Oleh Rusdi Effendi Perkuliahan Pertemuan ke -4 Kehadiran Ajaran Budha di India India Zaman Budha
Kelahiran dan Perkembangan Ajaran Budha
Di Jazirah India Riwayat Buddha Gautama Siddhārtha Gautama (563 – 483 SM) anak dari Raja Kapilavastu, negeri Timur Laut India yang berbatasan dengan Nepal. Ayahnya adalah Raja Suddhodana dari Suku Sakya dan ibunya adalah Ratu Mahā Māyā Dewi. Ibunda Pangeran Siddharta Gautama meninggal dunia tujuh hari setelah melahirkan Sang Pangeran Siddhartha Gautama. Sejak meninggalnya Ratu Mahā Māyā Dewi, Pangeran Siddharta dirawat oleh Ratu Mahā Pajāpati, bibinya yang juga menjadi isteri Raja Suddhodana. Pangeran Siddharta dilahirkan pada tahun 563 SM di daerah Lumbini (kini masuk negara Nepal). Dalam usia 16 tahun Pangeran Siddharta menikah dengan Puteri Yasodhara yang dipersuntingnya. Siddhartha hidup dalam istana penuh kemewahan. Riwayat Buddha Gautama Kehidupan Pangeran Siddhartha dengan kemewahan istana kerajaan, dimana ia dapat hidup dalam tiga buah istana meliputi : Istana Musim Dingin (Ramma); Istana Musim Panas (Suramma); Istana Musim Hujan (Subha). Pengeran Siddhartha merasa tidak nyaman tinggal
dalam istana demikian, ia menyadari banyak orang
yang hidup miskin, menderita dan bahkan tidak mampu untuk makan sama sekali (kelaparan), sementara orang kayapun sering merasa frustasi dan tidak bahagia, karena semua orang akan menjadi sasaran penyakit dan serangan kematian. Riwayat Buddha Gautama Kata-kata pertapa Asita membuat Raja Suddhodana tidak tenang siang dan malam, karena khawatir kalau putra tunggalnya akan meninggalkan istana dan menjadi pertapa, mengembara tanpa tempat tinggal. Untuk itu Baginda memilih banyak pelayan untuk merawat Pangeran Siddharta, agar putra tunggalnya menikmati hidup keduniawian. Segala bentuk penderitaan berusaha disingkirkan dari kehidupan Pangeran Siddharta, seperti sakit, umur tua, dan kematian, sehingga Pangeran hanya mengetahui kenikmatan duniawi. Suatu hari Pangeran Siddharta meminta izin untuk berjalan di luar istana, dimana pada kesempatan yang berbeda dilihatnya "Empat Kondisi" yang sangat berarti, yaitu orang tua, orang sakit, orang mati dan orang suci. Pangeran Siddhartha bersedih dan menanyakan kepada dirinya sendiri, "Apa arti kehidupan ini, kalau semuanya akan menderita sakit, umur tua dan kematian. Lebih-lebih mereka yang minta pertolongan kepada orang yang tidak mengerti, yang sama-sama tidak tahu dan terikat dengan segala sesuatu yang sifatnya sementara ini!". Pangeran Siddharta berpikir bahwa hanya kehidupan suci yang akan memberikan semua jawaban tersebut. Riwayat Buddha Gautama Empat Kondisi Yang Dilihat Siddhartha
1. Orang yang usianya tua;
2. Orang yang sakit; 3. Orang mati; dan 4. Orang Suci (Pertapa)
Keempat Kondisi tersebut
membuat Siddhartha berpikir dengan keadaan tersebut Siddhartha Berjalan Keluar Istana bagi manusia dan dirinya. Riwayat Buddha Gautama Selama 10 tahun lamanya Pangeran Siddharta hidup dalam kesenangan duniawi. Pergolakan batin Pangeran Siddharta berjalan terus sampai berusia 29 tahun, tepat pada saat putra tunggalnya Rahula lahir. Pada suatu malam, Pangeran Siddharta memutuskan untuk meninggalkan istananya dan dengan ditemani oleh kusirnya, Canna. Tekadnya telah bulat untuk melakukan Pelepasan Agung dengan menjalani hidup sebagai pertapa. Setelah itu Pangeran Siddhartha meninggalkan istana, keluarga, kemewahan, untuk pergi berguru mencari ilmu sejati yang dapat membebaskan manusia dari usia tua, sakit dan mati. Pertapa Siddharta berguru kepada Alāra Kālāma dan kemudian kepada Uddaka Ramāputra, tetapi tidak merasa puas karena tidak memperoleh yang diharapkannya. Kemudian beliau bertapa menyiksa diri dengan ditemani lima orang pertapa. Akhirnya Ia juga meninggalkan cara yang ekstrem itu dan bermeditasi di bawah pohon Bodhi untuk mendapatkan Penerangan Agung. Riwayat Buddha Gautama
Gambar (kiri) Pangeran Siddharta mencukur rambutnya dan
