Anda di halaman 1dari 9

RESENSI BUKU PEMBERONTAKAN PETANI BANTEN TAHUN 1888

KARANGAN SARTONO KARTODIRJO

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Individu Mata Kuliah Sejarah Nusantara Era
Kolonialisme-Imperialisme (AKBK 1306 /3 SKS) Semester 3

Dosen Pengampu :

1. Dr. Mohamad Zaenal Arifin. Anis, M.Hum


2. Fitri Mardiani, M.Pd

Disusun Oleh :

1. Muhammad Rico (A1) NIM. 2010111210027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2021

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT, shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan rahmat hidayah dan karunia-Nya, lah
penulis mampu menyelesaikan tugas Makalah Yang berjudul “ Resensi Buku
Pemberontakan Petani Banten 1888 Oleh Sartono Kartodirjo(AKBK 1306 /3 SKS) Semester 3
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu Mata Kuliah Dr.
Mohamad Zaenal Arifin Anis, M.Hum dan Fitri Mardiani M.Pd yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang penulis tekuni sekarang pendidikan sejarah dan menunjang pengetahuan inovasi
penulis dimasa yang akan datang
Makalah ini dapat terselesaikan tidak lepas karena bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak yang tulus dan sabar memberikan sumbangan baik berupa ide, gagasan materi
pembahasan dan juga bantuan lainnya yang tidak dapat dijelaskan satu persatu.
Makalah ini disusun dengan tujuan agar para pembaca dapat memperluas wawasan
dan pengetahuan nya mengenai ”Resensi Buku Pemberontakan Petani Banten 1888 Oleh
Sartono Kartodirjo” yang penulis sajikan berdasarkan dari berbagai sumber informasi, buku,
jurnal dan referensi lainya. Semoga Makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
dan menjadi sumbangan pemikiran kepada para pembaca serta dapat bermanfaat bagi semua
kalangan mana pun.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Untuk itu , kepada dosen pengampu penulis meminta masukannya demi perbaikan
pembuatan makalah penulis di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran
dari para pembaca demi makalah yang lebih bagus dimasa yang akan datang.

Banjarmasin, 17 Agustus 2021

Penulis

2
Resensi Buku Pemberontakan Petani Banten Karangan Satrtono Kartodirjo Oleh
Muhammad Rico Kelas A1 Pendidikan Sejarah 2020 Nim 2010111210027
(Email : 2010111210027@mhs.ulm.ac.id) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Tahun 2021

RESENSI BUKU PEMBERONTAKAN PETANI BANTEN KARANGAN SARTONO


KARTODIRJO

1. Identitas Buku
Judul Buku : Pemberontakan Petani Banten
Nama Pengarang : Sartono Kartodirjo
Tahun Tebit Buku : 2015
Penerbit : Komunitas Bambu
ISSN/ISSBN : 978-602-9402-40-7
Daerah/Wilayah : Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Rak : SSO-900(900-909)
Jumlah Halaman : 422
Harga Buku : Rp 87.000

3
Lebar Buku : 15,5 Cm
Panjang Buku : 25 Cm
Desain Cover : Hasan Basry
Buku Cetakan : Kelima
Testimoni :
“Buku yang ditulisnya ini adalah pelopor utama dari penulisan sejarah bangsa
dengan pendekatan baru. Buku ini sekaligus juga menantang secara intelektual dan
akademis.” – Taufik Abdullah, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Buku ini bukan hanya salah satu buku terbaik yang pernah diterbitkan tentang
sejarah Indonesia, melainkan buku yang bertolak dari sumber-sumber terkaya. Oleh
karena itu, ketika buku ini selesai dibaca kita tidak hanya mengetahui dan
memahami peristiwa sejarah yang dikisahkannya, tetapi juga bagaimana sebuah
karya ilmiah bisa menambah kecerdasan dan kedalaman wawasan tentang dinamika
masyarakat.

