Anda di halaman 1dari 16

“UJIAN AKHIR SEMESTER”

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Lulus Pada Mata Kuliah Residensi dan Model
Asuhan Kebidanan Program Studi Magister Ilmu Kebidanan
Sekolah Pascasarjana Unversitas Hasanuddin

Oleh :

AGRIYANINGSIH OKTAVIANA HADI


NIM : P102202028

SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEBIDANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
SOAL :
1. Kurang percaya diri
2. Kecanduan perangkat digital
3. Kebiasaan makan tidak benar
4. Tantrum
5. Tidak senang belajar
6. Sibling Rivalry

JAWAB :

1. Kurang Percaya Diri


Orang tua merupakan sosok yang paling berperan dalam menstimulasi perkembangan
psikologis anak. Terkadang kita jumpai orangtua yang memperkuat kepercayaan diri anak
menaruh harapan yang terlalu besar terhadap anaknya, tanpa disesuaikan dengan kemampuan
anak itu sendiri. Akibatnya, anak dipaksa memenuhi harapan orang tua yang “tidak pada
tempat-nya”, sehingga anak sering kali menerima kritikan, mengalami rasa takut, dan
merasakan kekecewaan. Hal ini dapat menyebabkan anak kehilangan rasa percaya dirinya.
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil serta
berkat adanya pengakuan di lingkungan. Semakin besar dukungan orang tua maka
kepercayaan dirinya semakin kuat.
Istilah keluarga dalam sosiologi menjadi salah satu bagian ikon yang mendapat perhatian
khusus. Keluarga dianggap penting sebagai bagian dari masyarakat secara umum. Individu
terbentuk karena adanya keluarga dan dari keluarga pada akhirnya akan membentuk
masyarakat. Didalam keluarga inilah dukungan orang tua sangat dibutuhkan oleh anak
sehingga anak dapat bersikap percaya diri.

Kurangnya rasa percaya diri pada anak dapat ditimbulkan oleh pola komunikasi dan
pola asuh yang buruk dalam keluarga. Seperti berkata kasar pada anak, suka membentak,
mengkritik atau banyak melarang. Seorang anak yang setiap harinya tinggal dalam lingkup
keluarga yang sering mendapat makian atau hujatan tanpa menerima dukungan dan pujian
maka anak tersebut dapat menjadi lemah. Hal tersebut dapat mempengaruhi rasa percaya diri
pada anak. Sehingga anak pun menjadi dihinggapi perasaan rendah diri atau minder.
Cara Membangun Percaya Diri dan Cara Mengatasinya

1) Memberi pujian atas setiap pencapaian.


2) Jadilah pendengar yang baik
3) Bantu menyelesaikan masalah
4) Mengajari anak untuk bertanggung jawab.
5) Mengajari anak agar bersikap ramah dan senang membantu orang lain
6) Mengubah kesalahan menjadi “Bahan Baku” demi kemajuan
7) Jangan menegur di depan banyak teman
8) Mendukung sesuatu yang menjadi minat anak
9) Tidak memanjakan anak