menjadi pertapa, relief Borobudur. Gambar (kanan) Patung Buddha dari Gandhara, abad ke-1 atau abad ke-2. Riwayat Buddha Gautama Didalam pengembaraannya, pertapa Siddhartha mempelajari latihan pertapaan dari pertapa Bhagava dan kemudian memperdalam cara bertapa dari dua pertapa lainnya, yaitu pertapa Alara Kalama dan pertapa Udraka Ramputra. Namun setelah mempelajari cara bertapa dari kedua gurunya tersebut, tetap belum ditemukan jawaban yang diinginkannya. Sehingga sadarlah Siddhartha bahwa dengan cara bertapa seperti itu tidak akan mencapai Pencerahan Sempurna. Kemudian Siddhartha meninggalkan kedua gurunya dan pergi ke Magadha untuk melaksanakan bertapa menyiksa diri di hutan Uruwela, di tepi Sungai Nairanjana yang mengalir dekat Hutan Gaya. Walaupun telah melakukan bertapa menyiksa diri selama enam tahun di Hutan Uruwela, tetap Siddhartha belum juga dapat memahami hakikat dan tujuan dari hasil pertapaan yang dilakukan tersebut. Riwayat Buddha Gautama Pada suatu hari Siddhartha dalam pertapaannya mendengar seorang tua sedang menasihati anaknya di atas perahu yang melintasi sungai Nairanjana dengan mengatakan: “Bila senar kecapi ini dikencangkan, suaranya akan semakin tinggi. Kalau terlalu dikencangkan, putuslah senar kecapi ini, dan lenyaplah suara kecapi itu. Bila senar kecapi ini dikendorkan, suaranya akan semakin merendah. Kalau terlalu dikendorkan, maka lenyaplah suara kecapi itu.” Nasehat tersebut sangat berarti bagi Siddharta yang akhirnya memutuskan untuk menghentikan tapanya lalu pergi ke sungai untuk mandi. Badannya yang telah tinggal tulang hampir tidak sanggup untuk menopang tubuhnya. Seorang wanita bernama Sujata memberi Siddharta semangkuk susu. Badannya dirasakannya sangat lemah dan maut hampir saja merenggut jiwanya, namun dengan kemauan yang keras membaja, Siddhartha melanjutkan samadhinya di bawah pohon bodhi (Asetta) di Hutan Gaya Riwayat Buddha Gautama Siddhartha melanjutkan samadhinya di bawah pohon bodhi (Asetta) di Hutan Gaya. Keadaan fisiknya semakin lemah, badannya kurus kering, tulang kerangka tubuhnya mulai kelihatan, namun semangat untuk mencari petunjuk yakni pencerahan sempurna terus bertapa. Riwayat Buddha Gautama Hasil pertapaan Siddhartha telah mencapai Pencerahan Sempurna dan menjadi Samyaksam-Buddha (Sammasam- Buddha), tepat pada saat bulan Purnama Raya di bulan Waisak ketika ia berusia 35 tahun (menurut versi Buddhisme Mahayana, 531 SM pada hari ke-8 bulan ke-12, menurut kalender lunar. Versi WFB, pada bulan Mei tahun 588 SM). Pada saat mencapai Pencerahan Sempurna, dari tubuh Sang Siddharta memancar enam sinar Buddha (Buddharasmi) dengan warna biru yang berarti bhakti; kuning mengandung arti kebijaksanaan dan pengetahuan; merah yang berarti kasih sayang dan belas kasih; putih mengandung arti suci; jingga berarti giat; dan campuran kelima sinar tersebut. Sidharta Gautama Mencapai Pencerahan Sejati Lahirlah “Budha” sebagai Ajaran Kehidupan baru di India Buddha Buddha (Sanskerta: बु द्ध berarti. Mereka yang Sadar, Yang mencapai pencerahan sejati. dari perkataan Sanskerta: "Budh", untuk mengetahui) merupakan gelar kepada individu yang menyadari potensi penuh mereka untuk memajukan diri dan yang berkembang kesadarannya. Dalam hal istilah penggunaan kontemporer, ia sering digunakan untuk merujuk Siddharta Gautama, guru agama dan pendiri Agama Buddha (dianggap "Buddha saat ini"). Dalam penggunaan lain, ia merupakan tarikan dan contoh bagi manusia yang telah sadar. Buddha Setelah mencapai Pencerahan Sempurna, pertapa Siddhartha Gautama mendapat gelar kesempurnaan yang antara lain: Buddha Gautama, Buddha Shakyamuni, Tathagata ('Ia Yang Telah Datang', Ia Yang Telah Pergi'), Sugata ('Yang Maha Tahu'), Bhagava ('Yang Agung') dan sebagainya. Lima pertapa yang mendampingi Beliau di hutan Uruwela merupakan murid pertama Sang Buddha yang mendengarkan khotbah pertama Dhammacakka Pavattana, dimana