2. ISI RESENSI BUKU


Setelah saya membaca buku ini dalam Pemberontakan petani di Banten
tahun 1888, adalah sebuah karya disertasi yang ditulis oleh sartono kartodirdjo.
Karya historiografi ini menulis tentang sejarah gerakan sosial dan petani di
Indonesia, tulisan ini merupakan anti-tesis yang ditulis sebagai kritik terhadap
Historiografi kolonial Belanda-Sentris yang menganggap rakyat dan kaum tani
hanya memainkan peran pasif dalam sejarah Indonesia. Karena rakyat kecil seperti
petani hanya dianggap sebagai orang-orang yang lemah, kecil, pasrah, tidak
berpendidikan, menuruti semua yang diperintahkan penguasa, dan tidak memainkan
peranan dalam sejarah, karena itu sejarah Cuma hanya dimiliki oleh para penguasa
saja. Tapi dengan meledaknya pemberontakan petani ini membuktikan bahwa
petani memainkan peranan dalam sejarah Indonesia. Pemberontakan ini merupakan
salah satu dari sekian banyak pemberontakan yang terjadi di Banten, dan Banten
sendiri terkenal dari dulu sebagai tempat yang paling rusuh. Pemberontakan ini
terjadi akibat masuknya perekonomian Barat, yang mengganti sistem tatanan
Tradisional masyarakat, ke sistem yang lebih Modern. Dengan diberlakukannya
sistem modern ini, semakin membuat rakyat terutama petani semakin menderita,
karena mengharuskan petani membayar pajak tanah yang berlebih, diterapkannnya

4
sistem tanam paksa, masalah kepemilikan tanah dan masih banyak masalah lainnya.
Dalam buku ini juga dijelaskan terjadi kebangkitan kembali agama yang membuat
banyak sekali orang-orang yang naik haji, dibangun banyak sekali pesanteren-
pesantren dan munculnya sebuah aliran-aliran tarekat. Sehingga para-para peserta
dari pemberontakan ini bukan hanya dari kalangan petani saja, namun para
pemimpinya berasal dari kaum elit agama dan ada juga dari kaum elit bangsawan.
Pemberontakan ini merupakan sesuatu hal yang menarik untuk dibahas karena
disini agama hanya dijadikan kedok untuk memulai pemberontakan dengan
menolak sistem modernitas Barat dan untuk mempertahankan sistem Kesultanan
kembali.

Pemberontakan petani Banten pada tanggal 9 Juli 1888 di Cilegon, Banten


Utara, terjadi sebagai praktik sosial yang direproduksi akibat kondisi sosial dan
budaya yang dikacaukan oleh struktur tindakan kaum bangsawan dan kolonialisme
Belanda. Pemberontakan sebagai gerakan sosial budaya kaum petani Banten
merupakan reproduksi kaum petani yang tentram dan tertib sebagai identitas kaum
bawahan Identitas kaum petani yang sadar dan peduli terhadap relasi sosial, budaya,
ekonomi dan politik dengan golongan yang lain dalam stratifikasi sosial. Dalam
strukturasi Giddens, identitas kaum petani tersebut menyadari eksistensi dirinya
sebagai kaum petani untuk mereproduksi tanaman padi, sayuran dan palawija dan
tanaman lainnya, tidak dicampuri dengan praktik sosial yang menindas dari kaum
bangsawan dan kolonialisme Belanda. Dengan demikian, jelas teori strukturasi
mengukuhkan bahwa keberadaan budaya sebagal sistem dan praktik dalam
kehidupan manusia adalah otonom. Dari makalah ini, diharapkan bahwa budaya
apa pun yang direproduksi masyarakat Banten perlu diimbangi dengan aturan yang
adil dan sumberdaya partisipatif dan berprikemanusiaan.

Tokoh Pemberontakan Didalam buku ini; penulis menggambarkan siapa


tokoh atau pemimpin Pemberontakan 1888, latar belakang, beserta moif-motif
lainya. Seperti tertulis diatas bahwa latar belakang terjadinya pemberontakan yang
paling menonjol adalah soal keyakinan masyarakat yang terusik oleh pelarangan
acara keagamaan yang dibuat oleh pemerintah setempat waktu itu, dalam hal ini
residen Banten. Bersamaan dengan pelarangan itu, para elite agama seperti Haji
Abdul Karim, Haji Tubagus Ismail, Haji Wasid dan para elite agama lainya,

5
berkumpul membicarakan tentang pemberontakan terhadap pemerintah Kolonial
Belanda. Ada motif lain selain soal keyakinan, yaitu motif mendirikan kembali
Kesultanan Banten yang pernah berjaya pada masanya.Dalam proses konsolidasi,
terjadi silang pendapat terkait kapan pemberontakan akan dilancarkan. Dalam buku
ini, penulis menggambarkan sosok Haji Wasid yang paling bersikeras agar segera
melancarkan pemberontakan. Proses konsolidasi terus dilakukan oleh para elit
agama dengan mendatangi tarekat-tarekat keagamaan; seperti tarekat Qodiriyah,
tarekat Naqsabandiyah dan tarekat-tarekat keagamaan lainya. Pemberontakan
terjadi begitu singkat dan cepat serta mudah dipadamkan oleh tentara pemerintah.
Cilegon, Serang, lebih tepatnya di Distrik Anyer, adalah lokasi pertama
pemberontak melancarkan seranganya, dengan membunuh pejabat serta pamong
praja kolonial belanda.

