuh manfaat. Sehingga detik demi detik yang
kita lalui menjadi bernilai ibadah di hadapan Allah Swt. dan menjadi berkah dalam kehidupan
kita di dunia.
Kalau sudah berbicara urusan umur, kita selalu berpikir tentang panjang dan pendek.
Karena yang ada di dalam kamus kehidupan kita ini adalah masa kini, masa depan dan masa
lalu. Sehingga banyak orang yang membiarkan umurnya berlalu begitu saja, tidak pernah
terpikir baginya tentang lebar dan sempitnya waktu. Yang dimaksud lebar dan sempitnya waktu
adalah tentang bagaimana kita mengisi keterbatasan waktu yang kita miliki ini dengan hal-hal
yang bermanfaat dan bernilai di hadapan Allah Swt., sehingga tidak menyisakan ruang
sedikitpun di dalam waktu ini bagi hal-hal yang tidak berarti.

Umur adalah karunia yang sangat besar dari Allah Swt. kepada kita. Oleh karena itu, kita
diminta untuk memanfaatkannya dengan baik. Tapi pada kenyataannya tidak sedikit orang
yang melalaikannya, sehingga merugi karena tidak memanfaatkan waktu dengan baik.

Dalam salah satu hadits Rasulullah Saw. berpesan,

‫تان مغبو ٌن فيهما كثريٌ من‬ ِ ‫رسول‬


ِ ‫ « نِعم‬:‫هللا صلَّى هللا عليه وسلَّم‬ ُ ‫ قال‬:‫ قال‬- ‫ رضي هللاُ عنهما‬- ‫َع ِن اب ِن عباس‬
َ ُ
َّ ُ‫الص َّحة‬
.‫والفراغُ» رواه البخاري‬ ِ
َّ :‫الناس‬

“Ada dua nikmat yang seringkali membuat orang merugi karena melalaikannya. Yang
pertama adalah kesehatan, dan yang kedua adalah waktu yang luang.” (HR. Bukhari)

Saudaraku, panjang dan pendeknya waktu itu relatif. Saat kita menunggu datangnya
sesuatu atau seseorang yang dicintai, waktu yang hanya sebentar akan terasa sangat lama. Dan,
ketika yang dicintai itu tiba, meski telah berbincang lama hingga berjam-jam, waktu terasa
berjalan hanya beberapa menit bahkan detik saja.

Bagi kita yang masih hidup di dunia dan membayangkan saudara-saudara kita yang telah
tiada dan sudah berada di alam Barzah sejak puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu, kita
membayangkan itu adalah waktu yang sudah sangat lama. Padahal bagi mereka yang sedang
berada di alam Barzah, waktu puluhan, ratusan bahkan ribuan tahun itu, bagi mereka kehidupan
di sana hanya sebentar saja.

KISAH ORANG DIMATIKAN OLEH ALLAH 100 TAHUN

Sama dengan kisah seseorang yang dimatikan oleh Allah selama seratus tahun
sebagaimana tercantum di dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 259. Allah mematikan orang
itu selama seratus tahun kemudian menghidupkannya lagi. Lalu Allah bertanya
kepadanya, “Berapa lama engkau tinggal di sini?” Orang itu menjawab, “Aku telah tinggal di
sini sehari atau setengah hari.”

َ َ‫اَّللُ ِمائَةَ َعام ُُثَّ بَ َعثَهُ ۖ ق‬


‫ال‬ َّ ِ‫ََّن ُُْييِي َٰه ِذه‬
َّ ُ‫اَّللُ بَ ْع َد َم ْوِتَا ۖ فَأ ََماتَه‬ َّٰ ‫ال أ‬
َ َ‫وش َها ق‬ِ ‫أَو َكالَّ ِذي م َّر َعلَ ٰى قَ رية و ِهي َخا ِويةٌ َعلَ ٰى عُر‬
ُ َ َ َ َْ َ ْ
‫سنَّ ْه ۖ َوانظُْر إِ َ َٰل ِِحَا ِر َك‬
َ َ‫ك ََلْ يَت‬َ ِ‫ك َو َش َراب‬ َ ‫ت ِمائَةَ َعام فَانظُْر إِ َ َٰل طَ َع ِام‬ َ ْ‫ال بَل لَّبِث‬َ َ‫ض يَ ْوم ۖ ق‬ ُ ْ‫ال لَبِث‬
َ ‫ت يَ ْوًما أ َْو بَ ْع‬ َ ْ‫َك ْم لَبِث‬
َ َ‫ت ۖ ق‬
‫اَّللَ َعلَ ٰى ُك ِيل َش ْيء قَ ِد ٌير‬ َّ ‫ال أَ ْعلَ ُم أ‬ ِ َ ‫َّاس ۖ وانظُر إِ ََل ال ِْعظَ ِام َكي‬ ِ َ َ‫ولِنَجعل‬
َّ ‫َن‬ َ َ‫َّي لَهُ ق‬َ َّ َ‫وها ََلْ ًما ۚ فَ لَ َّما تَ ب‬َ ‫ْس‬
ُ ‫ف نُنش ُزَها ُُثَّ نَك‬ ْ ْ َ ِ ‫ك آيَةً ليلن‬ َْ َ
(259)

Kemudian, Allah Swt. berfirman, “Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun
lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah; dan
lihatlah kepada keledaimu telah menjadi tulang belulang; Kami akan menjadikanmu
tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu,
bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami menutupnya kembali dengan
daging.’ Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah
mati) dia pun berkata: ‘Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.’” (QS.
Al Baqarah [2] : 259)

Begitulah, waktu, umur berjalan dengan relatif. Di dalam Islam, kehidupan yang fana di
dunia ini tidaklah seberapa dibanding kehidupan akhirat. Kehidupan di akhirat itu adalah
kehidupan yang hakiki. Maka, merugilah orang yang hidupnya hanya berorientasi pada
keduniaan. Itu adalah ciri-ciri orang kafir, karena mereka tidak mengimani adanya hari akhir.
Hidup bagi mereka hanyalah yang ada di dunia ini.

Bagi seorang muslim, hidup di dunia ini tidaklah hanya memperhatikan pada panjang
dan pendeknya saja. Tetapi, juga memperhatikan lebarnya, yaitu seberapa jauh ia mengisi
ruang-ruang dalam hidupnya dengan amal-amal yang berkualitas. Prinsip hidup seorang
muslim adalah mengisi waktu dengan hal yang berkualitas dan menebar manfaat sebanyak
mungkin.

Rasulullah Saw. berpesan, “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang
lain.” (HR. Ahmad, Thabrani, Daruquthni)

Anda mungkin juga menyukai