Dukungan Orang Tua

1) Penataan Lingkungan Fisik


Orang tua didalam keluarga perlu menata lingkungan fisik untuk mejaga
kesehatan keluarga, dalam hal ini lingkungan fisik seperti: keadaan lingkungan rumah,
keadaan rumah, suasana rumah dan lain-lain. Dengan demikian untuk menjaga keluarga
agar aman, nyaman dan tentram perlu penataan lingkungan fisik.
2) Perhatian terhadap lingkungan sosial internal dan eksternal
Orang tua dalam keluarga perlu memperhatikan lingkungan sosial internal dan
eksternal bagi anak. Lingkungan sosial internal merupakan lingkungan sosial didalam
keluarga, ini perlu diperhatikan agar terjalin keharmonisan didalam keluarga, seperti:
saling menyayangi, menghargai, menghormati, dan berbagi antar anggota keluarga.
Sedangkan lingkungan sosial eksternal merupakan lingkungan sosial dari luar keluarga,
ini juga perlu diperhatikan agar anak tidak salah pergaulan, dan sebagai orang tua harus
membimbing anaknya dalam memilih pergaulan.
3) Pendidikan internal dan eksternal
Orang tua didalam lingkungan keluarga selalu menumbuhkan kebiasaan yang
mengandung nilai-nilai pendidikan seperti; kebiasaan menjaga kebersihan, shalat tepat
waktu, kegiatan pengajian di masjid dan lain-lain. Selain itu orang tua juga
menyekolahkan anak sesuai dengan usianya, dan membimbingnya dalam membuat
jadwal kegiatan harian, sehingga anak akan mempunyai sikap disiplin terhadap waktu.
4) Aktivitas dan cara dialog dengan anak-anak
Kegiatan berdialog dengan anak-anaknya dengan suasana akrab akan
menumbuhkan rasa percaya diri dan memupuk rasa berani mengatakan suatu pendapat
pada anak. Anak merasa dihargai dan diberi kesempatan belajar musyawarah, hal itu akan
membentuk sikap pada anak untuk mampu berkomunikasi secara wajar dengan orang
lain. Anak juga akan terbiasa untuk menerima kritik dan saran dari orang tua, termasuk
dalam menentukan menonton televisi anak akan mudah diarahkan dan diberi pengertian.
5) Perilaku yang ditampilkan
Orang tua dalam kebiasaan sehari-hari menampilkan suatu sikap, kata-kata,
tingkah laku yang baik untuk suritauladan pada anak-anaknya. Misalnya: kebiasaan
bertutur kata yang halus dan sopan, bertingkah laku yang baik dan bersikap ramah dan
lain-lain.
6) Nilai-nilai norma
Orang tua selalu menjelaskan tentang perbuatan yang baik dan yang buruk serta
contoh-contoh perbuatan tersebut, juga akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut,
disertai teladan dari orang tua atau tingkah laku orang tua akan dapat mempengaruhi
tingkah laku anak. Perhatian dan pengawasan orang tua pada aktifitas anak. Anak selalu
diberi peringatan apabila berbuat salah dan diberi sanjungan apabila berbuat baik dan
benar.
Dengan demikian orang tua dimanapun, kapanpun dalam keadaan apapun harus
selalu memperhatikan semua aktivitas anaknya, dan memberi contoh melalui aktivitas
yang ditampilkan orang tua dalam membentuk sikap atau perilaku anak.
Sedangkan dukungan orang tua adalah transaksi interpersonal yang diajukan
dengan memberikan bantuan kepada individu lain dan bantuan itu diperoleh dari orang
yang berarti bagi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial berperan penting dalam
memelihara keadaan psikologi individu yang mengalami tekanan. Melalui dukungan
sosial, kesejahteraan psikologis dapat meningkat karena adanya perhatian dan pengertian
yang menimbulkan perasaan memiliki, meningkatkan harga diri serta memiliki perasaan
positif mengenai diri sendiri.
Dapat disimpulkan bahwa potensi seorang anak itu akan dapat berkembang
dengan baik apabila mendapat bimbingan dan dukungan serta pengawasan dari orang
tuanya dalam pendidikan informalnya dan selalu terpenuhinya semua kebutuhannya akan
lebih mudah dalam menampilkan kepercayaan diri pada anak dibandingkan dengan anak
yang tidak pernah mendapat perhatian, bimbingan dan dukungan orang tuanya. (Fitriyani,
2016)

2. Kecanduan Perangkat Digital


Kecanduan perangkat digital atau gadget adalah sebagai perilaku keterikatan atau
ketergantungan Terhadap smartphone Yang memungkinkan Menjadi masalah sosial seperti
halnya menarik diri, dan kesulitan hearts performa aktivitas sehari-hari atau sebagai
gangguan control.
Cara untuk meminimalisir anak agar tidak mengakses konten negatif yakni dengan
peranan orang tua yang harus selalu ikut mengontrol penggunaan gadget pada anak dan
memberikan batasan waktu bermain gadget. Seorang pakar psikologi mengemukakan bahwa
“seorang anak diberikan batasan waktu bermain gadget selama 1 jam. Akan tetapi, waktu
penggunaan tidak 1 jam full, misalnya dibagi 15 menit pagi 15 siang dan seterusnya, supaya
anak tidak kecanduan. (Supriyatna, 2017)
Penggunaan gadget yang tidak ada batasnya pada anak usia dini, selain dapat digunakan
untuk mengakses konten negatif juga akan mengakibatkan anak mengalami kecanduan
gadget dan akan mempengaruhi perkembangan anak tersebut.
Pengaruh tingkah laku orang tua yaitu anak senang sekali meniru tingkah laku orang
tuanya, jika orang tua gagal menunjukan sikap tingkah laku yang baik kepada anak maka
anak juga akan menunjukkan tingkah laku yang buruk dalam kehidupan mereka. Tanpa
disadari oleh orang tua, tingkah laku dalam penggunaan gadget juga berpengaruh terdapat
anak. Banyak anak yang sudah kecanduan gadget. Hal tersebut masih dianggap sepele oleh
orang tua, sebab orang tua menganggap bahwa sekarang adalah era digital yaitu zaman
memakai gadget.