Pemberontakan yang berlangsung kurang dari 1 bulan ini terjadi antara


tanggal 9 s/d 30 Juli 1988. Para pemberontak ditangkap, dipenjara, dibuang, sampai
dibunuh. Sementara pemimpin yang berhasil melarikan diri dikejar oleh tentara
pemerintah, termasuk Haji Wasid. Haji Wasid melarikan diri bersama pengikutnya
ke Arah selatan, melewati caringin, sumur, menuju ujung kulon. namun kemudian
akhirnya tertangkap di dekat Sumur dan dibunuh beserta pengikutnya.
Pemberontakan berhasil dipadamkan oleh pemerintah Kolonial, dan terbunuhnya
Haji Wasid menjadi akhir dari pemberontakan itu.

3. Kelebihan Buku

Kelebihan dalam buku Pemberontakan Petani Banten 1888 ini secara


runtut menjelaskan mengenai jalannya peristiwa pemberontakan hingga tokoh-
tokoh yang terlibat. Selain itu, buku ini dilengkapi dengan Glosarium, Daftar
Pustaka, Catatan Belakang di setiap Bab sehingga memudahkan untuk mencari,
Tentang Penulis, kemudian juga ditampilkan tentang Apendiks yang menyangkut
silsilah keluarga, pajak, petisi sampai orang yang berhaji. Buku ini tebal dan dicetak
dengan kertas ringan sehingga tidak memberatkan saat dibaca buku ini sanggat
cocok untuk dibaca dan dijadikan suatu pelajaran yang berharga untuk kita sebagai

6
wawasan bagaimana pemberontakan petani Banten tahun 1888 sanggat menarik dan
membuat penasaran dari judulnya saja.

4. Kekurangan Buku

Kekurangan buku dalam buku ini adalah menggenai cover nya saja
menurut saya desain nya kurang menarik perhatiaan kalangan dan kurang unik,
serta dalam pergantian bab belum ada desain yang menghiasi, tulisan judul terlalu
formal sehingga agak kurang menarik. Namum secara keseluruhan buku ini sangat
layak dibaca, karena secara struktural buku ini menjelaskan mengenai sejarah
pemberontakan kaum pribumi terhadap sistem perekonomian Barat yang dianggap
lebih modern. Selain itu, buku ini juga dianggap sebagai gebrakan untuk
mengangkat sudut pandang yang Indonesia-sentris.

5. Biografi Pengarang

Sartono Kartodirdjo, lahir di Wonogiri, 15 Februari 1912, wafat di


Yogyakarta, Desember 2007, adalah sejarawan Indonesia sekaligus pelopor dalam
penulisan sejarah dengan pendekatan multidimensi. Sebelum menjadi guru, pria
yang akrab disapa Sartono ini menyelesaikan pendidikan di HIS, MULO, dan HIK.
Sartono menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Sastra Universitas Indonesia
pada usia 44 tahun. Ia kemudian melanjutkan pendidikan magister di Yale
University, Amerika Serikat setelah sebelumnya mengajar di Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta dan IKIP Bandung. Ia lulus pada 1964 disusul melanjutkan
pendidikan doktoralnya dua tahun kemudian. Pada 1968, Sartono dikukuhkan
sebagai guru besar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Disertasi (The Peasants’
Revolt of Banten in 1888, It’s Conditions, Course and Sequel: A Case Study of
Sosial Movements in Indonesia) yang ia buat untuk meraih gelar doktoralnya dinilai
banyak orang sebagai jembatan perkembangan ilmu sejarah di Indonesia. Ia
menganggap disertasinya merupakan bentuk protes terhadap penulisan sejarah
Indonesia yang konvensional dan Belanda-sentris. Dari disertasi itu pula Sartono
meraih penghargaan Benda Prize yang dianugerahkan oleh sejarawan H.J. Benda
pada 1977.