Beliau menjelaskan mengenai Jalan Tengah yang ditemukan-Nya, yaitu Delapan Ruas Jalan Kemuliaan termasuk awal khotbahNya yang menjelaskan "Empat Kebenaran Mulia". Ajaran-Ajaran Buddha Seorang Buddha memiliki sifat Cinta Kasih (maitri atau metta) dan Kasih Sayang (karuna). Cinta Kasih dan Kasih Sayang seorang Buddha tidak terbatas oleh waktu dan selalu abadi, karena telah ada dan memancar sejak manusia pertama kalinya terlahir dalam lingkaran hidup roda samsara yang disebabkan oleh ketidaktahuan atau kebodohan batinnya. Jalan untuk mencapai Kebuddhaan ialah dengan melenyapkan ketidaktahuan atau kebodohan batin yang dimiliki oleh manusia. Pada waktu Pangeran Siddharta meninggalkan kehidupan duniawi, ia telah mengikrarkan Empat Prasetya yang berdasarkan Cinta Kasih dan Kasih Sayang yang tidak terbatas, yaitu Berusaha menolong semua makhluk. Menolak semua keinginan nafsu keduniawian. Mempelajari, menghayati dan mengamalkan Dharma. Berusaha mencapai Pencerahan Sempurna. Ajaran-Ajaran Buddha Penganut Buddha tidak menganggap Siddharta Gautama sebagai sang hyang Buddha pertama atau terakhir. Secara teknis, Buddha, seseorang yang menemukan Dharma atau Dhamma (yang bermaksud: Kebenaran; perkara yang sebenarnya, akal budi, kesulitan keadaan manusia, dan jalan benar kepada kebebasan melalui Kesadaran, datang selepas karma yang bagus (tujuan) dikekalkan seimbang dan semua tindakan buruk tidak mahir ditinggalkan. Pencapaian nirwana (nibbana) di antara ketiga jenis Buddha adalah serupa, tetapi Samma-Sambuddha menekankan lebih kepada kualitas dan usaha dibandingkan dengan dua lainnya. Tiga jenis golongan Buddha adalah: Samma-Sambuddha yang mendapat Kesadaran penuh tanpa guru, hanya dengan usaha sendiri Pacceka-Buddha atau Pratyeka-Buddha yang menyerupai Samma- Sambuddha, tetapi senantiasa diam dan menyimpan pencapaian Dharma pada diri sendiri. Savaka-Buddha yang merupakan Arahat (pengikut kesadaran), tetapi mencapai tahap Kesadaran dengan mendengar Dhamma. Ajaran-Ajaran Buddha Kitap Suci agama Buddha adalah Tripitaka. Tripitaka terdiri dari : (1) Vinaya Pitaka, isinya aturan-aturan sangha untuk biksu atau biksuni. (2) Sutta Pitaka, isinya tentang wacana- wacana Buddha dan (3) Abhidhamma Pitaka, isinya tentang penjelasan sistematis atau ilmu pengetahuan dari Buddha. Selain itu dikenal adanya Tiga Mustika (Sanskrit: त्रिरत्न Triratna or रत्नत्रय Ratna-traya, Pali: तिरतन Tiratana) yakni : (1) Buddha; (2) Dharma dan (3) Sangha. Buddha tidak hanya dapat mengetahui dengan hanya melihat wujud dan sifat-Nya semata-mata, karena wujud dan sifat luar tersebut bukanlah Buddha yang sejati. Jalan yang benar untuk mengetahui Buddha adalah dengan jalan membebaskan diri dari hal-hal duniawi/menjalani hidup dengan cara bertapa. Ajaran-Ajaran Buddha Terdapat 5 sila dalam Pancasila Buddhis yaitu:
Pannatipata veramani sikkhapadang sammadiyammi, yang artinya saya
bertekat akan melatih diri untuk menghindari pembunuhan makhluk hidup. Adinnadana veramani sikkhapadang sammadiyammi, yang artinya saya
bertekat akan melatih diri untuk menghindari mengambil sesuatu yang
tidak diberikan. Kamesu micchacara veramani sikkhapadang samadiyami, yang artinya
saya bertekat akan melatih diri untuk menghindari perbuatan asusila.
Musavadha veramani sikkhapadang samadiyami, yang artinya saya
bertekat akan melatih diri untuk menghindari menghindari ucapan tidak
benar. Surameraya majjapamadatthana veramani sikkhapadang samadiyami, yang
artinya saya bertekat akan melatih diri untuk menghindari mengonsumsi
segala zat yang dapat menyebabkan hilangnya kesadaran. Akhir Hayat Sang Buddha
Sang Buddha menjelang Parinirwana, setelah menerima masa sebagai Buddha
dan mengabdikan diri selama 45 Tahun Mencerahkan Manusia dengan ajaran- ajaran Budhisme di Jazirah India. Buddha dimasukan Michael H Hart pada urutan ke-4 dari 100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Masa. Sekian & Terimakasih