Menurut (Putri, 2017) cara mengatasi kecanduan gadget pada anak yaitu :

a) Membatasi penggunaan
Batasi penggunaan gadget sesuai dengan rekomendasi usia anak. The American
Academy of Pediatrics (2013) dan Canadian Paediatric Society (2010) telah menerbitkan
pedoman screen time seperti berikut ini :
1) Anak-anak di bawah usia 2 tahun : sebaiknya tidak dibiarkan bermain gadget
sendirian, termasuk TV, smartphone dan tablet.
2) Anak-anak usia 2 sampai 4 tahun : kurang dari satu jam sehari
3) Usia 5 tahun ke atas : sebaiknya tidak lebih dari dua jam sehari untuk penggunaan
rekreasional (di luar kebutuhan belajar).
b) Beri Jadwal
Jadwalkan waktu yang tepat untuk bermain gadget. Di luar itu, orangtua juga harus
menyiapkan kegiatan alternatif lainnya agar anak tidak bosan dan beralih ke gadget lagi.
c) Jangan beri akses penuh
Letakkan tv atau komputer di ruang keluarga. Sehingga setiap anak menggunakannya, dia
tidak sendirian dan masih dalam pengawasan anggota keluarga lainnya. Selain itu
perangkat mobile juga sebaiknya tidak diserahkan pada anak sepenuhnya. Biarkan anak
meminta izin terlebih dahulu jika ingin menggunakannya, dan ambil kembali setelah
selesai.
d) Tetapkan wilayah-wilayah bebas gadget
Buat peraturan tidak boleh menggunakan gadget di tempat-tempat tertentu. Misalnya di
meja makan, di kamar tidur, dan di mobil.
e) Ajarkan anak pentingnya menahan diri
Pastikan untuk memberikan pujian pada anak ketika ia berhasil menahan diri untuk tidak
bermain game dan mengikuti aturan yang telah ditetapkan.
f) Berikan contoh yang baik
Sudah jadi pengetahuan umum bahwa anak meniru apa yang dilakukan orangtuanya.
Untuk itu, Parents juga harus menjadi contoh yang baik, letakkan HP dan bermainlah
bersama si kecil.

Dapat disimpulkan dari pemaparan diatas bahwa ketika seorang anak sudah mulai
menggunakan gadget diharapkan sebagai orang tua harus mengontrol dan mengawasi anak
ketika sedang bermain dengan gadget. Supaya perkembangan dan pertumbuhan anak dapat
berkembang sesuai dengan usianya.
3. Kebiasaan Makan Tidak Benar
Orangtua selalu berupaya untuk memberikan konsumsi makanan yang mengandung gizi
seimbang baik melalui makanan sehari-hari ataupun melalui bekal makanan, hal ini
dilakukan untuk menjaga kecukupan gizi dalam tubuh, serta berupaya untuk menjaga
kesehatan anak. Upaya orangtua tersebut termasuk kedalam perilaku kesehatan.

Lingkungan bermain anak tidak selamanya dalam lingkungan keluarga. Seiring


berjalanya waktu lingkungan bermain anak akan bertambah seperti lingkungan sekolah,
lingkungan masyarakat, lingkungan sekitar rumah. Dari banyaknya lingkungan tersebut kita
tidak bisa mencegah dampak baik dan buruk terhadap anak. Oleh karena itu, orangtua
mempunyai kewajiban untuk mengawasi tiap tingkah laku anak agar tidak keluar jauh dari
jati dirinya. Orangtua bisa memberikan gambaran positif dan negatif terkait pikiranpikiran
dan masalah yang anak hadapi sehingga anak bisa mengambil keputusan terbaik.