7
6. Metode Penelitian

Pada tahap awal penelitian sejarah, peneliti harus menentukan sebuah cara
untuk mendekati obyek penelitiannya.Cara atau teknik yang digunakan peneliti
untuk mendekati obyek penelitian sejarah disebut dengan pendekatan. Pendekatan
dalam penelitian sejarah sangat diperlukan untuk memperdalam analisis sebuah
peristiwa sejarah. Dengan menggunakan pendekatan yang tepat, sebuah peristiwa
sejarah dapat direkonstruksi secara lengkap dan mendalam. Dalam buku
Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (2014) karya Sartono
Kartodirdjo, pendekatan multidimensional adalah suatu pendekatan dengan
menggunakan bantuan konsep-konsep dan teori-teori dari berbagai cabang ilmu
sosial untuk menganalisis peristiwa masa lampau

7. Kesimpulan

Rakyat Banten melakukan pemberontakan pada tahun 1888 M. disebabkan


oleh beberapa faktor - faktor yang memaksa mereka melakukan pemberontakan.
Seperti Faktor geologis, yaitu meletusnya Gunung Krakatau di tahun 1883 M.
Faktor ekonomi, yaitu Persengketaan tanah Negara, Adanya kedudukan sosial.
Faktor sosial, yaitu adanya pembegalan, penyamun dan perampok, dan Bangkitnya
keagamaan. Rencana pemberontakan disusun secara matang oleh kaum
pemberontak, seperti mengumpulkan senjata, melakukan kegiatan pencak silat dan
merekrut anggota pemberontakan. Pada tanggal 22 April 1888 M. pemimpin
pemberontak dan pengikutnya bersumpah di Masjid. Pada tanggal 8 Juli 1888 M.
kaum pemberontak melaksanakan arak – arakan di cilegon. Pada tanggal 9 Juli 1888
M. Dan kaum pemberontak akhirnya dapat dilumpuhkan.

Adapun kesimpulan dari buku ini yang mana Buku yang berjudul
pemberontakan petani banten 1888 merupakan buku yang mendiskripsikan
pemberontakan petani yang pada awalnya menolak unsur modernitas Barat tetapi
pada prakteknya pemberontakan petani tersebut dijadikan alat bagi bangsawan dan
elit agama untuk mempertahankan sistem kesultanan.

Dalam buku ini Pemberontakan petani Banten terdapat VII bab yaitu:

Bab I : Pendahuluan dan penjelasan dari buku pemberontakan petani Banten.

8
Bab II : latar belakang kondisi sosio-ekonomi wilayah Banten dan
Kasultanan yang berdiri sejak tahun 1520 yang mana masyarakatnya berkerja
sebagai petani terlihat dari letak wilayah yang agraris. Adapun peran sultan adalah
sebagai pelindung segala stabilitas ekonomi masyarakat. Namun, Daendels
menghapuskan sistem Kasultanan Banten dan segala aspek Barat tiba-tiba di
terapkan yaitu sistem upah, pajak dan lain-lain.

Bab III : pada bab ini dijelaskan terjadinya pemberontakan menyebabkan


kemerosotan sosio-ekonomi kalangan bangsawan dan pemuka agama mendapat
peranan penting dalam langkah pemberontakan.

Bab IV : dijelaskan mengenai pergolakan keruntuhan Kasultanan Banten,


sehingga maraknya tindakan kriminal yang justru anaskis pada pihak Kolonial.

Bab V : banyaknya orang yang naik Haji memunculkan kebangkitan


kembali agama melalui gerakan-gerakan yang berupaya menggulirkan
pemerintahan Kolonial. Kiyai dianggap wibawa dan memiliki kehormatan dan
kedudukan penting dalam masyarakat.

Bab VI : bab ini merupakan tahapan untuk mempersiapkan melawan


Kolonial dengan mendirikan pesantren, dakwah perang jihad, kegiatan keagamaan,
dll. Adapun pemimpin-pemimpin gerakan revolusioner antara lain ; Haji Abdul
Karim, Haji Tubagus Ismail, Haji Wasid, serta masih banyak lagi yang lainnya.

Bab VII : bab ini telah dijelaskan secara lengkap dari dimulainya
pemberontakan hingga tertangkapnya para pemimpin-pemimpin pemberontakan.

Anda mungkin juga menyukai