Peran orangtua sebagai pemenuhan asupan nutrisi anak juga bisa dikatakan sebagai
pola asuh makan/parental feeding. Menurut Boucher sendiri pola asuh makan merupakan
perilaku orangtua yang menunjukkan bahwa mereka memberikan makan pada anaknya baik
dengan pertimbangan atau tanpa pertimbangan.

Mengenali Penyebab Anak Susah Makan dan Cara Mengatasinya

Saat menghadapi anak susah makan, orang tua perlu mengenali dulu apa penyebabnya.
Setiap penyebab memiliki pendekatan atau cara mengatasi yang berbeda. Berikut ini adalah
beberapa penyebab anak susah makan:

1. Menolak makan
Bagi anak, makan adalah keterampilan yang baru dikuasainya. Memilih makanan
apa yang ingin ia masukkan ke mulut menjadi hal yang sangat penting. Tidak heran bila
sebagian anak bisa melahap habis makanan yang disediakan oleh orang tua pada hari
pertama, tapi menolak pada keesokan harinya. Ketika pikiran atau minatnya berubah,
selera makannya pun bisa ikut berubah.
Saran : Coba untuk lebih bersabar dan jangan memaksa anak untuk makan. Daripada
pusing memikirkan asupan kalori atau nutrisi yang tidak diperoleh anak. Ibu bisa
mencoba untuk menghitung kebutuhan dan asupan nutrisinya selama 1 minggu terakhir.
2. Hanya memilih makanan tertentu
Untuk balita, mengonsumsi makanan padat adalah hal atau kemampuan yang baru
bisa ia lakukan. Oleh karena itu, diperlukan waktu agar mereka terbiasa dengan ragam
warna, rasa, dan tekstur makanan.
Saat ini, anak juga bisa belajar untuk makan secara mandiri, termasuk makanan
apa saja yang masuk ke dalam mulutnya.
Saran : Perkenalkan berbagai jenis makanan secara perlahan kepada anak yang susah
makan. Setelah disajikan beberapa kali, anak mungkin akan mulai tertarik untuk
memakannya. Ibu juga bisa mengenalkan jenis makanan baru yang disajikan bersamaan
dengan makanan favoritnya. Selain itu, hindari waktu makan yang berdekatan dengan
waktu tidur, karena rasa lelah juga dapat memengaruhi minat anak mencoba makanan
baru.
3. Hanya mau makanan cepat saji
Makanan siap saji umumnya banyak mengandung garam, gula, dan lemak atau
kolesterol dan rendah akan nutrisi penting, seperti protein, vitamin, dan mineral. Jika
dikonsumsi berlebihan, makanan tidak sehat ini bisa membuat anak lebih berisiko
mengalami diabetes, kegemukan atau obesitas, dan tekanan darah tinggi.
Beberapa contoh makanan cepat saji yang biasanya disukai anak adalah es krim,
kentang goreng, pizza, dan minuman bersoda.
Saran: Jangan menyimpan makanan cepat saji di rumah atau membiasakan untuk
memesan dan mengonsumsi makanan cepat saji. Hal ini karena anak-anak biasanya akan
meniru perilaku orang tuanya, termasuk dalam urusan makanan.
Sebagai alternatif, sediakanlah makanan sehat setiap waktu di rumah agar Si
Kecil terbiasa mengonsumsi makanan sehat.
4. Tidak mau makan setelah kemarin banyak makan
Hal ini sangat umum dialami oleh anak usia 12 bulan hingga 3 tahun. Ada
kalanya selera makan anak tampak besar, kemudian terjadi sebaliknya di keesokan hari.
Hal ini sangat wajar terjadi.
Saran: Bunda tidak perlu memaksa anak. Tentukan batas waktu kepada anak untuk
mengonsumsi makanan yang telah disediakan. Selanjutnya, minta anak untuk makan
tidak melebihi dari batas waktu yang telah ditentukan. Selain itu, batasi konsumsi jus
buah kemasan dan susu. Terlalu banyak mengonsumsinya membuat anak mudah
kenyang, sehingga ia tidak mau makan.
5. Makan satu jenis makanan saja
Bukan hal aneh jika tiba-tiba anak susah makan selama berhari-hari atau hanya
mau makan satu jenis makanan saja. Salah satu alasannya adalah anak tidak tertarik
dengan makanan baru yang rasanya belum ia kenali.
Saran: Bunda sebaiknya tetap tenang dan tetap tawarkan pilihan makanan lain, tetapi
jangan memaksa atau memarahi anak, jika ia tidak ingin memakannya. Untuk anak yang
sudah lebih besar, Bunda dapat mengatur strategi dengan mengajaknya ke supermarket.
Mintalah anak untuk memilih dua jenis buah dan sayuran serta satu jenis camilan. Setiba
di rumah, ajaklah anak menyiapkan makanan sebelum mengonsumsinya.
6. Tidak mau makan makanan favorit secara tiba-tiba
Bunda mungkin bingung saat anak tiba-tiba menolak jenis makanan yang
biasanya lahap dia santap, atau tidak lagi mau minum susu yang biasa dikonsumsi tiap
hari.
Saran: Jangan panik, hal ini mungkin hanya bersifat sementara. Bila anak tidak mau
makan hari ini, bukan berarti ia tidak akan suka selamanya. Tetap tawarkan makanan
yang ditolak anak pada hari berikutnya. Jika anak menolak minum susu, pilihlah
makanan mengandung susu lainnya, seperti yoghurt atau keju. Jika anak menolak sayur,
seimbangkan asupan nutrisinya dengan buah-buahan. (Wood, 2020).

Cara Mengatasi

Bagi anak-anak, makan termasuk dalam proses belajar dan eksplorasi. Untuk menambah
selera makan pada anak yang susah makan, ada beberapa hal yang dapat orang tua lakukan, di
antaranya:

1) Adakan acara makan keluarga secara rutin dan biarkan anak melihat orang sekitarnya
mengonsumsi beragam jenis makanan sehat.
2) Buatlah jadwal makan yang tetap, yaitu 3 kali waktu makan utama dan 2 kali makan
camilan setiap hari, serta batasi waktu sekitar 30 menit untuk setiap waktu makan.
3) Biarkan anak makan sendiri dan berikan makanan yang mudah dipegang dan dimasukkan
ke dalam mulutnya.
4) Berikan dalam porsi kecil terlebih dahulu dan puji anak ketika berhasil
menghabiskannya.
5) Gunakan perlengkapan makan dengan gambar dan warna menarik atau yang ia sukai.
6) Undang anak-anak lain untuk makan bersama.
7) Jauhkan televisi, permainan, binatang peliharaan, dan hal-hal yang dapat mengalihkan
perhatiannya saat makan.
8) Libatkan Si Kecil saat mengolah makanan, mulai dari membeli, membersihkan,
memasak, hingga menyajikannya di meja makan. Hal ini mungkin bisa membuatnya
lebih berselera makan dan penasaran dengan makanan yang ia buat. (Tiene.E, 2019)

4. Tantrum
Tantrum merupakan kondisi anak melampiaskan emosi dengan cara yang tidak baik
seperti mengamuk, menangis kencang hingga membanting barang barang. Kejadian tantrum
karena kelebihan emosi dan kesedihan ataupun kemarahan berlebihan. (Fetsch and Jacobson,
2013)
Temper tantrums dapat diartikan dengan gangguan prilaku pada anak. Anak dan keluarga
secara bersama bagaimana mempelajari dan memanagemen tingkah laku tantrum yang baik.
Temper tantrum beberapa dimiliki anak di usia prasekolah. Di dalamnya anak belajar
bagaimana mengungkapkan sesuatu dengan baik dan sopan. Bagaimana mengelola emosi
yang ada dalam dirinya. Tantrum karena keinginan anak jika ingin memperoleh sesuatu dan
berhenti jika keinginan sudah dituruti, biasa disebut dengan manipulative tantrum. Jenis
verbal Frustation tantrum ketika anak ingin sesuatu tetapi tidak mampu mengungkapkan apa
yang diinginkan.Sedangkan temperamental tantrum merupakan kondisi anak pada tingkat
frustasi yang tinggi. Anak menjadi tidak terkontrol dan emosional. (Sample et.al., 2016)
a) Tetap Tenang
Saat anak tantrum, ibu harus tetap tenang dan jangan membalas berteriak atau memaksa
anak menghentikan amukannya. Sikap yang tenang akan membuat tantrum anak lebih
mudah untuk diatasi. Ibu juga bisa mengajak anak ke tempat yang lebih sepi dan tenang
guna menenangkan emosinya.
b) Cari Tahu Penyebab Tantrum
Beragam hal bisa menjadi penyebab tantrum pada anak, seperti keinginan yang tidak
terpenuhi atau adanya perasaan lapar dan mengantuk yang sulit diungkapkan. Jika anak
belum bisa berbicara, salah satu cara untuk mengenali penyebabnya adalah dengan
menanyakan secara langsung, “Kamu lapar?” atau “Kamu masih ngantuk?”. Anak
mungkin akan mengangguk atau menggeleng. Jika penyebab tantrum anak diketahui,
maka ibu akan lebih mudah mengatasinya.
c) Alihkan Perhatian
Anak kecil sangat mudah melupakan sesuatu dan tertarik pada hal baru. Ibu bisa
memanfaatkan hal ini untuk mengalihkan perhatiannya saat tantrum. Misalnya, Bunda
bisa memberikan mainan yang sudah lama tidak dimainkan atau memberikan camilan
kesukaannya saat anak berteriak, marah, atau terlihat rewel.
d) Jangan Memukul Anak
Untuk mengatasi tantrum, pola asuh otoritatif lebih cocok untuk diterapkan. Jadi, jangan
memukul atau mencubitnya. Ini justru dapat membuat anak jadi suka memukul untuk
menyampaikan keinginannya. Sebagai gantinya, orangtua bisa memeluk atau mencium
anak untuk menenangkan emosinya. Selain menenangkan, pelukan dan ciuman juga bisa
menjadi cara untuk menunjukkan bahwa Bunda benar-benar peduli dan mencintai
mereka. Jika tantrum pada anak tampak terlalu sering, atau membuatnya menyakiti
dirinya atau orang lain, orangtua sebaiknya berkonsultasi dengan dokter anak untuk
mendiskusikan perilaku tersebut dan cara tepat menanganinya. (Mersye, 2018)

5. Tidak Senang Belajar


Peran Orangtua Dalam Memotivasi Anak
Keberhasilan siswa dalam proses belajarnya tidak dapat terlepas dari adanya motivasi
yang menjadi penggerak dan pendorong siswa agar dapat menjalankan kegiatan dan proses
belajarnya. Motivasi tersebut dapat berasal dari dalam diri siswa (intrinsik) dan motivasi dari
luar (ekstrinsik). Dari kedua motivasi tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap
keberhasilan siswa, meskipun yang lebih utamanya adalah motivasi dalam diri siswa tetapi
motivasi dari luar atau ekstrinsik tetap menjadi faktor yang ikut mempengaruhi kegiatan
belajar siswa.
Salah satu contoh motivasi yang berasal dari luar diri siswa adalah orang tua, dimana
oerang tua merupakan orang yang pertama kali dikenal dan dekat dengan anak, keberadaan
siswa antara di sekolah dengan di rumah tentunya lebih banyak di rumah, maka dari itu peran
orang tua sebagai orang yang dekat dengan siswa dinilai sangat penting terutama dalam
memotivasi belajar siswa.

Diantara peran orang tua dalam memotivasi belajar siswa adalah sebagai berikut :
a) Pertama, dengan mengontrol waktu belajar dan cara belajar anak.
b) Kedua, memantau perkembangan kemampuan akademik anak. Orang tua diminta untuk
memeriksa nilai-nilai ulangan dan tugas anak mereka.
c) Ketiga, memantau perkembangan kepribadian yang mencakup sikap, moral dan tingkah
laku anak-anak. Hal ini dapat dilakukan orang tua dengan berkomunikasi dengan wali
kelas untuk mengetahui perkembangan anak di sekolah.
d) Keempat, memantau efektifitas jam belajar di sekolah. Orang tua dapat menanyakan
aktifitas yang dilakukan anak mereka selama berada di sekolah.
Terkait dengan peran orang tua dalam memotivasi belajar siswa, maka ada beberapa cara yang
dapat dilakukan oleh orang tua untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, diantaranya sebagai
berikut :

1) Menciptakan iklim rumah yang mendukung anak untuk belajar Orang tua dapat
menyediakan berbagai perlengkapan maupun permainan yang dapat mendukung anak
untuk belajar, misalnya: komputer, buku-buku, puzzle, dan sebagainya.
2) Menyediakan waktu yang cukup untuk terlibat dalam kegiatan belajar anak. Selain
menciptakan iklim rumah yang dapat mendukung anak untuk belajar, interaksi orang tua
dengan anak ternyata juga dapat meningkatkan motivasi belajar anak. Hal ini dapat
dilakukan dengan menemani anak belajar, menunjukkan perhatian terhadap kegiatan
belajar anak, memberikan bantuan ketika anak menghadapi kesulitan, dan sebagainya.
Sebagai partner anak dalam belajar, orangtua sebaiknya menunjukkan sikap yang hangat
dan positif terhadap anak, misalnya dengan tidak memarahi anak ketika anak tidak dapat
mengerjakan PR- nya dengan baik.
3) Memberikan penghargaan atau respon positif terhadap setiap prestasi anak. Hal ini dapat
dilakukan dengan berbagai cara, misalnya : dengan memberikan hadiah atau pujian
4) Mengatasi Anak Malas Belajar dengan Cara Seru
Cara mengatasi anak malas belajar berikutnya yaitu membuat cara belajar yang seru.
Bangunlah kesan bahwa belajar tak selalu harus serius dan melelahkan. Yang terpenting
adalah fokus serta bisa memahami materinya dengan baik. Selain dari buku pelajaran,
Bapak dan Ibu bisa mengajak mereka membuat mind mapping atau menonton video
pembelajaran. Variasi belajar seperti itu akan membuat anak tidak cepat bosan.
5) Percaya Kemampuasn Anak
Rasa percaya dari orang tua dapat membuat motivasi belajar anak meningkat. Ketahui
bahwa setiap anak memiliki kemampuan uniknya sendiri. Terkadang ada anak yang sulit
belajar dan susah memahami materi pelajaran, namun justru jago di bidang lain

6. Sibling Rivaly
Sibling rivalry merupakan suatu bentuk dari persaingan antara saudara kandung, kakak,
adik yang terjadi karena seseorang merasa takut kehilangan kasih sayang dan perhatian dari
orang tua, sehingga menimbulkan berbagai pertentangan dan akibat pertentangan tersebut
dapat membahayakan bagi penyesuaian pribadi dan sosial seseorang.

Dampak Sibling Rivalry

Dampak sibling rivalry ada tiga yaitu dampak pada diri sendiri, pada saudara kandung
dan pada orang lain. Dampak sibling rivalry pada diri sendiri yaitu adanya tingkah laku regresi,
self efficacy rendah.

Dampak sibling rivalry terhadap saudara yaitu agresi, tidak mau berbagi dengan saudara,
tidak mau membantu saudara dan mengadukan saudara.

Selain dampaknya kepada diri sendiri dan dampak kepada saudara, sibling rivalry juga
berdampak pada orang lain. Ketika pola hubungan antara anak dan saudara kandungnya tidak
baik maka sering terjadi pola hubungan yang tidak baik tersebut akan dibawa anak kepada pola
hubungan sosial diluar rumah. (Citra, 2013)

Sibling rivalry dapat terjadi pada anak dengan adiknya yang baru lahir atau pada dua saudara
pada usia berapapun. Untuk mengatasi kedua jenis sibling rivalry tersebut diperlukan pendekatan
yang berbeda. Sibling rivalry seorang anak dengan adiknya yang baru lahir dapat diatasi dengan
cara berikut:

a) Mendorong anak untuk memiliki teman-teman sebelum adiknya lahir.


b) Membuat anak yang lebih tua tetap merasa penting dalam keluarga.
c) Tunjukkan rasa menghormati terhadap barang anak yang dianggap berharga. Beritahu
kepada anak jika barangnya akan dipinjam atau digunakan untuk adiknya.
d) Berilaku dan bertutur kata secara baik.
e) Menunjukkan dan mengajarkan empati kepada anak agar anak dapat menerima adik
barunya dengan baik.
f) Meluangkan waktu bersama masing-masing anak secara rutin. Hal ini penting untuk
membangun rasa percaya dan aman pada diri masing-masin adank. Waktu bersama dapat
dilakukan saat kegiatan sederhana, seperti membaca, berjalan-jalan, atau melakukan
kegiatan rumah tangga.

Untuk sibling rivalry pada kakak-beradik di usia yang lebih besar, dapat diterapkan beberapa tips
berikut:

a) Masing-masing anak perlu diperlakukan sebagai individu yang berbeda sesuai


karakternya. Karena masing-masing anak memiliki sifat yang unik, maka anak sebaiknya
tidak selalu diperlakukan dengan pendekatan yang sama.
b) Berikan pujian saat anak-anak rukun. Gunakan kalimat yang jelas agar anak tahu perilaku
apa yang baik dan terpuji.
c) Tunjukkan kasih sayang melalui kata-kata dan perbuatan.
d) Berikan waktu agar anak dapat bermain sendiri atau bersama teman.
e) Ciptakan suasana rumah yang menyenangkan dan suportif, termasuk tempat untuk
bermain.
f) Bimbing anak untuk menyatakan perasaan dan pendapatnya dengan baik.
g) Ajarkan anak untuk bekerja sama dalam memecahkan masalah.

Selain itu, terdapat beberapa hal yang sebaiknya dihindari orangtua dalam menghadapi sibling
rivalry:

a) Jangan membanding-bandingkan anak dengan kakak, adik, atau temannya.


b) Jangan membela salah satu anak secara khusus. Memiliki kedekatan tertentu dengan
salah satu anak merupakan hal yang wajar, namun jangan tunjukkan hal ini secara terang-
terangan karena dapat memicu kecemburuan dan kebencian pada anak lainnya.
c) Jangan memberikan privasi berlebihan kepada anak, seperti memberikan televisi pada
masing-masing kamar anak. Hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk belajar
memecahkan masalah dan bernegosiasi.
d) Jangan memaksakan anak untuk memiliki teman-teman yang sama. Dorong anak untuk
memiliki hubungan pertemanan sendiri.
e) Jangan memaksa anak untuk meminta maaf jika ia tidak merasa bersalah. Hal ini hanya
mendorong anak untuk berbohong. Orangtua sebaiknya memberikan waktu agar
kemarahan anak dapat mereda dan mendorong anak untuk mencari solusi dari masalah
asal.

Sibling rivalry yang berlebihan dan melibatkan perilaku agresif seperti berteriak terus-
menerus, melempar barang, menyakiti secara fisik, atau menghina secara berlebihan memerlukan
penanganan oleh dokter ahli. Sibling rivalry yang tidak diatasi dengan baik dapat meningkatkan
risiko depresi, kecemasan, dan kemarahan pada saat dewasa. (Breen, 2016)

Saran kepada orangtua yang memiliki anak dengan problem sibling rivalry maka disarankan
untuk memberikan perlakuan yang tepat yang sesuai dengan tahapan dan tujuan perkembangan
dan konsisten kepada anak sehingga dampak yang ditimbulkan dapat berkurang, dan kepada
guru diharapkan memberikan kegiatan yang bersifat kelompok sehingga terganggunya hubungan
sosial dan kurang percaya diri pada responden dapat berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
Brennn D. Sibling rivalry. WebMD Parenting Guide, 2016

Baby Centre UK. How to Cope with Feeding a Fussy Toddler


Citra, 2013. Dampak Sibling Rivalry (Persaingan Saudara Kandung) Pada Anak Usia Dini.
Volume.2. No.2
Fetsch, R. J., & Jacobson, B. (2013). Children ’ s Anger and Tantrums, (10), 13– 15.
Fitriyani, Y. (2016). Pengaruh Dukungan Orang Tua Terhadap Kepercayaan Diri Siswa Kelas
Vii Smp Negeri 15 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016 / 2017. Jurnal Penelitian Dan Artikel
Pendidikan PG-PAUD FKIP UMM.
Loss of Temper and Irritability : The Relationship to Tantrums in a Community, 26(2), 114–122.
Rumbewas, 2018. Peran Orang Tua Dalam Miningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik di SD
Negeri Saribi. Jurnal EduMatSains, 2 (2) Januari 2018.
Sample, C., Carlson, G. A., Danzig, A. P., Dougherty, L. R., Bufferd, S. J., & Klein, D. N.
(2016).
Supriyatna, 2017. Bahaya Kecanduan Gawai Di Usia Dini.
Pebriana, Putri H. (2017), Analisis Penggunaan Gadget terhadap Kemampuan Interaksi Sosial
pada Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi, Vol 1, No.1.
Tiene, A. Baby Center (2019). Feeding Problems: Refusing to Eat Favorite Foods.
Mersch, J. (2018). Medicine Net. Temper Tantrums.
Wood, S. Parents (2020). The 6 Types of Picky Eater—And How to Get Them to Eat.

Anda mungkin juga menyukai